Anda di halaman 1dari 15

KECENDERUNGAN PERKEMBANGAN KESEHATAN

MENTAL MASYARAKAT MODERN


Makalah
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Mental yang
diampu oleh :
Prof. Dr. Syamsu Yusuf LN., M. Pd.
Nadia Aulia Nadhirah, M. Pd.

Disusun oleh:
Kelompok 7
PPB-B 2020
Angel Maximilliana Br Ginting2000227
Febianty Tatva Maharani 2002846
Rifqi Maissan Baihaqi 2007558
Shivanni Bella F 2009549
Yusri Candraningtyas 2001119

DEPARTEMEN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang selalu
memberikan kami kesehatan dan keberkahan, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas pembuatan makalah ini dengan judul “Kecenderungan Perkembangan
Kesehatan Mental Masyarakat Modern”.
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Makalah ini dibuat
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Kesehatan Mental. Dalam makalah
ini mengulas meteri mengenai Kecenderungan Perkembangan Kesehatan Mental
Masyarakat Modern. Kami sangat berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam
rangka menambah pengetahuan juga wawasan menyangkut mata kuliah
Kesehatan Mental mengenai Masalah Kesehatan mental anakdan remaja di masa
moderen .
Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat
kami harapkan dari para dosen, dan pembaca guna untuk meningkatkan dan
memperbaiki pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Bandung, April 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1 C.
Tujuan Pembahasan ..................................................................................2 D.
Manfaat .....................................................................................................2 BAB
II PEMBAHASAN
A. Sisi Gelap Gaya Hidup Modern ................................................................3
B. Masalah Kesehatan Mental Pada Anak Dan Remaja................................7
C. Indikator Masalah Kesehatan Mental Pada Anak Dan Remaja ................9
D. Penyebab Terjadinya Masalah Kesehatan Mental Pada Anak Dan Remaja
...................................................................................................................10
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan ...................................................................................................12
B. Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA

ii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Modern adalah kata yang berasal dari bahasa Inggris kemudian ditransfer ke
dalam bahasa Indonesia yang berarti terbaru/mutakhir, bisa juga dimaknai sebagai
sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntutan zaman. Sedangkan
pengertian dari term modernisasi yaitu proses pergeseran sikap dan mentalitas
sebagai warga negara atau masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntunan
masa kini. Dalam lajunya modernisasi ini mengakibatkan banyak lapisan
masyarakat yang mengalami masalah Kesehatan mental.
Kesehatan mental yang baik untuk individu merupakan kondisi dimana
individu terbebas dari segala jenis gangguan jiwa, dan kondisi dimana individu
dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya dalam
menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang mungkin ditemui
sepanjang hidupnya. Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari
kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan
kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara
produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya. Masalah
Kesehatan mental ini tidak hanya menimpa orang dewasa saja akan tetapi
menimpa remaja dan anak. William G. Wagner dalam (Yusuf, 2018, hlm.
109-110) mengatakan bahwa kehidupan remaja di amerika serikat mengalami
diimpresi sebagai periode Helpless period, hal ini menybabkan kurangnya
harapan untuk menggapai masa depan pada anak dan remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, adapun beberapa masalah
yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya sebagai berikut: 1.
Bagaimana sisi gelap gaya hiudp modern?
2. Apa saja masalah kesehatan mental pada anak dan remaja? 3. Apa
saja indikator masalah kesehatan mental pada anak dan remaja?

1
2

4. Apa saja penyebab terjadinya masalah kesehatan mental pada anak dan
remaja?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas. Adapun tujuan dari pembuatan makalah
ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan sisi gelap gaya hidup modern.
2. Untuk mendeskripsikan masalah kesehatan mental pada anak dan remaja. 3.
Untuk mendeskripsikan indikator masalah kesehatan mental pada anak dan
remaja.
4. Untuk mendeskripsikan penyebab terjadinya masalah kesehatan mental
pada anak dan remaja.
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan makalah diatas. Berikut merupakan manfaat yang bisa
didapat dalam makalah ini:
1. Dapat mengetahui sisi gelap gaya hidup modern.
2. Dapat mengetahui masalah kesehatan mental pada anak dan remaja. 3.
Dapat mengetahui indikator masalah kesehatan mental pada anak dan remaja.
4. Dapat mengetahui penyebab terjadinya masalah kesehatan mental pada
anak dan remaja.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sisi Gelap Gaya Kehidupam Modern


