Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS KEGAGALAN INDONESIA DALAM MENANGANI

PERMASALAHAN HUMAN TRAFFICKING


(STUDI KASUS PENYEKAPAN WNI DI KAMBOJA)

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas-Tugas Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Program Studi Hubungan Internasional Universitas Satya Negara
Indonesia

Oleh

DICKY RAMADHANI

NIM : 190600024

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Analisis

Kegagalan Indonesia Dalam Menangani Permasalahan Human Trafficking (Studi

Kasus Penyekapan WNI di Kamboja)”. Penelitian ini merupakan syarat kelulusan

dari Universitas Satya Negara Indonesia program studi Ilmu Hubungan

Internasional. Penulis menyadari bahwa selesainya penelitian ini tidak lepas dari

campur tangan orang lain. Melalui pengantar ini, penulis ingin menyampaikan

terima kasih kepada mereka semua. Mereka antara lain:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkatnya sehingga penulis

dapat menyelesaikan Skripsi ini.

2. Kedua Orang Tua yang telah memberikan doa dan dukungan yang terbaik

untuk penulis, juga kedua adik penulis yang saat ini juga tengah berjuang

menyelesaikan sekolah dan masuk kuliah.

3. Ibu Rektor USNI, Prof. Ir. Johnner Sitompul, M.Sc., Ph.D.

4. Bapak Drs, Solten Rajagukguk, MM selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik.

5. Bapak Pradono Budi Saputro, S.Hum., M.Si selaku Kaprodi Ilmu

Hubungan Internasional USNI

6. Ibu Andina Mustika Ayu, M.SI selaku dosen pembimbing akademik.

7. Dosen-dosen program studi Ilmu Hubungan Internasional, Universitas

Satya Negara Indonesia: Mas Adi, Pak Laode, Bu Fitra, dsb.

i
8. Teman-teman satu angkatan di program studi Ilmu Hubungan

Internasional.

9. Pihak-pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

dengan kekurangannya. Untuk itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran

dari semua pihak demi kesempurnaan dari Skripsi ini. Akhir kata penulis

berharap, semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan rekan mahasiswa

mahasiswi dan pembaca.

Tangerang, 11 Januari 2021

Penulis

Dicky Ramadhani

ii
ABSTRAK

Penelitian ini menganalisis tentang kegagalan Indonesia dalam menangani

permasalahan Human Trafficking di Indonesia. Human Trafficking (Perdagangan

Manusia) telah ada sejak masa kerajaan dan berkembang sampai saat ini. Sebagai

sebuah negara berkembang, Indonesia tidak luput dari kemajuan

perkembangan zaman yang menuntut sebuah negara untuk memberikan akses

terhadap segala kemudahan, baik kemudahan berkomunikasi, kemudahan

transaksi, maupun kemudahan transportasi. Namun sejalan dengan perkembangan

tersebut, terdapat beberapa pihak yang menyalahgunakan dan memanfaatkan

situasi untuk meraup keuntungan. Globalisasi akhirnya juga telah membuka ruang

lingkup kejahatan menjadi berkembang tidak hanya pada tingkatan domestik saja,

namun hingga lintas batas negara (transnational crime). Tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui sejauh apa upaya pemerintah Indonesia dalam melawan

perdagangan manusia melalui kerjasama dengan ASEAN.

Kata Kunci: Human Trafficking, ASEAN, Indonesia

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

ABSTRAK iii

DAFTAR ISI iv

BAB I 1

PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 2

1.2 Pertanyaan Penelitian 11

1.3 Tujuan Penelitian 2

1.4 Manfaat Penelitian 2

1.5 Sistematika Penelitian 2

BAB II 14

TINJAUAN PUSTAKA 14

2.1 Penelitian Terdahulu 14

2.2 Landasan Teori 20

2.3 Landasan Konseptual 43

2.4 Alur Pemikiran 47

2.5 Argumen Utama 48

BAB III 49

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN DATA 49

iv
3.1 Tabel Operasional 49

3.2 Paradigma Penelitian 52

3.3 Pendekatan Penelitian 54

3.4 Jenis Penelitian 56

3.5 Unit Analisis 57

3.6 Teknik Pengumpulan Data 58

3.7 Definisi Variabel Penelitian Kualitatif 59

DAFTAR PUSTAKA v

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Human Trafficking atau perdagangan manusia adalah suatu

perdagangan manusia dengan cara melakukan perekrutan, pengiriman,

penculikan secara paksa, dan penadahan massal dengan menggunakan sebuah

intimidasi dan tindakan pemaksaan demi tujuan untuk dapat mengeksploitasi

korban dengan cara menjadikannya pelayan seks, kerja paksa, perbudakan,

eksploitasi anggota tubuh manusia, serta praktik-praktik yang serupa dengan

perbudakan yang hanya menguntungkan satu pihak saja baik secara legal

maupun ilegal. Kasus perdagangan manusia (Human Trafficking) bukanlah

suatu kasus yang baru di dunia internasional. Isu perdagangan manusia saat ini

telah menjadi isu internasional yang belum menemukan solusi tepat untuk

menghentikannya, meskipun secara sejarah perdagangan manusia telah lama

terjadi. Namun, di era globalisasi perkembangan perdagangan manusia

semakin marak terjadi, banyak masyarakat internasional, baik itu laki-laki,

wanita, dan bahkan anak-anak menjadi korban dalam Tindak Pidana

Perdagangan Orang (TPPO). Setiap tahun tingkat kejahatan tersebut

meningkat tinggi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya

perdagangan manusia, mulai dari faktor ekonomi seperti kemiskinan dan

pengangguran, faktor dalam sosial budaya, dan faktor dalam bencana alam.

1
Namun, faktor kemiskinan, kurangnya lapangan pekerjaan, dan

rendahnya pendidikan yang didapat, merupakan alasan utama yang paling

sering ditemui mengapa korban dapat menjadi Human Trafficking. Tidak

dapat dipungkiri bahwa Indonesia menjadi salah satu negara penyuplai tenaga

kerja terbanyak di Asia, yang dikarenakan banyaknya populasi manusia serta

kurangnya lapangan pekerjaan mengharuskan beberapa masyarakat Indonesia

untuk mengadu nasib di negara lain. Dalam persoalan perdagangan manusia,

pemerintah juga ikut andil dalam menanggulangi kasus perdagangan manusia

dengan membuat kebijakan yang mengatur. Aturan hukum yang terkait

Human Trafficking ini ada 2 hukum yaitu hukum yuridis dan non yuridis.

Hukum yuridis yakni hukum yang dimuat di UU No. 21 Tahun 2007 perihal

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, seperti tindak perekrutan,

pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang dengan

ancaman atau penggunaan kekerasan, pemaksaan, penipuan, pemalsuan,

penyalahgunaan kekuasaan, memberikan bayaran atau penjeratan hutang

sehingga dapat memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali

atas orang tersebut, baik dilakukan antar negara maupun di dalam negara,

demi untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Banyak para peneliti serta pembuat kebijakan menempatkan

perhatiannya pada kondisi umum dan pola perdagangan manusia di wilayah

Asia Tenggara, dikarenakan banyaknya korban dari tindakan kejahatan ini.

Bahkan, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengestimasikan sebesar 40,3

juta orang terjebak dalam situasi perbudakan modern atau pemaksaan kerja

2
secara global. Lebih lanjut, PBB mengklasifikasikan kasus perdagangan

manusia memiliki tiga karakter, yaitu:

Yang pertama adalah kejahatan transnasional. Menurut data dari

United Nations Crime Trends Survei (UN-CTS), Vietnam, Thailand, Filipina,

dan Thailand merupakan negara-negara yang paling banyak korbannya di

tahun 2007. Laporan Global Report on Trafficking in Persons tahun 2016

telah mendata bahwa lebih dari 85% korban merupakan korban perdagangan

manusia. diantaranya adalah Malaysia dan Thailand yang merupakan destinasi

bagi negara-negara tetangganya. Sementara itu, 51% korban di Asia Tenggara

adalah wanita dan anak-anak.

Yang kedua adalah kompleks. Menurut United States Department of

State Trafficking in Persons Report 2019, sebagian besar negara yang berada

di wilayah Asia Tenggara berada di kategori Tier 2 atau Tier 3 watchlists.

Kedua kategori tersebut merupakan bagian yang paling mengkhawatirkan.

Laporan tersebut membuktikan bahwa perdagangan manusia masih menjadi

masalah besar di Asia Tenggara dimana menggabungkan 4 tipe kejahatan

lainnya, seperti kerja paksa (konstruksi, nelayan, perikanan, pertanian,

pertambangan, penebangan, dan sektor manufaktur), perdagangan seks

(penipuan, tindakan seks komersial, dan perkawinan paksa), pekerja anak,

dan bahkan perdagangan orang.

Yang ketiga adalah kasus yang tidak terlaporkan. Perdagangan

manusia telah menjadi kasus yang kurang dilaporkan, kurang terdeteksi, dan

kurang dituntut. Kejahatan tersebut masih sering kali ditutup-tutupi, dan

3
ketakutan akan adanya intimidasi dari para traffickers serta balasan tindasan

yang dilakukan oleh para traffickers tersebut kepada para korban. Oleh sebab

itu, banyak korban yang merupakan wanita dan anak-anak yang kurang kuat

dalam Yang ketiga adalah kasus yang tidak terlaporkan. Perdagangan manusia

telah menjadi kasus yang kurang dilaporkan, kurang terdeteksi, dan kurang

dituntut. Kejahatan tersebut masih sering kali ditutup-tutupi, dan ketakutan

akan adanya intimidasi dari para traffickers serta balasan tindasan yang

dilakukan oleh para traffickers tersebut kepada para korban. Oleh sebab itu,

banyak korban yang merupakan wanita dan anak-anak yang kurang kuat

dalam memperjuangkan hak-hak mereka sendiri. Sebagian dari wanita asal

Asia Tenggara merupakan migran atau pergi untuk mencari pekerjaan.

Namun, mereka malah menjadi korban perdagangan manusia. Sementara itu,

bagi anak-anak yang jauh dari orang tuanya, juga dipaksa untuk bekerja.

Dari berbagai macam tindak kriminalitas, kasus perdagangan manusia

ini merupakan tindakan kriminal yang mendapat perhatian yang besar. Kasus

perdagangan manusia tidaklah jarang di temukan di seluruh dunia. Kasus

perdagangan manusia ini banyak ditemukan di negara-negara maju seperti di

Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis. Di wilayah Asia Tenggara selama

tahun 2012–2014, lebih dari 60 persen dari 7.800 korban teridentifikasi

diperdagangkan untuk eksploitasi seksual. Wanita juga menjadi korban

pembantu rumah tangga dan bentuk-bentuk kerja paksa lainnya. Dalam

banyak kasus, korban wanita dan anak-anak berasal dari komunitas terpencil

4
dan miskin. Perkawinan paksa wanita dan anak-anak perempuan yang masih

muda merajalela di wilayah Mekong di Kamboja, Myanmar, dan Vietnam.

Meningkatnya perdagangan anak di wilayah ini terkait dengan

peningkatan yang mengkhawatirkan dalam pornografi anak secara online,

termasuk pelecehan seksual terhadap anak-anak melalui live streaming. Ini

adalah bisnis yang menguntungkan yang diperkirakan menghasilkan laba

sebesar $3–$20 miliar per tahun. Negara-negara seperti Kamboja dan

Thailand telah diidentifikasi sebagai pemasok utama materi pornografi.

Menurut International Organization for Migration (IOM), banyak korban

Asia Tenggara bermigrasi untuk mencari pekerjaan berbayar tetapi akhirnya

dipaksa bekerja di bidang perikanan, pertanian, konstruksi, dan pekerjaan

rumah tangga Kebanyakan dari mereka adalah laki-laki yang tidak dapat

membayar biaya selangit yang dibebankan oleh calo dan perekrut tidak sah

sehingga menjadi rentan terhadap jeratan utang dan bentuk eksploitasi

lainnya. Wilayah Asia-Pasifik adalah yang paling menguntungkan di dunia

dalam hal kerja paksa. Kerja paksa di industri perikanan telah banyak

dilaporkan di Kamboja, Indonesia, dan Thailand. Korban dibayar terlalu

sedikit atau tidak dibayar sama sekali untuk bekerja hingga 20 jam sehari.

