Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Isu - isu global kontemporer dalam hubungan internasional adalah isu yang
berkembang serta meluas setelah Perang Dingin berakhir pada era 1990-an.
Pengertian mengenai isu-isu global kontemporer terkait erat dengan sifat dari isu-isu
tersebut yang tidak lagi didominasi oleh hubungan Timur-Barat, seperti, ancaman
perang nuklir, persaingan ideologi antara Demokrasi-Liberal dan Marxisme-
Leninisme, diplomasi krisis, dan sebagainya. Masyarakat internasional kini
dihadapkan pada isu - isu global yang terkait dengan “Tatanan Dunia Baru” ( New
World Order ). Isu - isu mengenai persoalan - persoalan kesejahteraan ini
berhubungan dengan Human Security antara negara-negara maju (developed) dengan
negara-negara berkembang (developing countries) serta masalah lingkungan.
Menurut The Commision of Human Security ( CHS ) yaitu sebuah unit khusus
mengenai keamanan manusia, definisi dari keamanan manusia sebagai berikut;

“...to protect the vital core of all human lives in ways that enhance human
freedoms and human fulfillment. Human security means protecting
fundamental freedoms—freedoms that are the essence of life. It means
protecting people from critical (severe) and pervasive (widespread) threats
and situations. It means using processes that build on people’s strengths and
aspirations. It means creating political, social, environmental, economic,
military and cultural systems that together give people the building blocks of
survival, livelihood and dignity. “ (CHS: 2003, p.4)

Salah satu kasus yang termasuk kedalam ancaman Human Security ialah
perdagangan manusia atau Human Trafficking. Menurut Perserikatan Bangsa -

UPN "VETERAN" JAKARTA


1
Bangsa (PBB) melalui UNDOC mendefinisikan human trafficking : ”Human
Trafficking is a crime against humanity. It involves an act of recruiting, transporting,
transfering, harbouring or receiving a person through a use of force, coercion or
other means, for the purpose of exploiting them. ( Perdagangan manusia adalah
tindakan kriminal terhadap kemanusiaan. Kegiatannya meliputi tindakan perekrutan,
pengangkutan, mentransfer, menyimpan atau menerima seorang manusia
menggunakan kekerasan, pemaksaan atau lainnya untuk keperluan mengeksploitasi
mereka. ) ”

Definisi tersebut dipublikasikan oleh PBB sebagai ketentuan umum


dari Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons (Protokol untuk
Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia). Protokol tersebut
menjadi dasar bagi setiap negara di dunia untuk memerangi kegiatan perdagangan
manusia.Kasus human security ini telah ada sejak zaman imperialisme dan
kolonialisme. Human trafficking pada saat itu dipahami sebagai perdagangan budak
yang dipengaruhi oleh pemerintahan kolonial dan juga penguasa yang itu merupakan
penindasan yang banyak di alami oleh negara dunia ke-tiga. Dimana saat itu
penjajahan dan kolonialisme sedang mendunia. Pada saat itu negara-negara barat
melakukan perbudakan agar mendapatkan buruh yang murah dari negara-negara yang
telah mereka duduki.

Permasalahan human trafficking telah menjadi salah satu konflik penting yang
diangkat dalam agenda keamanan internasional. Sampai dengan saat ini kawasan Asia
Tenggara dinilai masih tergolong dalam kawasan yang negara – negaranya belum
maksimal dalam penanganan terhadap isu human trafficking. Menurut Protokol
Palermo 2 bahwa sampai dengan saat ini negara di dunia internasional melakukan

1
United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) adalah sebuah kantor Perserikatan Bangsa
Bangsa yang dibentuk pada tahun 1997 sebagai kantor yang mengurusi kontrol narkoba dan
pencegahan kejahatan, yang mengkombinasikan Program Kontrol Narkona Internasional PBB
(UNDCP) dan Divisi Keadilan Kriminal dan Pencegahan Kejahatan.
2
Dokumen yang khusus membahas tentang Human Trafficking adalah Protokol Palermo. Protokol
Palermo adalah Instrumen HAM kunci di tingkat PBB untuk Mencegah, Memberantas dan

