Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Asuhan Keperawatan Traficking

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kiwa II

Dosen Pengampu :

Maulidiyah Junnatul A. H S. Kep. Ns

Oleh

Desi Novitasari(1931800010)

Fatilah(1931800014)

Irsi Hajar Aflahah(1931800008)

Eko Budiawan(1931800009)

Ahmad Muhaimin(1931800040)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS NURUL JADID

PAITON – INDONESIA
2021/2022

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hambanya menyelesaika
n
makalah ini dengan penuh kemudahan tanpa pertolongannya mungkin tida
k akan sanggup menyelesaikan tugas ini dengan baik.Pembuatan makalah i
ni di maksudkan untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Jiwa II.Dalam
penyusunan makalah ini terdapat kesulitan dan hambatan. Berkat
dukungan, bantuan, arahan, dan bimbingan berbagai pihak, akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, kami selaku
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Maulidiyah
Junnatul A.H S.Kep.Ns yang telah memberikan tugas ini kepada kami
sehingga kami mendapatkan banyak tambahan pengetahuan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan,oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun kearah perbaikan di kemudia hari. Kami penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan rekan-
rekan semua.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1. Latar Belakang..............................................................................................1
2. Rumusan Masalah.........................................................................................2
3. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
A. Pengertian Trafficking...................................................................................4
B. Jenis Trafficking............................................................................................6
C. Gangguan Psikologis Pada Korban Trafficking..........................................11
D. Asuhan Keperawatan Trafficking...............................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Perdagangan Manusia adalah pelanggaran hak asasi Manusia yang


mempengaruhi jutaan orang, dengan penggunaan kekerasan, penipuan atau
pemaksaan untuk merekrut dan mengeksploitasi inividu untuk tenaga kerja
dan tindakan seks komersial. Perdagangan tidak membeda-bedakan
berdasarkan usia, ras, jenis kelamin, atau kebangsaan; namun, kelompok
rentan yang berisiko lebih tinggi untuk diperdagangkan termasuk individu
yang dipenjara atau sebelumnya dipenjara, remaja asuh dan pelarian,
korban pelecehan seksual, perempuan, dan individu (Armstrong &
Greenbaum, 2019). Perempuan adalah korban yang paling banyak
diperdagangkan di seluruh dunia. Perdagangan manusia adalah masalah
kesehatan masyarakat yang sedang berkembang; namun, ada penelitian
dan keahlian terbatas di bidang medis tentang topik ini.(Kangaspunta et
al., 2018)

Berlawanan dengan kepercayaan umum, perdagangan manusia


tidak identik dengan penyelundupan. Perdagangan manusia tidak
memerlukan melintasi batas negara bagian atau nasional, dan diperkirakan
83% individu yang diperdagangkan di Amerika serikat Banyak orang
diperdagangkan di dalam rumah mereka sendiri. Diperkirakan 50.000
orang diperdagangkan di Amerika Serikat setiap tahun. Secara global, 20,9
juta menjadi korban kerja paksa, termasuk 4,5 juta korban eksploitasi
seksual paksa (Shandro dkk., 2016). Sebagian besar kasus tidak dilaporkan
karena kendala bahasa dan ketakutan akan pedagang dan penegak hukum.
Mendidik staf medis tentang indikator perdagangan manusia dapat
membantu mengidentifikasi dan menyediakan sumber daya bagi korban
perdagangan manusia.(Kiss et al., 2015)

Perdagangan orang sering kali mengambil dua bentuk: tenaga kerja


dan seks komersial. Perdagangan tenaga kerja termasuk pembantu rumah
tangga, buruh tani, dan buruh pabrik. Korban sering terkena kondisi
berbahaya dan tidak manusiawi dan dapat hadir dengan cedera akibat kerja
dan dermatitis. Saat di bawah umur (usia<18 tahun) terlibat dalam seks
komersial, itu dianggap perdagangan seks, terlepas dari paksaan atau
penipuan. Menurut Laporan Global tentang Perdagangan, 50% orang yang

1
diperdagangkan adalah korban eksploitasi seksual, 38% kerja paksa, dan
6% hingga 7% terlibat dalam kegiatan kriminal (Kangaspunta et al., 2018)
Perempuan yang diperdagangkan untuk eksploitasi seksual adalah kategori
perdagangan yang paling umum di antara semua wilayah geografis utama
yang disurvei.(Armstrong & Greenbaum, 2019)