Sejak awal tahun 2000, prostitusi anak-anak menjadi salah satu isu

yang sulit ditangani oleh Indonesia. Isu ini telah mempengaruhi masyarakat

khususnya di Bali dan Batam yang telah dieksploitasi. Oleh sebab itu,

Indonesia menjadi negara destinasi untuk perdagangan manusia. Menurut

Institusi Perempuan yang berlokasi di Jawa Barat, setidaknya ada 100.000

5
wanita dan juga anak-anak setiap tahunnya diperdagangkan di Indonesia, serta

30% termasuk dari anak-anak di bawah usia 18 tahun. Walaupun Indonesia

adalah negara yang memiliki kepulauan terluas di Asia Tenggara, hal tersebut

tidak menutup kemungkinan akan terjadinya ledakan penduduk yang semakin

lama semakin besar. Seiring dengan kepadatan penduduk tersebut maka

tingkat kriminalitas di Indonesia juga semakin meningkat setiap tahunnya.

Demi memberi perlindungan kepada tenaga kerja migran pemerintah

membuat instrumen hukum yuridis. Adapun hukum non yuridis adalah

memberi layanan konseling dan bantuan medis sehingga membuat korban

merasa aman dan percaya diri, karna mereka sudah menjadi korban eksploitasi

maka korban akan mengalami tekanan jiwa dan diperlukannya layanan

konseling serta bantuan medis. Salah satu negara yang paling banyak menjadi

negara asal dan pengirim di Kawasan Asia Tenggara adalah Indonesia yang

menjadi negara pemasok tenaga kerja terbesar kedua setelah Filipina. Sekitar

72% pekerja adalah perempuan, 90% tenaga kerja asal Indonesia bekerja

sebagai pembantu rumah tangga di Singapura, Taiwan, Hong Kong, hingga

Malaysia dan Timur Tengah. Indonesia sendiri bukan hanya negara pemasok,

tetapi juga persinggahan dan tujuan perdagangan manusia. UNICEF

memperkirakan bahwa 10.000 perempuan dan anak-anak diperdagangkan

untuk eksploitasi. Penyebabnya sangat beragam seperti angka kelahiran dan

kepadatan penduduk yang menjadi permasalahan utama di Indonesia. Pasca

pandemi Covid-19 ekonomi Indonesia pun menurun dengan drastis yang

mengharuskan banyaknya masyarakat untuk mengambil langkah mencari

6
ekonomi di negara tetangga, kegagalan Indonesia sendiri karena kurangnya

sosialisasi merata dalam pendidikan dan kurangnya lapangan pekerjaan, serta

tingkat keamanan yang sangat minim. Untuk mengurangi risiko tersebut,

Indonesia melakukan kerjasama dengan ASEAN dan organisasi internasional

seperti IOM (Internasional Organization Migration) dalam menangani isu

kasus perdagangan manusia.

Sebagai salah satu Negara yang paling rentan terhadap perdagangan

manusia, Indonesia harus melakukan banyak upaya sebagai langkah

pencegahan terhadap pemberantasan praktik perdagangan manusia, serta

perlindungan dan rehabilitasi para korban. Indonesia telah terlibat di dalam

berbagai konferensi, forum, dan organisasi, baik di wilayah regional maupun

di tingkat internasional, baik sebagai pemrakarsa atau sebagai peserta untuk

memerangi perdagangan orang (Solim, 2019). Dalam skala internasional,

Indonesia secara aktif terlibat dalam United Nations Convention on

Transnational Organized Crime (UNTOC) dan telah meratifikasi Konvensi

Palermo serta protokolnya guna untuk mencegah, menekan, dan menghukum

perdagangan manusia. Indonesia adalah satu negara asal terbesar penyumbang

korban perdagangan manusia yang bersifat domestik dan lintas-batas.

Mayoritas korbannya adalah perempuan yang diperdagangkan sebagai buruh

dan eksploitasi seksual. Dalam satu dekade terakhir Indonesia telah

menunjukkan komitmen yang sungguh-sungguh pada tingkat nasional,

regional dan internasional untuk memberatas ancaman serius bagi keamanan

manusia ini (Suaka, 2014).

7
Pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa upaya yang berkenan

dengan masalah tersebut, namun selain itu juga sangat diperlukan adanya

partisipasi dari berbagai pihak, baik Lembaga atau serta berbagai organisasi

yang diharapkan dapat membantu pihak pemerintah dalam menangani kasus

tersebut. Baik dalam memberikan bantuan secara teknis, maupun pengawasan

terhadap program-program nasional pemerintah, serta bantuan dalam

memberikan kampanye-kampanye terkait kasus perdagangan manusia. Guna

mengatasi atau mengurangi masalah perdagangan perempuan yang terjadi di

Indonesia ke wilayah Timur Tengah, khususnya pada periode 2016-2019.

Oleh karena itu International Organization for Migration (IOM) akan menjadi

aktor dan mitra kunci pemerintahan Indonesia dalam pemberantasan

perdagangan manusia. IOM sendiri merupakan organisasi internasional yang

berdedikasi menjunjung tinggi migrasi yang manusia dan teratur untuk

kepentingan bersama. Sejak tahun 2003, IOM telah aktif memberikan

kontribusi pada upaya Indonesia untuk memerangi perdagangan manusia

dengan mendukung penciptaan sebuah program penegakan hukum, yang

menyeluruh dan berkesinambungan serta melakukan pendampingan

perlindungan terhadap korban dan memberikan bantuan pemulangan,

pemulihan, dan juga reintegrasi kepada korban TPPO (Oktavian, 2018).

Pada rentang tahun 2012-2014, subregion Asia Pasifik menempati

posisi tertinggi dalam kasus perdagangan manusia terbanyak dengan

persentase 89% dan mayoritas kasus perdagangan manusia ditemukan di

negara-negara di Asia Tenggara, seperti Myanmar, Filipina, Indonesia,

8
Kamboja, dan Malaysia (Global Report on Trafficking In Persons, 2016).

Jumlah ini dinilai cukup banyak, permasalahan perdagangan manusia ini

sangatlah serius. Selain terdapat banyak pelanggaran hak asasi manusia, ini

juga merupakan indikasi bahwa di Asia Tenggara masih banyak terdapat

masyarakat yang kurang sejahtera, serta minimnya pendidikan sehingga

kebutuhan ekonomi dan keamanan masih belum terpenuhi dalam jumlah

besar.

Permasalahan perdagangan manusia di Asia Tenggara pun cukup

variatif dan setiap negara di ASEAN perlu membuat kebijakan dan resolusi

untuk menangani permasalahan perdagangan manusia secara spesifik dan

sesuai dengan pola kasus yang terjadi di negaranya. Namun, karena isu

perdagangan manusia merupakan kejahatan terorganisir, maka permasalahan

ini dapat dikategorikan sebagai permasalahan kolektif. Untuk itu, Indonesia

melakukan kerjasama dengan ASEAN mengambil tindakan sebagai upaya

untuk menemukan solusi kolektif regional yang mendukung kebijakan

nasional negara di ASEAN. Untuk itu Indonesia melakukan kerjasama dengan

ASEAN dalam menangani isu perdagangan manusia, untuk menemukan solusi

kolektif atas isu perdagangan manusia, ASEAN mengambil upaya dan respons

yang sesuai dengan nilai norma kolektif antar negara-negara di ASEAN.

Upaya-upaya yang dilakukan ASEAN untuk menangani kasus perdagangan

manusia yaitu: 1) melakukan Deklarasi ASEAN menghadapi Perdagangan

Manusia terutama terhadap Perempuan dan Anak-Anak (ASEAN Declaration

Against Human Trafficking in Persons Particulary Women and Children); 2)

9
membentuk lembaga AICHR (ASEAN Intergovernmental Commision on

Human Rights); 3) memperbaharui deklarasi pada tahun 2004, yakni ACTIP

(ASEAN Convention Against Human Trafficking in Persons, Especially

Women and Children). (ASEAN, 2004)

Asia tenggara telah lebih fokus pada kejahatan transnasional, yang

semakin tidak terkendali. Hal ini dibuktikan dengan dibentuknya program

ASEAN Ministerial Meeting on Transnational Crime (AMMTC) yang

merupakan bagian dari pilar ASEAN Security Community. Di kawasan Asia

Tenggara. Pengakuan masyarakat internasional atas peran aktif Indonesia

dalam penanganan isu kejahatan transnasional terorganisir adalah adalah

terpilihnya Indonesia sebagai Presiden Conference of the Parties (COP) pada

United Nations Convention Against Transnational Organized Crime

(UNTOC) Sixth Session periode 2012 hingga 2014. Secara global, munculnya

isu-isu kejahatan transnasional seperti perdagangan manusia, perdagangan

narkoba, tindakan pembajakan, kejahatan internet, terorisme, penyelundupan

senjata, dan berbagai kejahatan ekonomi internasional lainnya, mereka pada

dasarnya adalah serangkaian laju globalisasi. Terdapat beberapa lembaga

ASEAN yang bekerja sama untuk menanggulangi isu perdagangan manusia,

salah satunya ASEAN Intergovernmental Commision on Human Rights atau

lebih dikenal dengan AICHR yang merupakan implementasi dari mandat

Pasal 14 Piagam ASEAN. Mengenai Badan Hak Asasi Manusia ASEAN pada

KTT ASEAN, di Cha Hua Hin Thailand.

10
1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang sudah penulis jabarkan tersebut,

penulis menentukan dan mengemukakan pertanyaan penelitian: “Bagaimana

pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan Human Traficking?”

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana

pemerintah Indonesia dalam menangani permasalahan Human Trafficking.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk memberikan kontribusi ke ilmuan bagi ilmu hubungan

internasional dalam memahami tindakan Indonesia dalam

menangani permasalahan human trafficking.

2. Untuk melihat bagaimana Indonesia dalam menangani kasus

penyekapan WNI di kamboja.

1.4.2. Manfaat Praktis

Penulis menjabarkan manfaat praktis sebagai berikut:

11
1. Sebagai gambaran mengenai kegagalan Indonesia dalam

menangani kasus human trafficking yang terjadi pada WNI di

Kamboja.

2. Sebagai rekomendasi pemerintah Indonesia agar lebih sigap

dan meningkatkan keamanan dalam proses imigrasi antar

negara agar berkurangnya tingkat kasus perdagangan manusia.

1.5 Sitematika Penelitian

Penelitian ini dirancang untuk menjelaskan kerangka dan metodologi

yang digunakan dalam penelitian. Hal tersebut terdiri dari alasan peneliti

mengambil permasalahan dan dinilai signifikan untuk diangkat sebagai

masalah yang perlu diteliti dan digali lebih dalam sebagai bahan kajian ilmiah.

Bab I Pendahuluan
Pada bab pendahuluan mencakup latar belakang dari permasalahan yang

diangkat, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat yang ingin dicapai juga

terdapat sistematika penulisan diakhir bab.

Bab II Tinjauan Pustaka

12
Di bagian tinjauan pustaka terdapat penelitian terdahulu, penulis

menggunakan teori Soft Power serta konsep Kerjasama Internasional, Diplomasi

Publik, Budaya, dan People to People yang digunakan penulis untuk mengkaji

penelitian ini, juga alur pemikiran seperti Hipotesis untuk jawaban sementara

penelitian.

Bab III Metodologi Penelitian


Dibagian metodologi dalam penelitian ini sebagai sudut pandang dalam

melihat masalah. Peneliti menggunakan paradigma Konstruktivisme, jenis

penelitian, unit analisis, teknik pengumpulan data dan terakhir teknik keabsahan

data. Semua sub metodologi tersebut saling terhubung untuk mencapai suatu

metodologi besar dalam menjawab permasalahan penelitian.

13
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, untuk memperkaya materi di mana akan dapat

dipertanggung jawabkan, penulis menemukan bahan-bahan bacaan pustaka serta

karya ilmiah baik skripsi, jurnal, maupun media massa yang memiliki keterkaitan

dengan topik yang penulis coba jelaskan seputar Analisis Kegagalan Indonesia

Dalam Menangani Permasalahan Human Trafficking. Di mana topik tersebut yang

sedang menyita banyak perhatian bagi banyak orang.

Jurnal dengan judul “Penanggulangan Human Trafficking di Indonesia”

oleh Syugiarto. Dalam penelitian ini membahas mengenai penyebab terjadinya

perdagangan manusia yaitu dikarenakan adanya faktor ekonomi, pendidikan yang

kurang bagi korban perdagangan manusia, serta minimnya pengawasan keamanan

dan lemahnya implementasi Undang-Undang yang sudah ditetapkan pemerintah.

