Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PENDIDIKAN DAN BUDAYA ANTI KORUPSI (PBAK)


“Kemampuan Mengidentifikasi Korupsi “

OLEH :
KELOMPOK 1
Amelia Ermi Juwita (203310681)
Anila Luqma (203310682)
Annisa Alzura Fatihah (203310683)
Dita Maharani (203310691)
Figo Rahmadia (203310694)
Fiona Yovita Timozi (203310695)
Indah Novia Hendra (203310698)
Nadia Juwita (203310703)
Risma Lailatul Rahmi (203310710)
Wisye Novia Arman (203310717)
Yakub Fawzy (203310718)
Yolanda Eka Putri (203310719)
Zuriyah Tul Hasanah (203310720)

DOSEN PEMBIMBING :
Hj. Herwati, S.Kep. SKM, M.Biomed

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkah dan
rahmat dari-Nya saya bisa menyelesaikan makalah “Kemampuan Mengidentifikasi
Korupsi”. Bagi kami, mahasiswa/i Poltekkes KemenKes Padang Jurusan
Keperawatan, makalah ini nantinya berguna sebagai salah satu sumber bahan
pelajaran mata kuliah kami, khususnya mata kuliah Pendidikan dan Budaya Anti
Korupsi (PBAK).

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan dan Budaya
Anti Korupsi (PBAK) yang membahas tentang ”Kemampuan Mengidentifikasi
Korupsi”. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Hj. Herwati, S.Kep. SKM,
M.Biomed. selaku dosen mata kuliah Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi (PBAK)
yang telah memberikan tugas ini.
Semoga dengan adanya makalah “Kemampuan Mengidentifikasi Korupsi” ini,
dapat berguna bagi diri kami dan pihak yang membaca. Baik dalam kehidupan sehari-
hari maupun akademis. Kami menyadari, makalah yang kami buat ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami
nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 16 September 2020 

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Rumuan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................3
A. Faktor Pendorong Perilaku Korupsi..................................................................3
B. Sikap Anti Korupsi di Lingkungan Kampus............................................................5
C. Empati Pada Korban Korupsi............................................................................8
D. Akibat Korupsi.......................................................................................................10

BAB III PENUTUP....................................................................................................19


A. Kesimpulan.............................................................................................................19
B. Saran.......................................................................................................................19

BAB IV LAPORAN HASIL DISKUSI.....................................................................20


A. Latar Belakang Diskusi..........................................................................................20
B. Tujuan Diskusi.................................................................................................20
C. Topik atau Masalah Diskusi.............................................................................20
D. Waktu Pelaksanaan..........................................................................................21
E. Pelaksanaan dan Peserta Diskusi......................................................................21
F. Pertanyaan-Pertanyaan Oleh Peserta Diskusi...................................................21
G. Kesimpulan Hasil Diskusi...............................................................................23
H. Saran................................................................................................................23
I. Dokumentasi Selama Diskusi...........................................................................23

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Selama ini korupsi terus terjadi dalam struktur kehidupan sosial manusia di
sepanjang periode waktu. Korupsi dianggap telah memberikan dampak negatif
bagi kehidupan manusia baik terhadap perekonomian masyarakat, maupun
terhadap norma dan budaya masyarakat. Korupsi telah menjadi masalah di dalam
sebuah negara, baik negara maju maupun negara berkembang.
Pemberantasan korupsi sangat diperlukan karena korupsi memiliki dampak
yang sangat buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; bahkan dalam
kehidupan sosial masyarakat yang terkana dampaknya. Beberapa penelitian
(Mauro, 1995; Mo, 2001; Meon dan Sekkat, 2005; Fisman dan Miguel, 2008;
Yamamura, Andres dan Katsaiti, 2012) telah banyak menemukan berbagai
dampak korupsi terhadap bidang kehidupan masyarakat baik dalam bidang
ekonomi, sosial, dan budaya.
Generasi sekarang memang masih mengalaminya (korupsi), tetapi generasi
yang akan datang, semoga dikabulkan Tuhan dengan kerja keras semuanya,
hanya akan melihat kejahatan korupsi, kemiskinan dan ketimpangan sosial pada
deretan diorama di Museum Nasional. Harapan segenap bangsa ini adalah dimana
korupsi tidak akan terjadi lagi digenerasi berikutnya. Lain sisi, penindakan
korupsi sekarang ini belum cukup dan belum mencapai sasaran, hingga
pemberantasan korupsi perlu ditambah dengan berbagai upaya di bidang
pencegahan dan pendidikan.
Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat
dilakukan dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa
Indonesia melalui pendidikan. Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian
adalah penanaman pola pikir, sikap, dan perilaku antikorupsi melalui sekolah,
karena sekolah adalah proses pembudayaan.

1
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Apa saja faktor pendorong perilaku korupsi?


2. Bagaimana cara menumbuhkan sikap anti korupsi di lingkungan kampus?
3. Bagaimana cara memiliki empati terhadap korban korupsi?
4. Apa saja akibat korupsi?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1. Mampu mengidentifikasi faktor pendorong perilaku korupsi


2. Dapat menumbuhkan sikap anti korupsi di lingkungan kampus
3. Memiliki empati pada korban korupsi
4. Mengetahui akibat dari korupsi

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Faktor Pendorong Perilaku Korupsi dan Akibat Korupsi


1. Faktor umum
Dalam teori yang dikemukakan oleh jack bologne atau sering disebut
GONE theory, bahwa faktor faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi
meliputi:
a. Greeds (keserakahan), berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang
secara potensial ada didalam diri setiap orang. 
b. Opportunities (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau
instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa,sehingga terbuka
kesempatan bagi seseorang untuk melakukan kecurangan.
c. Needs (kebutuhan), berkaitan dengan faktor faktor yang dibutuhkan oleh
individu untuk menunjang hidupnya yang wajar.
d. Exposures (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan atau konsekuensi
yang dihadapi oleh pelaku kecurangan apabila pelaku diketemukan
melakukan kecuranga

Faktor faktor greeds dan needs berkaitan dengan individu pelaku (actor)
korupsi, yaitu individu atau kelompok baik dalam organisasi maupun di luar
organisasi yang melakukan korupsi yang merugikan pihak korban.
Sedangkan faktor faktor opportunities dan exposures berkaitan dengan
korban perbuatan korupsi (victim) yaitu organisasi, instansi, masyarakat yang
kepentingannya dirugikan.