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), angka kasus
tindak pidana perdagangan orang (TPPO) terus meningkat. Korban TPPO
lebih paling banyak perempuan dan anak. Berdasarkan data Sistem
Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA)
tahun 2020, kata dia, kasus TPPO pada perempuan dan anak mengalami
peningkatan hingga 62,5 persen. Kemudian, laporan lima tahunan Gugus
Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang
(GTPP-TPPO) pada tahun 2015-2019 menunjukkan, terdapat 2.648 korban
perdagangan orang yang terdiri dari 2.319 perempuan dan 329 laki-laki.
Oleh karena itu, pada peringatan Hari Dunia Anti Perdagangan Orang, isu
TPPO pun dinilainya harus menjadi perhatian bersama, mulai dari
pemerintah, dunia usaha, media, organisasi, lembaga masyarakat
Pemerintah Indonesia juga telah berkomitmen dan melakukan langkah penanganan
TPPO. Salah Satunya Melalui pengesahan UndangUndang
(UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO yang
mengamanatkan Pembentukan GTTPP-TPPO. Berbagai upaya pencegahan
TPPO terus dilakukan,Baik Melalui sosialisai, edukasi, literasi, dan
penyadaran sosial agar masyrakarakat tidak menjadi korban.(Kasus
Perdagangan Orang di Indonesia Makin Mengkhawatirkan, n.d.)

2. Rumusan Masalah

1) Apa Pengertian Trafficking?


2) Apa Saja jenis Trafficking?
3) Apa saja Dampak Psikososial pada korban Traficking?
4) Bagaimana asuhan keperawatan jiwa pada korban Traficking?

2
3. Tujuan
1) Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran umum serta memahami tentang
Asuhan Keperawatan Jiwa terhadap korban Trafficking
2) Tujuan Khusus
a. Mampu memahami konsep pemerkosaan
b. Mampu melakukan asuhan keperawatan jiwa pada kasus
klien pemerkosaan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Trafficking

Trafficking adalah : “salah satu bentuk perbudakan modern yang


disertai dengan proses perekrutan atau pengangkutan atau penindasan
atau penampungan atau penerimaan dengan cara ancaman atau paksaan
atau penculikan atau penipuan atau penyalahgunaan kekuasaan untuk
tujuan prostitusi atau kekerasan atau eksploitasi seksual atau kerja paksa
dengan upah yang tidak layak atau praktek lain serupa perbudakan”.
( Marlina M, Zulyadi R)

Perdagangan manusia (human trafficking) merupakan masalah


yang cukup kompleks, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Berbagai upaya telah dilakukan guna mencegah terjadinya praktek
perdagangan manusia. Secara normatif, aturan hukum telah diciptakan
guna mencegah dan mengatasi perdagangan manusia. Akan tetapi
perdagangan manusia masih tetap berlangsung khususnya yang berkaitan
dengan anak-anak. Permasalahan yang berkaitan dengan anak tidak lepas
dari perhatian masyarakat internasional. Isu-isu seperti tenaga kerja anak,
perdagangan anak, dan pornografi anak, merupakan masalah yang
dikategorikan sebagai eksploitasi. (Hasibuan L.)

Baru-baru ini salah satu stasiun televisi menampilkan suatu


program yang menghadirkan 30 partisipan dari beragam kasus salah
satunya seorang partisipan gadis berusia 18 tahun dihadirkan dan bercerita
tentang pengalamannya ketika berusia 14 tahun demi menghidupi ibunya
yang sedang sakit dan adik-adiknya, maka ia rela mengamen di jalanan
sampai malam, dan saat ia hendak pulang ke rumahnya tiba-tiba muncul
dua orang preman lalu ia dipaksa untuk mengikuti mereka tetapi ia tetap
berusaha menolak dan meminta pertolongan. Sayangnya tak seorang pun