Jurnal dengan judul “Kebijakan Keimigrasian Dalam Upaya

Pemberantasan dan Pencegahan Perdagangan Manusia” oleh Fikri Madani Tara

Putra. Dalam penelitian ini membahas kebijakan pemerintah khususnya dalam

bidang imigrasi dalam melakukan upaya penanggulangan perdagangan manusia

yang keluar masuk wilayah Indonesia, dengan memberlakukan kebijakan selektif

untuk membantu pihak-pihak imigrasi yang ada di tempat pemeriksaan imigrasi

14
dalam menyeleksi orang asing yang masuk ke wilayah Indonesia, serta melakukan

pengawasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang pergi ke luar negeri.

Jurnal dengan judul “Peran Hukum Internasional dalam Upaya

Pencegahan dan Pemberantasan Human Trafficking di Indonesia” oleh Ni Luh

Putu Lusi, Dewa Gede Sudika, Ni Putu Rai. Dalam penelitian ini membahas

mengenai peran hukum internasional dalam memberantas Human Trafficking di

Indonesia dengan cara meratifikasi Protokol Palermo melalui UU Nomor 14

Tahun 2009, yang tujuannya sebagai tindakan efektif untuk mencegah dan

menindak perdagangan orang, terutama perempuan dan anak-anak. Selain itu,

hukum internasional juga memberikan perlindungan kepada korban perdagangan

orang untuk melindungi hak-haknya.

Jurnal dengan judul “Kerjasama Kejahatan Transnasional di ASEAN” oleh

Irma Indrayani, dan Zulkarnain. Dalam penelitian ini membahas bagaimana

kerjasama negara-negara di ASEAN dalam menangani kejahatan transnasional

dan upaya apa yang akan dilakukan. Dengan membuat kebijakan serta melakukan

kerjasama antar negara-negara ASEAN dalam mengurangi tingkat kejahatan

transnasional.

Jurnal dengan judul “Kerjasama Indonesia dan Antar Pemerintah ASEAN

Komisi Hak Asasi Manusia dalam Mengatasi Perdagangan Manusia di Indonesia

2018-2020” oleh Agung Budi Prastyo, Hendra Maujana Saragih. Dalam penelitian

ini membahas kerjasama pemerintah Indonesia dan ASEAN dengan dilakukannya

AICHR dalam penanggulangan perdagangan manusia di Indonesia, dan

15
bagaimana peran Indonesia dalam menanggulangi permasalahan perdagangan di

negaranya.

Skripsi dengan judul “Analisis Kegagalan Pemerintah Dalam Melakukan

Sekuritisasi Sex Trafficking di Thailand pada Tahun 2010-2015” oleh Edgar

Nugroho. Dalam penelitian ini membahas praktik prostitusi yang sudah ada sangat

lama pada zaman Kerajaan Ayutthaya pada tahun 1350-1767 yang pada saat itu

mempersembahkan perempuan sebagai wujud apresiasi serta penghargaan yang

ditujukan untuk laki-laki yang memiliki kedudukan tinggi serta capaian yang baik

dalam bidang militer Kerajaan Ayutthaya. Lambat laun tradisi ini mulai

terkontruksi di masyarakat Thailand yang mana menganggap bahwa perempuan

mempunyai kasta yang rendah. Melihat hal tersebut, pemerintah Thailand

mengambil langkah dengan menciptakan kebijakan Child Protection Act B.E dan

Anti Human Trafficking B.E.

Jurnal dengan judul “Upaya ASEAN dalam menangani masalah Human

Trafficking di Asian Tenggara” oleh Fina Faizani. Dalam penelitian ini membahas

bagaiaman ASEAN selaku wadah integrasi regional harus melakukan segala

upaya untuk memberantas, menangani, dan mencegah perdagangan manusia.

Melalui deklarasi, konvensi, dan kebijakan-kebijakan luar negeri masing-masing

anggota dalam memberantas tindak kejahatan transnasional.

Jurnal dengan judul “ Peran International Organization of Migration

dalam Menanggulangi Kasus Human Trafficking di Indonesia” oleh Alif

Oktavian. Dalam penelitian ini membahas konteks penegakan hukum secara

16
nasional maupun multinasional, reaksi institusi pemerintah, badan legislatif, dan

pihak penegak hukum sering kali kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang

memadai dalam mengatasinya, sehingga sangat perlu mendapatkan perhatian

khusus. Melihat terdapat kelemahan dalam proses penegakkan hukum atas kasus-

kasus trafficking yang ditangani oleh penegak hukum, kemudian menimbulkan

reaksi dari berbagai pihak, khususnya organisasi-organisasi internasional yang

memiliki perhatian dalam permasalahan human trafficking. Salah satu organisasi

internasional yang fokus pada permasalahan perdagangan manusia adalah

International Organization For Migration (IOM).

Jurnal dengan judul “Strategi Penanganan Trafficking di Indonesia (The

Strategy in Dealing with Trafficking in Indonesia)” oleh Darwinsyah Minin.

Dalam penelitian ini mengkaji strategi yang digunakan dalam menangani

perdagangan manusia di Indonesia, karena kondisi banyaknya korban

perdagangan baik dalam negeri maupun transnasonal. Strategi yang dilakukan

dalam melakukan penanganan perdagangan manusia semua atas dasar kebijakan

pemerintah Indonesia tanpa melibatkan organisasi internasional dan regional.

Skripsi dengan judul “Analisis Kegagalan Pemerintah Dalam Melakukan

Sekuritisasi Sex Trafficking di Thailand pada Tahun 2010-2015” oleh Edgar

Nugroho. Dalam penelitian ini membahas praktik prostitusi yang sudah ada sangat

lama pada zaman Kerajaan Ayutthaya pada tahun 1350-1767 yang pada saat itu

mempersembahkan perempuan sebagai wujud apresiasi serta penghargaan yang

ditujukan untuk laki-laki yang memiliki kedudukan tinggi serta capaian yang baik

dalam bidang militer Kerajaan Ayutthaya. Lambat laun tradisi ini mulai

17
terkontruksi di masyarakat Thailand yang mana menganggap bahwa perempuan

mempunyai kasta yang rendah. Melihat hal tersebut, pemerintah Thailand

mengambil langkah dengan menciptakan kebijakan Child Protection Act B.E dan

Anti Human Trafficking B.E.

Skripsi dengan judul “Peran International Organization for Migration

dalam Menanggulangi Perdagangan Manusia di Indonesia Tahun 2015-2018” oleh

Ilhammul Azis Osmond. Dalam penelitian ini membahas bagaimana peran

International Organization for Migration dalam menanggulangi kasus

perdagangan manusia di Indonesia Tahun 2015-2018 dengan melakukan bantuan

kepada korban perdagangan dan koordinasi dengan instansi pemerintah terkait

yang meliputi bantuan identifikasi korban, serta observasi lapangan dengan

mengumpulkan data maupun informasi mengenai korban perdagangan.

Skripsi dengan judul “Fungsi IOM (International Organization for

Migration) dalam Mengatasi Perdagangan Manusia di Indonesia” oleh Zakiyah

Thoyibah. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sebuah Fungsi

International Government Organizations (IGO), yaitu International Organization

for Migration dalam mengatasi perdagangan manusia di indonesia pada tahun

2011-2014 Indonesia memfokuskan pada perdagangan manusia sejak tahun 2004

sebagai kelanjutan dari Bali Process . Penelitian ini menggunakan metode

penelitian kualitatif dengan menggunakan konsep 6 fungsi IGO yang di

ungkapkan oleh Margareth P Karns dan Caren A Mingst yaitu : Informational,

forum, normative, rule creation,rule, supervision dan operational untuk melihat

fungsi IOM dalam mengatasi perdagangan manusia di Indonesia. Penelitian ini

18
menemukan bahwa fungsi IOM dalam mengatasi perdagangan manusia di

Indonesia adalah informational dengan melakukan pengumpulan dan penyebar

luasan data, Forum melalui Bali Process tentang penyelundupan dan perdagangan

manusia di kawasan Asia Pasifik, Normative dilaksanakan dengan adanya

pententuan norma-norma yang dilakukan melalui kegiatan kesadaran terhadap

tindakan perdagangan manusai, Rule Creation adanya penyusuan peraturan yang

mengikat secara hukum dengan membantu pemerintah dalam pembuatan draft dan

finalisasi UU PTPPO tahun 2007, rule supervision dengan melakukan tindakan

pengawasan terhadap pihak POLRI dan Operational melalui bantuan kepada

korban baik secara langsung maupun bantuan secara teknis.Dari ke 6 fungsi

tersebut, fungsi dominan yang dilakukan oleh IOM adalah Informational, Rule,

Supervision, dan Operational.

Tesis dengan judul “Peran Non Government Organization (NGO) dalam

menangani Human Trafficking yang terjadi pada Pekerja Migran Indonesia

ditinjau dari Humanitarianisme : Studi Kasus Migrant Care” oleh Siti Maizul.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran Migrant Care yang bekerja di

bidang kemanusiaan dimana perdagangan manusia sebagai masalahnya. Metode

dalam penelitian ini digunakan oleh penulis adalah penelitian deskriptif analisis

berdasarkan tinjauan literatur, studi lapangan, wawancara dan analisis dokumen.

Penulis berpendapat bahwa Migrant Care memiliki peran dalam pengobatan dan

pencegahan kasus perdagangan manusia dengan kedok penempatak TKI ke luar

negeri. Penelitian ini menggunakan sebuah prinsip analisis kemanusiaan universal

yang menjadi kerangka atau platform yang dapat diadopsi untuk menjalankan aksi

19
kemanusiaan. Akhir penelitian ini menunjukan bahwa peran Migrant Care di

prinsip-prinsip kemanusiaan dalam kemanusiaan, netralitas, impartilitas, dan

kemandirian. Migrant Care merupakan salah satu LSM yang terlibat dalam

pekerjaan kemanusiaan diadvokasi pada isu-isu buruh migran, terutama pada

perdagangan manusia. Trafficking manusia adalah kegiatan yang mendukung

korban dalam keadilan dan perlindungan hukum bagi pemenuhan hak-hak korban

repatriasi, korban pemulihan korban, dan pemberdayaan korban. Hasilnya

menunjukan bahwa terlepas dari kelemahan dan kekuatan dari kekuatan dan

kemampuan yang dimiliki oleh peran LSM dalam pelaksanaan adalah untuk

menangani perdagangan manusia telah diikuti di platform dengan UNOCHA

memutuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip kemanusiaan, netralitas,

impartialitas dan independence.

2.2 Landasan Teori

Untuk dapat menjawab dan mendeskripsikan fenomena yang

menggambarkan konflik seputar perdagangan manusia di Indonesia, maka

teori yang di gunakan pada penelitian ini adalah teori liberal institusionalis,

organisasi internasional, human trafficking, peranan dan kerja sama

internasional.

Dalam mengkaji dan meneliti permasalahan yang akan diangkat sesuai

dengan judul yakni “Analisis Kegagalan Indonesia dalam Menangani

Permasalahan Human Trafficking Studi Kasus Penyekapan WNI di Kamboja”,

20
menggunakan pendekatan Liberalisme yaitu Liberal Institusionalisme

(Institutional Liberalism). Teori Liberalis Institusional dianggap relevan untuk

menjelaskan fenomena ini secara keseluruhan karena penulis ingin

menganalisa suatu permasalahan melalui pendekatan aktor non negara atau

International Non Governmental Organization.

Liberalisme awalnya berkembang pada tahun 1795 oleh Immanuel

Kant dalam esainya yang berjudul Perpetual Peace (perdamaian abadi). Kant

menegaskan dalam konsepnya tentang pentingnya suatu aturan yang sistematis

dan mendalam tentang masalah perdamaian dunia guna mencapai tatanan

dunia yang adil (Steans & Petitford,2009). Hal inilah yang mendorong

berkembangnya inovasi dan perkembangan dalam pemikiran teori Liberal

dalam Hubungan Internasional. Kaum Liberalisme sangat menjunjung tinggi

sifat perdamaian dan keamanan karena hal tersebut mampu menguatkan

tatanan internasional yang telah tercipta saat ini.