Arus modernisasi ditandai dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan
dan komunikasi, dapat kita lihat dampak positif yang dapat kita rasakan, namun
juga terdapat dampak negative yang disebabkan karena arus modernisasi ini yaitu
dengan menggejalanya bebagai problem yang semakin kompleks, baik persifat
personal maupun social. Manusia modern yang telah terpedaya dengan produk
pemikirannya sendiri, dan kurangnya mengontrol efek sampingnya maka
timbulkan beberapa kerusakan lingkungan seperti polusi air dan udara yang sudah
jelas menganggu kenyamanan hidup manusia itu sendiri.
Kehidupan modern yang selalu mementingkan material sehingga melupakan
kebutuhan rohaniah yang berakibat sangat buruk terhadap pola perilaku manusia
sendiri. Kondisi ini ternyata sangat kondusif bagi berkemabsngnya masalah
masalah pribadi dan social dalam suasana psikologis yang kurang nyaman, seperti
kecemasan, stress dan perasaan terasing, serta terjadinya penyimpangan moral
atau system nilai. Dikatakan bahwa pada abad ini (modernisasi) juga dijuluki
sebagai abad kecemasan ( the of anxiety ) dengan ditandai berbagai bencana dan
kemelut yang meresahkan dapat kita lihat seperti krisis ekonomi, perang antar
bangsa, ledakan penduduk, pencemaran alam akibat industri dan mendangkalnya
penghayatan agama (Kh & Dahlan, 2016).
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap masyarakat dikemukakan bahwa
gaya modern ini mucul beberapa problem yaitu; 1). Ketegangan fisik dan psikis.,
2). Kehidupan yang rumit., 3). Kecemasan akan masa depan., 4). Hilangnya rasa
manusiawi terhadap sesama., 5). Merasa tersaing dari anggota keluarga dan
masyarakat., 6). Renggangnya tali silatuhrahmi., 7). Terjadinya penyimpangan
moral dan system nilai., 8). Hilangnya identitas diri.
Dekandensi moral ini menjadi pusat perhatian bagi seluruh kalangan.
Dekadensi moral ini terjadi bukan hanya di kota-kota besar akan tetapi juga pada
desa-desa terpencil. Dekadensi moral ini seperti wabah penyakit yang menyerang

3
4

mangsa nya dimanapun berada, dan terkhusus yang terjangkit adalah para pewaris
bangsa di masa depan yaitu para remaja dan anak-anak.
Menurut Saeful Dulllah situasi akan semakin buruk lagi dimasa akan datang
terutama kota-kota berkembang
1. Terjadinya migrasi orang desa ke kota dengan niat untuk mengadu nasib
ketimbang untuk memnuhi kebutuhan pekerjaan.
2. Terjadinya masalah pengangguran dan kemiskinan yang melonjak 3.
Keadaan semakin memburuk karena kebanyakan tenaga kerja yang tidak
memiliki keterampilan yang memenuhi kebutuhan lapangan kerja. Kelompok
mereka dapat dikatakan sebagi golongan yang rendah dan rapuh untuk
tergilas roda kehidupan pada persaingan hidup di kota, yang berakibat banyak
dari mereka yang merasa terpuruk dan terpaksa melakukan apa saja untuk
mempertahankan hidupnya.
4. Banyak pendirian gubuk-gubuk illegal yang tidak memiliki sama sekali
tempat berlindung. Dengan masalah ini akan memperuburuk kondisi kota kota
besar di negara berkembang.
5. Krisis air bersih yang meraka bagi penduduk miskin harus membeli
dengan harga jauh lebih mahal.
6. Bank Dunia memperkirakan tahun 2000 setiap tahunnya tidak kurang dari
5 juta anak akan meninggal akibat lingkungan yang semakin buruk. Kondisi
tersebut adalah sumber pemicu malaoetakan kehidupan terutama
menyangkut masalah-masalah psikologis. Menurut Dr. Yusmansyah Idris
mengatakan bahwa Indonesia menduduki urutan kedua setelah penyakit menular.
Keberadaan penyakit menular mencapai 22%, masalah kesehatan jiwa berkisar
antara 10-15% dengan total jumlah penduduk 200 juta jiwa. Menurutnya
penduduk Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan seperti cemas,
gelisah dan depresi.
Gangguan kesehatan mental dan jiwa dapat diperoleh semenjak anak dari
dalam kandungan maupun ketika seseorang tumbuh dewasa namun dalam
perkembangannya ditemui hal-hal yang dapat berdampak pada stres yang
berlebihan. Kehidupan yang semakin modern membawa berbagai macam tuntutan
5