4
datang menolong, lantas gadis ini dibawa secara paksa oleh preman-
preman tersebut untuk diperkosa dan diserahkan kepada seorang mucikari
hingga gadis tersebut diperdagangkan dan dijadikan budak seks selama
bertahun-tahun. Hal ini benar-benar membuat hati miris bahkan tayangan
ini merupakan tayangan paling memilukan dan membuat tangis pemirsa.
(Panjaitan et al., 2021)
Adapun woman traffcking dapat menyebabkan berbagai masalah
psikososial diantaranya perasaan menderita, kesengsaraan lahir dan batin,
perasaan tak berdaya serta kehilangan harga diri sebagai manusia. Masalah
tersebut semakin parah jika perdagangan dan eksploitasi manusia
diarahkan untuk pelacuran. Seringkali bukan hanya korban secara
langsung yang mengalami perasaan ini, tetapi juga orang-orang terdekat,
seperti keluarga, ayah ibu, dan saudara-saudaranya, yang pada gilirannya
menimbulkan kesengsaraan dan keprihatinan komunal dan berakibat
terganggunya kesejahteraan dan kenyamanan social(Kangaspunta et al.,
2018)
Gangguan kesehatan mental yang umumnya terjadi pada korban
woman trafficking adalah gangguan post-traumatic stress disorder
(PTSD). Selain PTSD, banyak korban trafficking menderita kecemasan
dan gangguan mood termasuk serangan panik, gangguan obsesif
kompulsif, dan gangguan depresi berat. Satu studi melaporkan bahwa
orang-orang yang selamat dari trafficker mengalami kecemasan dengan
gejala sebagai berikut: kegugupan (95%), panik (61%), merasa tertekan
(95%) dan keputusasaan tentang masa depan (76%).Hal ini diakibatkan
perlakuan mengejutkan yang diterima oleh korban (Umar &
Kusumadewi, 2021)
trafficking berupa ancaman dan eksploitasi serta mengakibatkan
korban terjerat dalam kasus tersebut. Saat korban woman trafficking
berada di tempat-tempat jauh dari akar sosial dan keluarga yang selama
ini memberikan rasa aman bagi dirinya korban merasa tertekan dan
terkejut atas apa yang dilaluinya selama jadi korban trafficking. Hal inilah

5
yang mengakibatkan dampak yang luar biasa bagi perkembangan
psikologi korban. Trauma yang dirasakan oleh korban perdagangan
perempuan mengacu pada pengalaman-pengalaman mengagetkan dan
menyakitkan. Trauma lebih dari sekedar perasaan stress yang sering kita
alami sehari-hari. Dibalik trauma pasti ada serangkaian peristiwa yang
sangat menekan, terjadi secara tiba-tiba di luar kendali korban,
menghinakan martabat dan harkat diri korban, dan sekaligus mengancam
jiwa atau kehidupan dirinya.
Perilaku para korban ini juga menunjukkan karakteristik seperti
gagap jika ditanya, menangis, mengalami kesulitan tidur di malam hari,
sering melamun, dan tidak berani bergaul. Di antara dampak psikologis
yang ditimbulkan oleh kejahatan perdagangan manusia, menurut Gugus
Tugas Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, adalah korban akan mengalami kecemasan dengan tingkat depresi
tertentu, perasaan bersalah, dan kehilangan kepercayaan diri untuk
mampu hidup bersama masyarakat umum. Selain itu juga ada
kekhawatiran akan masa depannya yang suram karena terputusnya
pendidikan formal serta ketidakmampuan atau tidak memiliki
keterampilan yang dapat mendukung kehidupannya di masa yang akan
datang.5 Sedangkan dampak sosialnya adalah korban mengalami kesulitan
dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.
Kemungkinan dampak lainnya adalah gejala stress pascatrauma yaitu
gejala yang berhubungan dengan pengalaman traumatis selama menjadi
korban perdagangan meliputi flashback, pikiran pelecehan yang terulang,
mimpi buruk, menghindari setiap mengingat pengalaman traumatik
mereka, reaksi emosional atau fisik tiba-tiba ketika teringat peristiwa
traumatis, atau tidak bisa mengingat beberapa detail dari pengalaman
mereka.
Sehingga penulis merasa perlu mengangkat suatu bantuan yang
dapat membantu korban trafficking dalam memulihkan kondisinya seperti

6
semula dalam keadaan sehat secara mental. Adapun kajian ini menawarkan
bantuan konseling psikososial sebagai upaya pemulihan(Hasibuan L.)
B. Jenis Trafficking