Salah satu cara Liberalisme dengan memberikan kontribusinya ialah

dengan memberikan pemahaman tentang bagaimana Institusi dan tatanan

dunia bekerja,atau disebut juga dengan Liberal Institusionalis ( Jackson dan

Sorensen, 2009 ). Kaum Liberal berpendapat bahwa keberadaan institusi

internasional semakin di anggap penting sebagai pelengkap bagi keberadaan

negara, hal ini disebabkan munculnya isu-isu baru ( isu kontemporer ) yang

tidak dapat lagi di tangani, oleh negara seorang diri. Berbagai Institusi

diciptakan untuk memecahkan setiap permasalaan khusus dan pihak-pihak

21
yang mau bekerjasama di dalamnya secara signifikan, seperti perdagangan

akan memperoleh keuntungan ( Steans & Pettiford, 2009 ).

Liberal Instutisional ialah suatu paham dalam perspektif Liberalis yang

menekankan pentingnya peran besar yang dilakukan aktor non-negara di

dalam sistem internasional. Robert Keohane (1995) menjelaskan

pandangannya terhadap bahwa negara bukan hanya sebagai aktor atau objek

kajian utama dalam HI tetapi juga menekankan pentingnya peran institusi atau

organisasi internasional dalam suatu sistem HI. Peranan suatu institusi

diharapkan bisa menjadi wadah pemangku kepentingan dan mengurangi

masalah yang timbul akibat adanya ketidakpercayaan antar negara serta

mengurangi ketakutan suatu negara terhadap negara lain.

Keohane dalam essay “International Institusional and State Power”

juga mengklaim bahwa kemampuan negara untuk berkomunikasi dan

bekerjasama bergantung pada institusi, dimana dijelaskan bahwa setiap aktor

baik state ataupun non-state harus punya kepentingan yang sama ( mutual

interest ) dan ada hasil yang bisa diperoleh dari kerjasama yang dilakukan

tersebut. Walaupun negara dianggap sebagai pusat interpretasi dari

perpolitikan dunia, aturan-aturan formal/informal yang mengikat dan tidak

mengikat (rejim,konvensi,dsb) yang dibuat oleh aktor non-negara juga

memainkan peran yang lebih besar.

Robert Keohane dan Peter J.Katzenstein (1998) dalam bukunya yang

berjudul “International Organizations and The Study for World Politics”

menjelaskan bahwa:

22
“Institusi dapat menyediakan informasi untuk para aktor,dalam hal ini

suatu institusi dapat mempromosikan asas kerjasama, memonitor keadaan,

mencegah kecurangan, fasilitator atas berbagai isu-isu yang terjadi dan

menawarkan alternative solusi. Keohane beranggapan bahwa negara akan

memperoleh keuntungan dengan mendesain institusi yang sesuai dengan

kebutuhannya” (h.662)

Keohane percaya bahwa adanya integrasi antar negara bermanfaat

untuk memenuhi kebutuhan masing-masing, dengan adanya tingkat

interdependensi yang tinggi dari masing-masing negara, maka mereka akan

bersama-sama membentuk suatu institusi guna menghadapi masalah secara

bersama. Keohane juga berpendapat bahwasannya pembentukan institusi

tersebut dapat mengurangi biaya serta memajukan kerjasama antar negara.

Institusi disini terbagi menjadi dua yaitu institusi formal seperti PBB

( Perserikatan Bangsa-Bangsa ), WTO ( World Trade Organization ) yang

memiliki kemampuan untuk memonitor aktifitas negara anggotanya dan

institusi tidak formal atau seringkali disebut dengan rejim. Rejim ini

merupakan semacam persetujuan yang agak formal dimana suatu institusi

yang membuat aturan kemudian ditaati oleh pemerintahannya. Rejim ini juga

digunakan oleh negara untuk menghadapi aktifitas dan isu-isu bersama dalam

hubungan internasional seperti perjanjian dalam bidang transportasi,

komunikasi dan lingkungan.

Dalam memahami interaksi yang dilakukan antar negara untuk

memenuhi kepentingan-kepentingan nasionalnya, hal tersebut dinamakan

23
hubungan internasioanal (International Relations). Hubungan internasional

sendiri merupakan bentuk interaksi antara aktor atau anggota masyarakat yang

satu dengan aktor atau anggota masyarakat lainya yang melintasi batas-batas

negara. Terjadinya hubungan internasional merupakan suatu keharusan akibat

adanya saling ketergantungan dan bertambah kompleksnya kehidupan

manusia dalam masyarakat internasional sehingga interdependensi tidak

memungkinkanm adanya suatu negara yang menutup diri dari dunia luar.

(Perwita & Yani, 2005)

Definisi Hubungan Internasional menurut K.J Holsti dalam bukunya

politik internasional adalah. (Holsty, 1992)

“Hubungan internasional akan berkaitan erat dengan segala bentuk

interaksi di antar masyarakat negara-negara, baik yang dilakukan pemerintah

maupun warga negaranya. Pengkajian Hubungan Internasional yang meliputi

segala segi hubungan di antara berbagai negara di dunia meliputi kajian

terhadap lembaga perdagangan internasional, palang merah internasional,

pariwisata, transportasi, komunikasi serta perkembangan nilai-nilai dan etika

internasional”

Definisi hubungan internasional menurut Mc. Clelleand adalah:

(Clelleand, 1981)

“Hubungan internasional merupakan studi tentang interaksi antara

jenis-jenis kesatuan tertentu termasuk studi tentang keadaan-keadaan yang

relevan yang mengelilingi transaksi ”

24
Terkait dengan pentingnya Organisasi Internasional sendiri, pada

penelitian ini juga akan menjelaskan bagaimana suatu organisasi internasional

menjadi salah satu aktor penting dalam menangani suatu isu dalam Hubungan

Internasional. Suatu organisasi dibentuk untuk menjawab tantangan

permasalahan dalam ilmu HI yang semakin berkembang, dalam hal ini ada

banyak sekali isu-isu yang tidak dapat ditangani oleh aktor negara seorang

diri. Organisasi-organisasi ini memiliki tujuan dan bidang tersendiri, seperti

IOM ( International Organization of Migration ) yang khusus menangani

masalah Migrasi. Keberadaan IOM juga semakin nyata dengan semakin

konsistennya organisasi ini terlibat aktif dalam menangani permasalahan

perdagangan manusia ( Human Trafficking ). Secara Khusus IOM juga telah

berkontribusi dalam upaya memperkuat kapasitas penegak hukum di

Indonesia dalam memerangi perdagangan manusia. IOM Indonesia yang

awalnya fokus terhadap migran gelap, pada tahun 2004 membentuk sebuah

Counter Trafficking yang membantu pemerintah dalam menangani kasus

perdagangan manusia.

Keberadaan organisasi ini juga memberikan pandangan bahwa institusi

dianggap semakin penting dalam mengakomodir kepentingan berbagai pihak.

Suatu institusi diharapkan bisa membantu memelihara perdamaian dunia dan

menciptakan stabilitas politik yang lebih baik. Dalam hal ini, peranan IOM

sudah terlihat dengan fokus utama mereka dalam penanganan, bantuan serta

melakukan kerjasama dengan aktor negara dan non-negara lainnya. Hal ini

25
sesuai dengan prinsip Liberal Institusionalis sendiri yang berlandaskan pada

keteraturan, kerjasama dan saling percaya dan menghormati satu sama lain.

Seiring dengan perkembangan bentuk pola kerjasama dalam Hubungan

Internasional, peranan Organisasi Internasional menjadi semakin menonjol

sebagai aktor non-negara. Walaupun negara tetap dianggap aktor paling

dominan dalam bentuk-bentuk kerjasama Internasional, namun perlu diakui

bahwa eksistensi organisasi internasional non-pemerintah yang semakin hari

semakin banyak jumlahnya.

Organisasi Internasional dalam pengertian Michael Hass memiliki dua

pengertian yaitu, pertama sebagai suatu Lembaga atau strukur yang

mempunyai serangkaian aturan, anggota, jadwal, tempat dan waktu

pertemuan. Kedua, organisasi internasional merupakan pengaturan bagian-

bagian menjadi satu kesatuan yang utuh dimana tidak ada aspek non Lembaga

(Hass, 1969). Peran organisasi internasional disini bukan hanya untuk

menjaga perdamaian melalui jalan militer tetapi juga dalam hal sosial.

Menurut A.Lerroy Bennet dalam bukunya International

Organizations:Principles and Issues mengatakan bahwa fungsi utama dari

organisasi internasional adalah untuk menyediakan sarana kerjasama antara

negara-negara, di mana kerjasama tersebut dapat menghasilkan keuntungan

untuk semua atau sebagian besar Negara (Bennet & Oliver, 1995). Selain itu,

Organisasi Internasional berfungsi untuk menyediakan sarana sebagai saluran

komunikasi antar pemerintah agar penyelesaian secara damai dapat

dilaksanakan apabila terjadi sebuah konflik.

26
Semua organisasi internasional memiliki struktur organisasi untuk

mencapai tujuannya. Apabila struktur-struktur tersebut telah menjalankan

fungsinya, maka organisasi tersebut telah menjalankan peranan tertentu.

Dengan demikian, peranan dapat dianggap sebagai fungsi baru dalam rangka

pengajaran tujuan-tujuan kemasyarakatan. Menurut Leroy Bennet dalam buku

International Organization, Principle and Issue, sejajar dengan negara,

organisasi internasional dapat melakukan dan memiliki sejumlah peranan

penting, yaitu:

1. Menyediakan sarana kerjasama diantara negara-negara dalam

berbagai bidang,dimana kerjasama tersebut memberikan

keuntungan bagi sebagian besar ataupun keseluruhan

anggotanya.Selain sebagai tempat dimana keputusan tentang

kerjasama dibuat juga menyediakan perangkat administratif untuk

menerjemahkan keputusan tersebut menjadi tindakan.

2. Menyediakan berbagai jalur komunikasi antar pemerintah negara-

negara, sehingga dapat dieksplorasi dan akan mempermudah

aksesnya, apabila timbul masalah.

Peranan organisasi internasional dapat digambarkan sebagai individu

yang berada dalam lingkungan masyarakat internasional. Sebagai anggota

masyarakat internasional,organisasi internasional harus tunduk pada

peraturan-peraturan yang telah disepakati bersama. Selain itu, melalui

tindakan anggotanya setiap anggota tersebut melakukan kegiatan-kegiatan

27
dalam rangka mencapai tujuannya. Peranan organisasai internasional

ditujukan pada kontribusi organisasi di dalam peraturan yang lebih luas selain

dari pada pemecah masalah. Peranan organisasi internasional dapat dibagi

dalam tiga kategori, yaitu:

1. Organisasi Internasional sebagai legitimasi kolektif bagi aktivitas-

aktivitas organisasi dan atau anggota secara individual.

2. Organisasi Internasional sebagai penentu agenda internasional.

3. Organisasi Internasional sebagai wadah atau instrument bagi

koalisi atau koordinasi kebijakan antar pemerintah sebagai

mekanisme untuk menentukan karakter dan struktur kekuasaan

global.

Sedangkan menurut Clive Archer, Peranan organisasi internasional

dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu (Archer, 2001):

1. Sebagai Instrumen.Organisasi Internasional digunakan oleh

negara-negara anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu

berdasarkan tujuan politik luar negerinya.

2. Sebagai Arena. Organisasi Internasional merupakan tempat

bertemu bagi anggota-anggotanya untuk membicarakan dan

membahas masalah-masalah yang dihadapi.Tidak jarang organisasi

internasional digunakan oleh beberapa negara untuk mengangkat

masalah dalam negerinya,ataupun masalah dalam negeri negara

lain dengan tujuan untuk mendapat perhatian internasional.

28
3. Sebagai Aktor Independen. Organisasi Internasional dapat

membuat keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh

kekerasan atau paksaan dari luar organisasi.

Pada dasarnya aktor negara maupun non negara menggabungkan diri

dalam organisasi internasional dengan tujuan untuk mencapai kepentingan

mereka masing-masing. Dengan kata lain organisasi internasional digunakan

sebagai wadah atau sarana bagi aktor-aktor tersebut untuk mencapai

kepentingan mereka. Bukan hanya peranan yang dimiliki suatu organisasi

internasional. Organisasi internasional yang bersifat fungsional memiliki

fungsi dalam menjalankan aktifitasnya, fungsi ini bertujuan untuk mencapai

tujuan yang diinginkan, yang berhubungan dengan pemberian bantuan dalam

mengatasi masalah yang timbul terhadap pihak yang terkait.