yang harus dipenuhi. Bukan hanya karena sifatnya yang wajib atau penting
melainkan keinginan diakui oleh masyarakat menjadikan individu merasa harus
mengikuti trend yang sedang berlangsung tanpa sadar akan kapasitasnya (Putri et
al., 2015).
Dr. H. A. Hardiman (Direktur Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan RI)
mengemukakan hasil survei Depkes tahun 1995 di 13 kota besar di Indonesia,
yaitu bahwa sekitar 18%, atau sekitar 36 juta orang penduduk Indonesia
mengalami gangguan kesehatan jiwa ringan, seperti rasa cemas, psikosomatik, dan
depresi. Meskipun hanya gangguan jiwa ringan, tetapi jika tidak segera ditangani
secara serius, dikhawatirkan akan menjadi gangguan jiwa berat. Selanjutnya
beliau mengatakan bahwa untuk menangani para penderita gangguan jiwa, di
Indonesia terdapat 33 buah Rumah Sakit Jiwa dengan kapasitas tempat tidur 8000
buah (Pikiran rakyat).
Dalam kaitannya dengan faktor pemicu stres (stressor) yang menyebabkan
gangguan kesehatan jiwa, menurut Ernaldi adalah sebagai berikut.

Faktor Pemicu Stres (Stressor) Gejala Gangguan Jiwa

1. Perubahan sosial yang cepat Kesulitan menyesuaikan diri

2. Kesenjangan antara tujuan a) Persaingan antar individu


(keinginan atau tuntutan hidup) b) Saling curiga (paranoid)
dengan kemampuan/kesempatan c) Ketidakberdayaan
untuk mencapainya d) Keterasingan dan pengucilan sosial
3. Heterogenitas kehidupan a) Secara naluriah memunculkan
gangguan kriminal dari kelompok
warga yang terabaikan (marginal).
b) Kelompok marginal seperti para
penganggur dapat menjadi sumber
ketegangan dan kecemasan
(stressor) bagi kelompok warga
yang baik-baik (beruntung)

4. Kepadatan penduduk yang terus a) M kompetisi yang

6
meningkat berkepanjangan
b) Berkembangnya perilaku agresif
karena sistem saraf manusia
terangsang secara berlebihan

Hasil penelitian Ernaldi tentang kondisi gangguan jiwa di beberapa kota di


Indonesia adalah sebagai berikut :

Lokasi Jumlah Prevalensi

Bali 319 10,7%

Banjarmasin 320 15,0%

Palembang 831 17,1%

Semarang 480 17,3%

Solo 320 19,1%

Manado 471 19,1%

Padang 320 19,7%

Jakarta 320 20,0%

Bogor 320 20,6%

Jambi 353 23,1%

Banda Aceh 319 24,2%

Jumlah 4.373 18,5%


Pendapat lain tentang pengaruh kota metropolitan atau lingkungan industri
terhadap gangguan jiwa dikemukakan oleh Dadang Hawari (PR, 19 Januari 1995)
sebagai berikut.
1. Perubahan kondisi dari agrikultur ke industri bisa menimbulkan stres,
terutama bagi karyawan yang berasal dari pedesaan. Kehidupan kota besar
yang lebih keras dan individualistis dapat menimbulkan konflik
psikososial.
2. Lingkungan okupasional teknologi industri yang merupakan lingkungan
buatan manusia, seperti: mesin, polusi, dan tingkat kebisingan tidak hanya
membahayakan kesehatan fisik, tetapi juga bisa menjadi sumber stres.
7