UPN "VETERAN" JAKARTA


tindakan - tindakan efektif untuk mencegah dan memerangi human trafficking,
terutama perempuan dan anak - anak, membutuhkan sebuah pendekatan internasional
yang komprehensif di negara asal, negara transit dan negara tujuan yang mencakup
langkah - langkah untuk mencegah perdagangan, untuk menghukum para pelaku
perdagangan dan untuk melindungi korban - korban perdgangan manusia, termasuk
melindungi hak asasi mereka yang diakui secara internasional.

Di era sekarang, human trafficking menjadi jauh lebih kompleks. Dengan


adanya kemajuan teknologi, informasi, dan transportasi semakin berkembang pula
modus kejahatan human trafficking. Human trafficking dilakukan oleh jaringan-
jaringan kriminal internasional dan menghasilkan keuntungan berjuta-juta dolar
setiap tahunnya. Berdasarkan data ILO, diperkirakan keuntungan setiap tahun dari
bisnis human trafficking mencapai US$ 33.9 miliar dengan prediksi 1.4 juta orang
diperdagangkan untuk eksploitasi seksual (Winarno, 2011:313). Kejahatan human
trafficking ini dilakukan tidak hanya oleh satu individu saja melainkan dilakukan
beberapa individu yang membentuk suatu kelompok besar sehingga pelaksanaanya
dapat berjalan terorganisir.

Setiap individu tersebut memiliki perannya masing - masing, sehingga dapat


diambil kesimpulan bahwa human trafficking merupakan kejahatan Transnasional
Terorganisir. Human trafficking menjadi salah satu masalah yang penting untuk
dibahas mengingat hal ini melibatkan banyak aktor dan sifatnya yang transnasional.
Salah satu cara yang digunakan para pelaku dalam memancing korban adalah dengan

MenghukumPerdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak. Protokol ini Melengkapi


Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Untuk Melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara” yang
diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 15 November 2000 di Palermo Maksud dan tujuan dari
Protokol PBB sebagaimana termuat di dalam ketentuan pasal 2 ialah: “ untuk mencegah dan
memerangi perdagangan orang, dengan memberikan perhatian khusus terhadap perempuan dan
anak-anak, melindungi dan melayani korban perdagangan orang, dengan menghormati sepenuhnya
hak asasi mereka; dan untuk memajukan kerjasamaantar negara - negara peserta dalam rangka
mencapai tujuan tersebut di atas.”

UPN "VETERAN" JAKARTA


menawarkan pekerjaan dengan gaji yang layak serta penjaminan kehidupan yang
lebih baik.
Pada saat ini mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah. Seringkali korban
adalah kaum ekonomi lemah yang tidak memiliki banyak peluang untuk bekerja. Hal
ini tidak hanya ada di negara-negara berkembang yang seringkali menjadi korban
tetapi juga ada pada negara-negara maju (imigran gelap). Kondisi ekonomi yang
lemah yang dihadapi masyarakat dapat menjadi faktor pendorong individu untuk
mencari pekerjaan yang layak di luar negeri. Dengan harapan, pendapatan mereka
dapat mencukupi biaya hidup dan sebagai modal usaha.
Salah satu kawasan yang mengalami peningkatan kasus human trafficking
adalah kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan data ASEAN tercatat bahwa hanya lima
negara yang memiliki perundang - undangan mengenai anti trafficking yaitu: Filipina,
Brunei Darussalam, Myanmar, Indonesia dan Kamboja (conquering human
trafficking in asean 2008). Menurut data dari IOM (International Organization for
Migration) sekitar lebih dari 200.000 orang menjadi korban human trafficking di Asia
Tenggara.(IOM 2009)
Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Asia tenggara yang secara
geografis memiliki banyak perbatasan darat dengan negara tetangga seperti Malaysia
, Singapura , Filipina dan Thailand menjadikan Indonesia rentan terhadap tipe
kejahatan dalam perdagangan manusia. International Organization for Migration (
IOM ) mencatat pada periode Maret 2005 hingga Desember 2014, jumlah
perdagangan orang atau human trafficking yang terjadi di Indonesia mencapai 6.651
orang. Angka ini menjadi jumlah paling besar diantara negara - negara tempat
terjadiya human trafficking di dunia. Dari jumlah tersebut, Indonesia menempati
posisi pertama dengan jumlah 6.651 orang atau sekitar 92,46 persen, dengan rincian
korban wanita usia anak 950 orang dan wanita usia dewasa 4.888 orang. Sedangkan
korban pria usia anak 166 orang dan pria dewasa sebanyak 647 orang. Sisanya 18
persen merupakan lelaki yang mayoritas mengalami ekploitasi ketika bekerja sebagai
anak buah kapal (ABK).(Liputan6 2015)