2. Faktor Internal

a. Aspek perilaku individu


1) Sifat tamak / rakus manusia
Sifat tamak merupakan sifat yang berasal dari dalam diri setiap
individu. Hal itu terjadi ketika seseorang mempunyai hasrat besar
untuk memperkaya diri dan tidak pernah merasa puas terhadap apa
yang telah dimiliki.
2) Moral yang kurang kuat
Seseorang yang mempunyai moral lemah cenderung mudah
tergoda untuk melakukan tindakan korupsi. Godaan itu bisa berasal
dariberbagai pengaruh yang ada di sekelilingnya,seperti atasan,

3
teman setingkat, bawahan, atau pihak lain yang memberi
kesempatan untuk melakukan korupsi.
3) Gaya hidup yang konsumtif
Pada era-modern ini, terutama kehidupan dikota- kota besar
merupakan hal yang sering mendorong terjadinya gaya hidup
konsumtif. Oleh karena itu, apabila Perilaku konsumtif tidak di
imbangi dengan pendapatan yang memadai,maka hal tersebut akan
membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan
demi memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu
adalah dengan korupsi..
b. Aspek sosial
Perilaku korupsi dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum
behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat
memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sifat
baik seseorang yang sudah menjadi sifat pribadinya. Lingkungan dalam
hal ini malah memberikan dan bukan memberikan hukuman pada orang
ketika ia menyalahgunakan kekuasaanya

3. Faktor eksternal
Penyebab korupsi dari faktor eksternal antara lain:
a. Hukum
Lemahnya hukum dan buruknya perundang undangan. Pada faktor
hukum dapat dilihat dari sistem penegakan hukum yang hanya pro pada
pihak-pihak tertentu saja yang memiliki kepentingan untuk dirinya
sendiri. Faktor hukum juga dibagi menjadi dua yaitu konsistensi
penegakan hukum dan kepastian hokum.
b. Ekonomi
Faktor ekonomi juga salah satu faktor yang meyebabkan terjadinya
korupsi. Hal tersebut dapat dilihat dari apabila gaji atau pendapatan
seseorang tersebut tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka sehari-hari. Faktor ekonomi juga terbagi menjdai dua yaitu gaji
atau pendapatan dan sistem ekonomi.

4
c. Politik
Faktor politik mempengaruhi terjadinya korupsi karena pada
dasarnya politik sendiri berhubungan dengan kekuasaan. Artinya
siapapun orang tersebut pasti akan menggunakan berbagai cara, bahkan
melakukan korupsi demi mendapatkan kekuasaan tersebut. Faktor politik
terbagi menjadi dua yaitu kekuasaan dan stabilitas politik.
d. Organisasi
Faktor organisasi ini biasanya disebabkan oleh kurangnya
keteladanan yang baik dari pemimpin dan lemahnya pengawasan dari
pemerintah atau penegak hukum yang ada. Faktor ini secara umum
bertujuan untuk menguntungkan organisasi itu sendiri. Faktor organisasi
memiliki beberapa aspek yang menyebabkan korupsi , diantaranya
yaitu :
1) Kultur atau budaya
2) Pimpinan
3) Akuntabilitas
4) Manajemen atau sistem

Organisai dalan arti luas, termasuk sistem pengorganisasian


lingkungan masyarakat. Aspek-aspek penyebab terjadinya korupsi dalam
organisasi, yaitu:

a) Kurang adanya teladan dari pimpinan


b) Tidak adanya kultur organisasi yang benar
c) Sistem akuntabilitas di intansi pemerintah kuarang memadai
d) Manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam
organisasinya

B. Sikap Anti Korupsi di Lingkungan Kampus


Sikap anti korupsi di lingkungan kampus meliputi peran mahasiswa dalam
pemberantasan korupsi. Untuk dapat berperan secara optimal dalam
pemberantasan korupsi adalah pembenahan terhadap diri dan kampusnya. Dengan
kata lain, mahasiswa harus mendemonstrasikan bahwa diri dan kampusnya harus

5
bersih dan jauh dari perbuatan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, upaya
pemberantasan korupsi dimulai dari:
1. Awal masuk perkuliahan.
Pada masa ini merupakan masa penerimaan mahasiswa, dimana mahasiswa
diharapkan mengkritisi kebijakan internal kampus dan sekaligus melakukan
pressure kepada pemerintah agar undang-undang yang mengatur pendidikan
tidak memberikan peluang terjadinya korupsi. Di samping itu, mahasiswa
melakukan kontrol terhadap jalannya penerimaan mahasiswa baru dan
melaporkan kepada pihak-pihak yang berwenang atas penyelewengan yang
ada. Selain itu, mahasiswa juga melakukan upaya edukasi terhadap rekan-
rekannya ataupun calon mahasiswa untuk menghindari adanya praktik-
praktik yang tidak sehat dalam proses penerimaan mahasiswa.
2. Proses perkuliahan.
Dalam masa ini, perlu penekanan terhadap moralitas mahasiswa dalam
berkompetisi untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, tanpa melalui
cara-cara yang curang. Upaya preventif yang dapat dilakukan adalah dengan
jalan membentengi diri dari rasa malas belajar. Hal krusial lain dalam masa
ini adalah masalah penggunaan dana yang ada dilingkungan kampus. Untuk
itu diperlukan upaya:
a. Investigatif, berupa melakukan kajian kritis terhadap laporan-laporan
pertanggungjawaban realisasi penerimaan dan pengeluarannya.
b. Edukatif, penumbuhan sikap anti korupsi dapat dilakukan melalui media
berupa seminar, diskusi, dialog. Selain itu media berupa lomba-lomba
karya ilmiah pemberantasan korupsi ataupun melalui bahasa seni baik
lukisan, drama, dan lain-lain juga dapat dimanfaatkan juga.
3. Akhir perkuliahan
Dimana pada masa ini mahasiswa memperoleh gelar kesarjanaan sebagai
tanda akhir proses belajar secara formal. Mahasiswa harus memahami bahwa
gelar kesarjanaan yang diemban memiliki konsekuensi berupa tanggung
jawab moral sehingga perlu dihindari upaya-upaya melalui jalan pintas.

