Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit kronis yang tidak bisa

ditularkan melalui orang ke orang. PTM menyebabkan hampir 70% kematian di

dunia. Penyakit tidak menular utama yang terjadi di Indonesia meliputi hipertensi,

diabetes militus, kanker dan penyakit obstruktif kronik. Berbagai faktor risiko

PTM antara lain merokok, terpapar asap rokok, diet/pola makan tidak sehat,

kurang aktivitas fisik, mengonsumsi minuman beralkohol dan riwayat keluarga

atau keturunan (Dinkes kota denpasar, 2019).

Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan peningkatan tekanan

darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90

mmHg setelah dilakukan dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit

dengan keadaan tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam

jangka waktu yang lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung coroner) dan otak (menyebabkan stroke)

bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai (Dikes

Kab Tabanan, 2020).

Hipertensi sering disebut silent killer dimana tidak menunjukan gejala,

sehingga menyebabkan penderita kurang waspada dan kurang menyadari ancaman

komplikasi yang bisa mengakibatkan kematian. Masyarakat juga sering

menganggap bahwa hipertensi merupakan hal yang wajar ketika memasuki usia

lanjut dan tidak perlu untuk diobati, padahal itu tidak benar jika dibiarkan maka

mengakibatkan komplikasi (Suaib, 2019).


Menurut WHO (World Health Organization) pada tahun 2018 sekitar 40%

dari orang dewasa yang berusia 25 tahun ke atas di dunia telah didiagnosis

hipertensi, penderita hipertensi semakin tahun semakin meningkat. Diperkirakan

pada tahun 2025 penderita hipertensi mencapai 1,5 miliar dan diperkirakan ada

9,4 juta penderita hipertensi meninggal karena terjadi komplikasi (Kemenkes,

2020). Di Amerika gejala yang sering dialami penderita hipertensi meliputi sakit

kepala 40%, Palpitasi 28,5%, Noktori 20,4%, Disiness 20,8%, dan Titinus

13,8%(Syiddatul, 2017).

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018, prevalensi penderita

hipertensi di Indonesia sebanyak 34,11% (Badan Penelitian dan Pengembangan

Kesehatan, 2018). Prevalensi penderita hipertensi di provinsi Bali sebanyak

29,97%, di Kabupaten Jembrana sebanyak 30,25%, Kabupaten Tabanan sebanyak

35,12%, Kabupaten Badung 29,33%, Kabupaten Gianyar 27,67%, Kabupaten

Klungkung 28,88%, Kabupaten Bangli 34,09%, Kabupaten Karangasem 35,30%,

Kabupaten Buleleng 32,19% dan Kota Denpasar sebanyak 24,46% (Riskesdas,

2019).

Menurut catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Tabanan pada tahun 2017,

Essential (Primary) hypertension (HT Primer/HT Saja) menjadi penyakit

terbanyak yang terjadi di Tabanan dengan jumlah kasus sebanyak 22.803 kasus

(Dinas Kesehatan Tabanan, 2017). Pada tahun 2019 penderita hipertensi yang

mendapatkan pelayanan kesehatan baru mencapai 10,4 % dimana wilayah

Puskesmas Selemadeg Timur I sebesar 47,5% sebagai puskesmas dengan cakupan

tertinggi, wilayah Puskesmas II Tabanan sebanyak 10,1%, dan wilayah

2
Puskesmas dengan cakupan pelayanan terendah adalah Puskesmas Kerambitan 1

dan Kediri 1 dengan 1,5% (Dikes Kab Tabanan, 2020).

Menurut data kader POSBINDU (Pos Binaan Terpadu) di Banjar Subamia

Bale Agung terdapat 25 lansia orang yang tercatat menderita hipertensi, dari

catatan kunjungan di bidan desa terdapat 60 warga yang melakukan kunjungan

rutin untuk mengecek tekanan darah.

Hipertensi belum diketahui pasti penyebabnya, dari hasil beberapa data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya

hipertensi. Beberapa faktor yang sering terjadi yaitu faktor keturunan, ciri

perseorangan dan kebiasaan hidup. Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan

timbulnya hipertensi salah satunya yaitu kegemukan atau makan berlebihan (Rina

M, 2014).

Dampak yang terjadi jika hipertensi terjadi dalam waktu yang lama dapat

menimbulkan masalah baru, hipertensi dapat menyerang organ lain seperti otak,

mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal. Jika sudah terjadi maka akan

mengakibatkan penurunan kualitas hidup penderita (Septi Fandinata & Ernawati,

2020). Jika status gizi pada penderita hipertensi tidak terkontrol maka akan

berpengaruh pada tekanan darah penderita tersebut. Dari beberapa penelitian

penderita hipertensi yang disertai obesitas memiliki sirkulasi volume darah dan

daya pompa jantung yang lebih tinggi dibanding yang memiliki berat badan ideal

(Intan K, 2016).