UPN "VETERAN" JAKARTA


Indonesia merupakan negara yang memiliki luas wilayah perairan sebesar
6.320.000 km² atau merupakan 75% dari seluruh luas total negara, Indonesia
merupakan negara yang sangat kaya di bidang kelautan dan perikanan (KKP, 2014).
Adanya potensi ini disalahgunakan oleh salah satu investor asing dari Thailand, yaitu
PT. Pusaka Benjina Resources ( PBR ). Pada tahun 2015 terkuak adanya praktek
perdagangan manusia berupa perbudakan Anak Buah Kapal ( ABK ) yang berada di
kawasan Benjina, Kepulauan Aru, Maluku.
Berdasarkan investigasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
Republik Indonesia beserta Satuan Tugas (Satgas) 115 IUU Fishing, ditemukan
terdapat ribuan Anak Buah Kapal (ABK) asing asal Thailand, Myanmar, Kamboja,
Laos dan Indonesia telah menjadi korban eksploitasi yang dilakukan oleh pihak
perusahaan. Hasil verifikasi lapangan yang dilakukan oleh KKP beserta jajarannya,
menemukan bahwa jumlah ABK yang bekerja di PBR adalah sebanyak 1.242 orang,
yang terdiri dari warga negara Thailand (746 orang), Myanmar (341 orang),
Indonesia (89 orang), Kamboja (58 orang), dan Laos (8 orang) (CNN Indonesia,
2015). Selain KKP dan Satgas 115 IUU Fishing, IOM juga berperan dalam
penanganan kasus Benjina yang mencuat dan menarik perhatian masyarakat
internasional.
IOM adalah organisasi yang bekerja untuk mendorong praktik migrasi yang
tertib dan manusiawi, mempromosikan kerjasama internasional dalam isu migrasi,
membantu menemukan solusi praktis terhadap isu migrasi dan menyediakan bantuan
kemanusiaan bagi kelompok yang membutuhkan, termasuk bagi pengungsi dan
pengungsi internal. Sejak tahun 2005, dalam menangani kasus perdagangan manusia
IOM Indonesia terfokus pada Pencegahan perdagangan orang melalui kegiatan
peningkatan kesadaran dan pemantauan rekrutment tenaga kerja, perlindungan korban
perdagangan orang melalui bantuan langsung pada korban serta pengembangan
kapasitas institusional dari aktor pemerintah dan non-pemerintah, penguatan sistem
peradilan Indonesia dengan meningkatkan kapasitas penegak hukum serta
memperbaiki akses keadilan bagi para korban perdagangan orang, membangun
kemitraan lintas sektoral melalui pembuatan kebijakan, dan perencanan dan bantuan

UPN "VETERAN" JAKARTA


anggaran bagi Gugus Tugas pemberantasan perdagangan orang di tingkat nasional
dan sub-nasional. (IOM, https://indonesia.iom.int/id/iom-seluruh-dunia)

Grafik 1 Perdagangan Orang Berdasarkan Gender

0%
Laki - laki
30%

Perempuan
70%

( Source: https://indonesia.iom.int )

Perdagangan orang dapat dialami oleh siapapun pada usia berapapun. Data
IOM menunjukan bahwa jumlah perempuan yang teridentifikasi menjadi korban
Perdagangan Orang lebih besar, namun korban laki - laki juga merupakan realita yang
seringkali tidak terlaporkan dan tidak teridentifikasi.