Adapun upaya-upaya yang bisa dilakukan oleh mahasiswa adalah:


1. Menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di kampus.

6
Hal ini terutama dimulai dari kesadaran masing-masing mahasiswa yaitu
menanamkan kepada diri mereka sendiri bahwa mereka tidak boleh
melakukan tindakan korupsi walaupun itu hanya tindakan sederhana,
misalnya terlambat datang ke kampus, menitipkan absen kepada teman jika
tidak masuk atau memberikan uang suap kepada para pihak pengurus
beasiswa dan macam-macam tindakan lainnya. Memang hal tersebut
kelihatan sepele tetapi berdampak fatal pada pola pikir dan dikhawatirkan
akan menjadi kebiasaan bahkan yang lebih parah adalah menjadi sebuah
karakter.
Selain kesadaran pada masing-masing mahasiswa maka mereka juga
harus memperhatikan kebijakan internal kampus agar dikritisi sehingga tidak
memberikan peluang kepada pihak-pihak yang ingin mendapatkan
keuntungan melalui korupsi. Misalnya ketika penerimaan mahasiswa baru
mengenai biaya yang diestimasikan dari pihak kampus kepada calon
mahasiswa maka perlu bagi mahasiswa untuk mempertanyakan dan menuntut
sebuah transparasi dan jaminan yang jelas dan hal lainnya. Jadi posisi
mahasiswa di sini adalah sebagai pengontrol kebijakan internal universitas.
Dengan adanya kesadaran serta komitmen dari diri sendiri dan sebagai
pihak pengontrol kebijakan internal kampus maka bisa menekan jumlah
pelaku korupsi. Upaya lain untuk menciptakan lingkungan bebas dari korupsi
di lingkungan kampus adalah mahasiswa bisa membuat koperasi atau kantin
jujur. Tindakan ini diharapkan agar lebih mengetahui secara jelas signifikansi
resiko korupsi di lingkungan kampus. Mahasiswa juga bisa berinisiatif
membentuk organisasi atau komunitas intra kampus yang berprinsip pada
upaya memberantas tindakan korupsi. Organisasi atau komunitas tersebut
diharapkan bisa menjadi wadah mengadakan diskusi atau seminar mengenai
bahaya korupsi. Selain itu organisasi atau komunitas ini mampu menjadi alat
pengontrol terhadap kebijakan internal kampus.
2. Memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan
korupsi.
Upaya mahasiswa ini misalnya memberikan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai bahaya melakukan tindakan korupsi karena pada
nantinya akan mengancam dan merugikan kehidupan masyarakat sendiri.
Serta menghimbau agar masyarakat ikut serta dalam menindaklanjuti

7
(berperan aktif) dalam memberantas tindakan korupsi yang terjadi di sekitar
lingkungan mereka. Selain itu, Mahasiswa selain sebagai agen perubahan
juga bertindak sebagai agen pengontrol dalam pemerintahan. Kebijakan
pemerintah sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi jika dirasa kebijakan
tersebut tidak memberikan dampak positif pada keadilan dan kesejahteraan
masyarakat dan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya dengan
melakukan demo untuk menekan pemerintah atau melakukan jajak pendapat
untuk memperoleh hasil negosiasi yang terbaik. Maka mahasiwa harus lebih
berkomitmen dalam memberantas korupsi supaya upaya mereka berjalan
semaksimal mungkin

C. Empati Pada Korban Korupsi


Empati merupakan respon terhadap perasaan orang lain. Empati meliputi
berpikir, merasa, bahkan reaksi fisik yang kita lakukan kepada orang lain seolah-
olah kita merasakan hal yang serupa. Perasaan empati yang tumbuh pada diri kita
akan menjadikan kita peduli dengan lingkungannya.Orang yang mempunyai rasa
empati tinggi tentu tidak akan mudah tergiur oleh harta yang bukan haknya.
Tidak tergiur untuk melakukan korupsi, ketika ia menjadi pejabat publik, karena
ia yakin bahwa berapa banyak orang yang menjadi korban perbuatan korupsi
tersebut.
Berapa banyak rakyat yang tidak mampu menikmati kesejahteraan karena
anggaran negara untuk menciptakan kesejahteraan tersebut di korupsi oleh
pejabat atau orang yang sama sekali tidak punya empati. Merubah kondisi seperti
ini tentu tidak mudah tetapi juga tidak sulit ketika ada upaya yang sungguh-
sungguh dari kita. Upaya untuk membangun sebuah generasi yang mempunyai
empati
Dari tahun ke tahun, korupsi menjadi permasalahan yang meningkat
intensitasnya,” terang Busyro. Dari penyelewengan uang Negara tersebut, sektor
belanja barang dan jasa merupakan sektor yang sering dimanipulasi maupun
melalui penggelapan anggaran fiktif. Pelaku dari penggelapan anggaran Negara
umumnya mereka yang punya jabatan publik serta pengusaha yang memiliki
kerjasama dengan penguasa