Untuk mengetahui apakah berat badan ideal (status gizi) seseorang dapat

dilakukan dengan mengukur IMT (Indeks Massa Tubuh). Indeks massa tubuh

(IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa

3
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan (Rina M,

2014).

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mempertahankan status gizi

penderita hipertensi yaitu dengan melakukan promosi kesehatan, memberikan

informasi dan memberikan edukasi mengenai status gizi dan pengaruh status gizi

terhadap hipertensi. Dengan dilakukannya promosi kesehatan akan meningkatkan

status kesehatan penderita hipertensi.

Berdasakan uraian data diatas, mengenai jumlah penderita hipertensi dan

pentingnya status gizi pada penderita hipertensi untuk mengurangi peningkatan

penderita hipertensi dan mencegah terjadinya komplikasi, maka peneliti tertarik

untuk mengetahui gambaran status gizi pada penderita hipertensi di Desa

Subamia, Tabanan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

studi ini adalah : “Bagaimanakah Gambaran Status Gizi Pada Pasien Hipertensi di

Desa Subamia Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan Tahun 2021 ?”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari karya tulis ilmiah ini adalah untuk mengetahui

Gambaran Status Gizi Pada Pasien Hipertensi di Desa Subamia Kecamatan

Tabanan Kabupaten Tabanan Tahun 2021.

4
2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari karya tulis ilmiah gambaran status gizi pada pasien

hipertensi di Desa Subamia yaitu :

a. Mengidentifikasi karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin,

pendidikan dan pekerjaan di Desa Subamia Kecamatan Tabanan Kabupaten

Tabanan.

b. Mengidentifikasi status gizi pada pasien hipertensi di Desa Subamia

Kecamatan Tabanan Kabupaten Tabanan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber acuan

dan referensi khususnya mahasiswa keperawatan dalam penyusunan serta

perkembangan penelitian selanjutnya mengenai status gizi pada pasien hipertensi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Perkembangan IPTEK Keperawatan

Hasil penelitian dapat bermanfaat bagi tenaga kesehatan khususnya perawat,

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan

mengenai Status Gizi Pada Pasien Hipertensi di Desa Subamia Kecamatan

Tabanan Kabupaten Tabanan Tahun 2021.

b. Bagi Responden

Manfaat untuk responden adalah agar responden dapat mengetahui gambaran

status gizi.

5
c. Bagi Peneliti

Manfaat bagi peneliti adalah peneliti mempunyai pengetahuan dan pengalaman

tentang Status Gizi Pada Pasien Hipertensi di Desa Subamia Kecamatan Tabanan

Kabupaten Tabanan Tahun 20

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori


1. Penyakit PTM
Non Communicable Disease atau Penyakit Tidak Menular (PTM)
merupakan penyakit yang tidak ditularkan dari orang keorang.
Penyakit ini dapat merupakan akibat dari terganggunya sistem
metabolik maupun kesehatan lingkungan disekitar pengidapnya.
Penyakit tidak menular yaitu penyakit jantung koroner (PJK), gagal
jantung, stroke, hipertensi, dan diabetes Mellitus tipe 2 (DM 2)
(Kementrian Kesehatan, 2013). Pada tahun 2008, secara umum PTM
menyumbang 36 juta jiwa atau 63% dari total kematian diseluruh
dunia, sedangkan di asia tenggara, total kematian akibat PTM
mengalami peningkatan dari 6,7 juta jiwa pada tahun 2000 menjadi 8,5
juta pada tahun 2012 (Mendis, 2014; Kristina et al., 2017).
2. Insidensi dan Prevalensi PTM
Berdasarkan data dari WHO, di seluruh dunia pada tahun 2016,
terdapat 56,9 juta kematian dimana 71% diantaranya merupakan
penyakit tidak menular (PTM) (WHO, 2018). Angka tersebut hampir
meningkat 2 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2008 sejumlah
27,36 juta jiwa (WHO, 2013). Dari jumlah tersebut, kardiovaskular
menyumbang 44% dari total PTM atau sekitar 17,9 juta orang (WHO,
2018). Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh WHO, pada tahun
2012, insidensi penyakit kardiovaskular dan diabetes masing-masing
sebesar 744.500 dan 120.800 (Mendis, 2014).
Di Indonesia sendiri, pada tahun 2013 angka insidensi PJK, gagal
jantung, dan stroke masing-masing sejumlah 883.447 orang (0,5%),
229.696 (0,13%), dan 1.236.825 (7%). Sedangkan penderita hipertensi
berdasarkan pengukuran dan diabetes mellitus berdasarkan diagnosis
dokter masing-masing sejumlah 25% dan 1,5% (Kristina et al., 2017).
Berdasarkan data tersebut, terjadi tren kenaikan angka angka
kesakitan pada penyakit kardiovaskular secara umum baik di seluruh