Umar S Bakry mengembangkan bahwa organisasi internasional adalah

sebuah Lembaga yang berfungsi untuk menghubungkan urusan antar negara

dan juga mengklasifikasikan organisasai internasional menjadi dua bagian

yaitu. (Bakry, 1999)

1. International Government Organizations (IGO) adalah organisasi

antar pemerintah yaitu organisasi yang di bentuk oleh dua atau

lebih Negara-negara berdaulat dimana mereka bertemu secara

regular dan memiliki staff yang fulltime. Keanggotaan IGO pada

umumnya bersifat sukarela sehingga eksistensi tidak mengancam

kedaulatan Negara-negara.

29
2. Non-Government Organizations (NGO) merupakan organisasi non

pemerintah yang mengacu pada Yearbook Of International

Organization yang menyatakan bahwa NGO merupakan organisasi

yang terstruktur dan beroperasi secara internasional dan tidak

memiliki hubungan dengan pemerintah di suatu negara.

Berdasarkan dua klasifikasi tersebut, IOM (International Organization

for Migration) termasuk IGO yang merupakan organisasi antar pemerintah

sesuai dengan visi misi IOM yaitu membantu pemerintah menangani

permasalahan dalam sebuah negara khususnya perdagangan manusia. IGO

memiliki aturan dalam menjalankan misinya dan adanya keterbatasan dalam

hal memaksa keputusan suatu negara sebagai pihak yang memiliki wewenang

sepenuhnya. Terkait dengan konsep di atas,dalam penelitian ini akan

menggunakan konsep Peran OI menurut Clive Archer dalam menganalisa

Fungsi IOM (International Organization for Migration) dalam mengatasi

perdagangan manusia di Indonesia.

Human Trafficking atau perdagangan orang didefinisikan oleh PBB

dalam resolusi PBB (General Assembly Resolution) Nomor 55/25 Tahun 2000

yang dimaksud dengan perdagangan orang adalah :

1. “Perdagangan Manusia” adalah perekrutan, pengangkutan,

pemindahan, penampungan atau penerimaan orang, baik di bawah

ancaman atau secara paksa atau bentuk-bentuk lain dari kekerasan,

penculikan, penipuan, kecurangan atau penyalahgunaan wewenang

atau situasi rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran

30
atau keuntungan guna memperoleh persetujuan dari seseorang

yang memiliki kontrol atas orang lain untuk melacurkan orang lain

atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual yang lain, kerja paksa atau

wajib kerja paksa, perbudakan atau praktik-praktik yang mirip

dengan perbudakan, penghambaan atau pengambilan organ tubuh.

2. Persetujuan korban perdagangan manusia atau eksploitasi yang

dimaksud dalam ayat (a) pasal ini menjadi tidak relevan ketika

caracara yang disebutkan pada ayat (a) digunakan. (c) Perekrutan,

pengangkutan, pemindahan, dan penampungan atau penerimaan

anak-anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai

“perdagangan manusia” walaupun ketika hal ini tidak melibatkan

cara-cara yang disebutkan dalam ayat (a) pasal ini. “Anak-anak”

adalah seseorang yang berusia kurang dari delapas belas tahun.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur dari

perdagangan orang adalah:

a) Perbuatan: merekrut, mengangkut, memindahkan,

menyembunyikan atau menerima.

b) barana (cara) untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan

paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan,

kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan, atau posisi rentan atau

pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk

memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas

korban.

31
c) Tujuan : eksploitasi,setidaknya untuk prostitusi atau bentuk

eksploitasi seksual lainnya,kerja paksa, perbudakan, penghambaan,

dan pengambilan organ.Dari ketiga unsur tersebut,jika salah satu

dari perbuatan, sarana (cara) dan tujuan yang dimaksud terpenuhi

maka sudah bisa dikelompokkan sebagai tindak pidana

perdagangan manusia.

Dalam kasus perdagangan orang (Human Trafficking) terdapat

beberapa faktor yang menyebabkan tindak pidana tersebut semakin meningkat

(Farhana.2010), antara lain dipengaruhi oleh:

1. Materalisme Skema Modernisme yang terjadi menyebabkan

pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tidak merata, sehingga

menciptakan gap atau jurang yang semakin lebar antara yang kaya

dan yang miskin, antara daerah perkotaan dan pedesaan di antara

berbagai daerah. Efek dari media massa menyatukan masalah

dengan cara menyuburkan budaya konsumerisme dan keinginan

untuk pergi ke kota. Masyarakat di pedesaan cenderung untuk

meninggalkan gaya hidup berjuang guna memperoleh kenyamanan

hidup dan mudah mencari uang.

2. Kemiskinan orang yang putus asa ataupun yang hanya memang

ingin mencari kehidupan yang lebih baik adalah korban dari

perdagangan manusia.

3. Kehancuran kelaurga ketiadaan fungsi atau keluarga yang

hancur,masalah dengan orang tua tiri,kekerasan dalam

32
keluarga,problem-problem keluarga lainnya yang sejenis

mempengaruhi anak-anak untuk meninggalkan rumah.

4. Jaringan Migrasi ke luar jaringan migrasi telah menjadi satu aspek

yang paling penting untuk menjelaskan anak-anak muda yang

migrasi ke luar. Terdapat beberapa desa migrasi ke luar daerah atau

ke luar negeri telah menjadi begitu melembaga, sehingga menjadi

suatu tren bagi anak-anak muda sehingga dapat terjadi

kemungkinan untuk diperdagangkan.

5. Kurangnya pendidikan dan dan informasi ketidakpedulian akan

perdagangan orang, memudahkan para perekrut menjanjikan uang

banyak kepada korban untuk mau bekerja di kota-kota besar

bahkan hingga ke luar negeri.

6. Budaya nilai-nilai budaya seperti kepatuhan atau kewajiban

seseorang anak terhadap orang tuanya menghasilkan suatu sikap

bahwa seorang anak harus kerja di luar rumah atau keluarganya

untuk membantu orang tua atau saudaranya. Ada juga suatu sikap

bahwa seorang anak harus membayar tanda terima kasih kepada

orang tuanya. Nilai-nilai yang memberi andil kepada perdagangan

manusia.

7. Insentivitas dan ketidakadilan gender anak gadis dan perempuan

lebih rentan terhadap perdagangan orang. Rata-rata di Asia

tenggara memakai budaya dominasi laki-laki yang menyebabkan

perlakuanperlakuan tidak adil yang menguntungkan anak laki-laki.

33
Anak lakilaki diberikan pendidikan, sekolah, kesempatan kerja

yang lebih baik, dan juga budaya macho atau jantan (pemberani)

menerima bahwa laki-laki boleh pergi ke prostitusi.

8. Akibat buruk yang ditinggalkan dari peperangan atau konflik

periode perang atau konflik yang cukup lama menyebabkan

pelemahan spirit atau semangat komunitas dan kehancuran

keluarga yang menguntungkan aktivitas dari para pedagang.

(Farhana, 2012).

Menurut Soekanto struktur yang terdapat dalam organisasi memiliki

fungsifungsi yang harus mereka jalankan agar tercapai tujuan dari

pembentukan organisasi tersebut, dan apabila semua fungsi tersebut telah

dijalankan dengan baik maka organisasi tersebut dapat dikatakan telah

menjalankan peranan. Peranan tersebut selain ditentukan oleh harapan pihak

lain, termasuk juga kemampuan, keahlian, serta kepekaan pelaku peran

tersebut terhadap tuntutan dan situasi yang mendorong dijalankannya peranan.

Peranan juga bersifat dinamis, dimana dia akan menyesuaikan diri terhadap

kedudukan yang lebih banyak agar kedudukannya dapat diakui oleh

masyarakat. (Rudy, 2005).

Peranan dapat diartikan sebagai orientasi atau konsep dari bagian yang

dimainkan oleh suatu pihak dalam sosialnya. Dengan peranan tersebut, sang

pelaku peran baik atau individu maupun organisasi akan berprilaku sesuai

dengan harapan orang atau lingkungannya. Dalam hal ini peranan

menjalankan konsep melayani atau menghubungkan harapan-harapan yang

34
terpola dari orang lain atau lingkungan atau hubungan pola yang menyusun

struktur sosial. Konsep peranan ini pada dasarnya berhubungan dan harus

dibedakan dengan posisi social

Peranan adalah aspek dari fisiologi organisasi yang meliputi

fungsi,adaptasi dan proses.Peranan juga dapat diartikan sebagai tuntutan yang

diberikan secara struktural ( norma-norma, harapan, tabu, tanggung jawab,

dan lainnya), dimana dalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan

yang menghubungkan, membimbing dan mendukung fungsinya dalam

organisasi. Menurut Kantrawira peranan sendiri merupakan seperangkat

perilaku yang diharapkan dari pelaku yang dapat berwujud sebagai perorangan

maupun kelompok, baik kecil maupun besar, yang kesemuanya menjalankan

berbagai peran. Baik perilaku yang bersifat individual maupun jamak dapat

dinyatakan sebagai struktur. (Kantaprawira, 1987)

Mohtar Mas’oed (1990) juga menegaskan bahwa teori perananan ialah

salah satu bentuk perilaku aktor politik dalam menjalankan peran politiknya.

Asumsi teori ini ialah adanya akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peran

yang dipegang oleh suatu aktor politik. Seorang aktor yang menduduki posisi

tertentu diharapkan atau diduga akan berperilaku secara tertentu pula. Harapan

atau dugaan itulah yang membentuk proses peranan nantinya.

Berkaitan dengan poin-poin peran dan fungsi organisasi internasional

yang telah dijelaskan diatas bisa dilihat bahwa peran dari organisasi

internasional menurut Clive Archer mencakup sebagai instrumen,arena, dan

aktor. Berbagai peran tersebut menunjukan bahwa suatu organisasi

35
internasional berdiri dengan memiliki tujuan dan aktivitas tertentu yang telah

direncanakan.

 Sebagai Instrumen, tujuan dari didirikannya IOM ialah atas adanya

keinginan untuk menciptakan kesejahteraan dibidang kemanusiaan,

yang berawal fokus terhadap migrasi namun IOM beralih fokus

terhadap isu mengenai perdagangan manusia. Dalam hal ini,

adanya kebijakan atau aturan yang berbeda dari masing-masing

negara tentang pengaturan mengenai kasus perdangan manusia

dimana negara kurang memberikan aturan atau kebijakan secara

komperensif mengenai penanggulangan kasus perdagangan

manusia. Kehadiran IOM diharapkan bisa menjadi SOP/SPM

terhadap kepentingan masing-masing negara serta memberi contoh

instrument tindakan yang dapat dicontoh oleh semua pihak.

 Sebagai Arena, kehadiran IOM sebagai tempat untuk

mempertemukan kepentingan negara-negara anggotanya juga

dalam menagani permasalahan perdagangan manusia, IOM juga

bekerjasama dengan pemerintah negara setempat. Selain itu, IOM

juga membuat sebuah kerangka operasional kerjasama ( framework

agreement ) dan resolusi terkait perdagangan manusia yang

semakin marak.

 Sebagai pelaku (aktor), dalam hal ini IOM berhak membuat

keputusan dan langkah-langkah yang dianggap perlu dalam

mengatasi suatu permasalahan, tentunya dalam hal seperti ini tetap

36
mengutamakan asas non-intervensi dan menghormati kedaulatan

masing-masing negara. IOM sebagai organisasi internasional dapat

bertindak sesuai dengan kewenangan yang ada tanpa tekanan dari

pihak luar.

IOM dibentuk sebagai organisasi internasional yang lengkap sehingga

kehadirannya diharapkan dapat membantu migrasi yang lebih baik dan

membantu semua korban kejahatan perdagangan manusia khususnya

perempuan, agar mendapatkan kembali haknya dan dapat di terima kembali

dimasyarakat dengan baik. Semakin berkembangnya teknologi dan segala

macam yang mempermudahkan segala sesuatu menjadikan permasalahan

semakin rumit, sertapun semakin meluasnya hubungan antar negara

khususnya mengenai masalah perdagangan manusia yang semakin rumit untuk

ditanggulangi menandakan bahwa berarti peran IOM sebagai organisasi

internasional harus menjangkau luas ke negara-negara untuk mengatur guna

menjalankan tujuannya sebagai organisasi internasional yang menangani

bidang kemanusiaan. Keberadaan organisasi ini terus berkembang hingga

mencapai 80 aktor negara dan non-negara pada tahun 2005 hingga 2015.

Indonesia merupakan salah satu negara yang menjadi perhatian IOM

dalam menangani permasalahan perdagangan manusia, karena posisi

Indonesia termasuk yang cukup tinggi untuk kasus perdagangan manusia.