Sarana umum perdagangan perempuan di Indonesia dilakukan


dengan modus operandi mengelabui korban dengan alasan akan
dipekerjakan di suatu perusahaan sebagai tenaga kerja seperti pelayan
toko, pembantu rumah tangga, dan sebagainya akan tetapi setiba pada
tujuan korban dipaksa bekerja di tempat hiburan dan dijadikan sebagai
pelacur dengan alasan untuk membayar ongkos
perjalanan.6AdapunBentuk-bentuk lain dari perdagangan perempuan
adalah: ( Marlina M, Zulyadi R)

1. Perkawinan Antarnegara
Di Indonesia, khususnya di kabupaten Singkawang, Kalimantan
Barat masih menjadi daerah terkenal dimana perempuan dan remaja
etnis Tiong Hoa yang miskin berusia antara 14 dan 20 direkrut sebagai
pengantin pesanan pos untuk laki-laki yang berasal dari Taiwan, Hong
Kong ataupun Singapura, akan tetapi selanjutnya para gadis tersebut
dipekerjakan sebagai pelacur, pekerja kasar, maupun pemberi pelayanan
yang mirip dengan kerja seorang budak.7
Perempuan keturunan China ini banyak dilirik oleh warga negara
Taiwa untuk dijadikan sebagai istri karena laki-laki Taiwan menaruh
harapan bahwa perempuan yang dinikahinya memiliki kesamaan budaya
Hoklo ataupun Hakka. Daerah Kalimantan Barat menjadi daerah
rujukan bagi warga Taiwan karena pada awal abad XIX terjadi
gelombang migrasi China Selatan menuju Asia Tenggara, khususnya
Indonesia. Di Indonesia, Kalimantan Barat adalah salah satu kantong
keturunan Tiong Hoa. Bahkan Singkawang yang merupakan ibukota
kabupaten Sambas, 70 persen dari penduduknya adalah keturunan Tiong
Hoa, terutama dari subsuku Hakka. ( Marlina M, Zulyadi R)
Di Kota Singkawang, selain gadis yang dipesan melalui

7
perkawinan pesanan ini atas karena alasan kesamaan etnis, perkawinan
antarnegara ini juga terjadi karena wilayah yang berbatasan langsung
dengan negara tetangga seperti halnya Kota Singkawang, Kalimantan
Barat yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia sehingga
perkawinan antarnegara ini dilakukan oleh Warga Negara Indonesia
(WNI) perempuan keturunan China yang biasa disebut dengan amoi
menikah dengan laki-laki dari Taiwan maupun Hong Kong.
Dalam perkawinan antarnegara seperti ini banyak pihak terlibat
dalam prosesnya. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan terungkap
bahwa perkawinan antarnegara telah dimanfaatkan sebagai lahan bisnis
oleh para calo/agen perantara. Pada perkembangannya, perantara dapat
pula menawarkan jasanya kepada para laki-laki Taiwan yang potensial
untuk menjadi klien. Tetapi tentunya jasa perantara ini tidak cuma-
cuma. Setiap perantara akan menutupi kenyataan bahwa mereka
memperoleh nafkah dari perkawinan Indonesia-Taiwan. Tidak ada
perantara yang bekerja sendiri. Sedikitnya ada tiga peran yang
dimainkan oleh perantara yang berbeda.9 Pertama adalah perantara
berfungsi sebagai pencari klien( Marlina M, Zulyadi R)

di Taiwan. Klien terutama diperoleh dari hubungan


interpersonal yang sudah dibangun, misalnya dari klien laki-laki
maupun perempuan yang pernah berhubungan dengan perantara
tersebut. Kedua adalah yang berperan mengumpulkan perempuan-
perempuan yang bersedia menjadi pengantin perempuan ke Taiwan.
Pencarian ini bisa sampai ke pelosok daerah. Ketiga adalah mengurus
seluruh dokumen yang dibutuhkan oleh pihak perempuan setelah
perkawinannya untuk pindah ke Taiwan. ( Marlina M, Zulyadi R)

Praktik perdagangan manusia bermodus perkawinan semacam


ini cukup rapi dengan sebutan pengantin. Perkawinan seperti ini
merupakan satu upaya orang Tiong Hoa untuk bisa keluar dari
himpitan kemiskinan. Banyak orangtua dikalangan ini yang tega