6
dunia maupun di Indonesia. Angka tersebut diperkirakan masih akan
terus bertambah hingga tahun 2030, dimana kejadian penyakit
kardiovaskular akan meningkat hingga diangka 23,3 juta jiwa (Kristina
et al., 2017)
3. Peresepan Olahraga
Peresepan olahraga merupakan jenis peresepan terkait dengan
frekuensi (Frequency), intensitas (Intensity), waktu (Time), dan jenis
(Type) dalam berolahraga (Pescatello, 2014). Berdasarkan American
College of Sports Medicine (ACSM), peresepan olahraga meliputi
olahraga aerobik dan kekuatan (strength). Peresepan olahraga aerobik
minimal yaitu 150 menit per minggu, dengan intensitas sedang
(moderate intensity) yang dapat dibagi menjadi 5 kali dalam satu
minggu selama 30 menit per hari. Jenis olahraga yang dilakukan dapat
bervariasi dan menggunakan 8 otot mayor tubuh. Sedangkan untuk
olahraga kekuatan dapat dilakukan dengan 8-12 repetisi sebanyak 3 set
dengan intensitas sedang, 3 kali per minggu dengan diselingi hari
istirahat (tidak setiap hari) (Pescatello, 2014). Intensitas sedang pada
olahraga aerobik yaitu 64-75% dari denyut jantung maksimal (220-
umur) sedangkan intensitas sedang pada olahraga kekuatan yaitu 40-
60% dari berat satu repetisi maksimal (Pescatello, 2014).
Secara umum, peresepan olahraga dapat menjadi salah satu faktor
untuk menurunkan ketergantungan atau tingkat penggunaan obat pada
penyakit-penyakit PTM melalui dampak-dampak fisiologis yang
terjadi. Salah satu hal yang terjadi yaitu dengan meningkatkan aktifitas
sehingga dapat mengontrol kondisi dislipidemia dan hipertensi.
Dislipidemia dapat terkontrol karena LDL dan produk asam lemak
bebas, maupun timbunan lemak banyak digunakan dalam olahraga
sebagai cadangan karbohidrat, sehingga menurunnya LDL, trigliserida,
dan kolesterol dapat menurunkan resiko plak atherosklerosis pada PJK
dan stroke. Selain plak atherosklerosis, lemak yang banyak berkurang
bisa meningkatkan sensitifitas insulin pada pasien DM tipe 2. Disisi
lain, aktivasi respon vagal saat olahraga dapat memicu menurunkan

7
tekanan darah saat setelah istirahat sehingga menurunkan tekanan
darah pada penderita hipertensi dan gagal jantung (Booth, Roberts and
Laye, 2012).
Pada dasarnya, tidak ada batasan dalam memilih jenis aktifiitas
pada tiap jenis olahraga kecuali jika terdapat gangguan sendi sehingga
menghindari penggunaan sendi yang menumpu tubuh, namun terdapat
beberapa hal yang perlu diperhatikan, misalnya pada angkat beban
(olahraga kekuatan), saat menurunkan beban agar jangan menari nafas
agar tidak memicu respon valsava, atau olahraga dengn riwayat stroke
atau PJK yang harus berhenti jika nyeri dada, dan sebaiknya diawasi
oleh tenaga kesehatan.
4. Persepsi Masyarakat
Kesadaran masyarakat terkait dengan peresepan olahraga masih
rendah khususnya pada masyakarat berpenghasilan menengah
kebawah (Veluswamy et al., 2014). Rendahnya pengetahuan dan
kesadaran masyarakat tentang hal ini dapat dikaitkan dengan beberapa
faktor yaitu tingkat pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan,
ketaatan dalam berobat, tingkat ekonomi keluarga, dan lingkungan
sekitarnya.
Menurut data Profil Kesehatan Indonesia 2016, jumlah pelayanan
kesehatan primer (puskesmas) di Indonesia yang melakukan upaya
kesehatan olahraga masih diangka 24,92% sehingga belum mencapai
target rencana strategis 2015-2019 sebesar 30% pada tahun 2016
(Kementrian Kesehatan, 2016).

8
2.2. Kerangka Teori

PTM Farmakoterapi
- Gagal Jantung Pilihan terapi
- Jantung
Koroner Peresepan Olahraga
- Hipertensi dipengaruhi

Akses Umur
Ekonomi Pendidikan
layanan

2.3. Konsep Penelitian

Umur
Tingkat pendidikan Persepsi
Masyarakat Asal Puskesmas peresepan
pengidap PTM Riwayat Olahraga olahraga

2.4. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara usia dengan persepsi peresepan olahraga.
2. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan
persepsi peresepan olahraga.
3. Terdapat hubungan antara asal puskesmas dengan persepsi
peresepan olahraga.
4. Terdapat hubungan antara riwayat olahraga dengan persepsi
peresepan olahraga.

9
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

1
0

Anda mungkin juga menyukai