Pendapat atau temuan para ahli di atas semakin memperkuat asumsi bahwa
'semakin maju kota/bangsa, semakin meningkat problematika kehidupan
masyarakat," yang pada gilirannya melahirkan masalah-masalah psikologis
(kesehatan mental) bagi individu.
Mengantisipası tren atau kecenderungan berkembangnya problematika yang
semakin kompleks, maka perlu dipikirkan upaya- upaya yang memungkinkan
dapat mereduksi masalah tersebut. Upaya yang dapat mengembangkan mental
yang sehat dan meredam gejala gangguan jiwa di atas adalah dengan
meningkatkan kesadaran beragama masyarakat, atau upaya untuk come back to
religion. Hal ini karena agama terutama dalam agama islam akan memberikan
pencerahan terhadap pola berpikir manusia ke arah kehidupan yang sakinah,
mawaddah, rahmah, dan ukhuwwah, sehingga manusia akan terhindar dari sifat
sifat individualistis, nafsu eksploitatif, borjuistis, dan materialistis (hubbud
dunya), yang menjadi pemicu munculnya malapetaka kehidupan di muka bumi ini
(al-fasaadu fil ardhi).
B. Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja
Massuhartono & Mulyant (dalam Yasipin, dkk., 2020) mengemukakan bahwa
kualitas kehidupan seseorang sangat dipengaruhi oleh kesehatan, jika tidak ada
masalah kesehatan baik fisik maupun mental maka kualitas hidup akan lebih baik.
Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan semata-mata
keadaan tanpa penyakit atau kelemahan yang berarti seseorang dikatakan sehat
apabila seluruh aspek dalam dirinya dalam keadaan tidak terganggu baik tubuh,
psikis maupun sosial. Pendapat diatas juga didukung oleh Suhaimi (2015) yang
menyatakan kesehatan mental merupakan suatu kondisi yang memungkinkan
perkembangan fisik (biologic), intelektual (cognitive), emosional (affective) dan
spiritual (agama) yang optimal dari seseorang. Gangguan mental, menurut
National Alliance of Mental Illness (dalam Yasipin, dkk., 2020), adalah suatu
keadaan dimana seorang individu mengalami gangguan pada pemikiran, perasaan,
mood, kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan fungsi sehari-hari.
Remschmidt, dkk. (dalam Yuliandari, 2018) berpendapat bahwa masa anak
dan remaja yang masih erat kaitannya dengan masa perkembangan membuat
8

adanya kesulitan dalam melakukan diagnosis dan memberikan perlakuan.


Kesehatan mental pada anak dan remaja juga melibatkan kapasitasnya untuk dapat
berkembang dalam berbagai area seperti biologis, kognitif dan sosial-emosional.
Oleh karenanya, penting bagi kita memahami tahapan perkembangan sebagai
upaya untuk melihat adanya indikasi permasalahan pada perkembangan anak dan
remaja. Seperti halnya orang dewasa, anak-anak dan remaja pun dapat mengalami
masalah-masalah kesehatan mental yang memengaruhi cara mereka berpikir,
merasa, dan bertindak. Masalah-masalah kesehatan mental dapat menyebabkan
kegagalan studi, konflik keluarga, penggunaan obat terlarang, kriminalitas, dan
bunuh diri.
Menurut WHO, gangguan mental telah mengenai 10-20% anak-anak dan
remaja di seluruh dunia. Setengah dari seluruh kejadian gangguan mental tersebut
bermula dari usia 14 tahun. Pendapat diatas juga didukung oleh Grant & Brito
(dalam Yuliandari, 2018) yang menyatakan beberapa survei di seluruh dunia telah
dilakukan untuk mendapatkan prevalensi kesehatan mental. Angka prevalensi
gangguan kesehatan mental pada anak maupun remaja yang paling sering
disebutkan adalah 20%. Penelitian yang ada sering menggaris bawahi adanya
perbedaan status sosio-ekonomi maupun ras dan etnik yang signifikan, dengan
angka prevalensi yang lebih tinggi dialami pada anak yang kurang mampu dan
ras, etnik minoritas. Sebuah ulasan melaporkan 8% usia pra-sekolah, 12% usia
sekolah dan 15% remaja memiliki masalah kesehatan mental.
Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 dalam Ervina
(dalam Yasipin, dkk., 2020) menyatakan prevalensi gangguan mental emosional
pada penduduk Indonesia yang berusia diatas 15 tahun adalah sebesar 6,0 %. Data
dari National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dalam
Hutasuhut (2016) menyatakan bahwa 13,1% anak dan remaja berusia 8 sampai 15
tahun mempunyai satu gejala yang sesuai dengan masalah psikiatrik (selain
penyalahgunaan obat). Masalah kesehatan mental pun dapat membatasi
Kemampuannya untuk menjadi orang yang produktif. Masalah kesehatan mental
yang sering dialami anak-anak dan remaja, di antaranya depresi, rasa cemas,
hiperaktif, dan gangguan makan. Hasil studi lainnya menemukan bahwa
9