8
menikahkan anak gadisnya yang masih belia kepada pria yang
samasekali tak dikenalnya. Ini dilakukan demi mendapatkan uang.
Perkawinan seperti ini biasanyadimulai dari proses pertemuan dan
seleksi.10Seperti yang terjadi di salah satu hotel di Kota Singkawang,
seorang pria Taiwan didampingi oleh seorang penerjemah bertemu
dengan dua wanita Singkawang. Hadir juga dua makelar perjodohan.
Pria Taiwan ini mengaku hendak mencari jodoh, dan para makelar
inilah yangmembawa dan memperkenalkan si wanita kepada laki-laki
itu. Si calon pengantin pria ternyatatak bisa memutuskan wanita mana
yang akan dipilih. Ia menginginkan keduanya. Para wanita inibiasanya
didatangkan dari daerah pedesaan yang ada di Kota Singkawang.
Praktik inisudah dikenal di Kota Singkawang sejak tahun 1980.
Perantara dalam praktik ini perannya sangat dominan. Untuk
memuluskan pekerjaan, tak jarang para perantara mengintimidasi
korban atau memalsukan dokumen. ( Marlina M, Zulyadi R)

2. Pembantu Rumah Tangga Dalam Kondisi Buruk

Pembantu rumah tangga baik yang di luar negeri maupun yang


di Indonesia di-traffick ke dalam kondisi kerja yang sewenang-
wenang, misalnya jam kerja wajib yang sangat panjang, penyekapan
illegal, upah yang tidak dibayar atau dikurangi, kerja karena jeratan
hutang, penyiksaan fisik ataupun psikologis, penyerangan seksual,
tidak diberi makan atau kurang makanan dan tidak boleh

menjalankan agamanya atau diperintah untuk melanggar


agamanya. Beberapa majikan dan agen menyita paspor dan
dokumen lain untuk memastikan para pembantu tersebut tidak
mencoba melarikan diri.11

Secara umum keberadaan pembantu rumah tangga


kurang mendapat penghargaan sehingga tidak mendapat
perlindungan baik secara hukum maupun sosial secara layak.
Akibatnya mereka rentan menghadapi berbagai bentuk

9
kekerasan fisik, psikis seksual, dan ekonomis. Seperti halnya di
Timur Tengah dimana para perempuan pekerja domestik
pembantu rumah tangga asal Indonesia mengalami
pemerkosaan. Bahkan dari data survei tahun 2010 yang
dilakukan oleh IOM (Internasional Organisasi Migrasi) terhadap
471 orang pekerja migran yang kembali dari Timur Tengah
terdapat 161 orang pekerja migran perempuan yang pulang
membawa anak yang dilahirkan di Timur Tengah, diperkirakan
sekitar 50% perempuan pekerja migran pernah mengalami
perdagangan orang.12

3. Penari Erotis

Salah satu pengguna dari kegiatan perdagangan perempuan adalah


pengusaha hiburan yang memerlukan gadis-gadis penghibur untuk
menyemarakkan bisnisnya seperti dengan menampilkan penari erotis,
dimana mereka harus menari dengan yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual.13 Seperti halnya Batam, di kota ini banyak para
tourist, disamping melakukan transaksi perjudian, mereka juga
melakukan transaksi seksual dimana hotel-hotel, diskotik, karaoke,
panti pijat, restoran, dan cafe disana kerap menghadirkan penyanyi
dengan pakaian yang tidak layak untuk sengaja menghibur para
pelanggan yang sudah menjadi target seksual mereka. Bahkan ketika
pusat perjudian di Batam ditutup tetap saja Batam menjadi aksi
transaksi seksual dengan dihadirkannya penari-penari erotis di
tempat-tempat malam di Batam

Batam menjadi daya tarik banyak perempuan-perempuan muda yang


menjadi tulang punggung keluarga, yang kehilangan pekerjaan karena
PHK, kehilangan lahan pertanian, berasal dari ekonomi keluarga yang
lemah dan miskin, dengan berbekal kecantikan dan penampilan yang
menarik mau bekerja di sektor pariwisata, dengan harapan
memperoleh gaji yang tinggi. Kesempatan ini digunakan oleh para