8
Sementara itu, aktivis Hukum yang juga mantan kandidat Ketua KPK,
Bambang Widjojanto mengungkapkan jika selama ini masih ada bias paradigma
terkait korupsi. “Masih terdapat bias paradigma dalam masyarakat yang
beranggapan jika korupsi hanya terkait dengan persoalan penyalahgunaan
kewenangan yang dilakukan para koruptor tersebut. Korupsi juga hanyalah isu
kerugian Negara dan dilakukan oleh penyelenggara Negara. Korupsi seolah-olah
hanya menjadi permasalahan hukum. Hal ini merupakan pandangan sempit
karena korupsi tak semata-mata merugikan keuangan Negara,” Ia melanjutkan
jika dampak korupsi tak hanya merugikan keuangan Negara. “Lebih dari itu,
korupsi bisa menghancurkan peradaban dimana nilai etika dan sistem keadilan,
ekonomi, dan keberlanjutan Negara bisa rusak. Hal ini karena korupsi merupakan
miniatur kejahatan yang bisa menghancurkan proses kinerja dan sistem dalam
Negara,” tegas Bambang.
Bambang juga mengatakan jika sistem Negara justru memproduksi koruptor
lebih banyak daripada membawa koruptor ke pengadilan. Untuk itulah, gerakan
pemberantasan korupsi menjadi sangat penting dilakukan untuk kemudian bisa
mengintegrasikan kebijakan preventif dalam pemberantasan korupsi secara
terkonsolidasi.
Untuk itu, dalam upaya pemberantasan korupsi ini, Busyro mengatakan
pentingnya peran mahasiswa dalam meningkatkan kekuatan moral dalam skala
nasional jika pergerakan mahasiswa memiliki agenda konkret untuk melakukan
pemetaan korupsi. “Mahasiswa menjadi bagian tak terpisahkan dari program
KPK untuk bergandengan tangan dengan berbagai unsur masyarakat madani
untuk melakukan upaya pemberantasan korupsi termasuk memberikan advokasi
kepada masyarakat yang menjadi korban korupsi,” 
Saat ini bangsa memerlukan orang tak hanya artikulasi, namun juga
memerlukan orang yang memiliki kecerdasan berbagai macam modus operandi
bagaimana kemungkinan korupsi tersebut bekerja. “Korupsi dilakukan dengan
cara yang cerdas, oleh karenanya dalam mengupayakan pemberantasan korupsi,
dibutuhkan keterampilan yang mana korupsi dapat dilawan dengan intelektualitas
juga dengan memahami berbagai modus operandi yang memungkinkan
munculnya korupsi. Dengan ini diharapkan akan muncul gerakan sosial anti
korupsi demi perubahan yang lebih baik,” tandasnya.

9
Menumbuhkan Empati
Penumbuhan rasa empati perlu dilakukan sejak dini baik di lingkungan
keluarga maupun sekolah. Di rumah atau keluarga, banyak cara yang bisa kita
lakukan. Misalnya menceritakan tentang nasib sebagian saudara kita yang kurang
beruntung. Jangankan memiliki rumah yang layak untuk makan sehari-haripun
mereka harus rela bekerja seharian dari pagi sampai malam. Terkadang terpaksa
harus menahan lapar karena uang yang didapatkan tidak cukup untuk membeli
makanan. Atau mengajak anak-anak kita mengunjungi tempat-tempat seperti
panti asuhan, perkampungan miskin atau tempat-tempat lainnya yang serupa
Disekolah,  beberapa program bisa digulirkan. Penggalangan dana untuk
palestina. Penggalangan dana untuk musibah bencana alam. Kunjungan dan
santunan kepada anak panti asuhan. Pemberian parsel untuk anak-anak yatim.
Disamping itu, melakukan proses internalisasi nilai-nilai empati dalam proses
pembelajaran sehari-hari. Apa yang diajarkan di kelas adalah juga yang dilakukan
di luar kelas. Bagaimana anak diajarkan untuk saling berbagi dengan temannya.
Anak juga di ajarkan untuk menghargai temannya yang nasibnya tidak lebih
beruntung  dari dirinya. Membantu yang kekurangan dan prilaku lainnya yang
mampu menumbuhkan rasa empati.
Ada banyak hal yang yang bisa diambil manfaat dengan penumbuhan empati
tersebut diantaranya tumbuhnya sifat rendah hati, suka menolong, toleransi,
saling menghargai dan mensyukuri apa yang dimiliki, juga peduli dengan
sesama. Proses penumbuhan empati bukan sesuatu yang terpisah dari pendidikan,
ia menjadi bagian dari proses pendidikan itu sendiri.  Dan pendidikan seperti ini
adalah pendidikan karakter.
Kita butuh pemimpin yang mempunyai karakter untuk memberikan solusi
terhadap persoalan korupsi yang tidak kunjung selesai. Kekayaan negeri ini yang
seharusnya dipergunakan untuk mensejahterakan rakyatnya, seringkali habis
digerogoti oleh tikus-tikus koruptor. Empati, adalah salah satu karakter yang
dibutuhkan Bangsa ini.

10
D. Akibat Korupsi
Korupsi memiliki dampak positif maupun negative. Namun jika dikalkulasi,
dampak negatifnya tentu lebih banyak atau dengan kata lain, pengaruh buruk
korupsi jauh lebih besar ketimbang manfaatnya.
Korupsi memiliki dampak hebat, utamanya terhadap ekonomi. Sebagaimana
dituturkan Mashal, bahwa korupsi menyebabkan 6 (enam) hal berikut.
a. Investasi menjadi rendah, termasuk investasi langsung dari luar .
b. Mengurangi pertumbuhan ekonomi.
c. Mengubah komposisi belanja pemerintah dari aktivitas sangat produktif
menjadi aktivitas kurang produktif.
d. Ketidaksamaan dan kemiskinan menjadi lebih besar.
e. Mengurangi efisiensi bantuan.
f. Menyebabkan Negara mengalami krisis.
Menurut Susilo, korupsi di Indonesia merupakan persoalan nyata yang
menggerogoti seluruh sendi kehidupan bangsa. Rusaknya kualitas lingkungan
hidup, berkurangnya taman kota, mutu pendidikan yang dipertanyakan,
infrastruktur yang tidak terawatt, dan banyaknya pengangguran merupakan
segelintir saja dari begitu banyak dampak korupsi.
Damapak negative korupsi juga dikemukakan Harman, “Rusaknya system
demokrasi dan rule of law, rusaknya sendi-sendi kehidupan bermasyarakat,
terhambatnya ekonomi dan daya saing, serta terhambatnya upaya pengentasan
kemiskinan dan penegakan hak asasi manusia,merupakan dampak negative dari
tindak pidana korupsi,” demikian ungkap Harman.
Meskipun disadari bahwa korupsi telah merusak sendi-sendi kehidupan
politik, ekonomi dan sosial, namun beberapa kalangan masih memandang adanya
sisi positif atau manfaat dari korupsi. Korupsi dapat mempercepat proses
birokrasi dan menjaga hubungan paternalistic dan klientelistik antar-individu
maupun antar-lembaga.
Selain korupsi mengakibatkan biaya atau punishment, seperti hukuman
penjara, malu jika tertangkap, perasaan tidak tenang (berdosa), kehilangan
pekerjaan dan karir, serta patah semangat untuk bekerja dalam lingkungan
kompetitif, namun pada sisi lain, korupsi diduga memberikan manfaat, di
antaranya adalah tambahan pendapatan, pujian dan ucapan terimakasih dari klien,
dan menempati posisi sosial yang tinggi.