IOM berdedikasi untuk menanggulangi perdagangan manusia yang manusiawi

dan teratur, membantu pemerintah menjawab tantangan kemanusiaan, dan

juga mendorong pertumbuhan sosial dan ekonomi melalui program-program

37
yang dibuat IOM terhadap korban perdagangan manusia sertapun memberikan

dan menjamin kesejahteraan para korban perdagangan manusia. IOM berusaha

agar tujuan dari didirikannya IOM sendiri dapat terlaksana, seperti dengan

memberikan pelayanan serta memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan para korban

perdagangan manusia yang dilakukan bersama dengan Pemerintah Indonesia.

Semua negara di dunia ini tidak dapat berdiri sendiri dalam memenuhi

kebutuhan, terlebih dalam meningkatkan perkembangan dan kemajuan

negaranya. Perlu kerjasama dengan negara lain karena adanya saling

ketergantungan sesuai dengan kebutuhan negara masing-masing.

Perkembangan situasi hubungan internasional ditandai dengan berbagai

kerjasama internasional dan berkembangnya berbagai aspek yang menyita

perhatian negara dan aktor lainnya di dunia melalui serangkaian kerjasama

internasional. Namun di masa sekarang ini aktor bukanlah negara saja, tapi

sudah banyak aktor yang muncul dalam masa ini, salah satunya ialah

organisasi internasional.

Hubungan dan kerjasama internasional muncul karena keadaan dan

kebutuhan masing-masing negara yang berbeda sedangkan kemampuan dan

potensi yang dimiliki pun juga tidak sama. Hal ini menjadikan suatu negara

membutuhkan kemampuan dan kebutuhannya yang ada di pihak lainnya.

Kerjasama internasional akan menjadi sangat penting sehingga patut

dipelihara dan diadakan suatu pengaturan agar berjalan dengan tertib dan

manfaatnya dapat dimaksimalkan sehingga tumbuh rasa persahabatan dan

saling pengertian antar negara satu dengan lainnya. Menurut Kalevi Jaakko

38
Holsti, kerjasama internasional dapat didefinisikan sebagai berikut : (Holsti,

1998).

a) Pandangan bahwa dua atau lebih kepentingan, nilai, atau tujuan

saling bertemu dan dapat menghasilkan sesuatu, dipromosikan atau

dipenuhi oleh semua pihak sekaligus.

b) Pandangan atau harapan dari suatu negara bahwa kebijakan yang

diputuskan oleh negara lainnya akan membantu negara itu untuk

mencapai kepentingan dan nilai-nilainya.

c) Persetujuan atau masalah-masalah tertentu antara dua negara atau

lebih dalam rangka memanfaatkan persamaan kepentingan atau

benturan kepentingan.

d) Aturan resmi atau tidak resmi mengenai transaksi dimasa depan

yang dilakukan untuk melaksanakan persetujuan.

e) Transaksi antar negara untuk memenuhi persetujuan mereka.

Mencermati tujuan utama suatu pihak atau negara melakukan

kerjasama internasional adalah untuk memenuhi kepentingan nasionalnya

yang tidak dimiliki didalam negeri. Untuk itu, negara tersebut perlu

memperjuangkan kepentingan nasionalnya diluar negeri. Dalam kaitan itu,

diperlukan suatu kerjasama untuk mempertemukan kepentingan nasional antar

negara (Dam & Riswandi, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang,

Perekmbangan, dan Masa Depan, 1995). Kerjasama internasional dilakukan

sekurang-kurangnya harus dimiliki dua syarat utama, yaitu pertama, adanya

keharusan untuk menghargai kepentingan nasional masing-masing anggota

39
yang terlibat. Tanpa adanya penghargaan tidak mungkin dapat dicapai suatu

kerjasama seperti yang diharapkan semula. Kedua, adanya keputusan bersama

dalam mengatasi setiap persoalan yang timbul. Untuk mencapai keputusan

bersama, diperlukan komunikasi dan konsultasi secara berkesinambungan.

Frekuensi komunikasi dan konsultasi harus lebih tinggi dari pada komitmen

(Dam & Riswandi,

Pelaksanaan kerjasama internasional permasalahannya bukan hanya

terletak pada identifikasi sasaran-sasaran bersama dan metode untuk

mencapainya, tetapi terletak pada pencapaian sasaran itu. Kerjasama pun akan

diusahakan apabila manfaat yang diperoleh diperkirakan akan lebih besar

daripada konsekuensi-konsekuensi yang harus ditanggungnya. Sesuai dengan

tujuannya, kerjasama internasional bertujuan untuk meningkatkan

kesejahteraan bersama. Karena hubungan kerjasama internasional dapat

mempercepat proses peningkatan kesejahteraan dan penyelesaian masalah

diantara dua atau lebih negara tersebut. Namun yang perlu kita pahami

mengenai kerjasama internasional ialah bukan hanya negara sebagai aktor,

tapi seperti organisasi internasional juga dapat melakukan kerjasama

internasional. Dalam hal ini, kerjasama antara Indonesia sebagai negara dan

IOM sebagai organisasi internasional. Penanda tangan yang menandai

kerjasama yang telah terbangun antara Indonesia dan IOM pada tahun 2000

terkait memerangi penyelundupan manusia di Indonesia (IOM, 2000).

Dalam melakukan kerjasama internasional tentulah ada hambatannya.

Hambatan yang sering dijumpai ialah seperti dana, tenaga kerja yang belum

40
memenuhi standar, dan yang paling penting ialah jumlah imigran gelap yang

dalam hal ini sebagai pokok permasalahan terus bertambah banyak jumlahnya.

IOM berkeinginan untuk menciptakan pengaturan migrasi yang manusiawi

dan teratur, dalam kata lain IOM tidak ingin ada satu pihak pun yang merasa

rugi atas masalah imigran gelap ini. Kinerja IOM dalam menciptakan migrasi

yang teratur dapat dibuktikan dengan beberapa kasus imigran gelap di

Indonesia yang telah terlebih dahulu terjadi dan ditangani oleh IOM.

IOM bekerja sama dengan pemerintah Indonesia untuk membuat draf

dan finalisasi dokumen yang penting untuk untuk mendukung Undang-

Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO)

No.21 tahun 2007, yang berisi Standar Operasional Prosedur (SOP) dan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pemberian bantuan kepada korban.

Prioritas IOM adalah untuk mendukung perlindungan bagi korban,melalui

identifikasi yang benar,pemulangan yang aman,pemberian bantuan medis dan

psikososial dan reintegrasi ke masyarakat melalui jaringan kerjasama

Pemerintah Polri, LSM, Lembaga keagamaan yang memfokuskan pada

konseling,koperasi simpan pinjam,dan kegiatan peningkatan pendapatan, IOM

telah membantu lebih dari 3.000 korban atau sama dengan 100 orang per

bulan (Thoyibah, Fungsi IOM Dalam mengatasi Perdagangan Manusia Di

Indonesia, 2016) . Selain itu, IOM Indonesia melaksanakan sebuah program

kontratrafficking nasional melalui kerja sama secara erat dengan badan

pemerintah dan LSM lokal untuk memerangi bentuk perbudakan modern ini

melalui pendekatan secara komprehensif yang mencangkup pencegahan

41
trafficking,termasuk pendidikan dan pemberdayaan masyarakat; perlindungan

korban,termasuk pemulangan, pemulihan dan reintegrasi; penuntutan para

pelaku trafficking, termasuk pelatihan pejabat penegak hukum; dan melalui

riset.

Melihat dari segi konsep keamanan Non Tradisional lebih

mengedapankan Human Security dan beranggapan bahwa keamanan seluruh

entitas politik ada dibawah negara (state actors), selain dari tekanan yang

berasal dari lingkungan internasional, juga berasal dari lingkungan domestik

dalam artian bahwa negara dapat menjadi sumber ancaman keamanan warga

negara. Kemudian sifat dari ancaman keamanan itu sendiri bersifat

multidimensional dan kompleks, karena ancaman keamanan dewasa ini tidak

saja berasal dari militer akan tetapi berasal dari faktor lainnya seperti

terjadinya perompakan, konflik etnik, masalah lingkungan hidup, kejahatan

internasional, dan sebagainya. Landasan berfikir dari pendekatan non

tradisional ini diantaranya sebagai berikut:

1. Keamanan komprehensif yang menekankan pada aspek ancaman

apa yang dihadapi oleh negara. Kandungan politik dari keamanan

ini adalah upaya untuk menciptakan kestabilan dan ketertiban yang

mencakup semua aspek keamanan.

2. Faktor untuk menjelaskan perkembangan ini adalah proses

globalisasi dan perkembangan tekhnologi informasi, demokratisasi

dan hak-hak azasi manusia, masalah lingkungan hidup, masalah

ekonomi, masalah sosial dan budaya.

42
3. Bentuk ancaman yang dihadapi Negara bisa berasal dari dalam

negeri seperti tekanan individu, tekanan dari Lembaga Sawadaya

Masyarakat (LSM), dan kelompok masyarakat sebagai akibat dari

proses demokratisasi dan adanya penyebaran nilai hak-hak azasi

manusia. Selain itu ancaman juga bisa berasal dari luar negeri,

yaitu ancaman yang datang dari transaksi-transaksi dan isu-isu

yang melewati batas-batas nasional suatu negara seperti kejahatan

internasional, dan sebagainya.

4. Pendukung dari pendekatan ini adalah aliran non realis yakni aliran

liberal-Institusionalisme dan post-positifisme (Perwita & Yani,

2005:128-129).

Pendekatan keamanan manusia (human security) kiranya relevan

digunakan sebagai paradigma untuk memahami permasalahan yang dibahas

dalam penelitian ini.Setelah berakhirnya Perang Dingin, konsep keamanan

dalam system hubungan internasional mengalami pergeseran secara

cepat.Pergeseran itu meliputi perubahan fokus wacana keamanan dari isu

militer dan politik ke isu yang terkait dengan kondisi hidup individu dan

masyarakat, dari fokus negara ke masyarakat dan pergeseran dari konsep

keamanan nasional menjadi keamanan manusia. Dalam studi hubungan

internasional, keamanan manusia menjadi bagian dari pembahasan isu-isu

keamanan non-tradisional, di mana paradigma keamanan yang selama ini

melulu ditekankan pada aspek teritorial, negara dan militer, perlu diperluas

43
hingga menyentuh aspek keamanan individu (manusia) (Kejahatan

Transnasional dan ancaman keamanan indonesia, 2019).

Perkembangan isu-isu strategis seperti globalisasi, demokratisasi ,

penegakan Hak Asasi Manusia (HAM). Fenomena Human-Trafficking telah

memperluas cara pandang dalam melihat kompleksitas ancaman yang ada dan

mempengaruhi konsepsi keamanan. Karena ancaman tidak lagi hanya berupa

ancaman militer tetapi juga menjadi ancaman politik, ancaman sosial, maupun

ancaman ekonomi, permasalahan tersebut merupakan bagian dari isu-isu

keamanan non tradisional (Buzan, 1991). Menurut Human Development

Report 1994, yang dikeluarkan oleh The United Nations Development

Programme (UNDP), definisi konsep keamanan manusiamengandung dua

aspek penting, yakni: pertama, keamanan manusia merupakankeamanan dari

ancaman-ancaman kronis seperti kelaparan, penyakit dan represi; kedua,

keamanan manusia juga mengandung makna adanya perlindungan atas pola-

polakehidupan harian seseorang, baik di dalam rumah, pekerjaan, atau

komunitas darigangguan-gangguan yang datang secara tiba-tiba serta

menyakitkan (Subono). Seperti diketahui, ancaman dan gangguan tersebut

dapat menimpa segala bangsa.

Selanjutnya, konsep dasar keamanan manusia menekankan pentingnya

empatkarakteristik esensial, yakni bahwa konsep keamanan manusia haruslah

universal, interdependen, terjamin melalui pencegahan dini, dan berbasis pada

keamanan manusia, menurut beberapa pakar seperti Buzan Barry menyatakan

keamanan berkaitan dengan masalah kelansungan hidup (survival). Isu-isu

44
yang mengancam kelangsungan hidup suatu unit kolektif tertentu akan

dipandang sebagai ancaman yang eksistensial. Dalam bukunya The Southeast

Asian Community Complex, Buzan Barry menyebutkan bahwa persoalan

keamanan tidaklah mungkin menjadi urusan satu Negara saja tetapi

membutuhkan sebuah Koordinasi Regional maupun Internasional (Barry,

Waever, & Wilde, 1998) Kehadiran IOM diharapkan bisa menjawab tantangan

maupun ancaman keamanan masalah kelangsungan hidup , dan membuktikan

negara saja tidak bisa menjawab persoalan keamanan individu , tetapi

membutuhkan sebuah koordinasi secara Internasional melalui organisasi

internasional.