10
trafficker untukmembujuk, merayu, dan menipu perempuan-
perempuan tersebut dengan dalih akan dipekerjakan sebagai pelayan
toko dan restoran. Namun, kenyataannya dipekerjakan sebagai wanita
penghibur di pub, karaoke, dan hotel-hotel. Batam menjadi business
center dan pariwisata yang mengakibatkan berjamurnya pertokoan,
supermarket, hotel-hotel, hostel-hostel, restoran, café, pub, diskotik,
karaoke, panti-panti pijat terutama di daerah Nagoya maupun sarana-
sarana pariwisata lainnya

C. Gangguan Psikologis Pada Korban Trafficking


Gangguanpsikologis yang umumnyaterjadi pada korban
human trafficking adalah gangguan PTSD (Post-Traumatic Stress
Disorder). Gejala PTSD biasanya muncul 3 bulan pertama setelah
peristiwa traumatis. Adapun Post Traumatic Stress Disorder
(PTSD) ialah gangguan yang berlaku selepas seseorang individu

mengalami sesuatu peristiwa yang dikenali sebagai “kejutan


psikologi.” Peristiwa- peristiwa seperti menyaksikan pembunuhan,
dianiaya, dipekerjakan secara paksa, diperkosa, dirampok,
ditimpabencanaalam, peperangan, konflik antar suku, kematian orang
yang tercinta dan lain-lain yang mengejutkan serta menakutkan akan
menyebabkan individu itu menarik diri dari pada interaksi social dengan
lingkungan sosialnya.21 Selain mengalami gangguan pada interaksi sosial,
korban PTSD juga akan mengalami peristiwa traumatik yang
menyebabkan gangguan pada integritas diri individu sehingga individu
itu mengalami ketakutan, ketidakberdayaan, dan trauma mendalam.
Individudengan PTSD sering mengalami peningkatan keadaan siaga yang
berlebihan, seperti insomnia, waspada berlebihan dan iritabilitas terhadap
lingkungan yang berbahaya. Peningkatan anxiety dapat menyebabkan
perilaku agresif atau perilaku menciderai diri.22 Hal seperti inilah yang

11
dikatakan Post Trauma Stress Disorder, karena kejadian-kejadian ini
muncul setelah mengalamihal menyakitkan sebelumnya.

Ada tigajenis PTSD menurutAmerican Psychiatric Association,


yaitu akut, kronik, danpenundaan. Jika symptom muncul kurang dari
pada tiga bulan, PTSD boleh dikatakan akut (accute). Jika symptom
muncul selepas tiga bulan atau lebih, PTSD dikatakan kronik (chronic)
dan jika symptom tidakmuncul sehingga paling kurang enam bulan
selepas peristiwa, maka dinamakan serangan trauma yang tertunda dari
waktu yang sebenarnya. Pada korban eksploitasi seksual biasanya PTSD
yang dialami adalah yang bersif atakut dan penundaan. Mayoritas korban
eksploitasi seksual mengalami trauma dan ketidak berfungsi ansosial
yang parah serta kegagalan mendayagunakan kemampuan bertindak
(coping strategy) untuk mengatasi masalah mereka dan dalam jangka
panjang korban sukar memelihara relasi jangka panjang yang pada
akhirnya menyumbang kepada angka perceraian

Selainitu, adatiga tipe gejala yang sering terjadi pada


PTSD.Pertama, pengulangan pengalaman trauma, ditunjukkan dengan
selalu teringat akan peristiwa yang menyedihkan yang telah dialami itu,
flashback (merasa seolah- olah peristiwa yang menyedihkan terulang
kembali), nihgtmares (mimpi buruk tentang kejadian-kejadian yang
membuatnya sedih), reaksi emosional dan fisik yang berlebihan karena
dipicu oleh kenangan akan peristiwa yang menyedihkan. Kedua,
penghindaran dan emosional yang dangkal, ditunjukkan dengan
menghindari aktivitas, tempat, berpikir, merasakan, atau percakapan yang
berhubungan dengan trauma.Selain itu juga kehilangan minat terhadap
semua hal, perasaan terasing dari orang lain, dan emosi yang
dangkal.Ketiga, sensitifitas yang meningkat, ditunjukkan dengan susah
tidur, mudah marah/tidak dapat mengendalikan marah, susah
berkonsentrasi, kewaspadaan yang berlebih, respon yang berlebihan atas
segala sesuatu.24