11
1. Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian
Dampak sosial korupsi difokuskan untuk mengkaji kaitannya dengan
masalah perekonomian makro. Di mana, korupsi berdampak negatif terhadap
perekonomian bangsa dan Negara. Adapun dampak-dampak tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Korupsi Berdampak Negatif Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Selain identifikasi terhadap faktor-faktor penyebab korupsi,
penelitian tentang dampak korupsi juga telah banyak dilakukan.
Beberapa ahli berupaya mengidentifikasi dampak korupsi terhadap
perekonomian. Dalam penelitian terkait dampak korupsi terhadap
perekonomian terdapat dua pihak yang saling berseberangan yaitu pihak
yang mendukung grease the wheel hypothesis (GWH) dan pihak yang
mendukung sand the wheel hypothesis (SWH). Grease the wheel
hypothesis (GWH) menyatakan bahwa korupsi dapat berfungsi sebagai
pelumas (oli) bagi perekonomian, dengan kata lain korupsi dapat
berdampak positif terhadap perekonomian.
Pendapat GWH dianalogikan dalam upaya mendapatkan suatu izin
pendirian perusahaan. Leff (1964) dan Lui (1985) mengungkapkan
bahwa pada kondisi sistem kelembagaan yang tidak baik, pengurusan
dan pemberian izin pendirian perusahaan akan membutuhkan waktu
lama dan berbelit-belit. Untuk mengurangi waktu menunggu dalam
mendapatkan izin perusahaan, maka individu memberikan suap kepada
pegawai publik agar mendapatkan kemudahan dalam mendapatkan
pemberian izin tersebut. Analogi ini kemudian memunculkan pendapat
bahwa korupsi dapat berdampak positif terhadap perekonomian. Dreher
dan Gassebner (2013) menunjukkan bahwa korupsi dapat memfasilitas
masuknya perusahaan terhadap pasar dalam tingkat regulasi yang tinggi.
b. Korupsi Menurunkan Tingkat Investasi
Mauro (1995; 1998) menemukan fakta bahwa korupsi mampu
menurunkan tingkat investasi suatu negara. Investasi yang rendah akan
memberikan multiplier effect investasi terhadap pertumbuhan ekonomi
juga rendah. Investasi merupakan variabel yang robust (sehat dan kuat)
dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu rendahnya

12
investasi akibat korupsi mampu menurunkan tingkat pertumbuhan
ekonomi suatu negara dari titik optimalnya.
c. Korupsi Menambah Beban dalam Transaksi Ekonomi dan Menciptakan
Sistem Kelembagaan yang Buruk.
Adanya suap, pungli dalam sebuah perekonomian menyebabkan
biaya transaksi ekonomi menjadi semakin tinggi. Tingginya biaya
transaksi menyebabkan inefisiensi dalam perekonomian. Dalam modul
ini, yang dimaksud biaya transaksi adalah biaya yang diperlukan dalam
penggunaan sumber daya untuk penciptaan, pemeliharaan, penggunaan,
perubahan dan sebagainya pada suatu institusi dan organisasi (Furubotn
dan Richter, 1998). Lebih lanjut, Furubotn dan Richter (1998)
memandang biaya transaksi sebagai biaya yang muncul dalam
pengelolaan suatu institusi atau kelembagaan dalam mencapai tujuannya.
d. Korupsi Menyebabkan Sarana dan Prasarana Berkualitas Rendah
Shleifer dan Vishny (1993), Mauro (1998) menyatakan bahwa
korupsi menciptakan mis-alokasi sumber daya. Korupsi berupa
penggelapan, suap, dan pungli dapat menyebabkan sarana-prasarana di
negara korup berkualitas rendah. Suap dan pungli dalam implementasi
anggaran pembangunan infrastruktur menyebabkan pengurangan
anggaran pembangunan sarana dan prasarana. Demikian pula
penggelapan atas anggaran pembangunan infrastruktur, menyebabkan
anggaran pembangunan infrastruktur berkurang, mengakibatkan
infrastruktur yang dibangun berkualitas rendah. Rendahnya kualitas
infrastruktur dapat mengganggu akses masyarakat kepada pusat
perekonomian dan pusat pertumbuhan. Maka, kualitas infrastruktur yang
rendah dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah. Bahkan Mauro (1998) menyatakan bahwa korupsi mampu
mengurangi pembelanjaan pemerintah di sektor pendidikan.
e. Korupsi Menciptakan Ketimpangan Pendapatan
You dan Khagram (2005) menyatakan bahwa tingkat pendapatan
masyarakat berpengaruh pada perilaku korupsi. Orang kaya lebih
memiliki kekuasaan dan kesempatan untuk melakukan suap
dibandingkan orang miskin. Secara umum, aktivitas korupsi terdiri dari
tiga jenis yaitu suap, pungli dan penggelapan (Bowles, 2000). Tindakan

13
korupsi tersebut mampu memindahkan sumber daya publik ke tangan
para koruptor. Korupsimenyebabkan uang pembelanjaan pemerintah
korup menjadi lebih sedikit. Akibatnya ketimpangan pendapatan akan
terjadi antara elit koruptor dengan publik karena berpindahnya sumber
daya publik kepada koruptor.
f. Korupsi Meningkatkan Kemiskinan
Badan Pusat Statistik mengklasifikasikan kemiskinan menjadi empat
kategori yaitu:
1) Kemiskinan absolut
Merupakan kondisi seseorang yang memiliki pendapatan di
bawah garis kemiskinan atau tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan dan
pendidikan yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan bekerja dengan
layak. Standar kemiskinan absolut merupakan standar kehidupan
minimum yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang
diperlukan, baik kebutuhan makanan dan non-makanan.
2) Kemiskinan relatif
Merupakan kemiskinan yang dikarenakan pengaruh kebijakan
yang dapat menyebabkan ketimpangan pendapatan. Standar
kemiskinan relatif ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh
masyarakat.
3) Kemiskinan kultural
Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor adat atau
budaya yang membelenggu sehingga tetap berada dalam kondisi
miskin.
4) Kemiskinan struktural
Merupakan kemiskinan yang terjadi akibat ketidakberdayaan
seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem
yang tidak adil sehingga mereka tetap terjebak dalam kemiskinan.