2.3 Landasan Koneptual

Pada penelitian ini penulis akan menggunakan konsep International

Organization yang di kemukakan oleh Clive Archer dalam buku International

Organization, (1983).

Menurut Clive Archer dalam bukunya International Organizations

mengatakan bahwa fungsi utama dari organisasi internasional adalah sebagai

sarana kerjasama antara negara, dimana kerjasama tersebut dapat memberikan

keuntungan untuk semua atau sebagian besar negara. Organisasi Internasional

dapat didefinisikan sebagai struktur formal berkelanjutan yang dibentuk oleh

perselisihan dan perjanjian antar anggota dengan tujuan mengejar kepentingan

bersama. Menurut Archer, Organisasi Internasional dapat diklasifikasikan

berdasarkan keanggotaan, tujuan, aktivitas dan strukturnya. Organisasi

internasional dapat dibedakan berdasarkan tipe keanggotaan dan jangkauan

45
keanggotaan (extend of membership). Jika melihat dari tipe keanggotaan,

organisasi internasional dapat dibedakan menjadi Intergovernmental

Organizations (IGO) yang merupakan organisasi internasional dengan wakil

pemerintahan negara-negara yang menjadi anggota organisasi, serta

International Non-Governmental Organizations (INGO) yang berisikan

anggota yang tidak mewakili negaranya dalam artian tidak ada sangkut paut

dengan kepemerintahan negara manapun. Dalam jangkauan keanggotaan,

organisasi internasional dibedakan menjadi organisasi internasional yang

hanya mencakup wilayah tertentu serta organisasi internasional yang

mencakup seluruh wilayah di dunia (Archer, 1983).

Dengan demikian, kehadiran sebuah organisasi intenasional seperti

IOM sangat membantu dalam memajukan kerjasama sebuah negara, karena

dengan adanya organisasi tersebut kekhawatiran sebuah negara tehadap

permasalahan akan berkurang. IOM dirasa akan memenuhi kebutuhan negara

negara dalam menyelesaikan permasalahan terkait dunia mirgasi, salah

satunya adalah kejahatan perdagangan manusia dengan melakukan

perundingan, bertukar informasi, dan mencari solusi. Sehingga perlunya

kerjasama yang baik antar pemerintah dan organisasi, baik itu organisasi

antarpemerintah maupun organisasi non pemerintah untuk memerangi dan

menangani perdagangan manusia di Indonesia sehingga permasalahan tersebut

dapat terselesaikan dengan sangat efektif.

Konsep tersebut menjelaskan bahwa adanya sebuah kerjsama akan

menciptakan sebuah penguasaan kekuatan posisi sosial di bidang tertentu yang

46
menjadi sarana yang tepat untuk mengisi kekosongan satu sama lain dan

sebagai tempat untuk mencapai keputusan bersama dan menyediakan berbagai

saluran komunikasi antar pemerintah. Konsep ini nantinya akan membantu

peneliti untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah dari tulisan ini,

karena konsep organisasi internasional memiliki latar belakang yang sama

dengan IOM, membuat konsep ini memiliki jangkauan yang lebih dari sebuah

negara, dan peran yang signifikan dalam posisi sosial yang akan memudahkan

negara Indonesia untuk mencari celah lain untuk menangani isu perdagangan

manusia yang terjadi.

2.4 Alur Pemikiran

Faktor Terjadinya
Human Trafficking :

 Kemiskinan
 Pendidikan
 Perpindahan penduduk
 Diskriminasi
 Budaya patriarki
 Keuntungan ekonomi
 Penegakan hukum

KERJA SAMA

IOM INDONESIA

47
PROGRAM COUNTER TRAFFICKING

Membantu membuat instrument


Membentuk bidang pembinaan
hukukm mengenai perdagangan di
dan bidang operasional
Indonesia

Mengurangi kasus perdagangan manusia


di Indonesia

48
2.5 Argumen Utama

Penelitian ini menemukan jawaban bahwa Indonesia telah berhasil

dalam membangun kerjasama dengan negara-negara di ASEAN, dan

Organisasi Internasional. Hal tersebut dibuktikan dengan dilakukan adanya

Deklarasi ASEAN dalam menghadapi Perdagangan Manusia terutama

terhadap Perempuan dan Anak-Anak (ASEAN Declaration Against Human

Trafficking in Persons Particulary Women and Children), membentuk

lembaga AICHR (ASEAN International Intergovernmental Commision on

Human Rights, dan memperbaruhi deklarasi tahun 2004, yakni ACTIP

(ASEAN Convention Against Human Trafficking in Persons, Especially

Women and Children.

Hal ini membuktikan keseriusan Indonesia dalam menangani kasus

perdagangan manusia, dengan dibentuknya program ASEAN Ministerial

Meeting on Transnational Crime (AMMTC) yang merupakan bagian dari pilar

ASEAN Security Community. Pengakuan dari masyarakat internasional atas

peran aktif Indonesia dalam penanganan isu kejahatan transnasional

terorganisir adalah dengan terpilih Indonesia sebagai Presiden Conference of

the Parties (COP) pada United Nations Convention Against Transnational

Organized Crime (UNTOC) Sixth Session pada periode 2012 hingga 2014

secara global

49
BAB III

METODE DAN TEKNIK PENELITIAN DATA

3.1 Tabel Operasional

Variable X Dimensi Indikator Pertanyaan

Perlindungan Bantuan 1. Media apa yang

bekerja sama langsung

dengan pemerintah?

2. Bagaimana tanggapan

pemerintah terhadap
Perlindungan
media-media yang
Terhadap
dalam pemberitannya
Warga Negara
Kerjasama Media melebih-lebihkan?
di Wilayah
3. Apakah pemerintah
Asia
pernah meminta media

untuk 'take down'

pemberitaan terkait

WNI Jika iya, media

apa dan karena apa?

50
Variable Y Dimensi Indikator Pertanyaan

Human Ekonomi 1. Apakah dalam

kontrak, WNI

Trafficking mempunyai sistem

bonus atau lembur?

2. Bagaimana tanggapan

pemerintah Indonesia

terhadap pemberitaan
Gaji Pekerja
yang mengatakan WNI

tidak mendapatkan gaji

yang tidak sesuai

dengan kontrak?

3. Apa strategi

pemerintah Indonesia

agar hal tersebut tidak

terjadi lagi?

Kesejahteraan 1. Apakah WNI tetap

dibayar jika sakit?

Pekerja 2. Apa yang dilakukan

pemerintah Indonesia

jika WNI tidak

51
mendapatkan upah

sesuai dengan kontrak?

Ekploitasi 1. Berapakah jam kerja

WNI?

2. Bagaimana dengan

hari libur WNI?

3. Bagaimana dengan

cuti para WNI?

Jam Kerja 4. Bagaimana sistem jam

kerja di negara WNI

bekerja?

5. Bagaimana pendapat

pemerintah Indonesia

terhadap kasus jam

kerja WNI yang

melebihi batas?

Kekerasan 1. Dari siapa biasanya

pemerintah

mengetahui bahwa

terjadi kekerasan

terhadap WNI?

2. Apa yang dilakukan

pemerintah Indonesia

52
untuk mengevakuasi

WNI yang

mendapatkan

eksploitasi?

3.2 Paradigma Penelitian

Paradigma merupakan adanya model penelitian dalam teori Ilmu

Pengetahuan atau kerangka dalam berpikir. Sehingga dalam sebuah penelitian,

paradigma penelitian menjadi hal yang sangat penting untuk membantu para

penliti dalam menyusun atau merumuskan apa yang harus peneliti pelajari,

dari bagaimana suatu pertanyaan-pertanyaan penelitian yang semestinya

dijawab, bagaimana seorang peneliti mengajukan pertanyaan yang harus

diajukan beserta tindakan apa yang akan dilakukan untuk memberikan

tanggapan yang diperoleh.

Paradigma juga dapat diartikan sebagai rancangan proses sebuah

khalayak dalam berbagai teori dan penelitian yang merangkum landasan

berpikir, masalah utama, kualitas model penelitian, dan metode apa yang

digunakan untuk memberikan hasil dari jawaban penelitian. Secara umum,

paradigma dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu positivisme, post-

positivisme, kritis, konstruktivisme, dan partisipatoris. Masing-masing

paradigma tersebut dijelaskan secara ontologis (subtansi realitas),

epistemologis (dasar dan batas pengetahuan), dan metodologis (proses

53
penelitian). Kemudian dijelaskan seperti isu utama, dan ilmu pengetahuan,

serta bagaimana pengetahuan bertambah, dan kelayakan atau kriteria mutu

(Lincoln, 2005, p. 97).

Penelitian ini menggunakan paradigma Konstruktivisme. Paradigma

konstruktivis yaitu paradigma yang dapat membentuk anti-tesis dari aliran

yang kedudukan pengawasan dan sikap tidak dapat dipengaruhi dalam

menemukan suatu realitas atau ilmu pengetahuan. Paradigma Konstruktivis

memaknai ilmu sosial sebagai sebuah kerangka yang telah diatur terhadap

tindakan sosial melalui pengamatan pribadi dan jelas terhadap pelaku sosial

yang bersangkutan untuk membangun dan menjalani dunia sosial mereka.

Paradigma Konstruktivis berpendapat bahwa dunia ini dikonstruksi

dan bukan didapatkan cuma-cuma. tatanan internasional dapat dipahami dalam

artinya luas terhitung relas, komunikasi, persepsi, dan kepentingan suatu

negara. Jadi apa yang negara lihat, lakukan, dan terjadi suatu peristiwa

bukanlah diterima, tetapi dikonstruksi atau ‘diciptakan’. Hal ini mungkin

dibuat oleh suatu negara, negara memiliki dan mengembangkan

kemampuannya untuk menginterpretasi dan mengkonstruksi realita. Namun,

perlu diingat jika konstruktivisme mengkonstruksi sebuah pengetahuan

mengenai suatu kehidupan, tetapi tidak menciptakan kehidupan itu (Raco,

2018, p. 66).

Penulis menggunakan paradigma Konstruktivis untuk menganalis

kegagalan Indonesia dalam menagani permasalahan Human Trafficking pada

penyekapan WNI di Kamboja. Pemaknaan akan Budaya Migrasi Internasional

54
pada masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor pendorong yakni,

faktor sosial, faktor ekonomi, dan faktor pendidikan. Kebijakan yang telah

diambil oleh pemerintah Indonesia atas kerjasama dengan ASEAN dan

Organisasi Internasional membuat konsep kebijakan Human Security yang

merupakan salah satu contoh sebuah konsep yang muncul atas dari nilai dan

norma yang ada dalam hak asasi manusia. Human Security juga merupakan

sebuah sitasi atau kondisi di mana terbebas atas ancaman individu, grup, atau

komunitas tertentu, termasuk kebebasan dalam ancaman fisik atau psikis.

3.3 Pendekatan Penelitian

Pendekatan Penelitian dapat di identifikasikan menjadi tiga bagian,

yaitu pendekatan penelitian kualitatif, pendekatan penelitian kuantitatif, dan

pendekatan penelitian gabungan (Mixed Methods).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian

kualitatif untuk mencapai jawaban yang akan dirangkum ke dalam kesimpulan

penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang menurut N.

Abererombie bertujuan untuk memahami gejala-gejala yang sedemikian rupa

tidak memerlukan kuantifikasi, atau karena gejala-gejala tersebut tidak

memungkinkan untuk diukur secara tepat (Garna, 1999:32), sedangkan

menurut Nasution (1996:5) penelitian kualitatif pada hakikatnya mengamati

orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi dengan mereka, berusaha

memahami bahas dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.

55
Penelitian kualitatif menurut Creswell (2002:19) adalah proses

penelitian untuk memahami yang didasarkan pada tradisi penelitian dengan

metode yang khas meneliti masalah manusia atau masyarakat. Peneliti

membangun gambaran yang kompleks dan holistik, menganalisis kata-kata,

melaporkan pandangan informan secara terperinci dan melakukan penelitian

dalam seting alamiah.

Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini, dimana

Cresswell (2016) menyatakan bahwa penelitian kualitatif deskriptif ini

merupakan wadah untuk mengungkapkan makna berdasarkan isu-isu sosial.

Untuk mengumpulkan informasi terkait dengan masalah yang diselidiki,

penelitian ini memerlukan dokumen-dokumen penting. Sugiyono (2014) juga

berpendapat bahwa studi deskriptif kualitatif dan documenter dapat digunakan

sebagai metode yang sederhana, walau begitu dapat memungkinkan analisis

data yang terperinci berdasarkan pada sumber yang didapat. Sedangkan

tinjauan pustaka digunakan sebagai metode dalam penelitian ini. Metode ini

disebut pengumpulan data bari dari buku, artikel ilmiah dan sumber tertulis

serta yang

berkaitan dengan tema yang sedang diteliti (Zed, 2014). Tinjauan pustaka

(library review) ini bertujuan untuk mengumpulkan data dengan menggunakan

sumber pustaka dan membangun serta mengkonstruksi konsep yang lebih kuat

berdasarkan studi empiris yang relevan yang dilakukan saat ini.

Menurut Deddy Mulyana yang dikutip dari bukunya Metodologi

Penelitian Kualitatif. Metode Penelitian Kualitatif dalam arti penelitian

56
kualitatif tidak mengandalkan bukti berdasarkan logika matematis, prinsip

angka, atau metode statistik. Penelitian kualitatif bertujuan mempertahankan

bentuk dan isi perilaku manusia dan menganalisis kualitas-kualitasnya, alih-

alih mengubah menjadi entitas-entitas kuantitatif (Mulyana, 2003:150).

Untuk meneliti fenomena ini, penulis menggunakan pendekatan

kualitatif metode kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Sugiyono

(Sugiyono 2013, 14) merupakan sebuah metode penelitian yang melukiskan,

menggambarkan, atau memaparkan keadaan objek yang sedang diteliti

sebagaimana adanya, sesuai dengan situasi serta kondisi ketika penelitian

tersebut dilakukan. Tipe penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk

mendapatkan gambaran yang mampu menjawab serta menjelaskan

permasalahan secara rinci. Cara menerapkan tipe penelitian kualitatif

deskriptif adalah mengumpulkan data terdahulu untuk dipelajari secara

maksimal mengenai individu, kelompok, atau kejadian tertentu. Mengolah

seluruh data yang didapat melalui pengumpulan data primer maupun sekunder

sehingga mengetahui penyebab terjadinya kegagalan Indonesia dalam

menangani permasalahan Human Trafficking penyekapan WNI di Kamboja.

3.4 Jenis Penelitian

Jenis penelitian sangat penting dalam proses penyusunan penelitian

karena saling berkaitan antara jenis penelitian dengan pertanyaan dan tujuan

penelitian. Jenis penelitian dapat dikategorikan menjadi beberapa bagian, yaitu

57
exploratory, descriptive, explanative, evaluative, predictive, historical,

interpretive, emancipatory, comparative (Bakry, 2019, p, 100). Dalam

penelitian ini penulis bermaksud untuk mengetahui sejauh mana Indonesia

dalam menangani permasalahan Human Trafficking penyekapan WNI di

Kamboja. Penulis memilih menggunakan jenis penelitian deskriptif. Penelitian

deskriptif dapat diartikan sebagai suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk

mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah

maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu sendiri dapat berupa objek

bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan

perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya (Yanuar,

2014, hal 17-18)

3.5 Unit Analisis

Unit analisis berhubungan dengan penentuan masalah apa yang dituju

dalam proses atau fakta baru dalam penelitian. Dalam hal ini bisa berupa

benda, individu, kelompok, wilayah, dan waktu-waktu tertentu. Dalam studi

kasus klasik, suatu kasus dapat dikaitkan dengan seseorang, sehingga individu

tersebut adalah kasus yang akan dipelajari, dan individu tersebut adalah unit

analisis utema (Yin, 2016, p. 105).

Unit analisis mengacu pada suatu objek penelitian yang dibedakan

dalam tiga bagian, yaitu micro dengan skala kecil seperti individu, organisasi

atau lembaga tertentu. Mezzo dengan skala menengah seperti entitas nasional

58
(negara), entitas sub-nasional (kelompok minoritas, separatis, kelompok

teroris, mafia, dan lain-lain), dan yang terakhir macro dengan skala besar

seperti komunitas/kelompok negara-negara, masyarakat internasional, dan

sistem internasional. Suatu topik riset dapat berada di dua atau lebih unit

analisis (Hadiwinata, 2017, p. 21).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan unit analisis Micro dan

Macro yang diharapkan akan mendapatkan hasil (jawaban) penelitian yang

akan dilakukan atas ke efektifan Indonesia dalam menangani permasalahan

Human Trafficking.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam Penelitian kualitatif terdapat proses mencari dan menyusun

secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,

menjabarkan ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan

dipelajar, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri maupun orang lain. Analisis data dilakukan untuk menghubungkan

antara konsep dengan data yang diperoleh sehingga data tersebut bisa diolah

dan dievaluasi. Analisis data merupakan salah satu proses yang penting dalam

penelitian kualitatif dan analisis data dilakukan untuk mencari pola dari

fenomena atau permasalahan yang diteliti setelah digabungkan dengan konsep

teori atau pendekatan yang digunakan (Emah, 2012, hal 48-49). Berikut ini

59
adalah penjelasan bagaimana wawancara, studi pustaka, dan penyebaran

kuesioner yang penulis lakukan.

1. Wawancara, dengan teknik wawancara penulis memperoleh data-data

yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan penelitian berdasarkan

informasi yang diketahui narasumber. Terkait narasumber, penulis

menjadikan Edward Robert Silitonga, S.H., C.N., M.H. selaku ahli

keimigrasian.

2. Studi Pustaka, peneliti jga melakukan studi pustaka dengan

mengumpulkan berbagai macam data kepustakaan melalui internet

seperti e-book, e-journal, dokumen dari website, dan website. Di

samping itu, penulis juga menggunakan buku-buku cetak yang terkait

dengan penelitian.

3. Metode Survei, penulis menggunakan metode survei agar hasil

penelitian yang penulis bahas lebih akurat. Di sini, penulis

menyebarkan kuesioner dalam bentuk Google Forms kepada

mahasiswa di Universitas Satya Negara Indonesia.

3.7 Definisi Variabel Penelitian Kualitatif

Definisi variabel dapat diartikan sebagai sebuah konsep empiris yang

dapat mengambil beberapa nilai dalam suatu penelitian. Jika dilihat secara

umum, variabel dikenal dua jenis variabel, yaitu variabel dependen dan

variabel independen, Variabel independen merupakan variabel penyebab atau

60
kekuatan (kondisi) yang bekerja pada sesuatu yang lain. Sedangkan variabel

dependen adalah variabel akibat yang merupakan hasil atau outcome dari

variabel lainnya (Bakry, 2019. p. 117).

Dalam penelitian ini variabel-variabel penulis yaitu:

1. Variabel X: Lembaga imigrasi. Diketahui Direktorat Jenderal Imigrasi

Indonesia merupakan sebuah lembaga di bawah Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Kemenkumham). Ditjen

Imigrasi adalah unsur pelaksana tugas dan fungsi Kementerian Hukum

dan Hak Asasi Manusia di bidang Keimigrasian di Indonesia.

2. Variabel Y: International Organization. Dalam hal ini, penulis

memilih untuk menggunakan International Organization, karena

penulis ingin meneliti sejauh mana dampak dari International

Organization dalam mempengaruhi dampak kasus kejahatan

transnasional

61
DAFTAR PUSTAKA

(2022). 54 WNI Disekap di Kamboja, Diduga Jadi Korban Penipuan,

Disnakertrans Jateng Koordinasi dengan Menlu. Jakarta: Kompas.com.

Ayupratiwi, N. L., Manku, D. G., & Yuliarti, N. P. (2022). PERAN HUKUM

INTERNASIONAL DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN

PEMBERANTASAN HUMAN TRAFFICKING DI INDONESIA.

JURNAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNDIKSHA.

Faizani, F. (2022). UPAYA ASEAN DALAM MENANGANI MASALAH

HUMAN TRAFFCKING DI ASIA TENGGARA. Universitas Islam

Negeri Sunan Gunung Djati.

Iskandar, & Nursiti. (2021). Peran Organisasi Internasional dan Regional dalam

Penyelesaian Pelanggaran Hak Asasi Manusia Perdagangan Orang di

Indonesia. Jurnal HAM.

Iskandar, & Nursiti. (2021). PERAN ORGANISASI INTERNASIONAL DAN

REGIONAL DALAM PENYELESAIAN PELANGGARAN HAK

ASASI MANUSIA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Jurnal

HAM.

Khairi, N. F. (2021). UPAYA ASEAN DALAM MENANGANI MASALAH

PERDAGANGAN MANUSIA DI ASIA TENGGARA. Anterior Jurnal.

Laporan Tahunan Perdagangan Orang 2019. (2019). Retrieved from Kedutaan

Besar dan Konsulat AS di Indonesia: https://id.usembassy.gov/id/our-

v
relationship-id/official-reports-id/laporan-tahunan-perdagangan-orang-

2019/

Midhol, A. B. (n.d.). KASUS HUMAN TRAFFICKING DI ASIA TENGGARA.

Jurnal Universitas Al-Quran.

Mini, D. (2011). Strategi Penanganan Trafficking di Indonesia. KANUN : Jurnal

Ilmu Hukum.

Nugroho, E. (2022). ANALISIS KEGAGALAN PEMERINTAH DALAM

MELAKUKAN SEKURITISASI SEX TRAFFICKING DI THAILAND

PADA TAHUN 2010-2015. Skripsi Universitas Islam Indonesia.

Oktavian, A., Aswan, H., Poerwanita, T. R., & Windary, S. (2018). PERAN

INTERNATIONAL ORGANIZATION OF MIGRATION (IOM)

DALAM MENANGGULANGI KASUS HUMAN TRAFFICKING DI

INDONESIA. Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Wahid

Hasyim Semarang.

Oktavian, A., Aswan, H., Poerwantika, T. R., & Windary, S. (2018). PERAN

INTERNATIONAL ORGANIZATION OF MIGRATION (IOM)

DALAM MENANGGULANGI KASUS HUMAN TRAFFICKING DI

INDONESIA. Jurnal Universitas Wahid Hasyim.

Osmond, I. A. (2019). PERAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR

MIGRATION DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN

MANUSIA DI INDONESIA TAHUN 2015-2018. Skripsi Universitas

Islam Indonesia.

vi
Prastyo, A. B., & Saragih, H. M. (2022). INDONESIAN COOPERATION AND

ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON HUMAN

RIGHTS IN OVERCOMING HUMAN TRAFFICKING IN INDONESIA

2018 – 2020. Journal of Social Political Sciences.

Putra, F. M. (2020). KEBIJAKAN KEIMIGRASIAN DALAM UPAYA

PEMBERANTASAN DAN PENCEGAHAN PERDAGANGAN

MANUSIA. Jurnal Of Law And Border Protection.

Putra, M. J., Sinaga, O., & Bainus, A. (2018). Peran Unit Counter Trafficking

Internasional Organization For Migration ()IOM) Dalam Menangani

(Perdagangan TKI Ilegal) di Provinsi NTB. Dinamika Global.

Rahmah, D., & Fajar, A. (2017). Kebijakan Nasional Anti-Trafficking dalam

Migrasi Internasional. Jurnal Politica.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Jakarta:

Alfabeta.

Syugiarto. (2022). Penanggulangan Human Trafficking di Indonesia. Jurnal

Administrator.

Thalib, A. I. (2020). ANALISIS SEKURITISASI KASUS HUMAN

TRAFFICKING DI THAILAND TAHUN 2014-2019. Skripsi Universitas

Islam Indonesia.

Thoyibah, Z. (2016). Fungsi IOM (International Organization for Migration)

Dalam Mengatasi Perdagangan Manusia di Indonesia. Skripsi Universitas

vii
Andalas.

Yang, E. (2016). Human Trafficking in South East Asia and Economic Human

Trafficking in South East Asia and Economic Empowerment. Trinity

College .

Zulkarnain, & Irma, I. (2019). Kerjasama Penanggulangan Kejahatan

Transnasional di ASEAN. Skripsi Universitas Nasional.

viii

Anda mungkin juga menyukai