12
Selain PTSD, korbantrafficking banyak ditemukan menderita
kecemasan dan gangguan mood termasuk serangan panik, gangguan
obsesif kompulsif, dan gangguan depresi berat. Satu studi melaporkan
bahwa orang yang selamat dari trafficker mengalami kecemasan dengan
gejala sebagai berikut: kegugupan (95%), panik (61%), merasa tertekan
(95%) dan keputusasaan tentang masa depan (76%). Dalam sebuah
penelitian mengenai kondisi psikologis remaja korban human trafficking
pada kasus pelecehan seksual akan mengalami kerentanan dan tekanan
emosional yang berat. Selain itu, dampak psikologis yang dialami oleh
Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Indonesia di Luar Negeri, termasuk di
dalamnya adalah yang masih remaja, yang pernah menjadi korban
kekerasan adalah cenderung cemas dan takut membuat kesalahan, sedih
dan ketakutan jika teringat kejadian, cemas dan curiga terhadap orang
yang baru dikenal, dan merasa malu terhadap tetangga. Perilaku para
korban ini juga menunjukkan karakteristik seperti gagap jika ditanya,
menangis, mengalami kesulitan tidur di malam hari, sering melamun, dan
tidak berani bergaul. Di antara dampak psikologis yang ditimbulkan oleh
kejahatan perdagangan(Umar H)

manusia menurut Gugus Tugas Nasional Pencegahan dan


Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah korban akan
mengalami kecemasan dengan tingkat depresi tertentu, perasaan bersalah,
dan kehilangan kepercayaan diri untuk mampu hidup bersama
masyarakat umum seperti remaja seusianya. Selain itu juga akan
mengalami kekhawatiran akan masa depannya yang suram karena
terputusnya pendidikan formal serta ketidak miliki kemampuan atau
keterampilan yang dapat mendukung kehidupannya dimasa yang akan
datang. Sedangkan dampak sosialnya adalah korban mengalami kesulitan
dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan sosial.25

Selainitu, Banyakkorban perdagangan manusia yang bunuh diri


karena tidak mampu menahan siksaan yang mereka hadapi. Dari segi

13
fisik, pada korban anak-anak sering mengalami hambatan
pertumbuhan.Para korban yang dipaksa dalam perbudakan seksual
seringkali dibius dengan obat-obatan dan mengalami kekerasan sehingga
cidera secara fisik akibat kegiatan seksual atas dasar paksaan.Selain itu
hubungan seks yang belum waktunya bagi korban anak-anak juga dapat
menimbulkan trauma fisik dan psikis.Akibat perbudakan seks ini adalah
menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
diantaranya HIV/AIDS, dan cedera pada organ reproduksi.Secara psikis,
mayoritas para korban mengalami stres dan depresi, mengasingkan diri
dari kehidupan sosial, dan mengasingkan diri dari keluarga karena adanya
perasaan malu dan bersalah.26

Korbanhumantraffickingcenderungakan mengalami hal-hal yang


dipaparkan diatas dan simptom-simptom yang muncul ini benar-benar
akan mengganggu kenyamanan dan keberlangsungan hidup korban
human trafficking. Untuk itu, korban membutuhkan penanganan yang
mampu membantu korbanhuman traffickingtersebutmengatasigejala-
gejala yang dialaminya. Adapun cara yang ditawarkan sebagai penolong
untuk korban woman trafficking adalah konseling psikososial sebagai
berikut( Marlina M, Zulyadi R)

D. Asuhan Keperawatan Trafficking

1. Identitas Klien

Terdiri dari nama, alamat, umur, pekerjaan, status perkawinan,


agama, tanggal masuk, diagnosa, tanggal didata, dll

2. Riwayat Kesehatan

- Riwayat kesehatan sekarang

- Riwayat kesehatan keluarga

- Riwayat kesehatan dahulu

3. Pemeriksaan Fisik

14
- Kepala : Bagaimana kepala dan rambut

- Mata : Bagaimana keadaan palpebra, conjungtiva, sklera,pupil,

- Mulut : Tonsil, keadaan lidah dan gigi geligi

- Leher : Apakah mengalami pembesaran kelenjer tyroid

- Dada : Jenis pernafasan

- Abdomen : Apakah simetris, oedema, lesi, dan bunyi bising usus

- Genitalia : Bagaimana alat genitalianya

- Ekstremitas : Kegiatan dan aktivitas

4. Kemungkinan diagnosa yang muncul

Diagnosa yang kemungkinanan muncul yaitu:

a. Ansietas b.d Ancaman Terhadap Konsep diri(D.0080)


b. Harga Diri Rendah Kronis b.d Terpapar Situasi Traumatis(D.0086)
c. Gangguan Citra Tubuh b.d Gangguan psikososial(D.00830)