UPN "VETERAN" JAKARTA


Grafik 2 Perdagangan Orang Berdasarkan Pendidikan

Perguruan Tinggi atau DO Perguruan Tinggi 1%

Tidak ada data 2%

Drop Out SMA 3%

Drop Out SMP 8%

SMA 9%

Tidak sekolah 9%

Drop Out SD 18%

SMP 19%

SD 31%

( Source: https://indonesia.iom.int )

Data IOM Indonesia menunjukkan bahwa orang-orang dengan tingkat pendidikan


rendah lebih rentan yang mana 57% korban hanya mengenyam pendidikan sampai
dengan sekolah dasar atau bahkan lebih rendah. Perdagangan orang tidak hanya
dialami oleh orang yang pergi ke luar negeri. Walaupun sebagian besar kasus yang
dibantu oleh IOM berfokus pada tenaga kerja yang bekerja di luar negeri, 16% dari
korban yang mengalami perdagangan orang terjadi di dalam negeri.

UPN "VETERAN" JAKARTA


Grafik 3 Perdagangan Orang Berdasarkan Jenis Transportasi

1%
4%
5%

16% Laut
Udara
Darat
Lebih dari satu
Tidak ada data

74%

( Source: https://indonesia.iom.int )

74% korban dipindahkan melalui satu jenis transportasi ke jenis yang lainnya. Hal
tersebut membuat perdagangan orang menjadi lebih sulit dideteksi.

Selama tahun 2015 Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia


dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) Indonesia merespon ulasan
investigatif Associated Press (AP), sebuah media asing asal Amerika Serikat tentang
perdagangan orang dengan bekerja sama dalam operasi penyelamatan nelayan asing
yang diperdagangkan dan dieksploitasi dalam industri penangkapan ikan Indonesia di
Benjina dan Ambon. Para nelayan direkrut dari Kamboja, Myanmar, Thailand, dan
Republik Demokratik Rakyat Laos dan bekerja di dalam kondisi yang eksploitatif di
perairan Indonesia. Kasus ini membuktikan bahwa praktik perbudakan masih bisa
diterapkan di zaman sekarang.
Perbudakan modern (modern slavery) didefinisikan sebagai kondisi di mana
seseorang memperlakukan orang lain sebagai properti miliknya, sehingga
kemerdekaan orang itu terampas lalu dieksploitasi demi kepentingan orang yang

UPN "VETERAN" JAKARTA


melakukan praktik perbudakan, dalam hal ini orang bisa dipekerjakan dan dibuang
begitu saja seperti barang(Antara News 2015).
Eksistensi mereka sebagai budak sama saja seperti halnya benda yang bisa
dimiliki, dimanfaatkan, dirusak, disakiti, bahkan mereka pun bisa dijual-belikan oleh
tuannya jika diperlukan. Jiwa raga mereka dikekang dan tidak memiliki kebebasan
serta berada dalam tekanan. Akibatnya adalah seorang budak tidak akan melakukan
sesuatu kecuali atas kehendak tuannya. Keadaan ini justru berbanding terbalik, dan
sangat berbeda dengan orang yang merdeka; bebas dan tidak dikendalikan oleh
siapapun, karena jiwa raganya hanya dia sendiri yang memilikinya. Bentuk
perbudakan modern saat ini tidak hanya sebatas penidasan dan kekerasan secara fisik,
namun juga kekerasan berupa kata - kata, psikis dan penghancuran mental, dampak
paling krusial dari perbudakan tersebut, ialah hilangnya rasa percaya diri.
Menurut M. Yunan Nasution setidaknya terdapat tiga (3) macam sistem baru
perbudakan di era sekarang:

1. Political Slavery, yaitu perbudakan yang didasarkan pada kepentingan politik.


Hal ini yang mengakibatkan satu negara ( individu ) bergantung pada negara
lain ( individu lain ), sehingga muncul tekanan – tekanan yang halus dan
terselubung.
2. Social Slavery, yaitu perbudakan sosial. Dalam kategori ini masuk human
traficking, pengiriman TKW untuk kepentingan seksual, penjualan bayi
dengan motivasi dagang.
3. Industrial Slavery, yaitu perbudakan yang timbul karena perkembangan dan
kemajuan industri. Tenaga manusia dipekerjakan dipabrik - pabrik,
pertambangan dan industri yang lain dengan upah minim sekedar untuk
bertahan hidup.

Ulasan AP tersebut mengidentifikasi nelayan yang diyakini merupakan


korban perdagangan orang. Ketika KKP, Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan
IOM tiba di lokasi, lebih banyak nelayan berdatangan dari daerah sekitar, semuanya
mengakui telah dieksploitasi dan diperlakukan tidak pantas. Beberapa bentuk dari

UPN "VETERAN" JAKARTA


eksploitasi itu adalah dipekerjakan melebihi batas waktu maksimal ( 21 – 24 jam ),
minimnya upah yang diberikan kepada para ABK asing, adanya tindak penyiksaan
fisik terhadap para ABK asing, dan yang terakhir adalalh pembunuhan. Diperkirakan
sekitar 1.342 orang nelayan meminta bantuan.
Menyusul operasi penyelamatan, IOM Indonesia melakukan wawancara
terstruktur kepada 285 orang nelayan yang diperdagangkan. Kasus ini menyoroti
luasnya ruang lingkup kejahatan lintas negara. Korban yang direkrut berasal dari
berbagai negara dan dipaksa bekerja secara ilegal di Indonesia. Hukum dan peraturan
perundang - undangan dilanggar dan perjanjian internasional diabaikan. Perusahaan
kedok (front company) didirikan dan ikan yang ditangkap secara illegal
dipindahmuatkan ke kapal lain di wilayah zona ekonomi eksklusif Indonesia,
sehingga mencegah penangkapan oleh pihak-pihak berwenang Indonesia.
Pada akhirnya tangkapan memasuki rantai pasokan global dan ditangani oleh
pemasok ikan yang sah, tidak mengetahui sumber asal dan korban manusia di balik
tangkapan tersebut. Perdagangan manusia dalam industri penangkapan ikan bukan hal
yang baru namun seringkali berlalu tanpa hukuman dalam waktu yang lama. Situasi
di Benjina menunjukkan adanya gejala perdagangan manusia yang jauh lebih luas,
tersembunyi dan membahayakan, tidak hanya dalam industri penangkapan ikan
Indonesia dan Thailand, melainkan secara global. (KKP,2016)
Dalam penelitian ini, penulis mencoba untuk menganalisis mengenai
bagaimana peran dari IOM dalam menangani imigran – imigran gelap yang menjadi
korban Human Trafficking dalam bentuk perbudakan modern dari kasus Benjina.
IOM bekerja erat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepolisian Republik
Indonesia, Direktorat Jenderal Imigrasi, dan instansi pemerintahan lainnya dalam
operasi penyelamatan, pemberian bantuan, dan pemulangan nelayan asing di Benjina.
Skala eksploitasi dan kesewenang - wenangan yang terjadi membuat kejadian
tersebut sebagai salah satu kasus perdagangan orang dengan tujuan eksploitasi tenaga
kerja terbesar yang pernah terungkap. Dari kasus ini terkuak bahwa eksploitasi dalam
skala besar pada sebuah industri dimana penindasan masih terus berlangsung secara
global.Alasan penulis mengapa penelitian ini dalam periode 2015 – 2017 adalah

10

UPN "VETERAN" JAKARTA


dikarenakan di tahun tersebut kasus eksploitasi telah terkuak, kasus telah diproses
secara hukum, ABK dikembalikan ke negara asalnya melalui bantuan IOM, serta
yang paling penting adalah izin operasi perusahaan PBR telah dicabut oleh KKP dan
berakhir pada tahun 2017.