2. Dampak Korupsi Terhadap Budaya


Korupsi memiliki dampak negatif terhadap budaya dan norma yang
berlaku di masyarakat. Ketika korupsi sudah sering terjadi di dalam
masyarakat dan masyarakat menganggap korupsi sebagai hal yang biasa,

14
maka korupsi akan mengakar dalam masyarakat sehingga menjadi norma dan
budaya. Adapun pengertian norma sosial merupakan sebuah nilai kehidupan
yang berlaku dan disepakati bersama.
Norma sosial merupakan kesepakatan pemahaman atas perilaku yang
dipandang harus dilakukan, boleh dilakukan, atau tidak boleh dilakukan
dalam suatu lingkup masyarakat (Ostrom, 2000).Beberapa dampak korupsi
terhadap budaya pernah diteliti oleh Fisman dan Miguel (2008), Barr dan
Serra (2010). Hasil dari penelitian Fisman dan Miguel (2008)
mengungkapkan bahwa diplomat di New York yang berasal dari negara
dengan tingkat korupsi tinggi cenderung lebih banyak melakukan
pelanggaran parkir dibanding diplomat yang berasal dari negara dengan
tingkat korupsi rendah. Perilaku ini dianggap sebagai indikasi budaya.
Sementara hasil penelitian dari Barr dan Serra (2010) menunjukkan bahwa
data di Inggris memberikan hasil serupa yaitu adanya hubungan positif antara
tingkat korupsi di negara asal dengan kecenderungan para imigran
melakukan penyogokan.
Ketika masyarakat permisif terhadap korupsi, maka semakin banyak
individu yang melanggar norma anti-korupsi atau melakukan korupsi dan
semakin rendah rasa bersalah (guilt disutility). Kondisi ini dapat menciptakan
jebakan korupsi (curruption trap). Masyarakat Indonesia cenderung masih
permisif dengan korupsi dan bahkan tidak memberikan sanksi sosial kepada
para koruptor. Oleh karena itu korupsi masih dianggap sebagai kejahatan
tidak berbahaya dan dinilaisebagai hal yang biasa dalam masyarakat, dengan
cara pandang ini menyebabkan tingkat korupsi di Indonesia tergolong masih
tinggi.

3. Dampak Lain Korupsi


Dampak korupsi seringkali dilihat melalui perspektif pertumbuhan
ekonomi, sosial dan budaya. Penelitian lain (Yamamura, Andres dan Katsaiti,
2012) mengidentifikasi dampak korupsi terhadap tingkat bunuh diri
masyarakat suatunegara. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
korupsi dapat meningkatkan tingkat bunuh diri. Transmisi dampak korupsi
terhadap tingkat bunuh diri adalah pengurangan pembelanjaan publik
terutama untuk sektor kesehatan mental dan psikis berpengaruh positif

15
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat sehingga meningkatkan jumlah
bunuh diri. Maka, korupsi dapat meningkatkan tingkat bunuh diri pada suatu
masyarakat.Selain dampak korupsi terhadap tingkat bunuh diri, Arvin dan
Lew (2014) menemukan bahwa korupsi juga dapat menurunkan tingkat
kebahagiaan masyarakat. Channeling-nya adalah bahwa dampak negatif
korupsi terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan ketimpangan
pendapatan menyebabkan masyarakat tidak bahagia.

4. Dampak Korupsi di Sektor Privat


Korupsi yang dilakukan oleh perusahaan dapat terbagi menjadi dua jenis,
yaitu korupsi privat-publik dan korupsi privat-privat. Korupsi privat-publik
merupakan korupsi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap sektor publik.
Korupsi privat-privat merupakan korupsi yang dilakukan antarperusahaan.
Korupsi oleh sektor privat baik korupsi privat-publik maupun korupsi privat-
privat telah banyak terjadi di Indonesia. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa
berdasarkan putusan MA, korupsi yang dilakukan oleh pekerja swasta dan
lainnya mencapai 26,22%, menduduki posisi kedua setelah korupsi yang
dilakukan oleh PNS (43,64%).
Kasus korupsi yang seringkali dilakukan oleh pihak privat kepada sektor
publik adalah membayar atau berjanji akan membayar uang (suap) kepada
pihak publik untuk mendapatkan keuntungan atau menghindari sebuah
kerugian perusahaan. Rivayani (2008) dan Kuncoro (2012) telah
mengidentifikasi korupsi yang dilakukan oleh pihak perusahaan dalam
mendapatkan izin pendirian usaha dan melakukan usaha di Indonesia.
Adanya korupsi di sektor ini tentu saja menyebabkan kompetisi menjadi
tidak sempurna. Karena korupsi (hanya dengan membayar suap), perusahaan
yang berkualitas kurang baik dapat beroperasi dan menjalankan usaha di
suatu wilayah.
Suap yang dibayarkan oleh perusahaan ini menyebabkan tingginya biaya
transaksi perusahaan. Sehingga untuk menutupi biaya suap (biaya transaksi)
yang cukup besar ini, perusahaan cenderung untuk memproduksi barang/jasa
kurang berkualitas untuk mendapatkan keuntungan yang lebih tinggi dalam
rangka menutupi biaya transaksi yang sudah cukup besar.

16
Selain korupsi privat-publik, korupsi yang dilakukan oleh sektor privat
adalah korupsi privat-privat. Menurut Argandona (2003), korupsi privat-
privat merupakan korupsi yang terjadi ketika manager atau pekerja
menggunakan wewenangnya untuk mempengaruhi performa, fungsi, tugas
perusahaan atau organisasi privat baik secara langsung maupun tidak
langsung yang dapat mengganggu organisasi. Secara umum aktivitas korupsi
privat-privat antara lain adalah suap, pemerasan dan penggelapan.
Selanjutnya, Argandona (2003)berhasil mengidentifikasi terjadinya korupsi
privat-privat, antara lain:
a. Pemberian hadiah untuk memudahkan hubungan bisnis.
b. Menyuap manajer, importir, distributor dan lain-lain agar
mendapatkan izin distribusi, franchise, dan sebagainya.
c. Menyuap manajer institusi finance agar mendapat pinjaman, dan
lain-lain.
d. Penyuapan untuk mengetahui rahasia transaksi perusahaan lain.
e. Penyuapan untuk mengetahui rahasia informasi teknik dan
perdagangan (desain, harga, customer, dan lainnya).
f. Penyuapan kepada manajer distributor retail agar mendapat space
usaha (produk) yang strategis.
g. Penyuapan pada direktur untuk promosi jabatan, dan lain-lain.
h. Pembayaran pada profesional independen (akuntan, auditor,
konsultan, analis, dll) agar bisa menyimpang dari yang
‘kewajibannya’.
i. Pembayaran ke jurnalis agar memberikan liputan yang baik tentang
perusahaannya.