5. Perencanaan

1. Ansietas b.d Ancaman Terhadap Konsep diri(D.0080)


Tujuan : Mengantisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan Tindakan untuk menghadapai ancaman
KH : Pasien dapat mengontrol diri agar tidak melakukan Tindakan
berbahaya :
1) Kontrol emosi
a. Dukungan emosi
b. Dukungan hypnosis diri
c. Dukungan kelompok
d. Dukungan keyakinan
e. Dukungan memaafkan

15
f. Dukungan pelaksanaan ibadah
g. Dukungan pengungkapan kebutuhan
2) Persiapan pembedahan
a. Teknik distraksi
b. Terapi hypnosis
c. Teknik imajinasi terbimbing
d. Teknik menenangkan
a. Terapi seni
3) Harga Diri Rendah Kronis b.d Terpapar Situasi Traumatis(D.0086)
Tujuan : Meningkatkan kepercayaan terhadap diri
KH : Pasien Dapat meningkatkan percaya diri dengan baik
Intervensi :
a. Dukungan keyakinan
b. Dukukangn memaafkan
c. Dukungan penampilan peran
d. Dukungan pengungkapan masalah
e. Dukungan spiritual
f. Edukasi menejemen stress
g. Menejemen prilaku
h. Menejemen stress
i. Promosi kepercayaan diri
j. Terapi kognitif perilaku
4) Gangguan Citra Tubuh b.d Gangguan psikososial(D.00830)

Tujuan : perubahan persepsi tentang penampilan

KH : persepsi penampilan yang sudah ternodai

Intervensi :

a. Dukungan tanggung jawab pada diri sendiri

b. Edukasi perawatan diri

16
c. Edukasi teknik adaptasi

d. Menejemen stress

e. Terapi kognitif perilaku

6. Implementasi

Tindakan yang langsung yang dilakukan pada klien baik yang


sesuai dengan yang direncanakan maupun yang tidak direncanakan.
Implementasi ini dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

7. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang


terdiri dari SOAP (Subjective, Objective, Analisa dan Planning).

17
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, S., & Greenbaum, V. J. (2019). Using Survivors’ Voices to Guide the

Identification and Care of Trafficked Persons by U.S. Health Care

Professionals: A Systematic Review. Advanced Emergency Nursing

Journal, 41(3), 244–260. https://doi.org/10.1097/TME.0000000000000257

Kangaspunta, K., Sarrica, F., Johansen, R., Samson, J., Rybarska, A., & Whelan,

K. (2018). Global Report on Trafficking in Persons 2018.

https://ncvc.dspacedirect.org/handle/20.500.11990/1054

Kasus Perdagangan Orang di Indonesia Makin Mengkhawatirkan. (n.d.).

investor.id. Retrieved November 21, 2021, from

https://investor.id/national/243803/kasus-perdagangan-orang-di-indonesia-

makin-mengkhawatirkan

Kiss, L., Pocock, N. S., Naisanguansri, V., Suos, S., Dickson, B., Thuy, D.,

Koehler, J., Sirisup, K., Pongrungsee, N., Nguyen, V. A., Borland, R.,

Dhavan, P., & Zimmerman, C. (2015). Health of men, women, and

children in post-trafficking services in Cambodia, Thailand, and Vietnam:

18
An observational cross-sectional study. The Lancet Global Health, 3(3),

e154–e161. https://doi.org/10.1016/S2214-109X(15)70016-1

Panjaitan, J. S. B., Marlina, M., & Zulyadi, R. (2021). Analisis Hukum Terhadap

Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Journal of

Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 4(2), 1136–1153.

https://doi.org/10.34007/jehss.v4i2.852

Umar, H., & Kusumadewi, C. J. (2021). KONVENSI PBB TENTANG HUMAN

TRAFFICKING: EKSPLOITASI SEKSUAL PEREMPUAN DI FILIPINA

TAHUN 2016-2019. 42, 14.

19

Anda mungkin juga menyukai