I.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang yang terjadi, pertanyaan yang muncul dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
“ Bagaimana Peran International Organization for Migration ( IOM ) dalam
menangani kasus Imigran di Benjina Indonesia ? “
Untuk itu, ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada kasus imigran
yang menjadi korban praktik human trafficking di kawasan Benjina Indonesia,
melihat Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Asia Tenggara sehingga
memicu terjadinya praktik kejahatan lintas negara serta masuknya imigran gelap di
kawasan perbatasan. Selanjutnya, peran IOM dalam menangani kasus human
trafficking dalam sektor industri perikanan di Indonesia juga menjadi fokus masalah
dalam penelitian ini.

I.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang diharapkan dapat tercapai adalah :

1. Memberikan pemahaman mengenai isu kontemporer dalam hubungan


internasional, yakni kejahatan lintas negara dalam bentuk human trafficking.
2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi kasus terkait imigran dalam bentuk
human trafficking di Indonesia, khususnya di kawasan Benjina, Kepulauan
Aru Maluku.
3. Untuk menganalisis peran IOM sebagai salah satu aktor penting dan menjadi
mitra kunci Pemerintah Indonesia dalam menangani kasus imigran dalam
bentuk Human Trafficking di Benjina.

11

UPN "VETERAN" JAKARTA


I.4 Manfaat Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara Akademis, diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan


referensi dan menambah wawasan intelektual dalam perkembangan ilmu
hubungan internasional. Selain itu sebagai salah satu syarat bagi peneliti
untuk meraih gelar kesarjanaan Strata Satu (S - 1) pada Program Studi Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Pembangunan Nasional “ Veteran “ Jakarta.
2. Secara praktis, memberikan gambaran mengenai peran International
Organization for Migration ( IOM ) dalam menangani kasus Imigran dalam
bentuk Human Trafficking di Benjina Indonesia periode 2015 – 2017.

I.5 Sistematika Penulisan

Penulisan ini akan tersusun dalam lima bab. Sistematikanya disusun


berdasarkan pembaban sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini menjelaskan mengenai uraian tentang latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini dijabarkan mengenai literature review dari beberapa referensi
yang berkaitan dengan penelitian. Masing – masing dari literature tersebut, penulis
mengutip apa saja persamaan dan perbedaan antara literature dan penelitian milik
penulis. Lalu, terdapat juga teori dan konsep yang relevan terhadap permasalahan
dalam penelitian, alur pemikiran, dan sub-bab yang terakhir adalah asumsi mengenai
hasil penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

12

UPN "VETERAN" JAKARTA


Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini yang mana berupa pendekatan penelitian, jenis penelitian, jenis
data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta juga teknik keabsahan data
yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV : FENOMENA HUMAN TRAFFICKING DI INDONESIA

Pada bab ini terdapat dua sub-bab, yang pertama pembahasan mengenai kasus
human trafficking yang terjadi di Indonesia dan di sub-bab kedua mengerucut kepada
kasus perbudakan tenaga kerja imigran dalam sektor industri perikanan kawasan
Benjina, Kepulauan Aru Maluku.

BAB V : PERAN INTERNATIONAL ORGANIZATION FOR MIGRATION ( IOM )


DALAM MENANGANI KASUS IMIGRAN DI BENJINA

Pada bab ini membahas mengenai kontribusi IOM di Indonesia, dan


mengerucut kepada peran IOM dalam menangani kasus imigran dalam bentuk human
trafficking di Benjina, Kepulauan Aru Maluku periode tahun 2015 – 2017.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran, bagian kesimpulan berisi jawaban
atas rumusan masalah yang dikemukakan. Pemecahan masalah dinyatakan dalam
bentuk saran.

13

UPN "VETERAN" JAKARTA

Anda mungkin juga menyukai