kegagalan akademik dan sosial anak di sekolah, disebabkan oleh adanya


penolakan dari teman sebaya dan mengalami kesulitan dalam mengerjakan tugas
tugas sekolah (Repetti dan Polina, dalam Shelley E. laylor, 2003: 213). C.
Indikator Masalah Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja
Menurut Yusuf (2018), indikator masalah kesehatan mental pada anak dan
remaja dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Gangguan Perasaan
a. Perasaan sedih dan tak berdaya (helplessness)
b. Sering marah-marah atau bereaksi yang berlebihan terhadap sesuatu
c. Perasaan tak berharga
d. Perasaan takut, cemas atau khawatir yang berlebihan
e. Kurang bisa konsentrasi
f. Merasa bahwa kehidupan ini sangat berat
g. Perasaan pesimis menghadapi masa depan.
2. Gangguan Perilaku
a. Mengonsumsi alkohol atau obat-obat terlarang
b. Suka mengganggu hak-hak orang lain atau melanggar hukum c.
Melakukan sesuatu perbuatan yang dapat mengancam kehidupannya d.
Secara kontinu melakukan diet atau memiliki obsesi untuk memiliki tubuh
yang langsing
e. Menghindar dari persahabatan atau senang hidup menyendiri
f. Sering melamun (day dreaming)
g. Sering menampilkan perilaku yang kurang baik atau melakukan
kenakalan di sekolah.
Lalu, Menurut The National Advisory Mental Health Council Workgroup
on Child and Adolescent Mental Health Intervention Development and
Deployment (2001) dalam (Hapsari, 2018, hlm.24-28), terdapat berbagai
macam jenis masalah emosional dan perilaku seperti berikut :
1. Gangguan Emosi
Gangguan emosi merupakan ketidakmampuan yang ditandai oleh perasaan
dan pikiran yang tidak sesuai dengan usia, budaya atau norma-norma etis yang
10

berdampak buruk secara emosional dengan merespon perilaku dalam


program-program pembelajaran seperti pada akademis, sosial, keterampilan
dan kepribadian.
2. Gangguan Perilaku Conduct
Gangguan Perilaku Conduct atau dikenal juga dengan nama Conduct
Disorder, adalah pola perilaku yang menetap dan berulang, ditunjukkan
dengan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai kebenaran yang dianut oleh
masyarakat atau tidak sesuai dengan norma sosial untuk rata-rata seusianya.
Seperti suka menindas temannya, menggunakan senjata, melakukan kekerasan
seksual, merusak barang milik diri sendiri dan orang lain, menyulut
pertengkaran, berbohong, suka keluar malam, suka minggat dari rumah, bolos
dari sekolah, mencuri dan melakukan kekerasan fisik pada orang lain atau
hewan.
3. Hiperaktif
Hiperaktif atau pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap tidak
mau diam, tidak menaruh perhatian, dan impulsif atau semaunya sendiri. Anak
yang memiliki perilaku ini biasanya sulit diatur atau dikontrol. Perilaku yang
tampak biasanya adalah tidak dapat duduk dengan tenang, terlihat gelisah.
berlari, memanjat tidak pada tempatnya, kesulitan dalam menikmati kegiatan
atau permainan yang tenang dan membawa relaksasi, dan cerewet.
D. Penyebab Masalah Kesehatan Mental pada Anak dan Remaja Menurut
Yusuf, S. L.N (2018, hlm.112) penyebab kesehatan mental dibagi menjadi
beberapa faktor, diantaranya
1. Faktor biologis, seperti genetika, ketidakseimbangan kimiawi dalam tubuh,
menderita penyakit kronis, dan kerusakan sistem saraf pusat.
2. Faktor psikologis, seperti frustasi, terlalu pesimis menghadapi masa depan,
kurang mendapatkan pengakuan dari kelompok, dan tidak mendapat kasih
sayang dari orangtua.
3. Faktor lingkungan, seperti banyaknya tayangan film di televisi yang tidak
diperuntukkan untuk semua umur (bertema kejahatan dan porno-asik),
merembaknya perdagangan minuman keras dan Naza, penjualan alat-alat
11