Korupsi privat-privat seperti di atas dapat menciptakan perusahaan


berkualitas rendah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Rendahnya
kualitas perusahaan dapat menurunkan tingkat investasi optimal (Cuervo-
Cazurra, 2006). Maka dampak korupsi yang dilakukan oleh sektor privat
adalah:
a. Terciptanya/munculnya perusahaan berkualitas rendah.
b. Menurunnya tingkat investasi perusahaan.
c. Terciptanya kompetisi pasar tidak sempurna

17
d. Munculnya adverse selection dalam pasar dan terciptanya pasar
lemon.
e. Menurunnya penerimaan optimal dari sektor pajak.
f. Menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat.
g. Melambatnya pertumbuhan ekonomi.
h. Terciptanya infrastruktur berkualitas rendah.
i. Meningkatnya ketimpangan pendapatan.
j. Terciptanya state captures corruption.

5. Dampak Sosial Korupsi di Indonesia


Analisis dampak korupsi terhadap beberapa variabel ekonomi, sosial dan
budaya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya masih belum banyak diteliti
di Indonesia. Henderson dan Kuncoro (2006), Rivayani (2008) menemukan
bahwa korupsi berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan
investasi di Indonesia. Temuan ini mendukung SWH, yaitu korupsi
berdampak negatif terhadap perekonomian khususnya di Indonesia,
menunjukkan adanya hubungan atau korelasi antara variabel korupsi yang
diukur melalui indeks persepsi korupsi (Transparency International) dengan
variabel tingkat pendapatan per kapita (Produk Domestik Bruto/PDB per
kapita), kesenjangan kemiskinan (poverty gap), tingkat pengangguran dan
investasi (Foreign Direct Investment/FDI).

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan makalah yang kami buat, ada beberapa faktor yang menyebabkan
perilaku korupsi terjadi dan akibat dari korupsi tersebut, diantaranya faktor umum,
faktor internal, dan faktor eksternal. secara garis besar korupsi disebabkan oleh aspek-
aspek berikut :
1. Kurang adanya teladan dari pemimpin
2. Sistem akuntabilitas di intansi pemerintah kurang memadai
Adapun sebagai seorang mahasiswa kita perlu berpartisipasi dalam
pemberantasan korupsi di lingkungan kampus. Dengan kata lain, mahasiswa
mendemonstrasikan diri dan kampusnya terhindar dari perbuatan korupsi. Upaya yang
dapat dilakukan oleh mahasiswa yaitu menciptakan lingkungan bebas dari korupsi di
kampus dan memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan
korupsi. Sebagai seorang makhluk sosial tentu saja kita memiliki perasaan empati
kepada korban korupsi yang menyebar luas di masyarakat, dengan menjadikan kita
peduli dengan lingkungan , orang yang memiliki rasa empati tinggi tidak akan tergiur
dengan harta yang bukan haknya.
Point akhir dari kasus ini yaitu akibat dari perbuatan korupsi secara garis besar
:
Investasi menjadi lebih rendah, mengurangi pertumbuhan ekonomi, ketidaksamaan
dan kemiskinan menjadi lebih besar, dan menyebabkan negara menjadi kritis,

B. Saran
Korupsi tidak hanya sekedar diberantas namun perlu adanya upaya pencegahan
dengan membiasakan hidup sederhana dan produktif, jadilah pemimpin yang suka
memberi, jangan ciptakan rasa malu pada mereka yang kehidupannya di bawah rata-
rata, dan yang terakhir tingkatkan keimanan dalam diri sendiri
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya,
karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada
hubungannya dengan makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca sangat kami harapkan sebagai bahan evaluasi untuk kedepannya.

19
BAB IV
LAPORAN HASIL DISKUSI

A. Latar Belakang Diskusi


Diskusi adalah sebuah kegiatan bertukar pikiran untuk mendapatkan suatu
keputusan ataupun untuk memecahkan suatu permasalahan. Dari diskusi ini
selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan dan Budaya Anti Korupsi
(PBAK), diharapkan sebuah permasalahan yang kami bahas mampu memberikan
manfaat tersendiri bagi seluruh pihak yang terlibat dalam diskusi.
Tema mengenai pendidikan anti korupsi tentang Kemampuan
Mengidentifikasi Korupsi yang kami angkat sebagai penyaji dilatar belakangi
oleh maraknya praktik korupsi yang dilakukan baik oleh pejabat, pegawai,
bahkan di kalangan pelajar dan sebagainya. Perilaku korupsi tentu dapat
menimbulkan dampak negatif dalam berbagai bidang yang disebabkan oleh
faktor-faktor pendukungnya baik dari diri sendiri maupun pengaruh dari luar.
Tentunya topik mengenai korupsi menjadi topik yang sangat menarik untuk
di diskusikan karena kasus korupsi menjadi kasus yang sangat krusial diseluruh
dunia, khususnya Indonesia. Dan kita sebagai generasi muda harus berperan aktif
dalam pemutusan perilaku korupsi ini. Harapan kita semua tentunya dimasa yang
akan datang bangsa ini bersih dari perilaku korupsi.

B. Tujuan Diskusi
Pelaksanaan diskusi kali ini bertujuan untuk:
1. Memberi informasi mengenai Kemampuan dalam Mengidentifikasi Korupsi
2. Melatih peserta diskusi untuk berfikir kritis dan menyampaikan
tanggapannya menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.

C. Topik atau Masalah Diskusi


Masalah dalam diskusi ini adalah Kemampuan dalam Mengidentifikasi
Korupsi.