kontrasepsi yang tidak terkontrol, berkembangnya gaya hidup yang


materialistis dan hedonisme dikalangan masyarakat, kurangnya kontrol
sosial dalam kehidupan bermasyarakat, dan sebagainya.
Terdapat pandangan lain yang disampaikan oleh Latipun dan Moelyono
(dalam Agustina, L.F., 2019) dimana perbedaan tersebut terletak pada faktor
lingkungan dan penambahan faktor, yakni faktor sosial budaya dan agama. 1.
Faktor lingkungan dibedakan menjadi dua, yakni lingkungan fisik dan
kimiawi. Lingkungan fisik seperti tata ruang dan teritori, penyinaran dan
udara, kebisingan dan polusi. Lingkungan kimiawi seperti zat kimiawi yg
berakibat pd mental melalui obat-obatan, dan udara yang dihirup.
2. Faktor Sosial Budaya, yang terdiri dari stratifikasi sosial, yaitu kelas sosial
ekonomi dan status sosial ekonomi.
3. Faktor Agama; Keluarga paling dekat hub dengan seseorang. Dalam
keluarga dibentuk nilai2, pola pikir, kebiasaaan, keluarga sebagai mediasi
anak dengan lingkungannya.
12

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Arus modernisasi ditandai dengan berkembang pesatnya ilmu pengetahuan
dan komunikasi, dapat kita lihat dampak positif yang dapat kita rasakan, namun
juga terdapat dampak negative yang disebabkan karena arus modernisasi ini yaitu
dengan menggejalanya berbagai problem yang semakin kompleks, baik persifat
personal maupun sosial. Manusia modern yang telah terpedaya dengan produk
pemikirannya sendiri, dan kurangnya mengontrol efek sampingnya maka
menimbulkan beberapa kerusakan lingkungan seperti polusi air dan udara yang
sudah jelas mengganggu kenyamanan hidup manusia itu sendiri. Kondisi tersebut
adalah sumber pemicu malapetaka kehidupan terutama menyangkut masalah
masalah psikologis.
Menurut Dr. Gangguan kesehatan mental dan jiwa dapat diperoleh semenjak
anak dari dalam kandungan maupun ketika seseorang tumbuh dewasa namun
dalam perkembangannya ditemui hal-hal yang dapat berdampak pada stres yang
berlebihan. Kehidupan yang semakin modern membawa berbagai macam tuntutan
yang harus dipenuhi. Angka prevalensi gangguan kesehatan mental pada anak
maupun remaja yang paling sering disebutkan adalah 20%. Data dari National
Health and Nutrition Examination Survey dalam Hutasuhut menyatakan bahwa
13,1% anak dan remaja berusia 8 sampai 15 tahun mempunyai satu gejala yang
sesuai dengan masalah psikiatri.
B. SARAN
Lebih meningkatkan komunikasi antar sesama, hendaknya dapat menjalin
persahabatan tanpa melihat keadaan kelas sosialnya, hendaknya menjalin suatu
hubungan yang didasari rasa kebersamaan, hendaknya dapat menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungan yang ada, dan mengontrol diri agar tidak mengikuti
arus gaya hidup yang sedang bisa menghambat interaksi dalam masyarakat dan
dangkalnya pemahaman agama.

12
13

DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, S. (2018). Kesehatan Mental: Perspektif Psikologis dan Agama.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kh, P., & Dahlan, A. (2016). Sejarah Artikel: Dipublikasi Januari 2016. 2(1), 37–
44.
Putri, A. W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (2015). Kesehatan Mental
Masyarakat Indonesia (Pengetahuan, Dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap
Gangguan Kesehatan Mental). Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, 2(2), 252–258. https://doi.org/10.24198/jppm.v2i2.13535
Yasipin, dkk. (2020). Peran Agama dalam Membentuk Kesehatan Mental
Remaja. Jurnal Manthiq, 5(1), 25–31.
Yuliandari, E. (2018). Kesehatan Mental Anak dan Remaja. Diakses dari :
http://repository.ubaya.ac.id/id/eprint/35835
Hapsari, S. 2018. Masalah Kesehatan Jiwa Anak Usia Sekolah (6-12 tahun) di
Wilayah Binaan Puskesmas Padang Bulan Medan [Skripsi]. Medan :
Universitas Sumatra Utara
Agustina, L. F. (2019). URGENSI PENDIDIKAN KESEHATAN MENTAL
PADA ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0. Liwaul Dakwah: Jurnal Kajian
Dakwah dan Masyarakat Islam, 9(2).

Anda mungkin juga menyukai