20
D. Waktu Pelaksanaan
Hari, Tanggal : Kamis, 17 September 2020
Pukul : 10.30-12.10 WIB
Media online : Zoom Meeting

E. Pelaksanaan dan Peserta Diskusi


Pelaksanaan diskusi diikuti oleh seluruh mahasiswa/i prodi Sarjana Terapan
Keperawatan, yang terbagi atas 3 kelompok. Dimana setiap kelompok terdiri dari
13-14 anggota. Adapun anggota diskusi kelompok 1 ini yaitu:
1) Fiona Yovita Timozi selaku Moderator
2) Indah Novia Hendra selaku Narasumber
3) Wisye Novia Arman selaku sekretaris
4) Amelia Ermi Juwita selaku Anggota
5) Anila Luqma selaku Anggota
6) Annisa Alzura Fatihah selaku Anggota
7) Dita Maharani selaku Anggota
8) Figo Rahmadia selaku Anggota
9) Nadia Juwita selaku Anggota
10) Risma Lailatul Rahmi selaku Anggota
11) Yakub Fawzy selaku Anggota
12) Yolanda Eka Putri selaku Anggota
13) Zuriyah Tul Hasanah selaku Anggota

F. Pertanyaan-Pertanyaan Oleh Peserta Diskusi


1. Pertanyaan oleh Putri Melati Yonita
→ Bagaimana menurut teman-teman perilaku orang-orang yang memandang
kekayaan dan uang sebagai suatu hal yang punya arti segala-galanya?
Bagaimana bentuk penyadaran yang tepat?
Dijawab oleh Anila Luqma:
→ Menurut saya, uang ataupun harta adalah barang titipan yang diberikan
Tuhan kepada kita. Tuhan ingin tahu bagaimana dan apa saja yang ia perbuat
dengan titipan yang Tuhan berikan. Apakah digunakan dijalan kebaikan atau
sebaliknya. Apakah jika ia diberi kekayaan yang luar biasa banyaknya masih

21
ingat akan Tuhan atau justru meninggalkan-Nya. Solusinya mungkin dengan
dinasehati dan diingatkan kembali bahwa kehidupan didunia hanya sementara
dan kehidupan sebenarnya adalah diakhirat. Dan juga diingatkan agar tetap
menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.

2. Pertanyaan oleh Mayang Mei Gusri


→ Mengenai empati pada pelaku korupsi, bagaimana keluarga pelaku tindak
pidana korupsi membela keluarganya tersebut dalam kasus korupsi?
Dijawab oleh Zuriyah Tul Hasanah
→ Untuk membela pelaku tindak pidana korupsi, hal yang bisa dilakukan
oleh pihak keluarganya adalah dengan menyewa pengacara yang handal pada
saat sidang dilakukan. Sehingga dapat membela pelaku korupsi tersebut dan
mengumpulkan berbagai macam data yang mungkin dapat membebaskannya.
Jawaban tambahan oleh Amelia Ermi Juwita
→ Pihak keluarga juga memberikan uang ganti rugi pada pihak yang
dirugikan atas tindakan korupsi anggota keluarganya agar bisa nantinya
meringankan hukuman terhadap tersangka pelaku korupsi tersebut. Dan
keluarganya juga dapat mencari bukti-bukti agar bisa membela pelaku
korupsi nantinya saat persidangan.
Jawaban tambahan oleh Nadia Juwita
→ Jika seseorang dinyatakan sebagai pelaku korupsi, maka hukum akan tetap
berjalan. Misalnya seorang ayah dinyatakan telah melakukan tindakan
korupsi, yang bisa dilakukan istri/keluarganya yaitu menyewa pengacara.
Hukum tetap berjalan, jadi jangan kita menyembunyikan pelaku korupsi
walaupun orang itu adalah keluarganya. Seharusnya keluarganya menaruh
dugaan bahwa uang yang diberikan adalah hasil kejahatan/korupsi. Jika
dibuktikan bahwa penghasilan suami lebih kecil dari yang diterima, maka
keluarga bisa menegurnya dan menyuruhnya untuk meninggalkan perilaku
buruk itu, bukan malah ikut menikmatinya.

22
G. Kesimpulan Hasil Diskusi
Berdasarkan diskusi yang telah dilaksanakan maka diperoleh kesimpulan,
yaitu:
1. Harta atau kekayaan hanyalah barang titipan dari Tuhan selama hidup didunia
yang tak abadi ini. Janganlah sesekali melakukan tindakan korupsi yang
hanya akan merugikan diri sendiri nantinya dan bangsa ini.
2. Tidak ada pembenaran terhadap pelaku korupsi, hukum akan tetap berlanjut.
Namun, keluarga pelaku korupsi bisa meringankan hukuman terhadap pelaku
korupsi dengan menyewa pengacara dan mengumpulkan data atau bukti-
bukti yang akan meringankan hukuman pelaku korupsi tersebut.

H. Saran
Kami dari kelompok 1 memiliki banyak sekali kekurangan dalam
melaksanakan diskusi maupun dalam pebuatan laporan ini. Oleh karena itu, kami
berharap kritik maupun saran yang membangun.

I. Dokumentasi Selama Diskusi

23
24
25
DAFTAR
PUSTAKA

Azizah, Nadia K. (2019, 27 April). Peran dan Upaya Mahasiswa dalam


Memberantas Korupsi. https://www.indonesiana.id/read/129665/peran-dan-
upaya-mahasiswa-dalam-memberantas-korupsi. Diakses tanggal 16 September
2020

BHP UMY. (2011, 8 Maret). Mahasiswa Berperan Strategis dalam Upaya


Pemberantasan Korupsi. https://www.umy.ac.id/mahasiswa-berperan-strategis-
dalam-upaya-pemberantasan-korupsi.html. Diakses tanggal 16 September 2020

Magfuroh, Nurfiatul. (2016, 29 Sepember). Faktor-Faktor yang Menjadi Penyebab


Terjadinya Korupsi. https://www.kompasiana.com/amp/nurfiatul/faktor
faktor-yang-menjadi-penyebab-terjadinya-
korupsi_57ec78208ffdfdda9288722#aoh=16002569571291&referrer=https%3A
%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari%20%251%24s. Diakses tanggal 16
September 2020

Pradiptyo, Rimawan. (2016). Modul Integritas Bisnis. KPK: Dampak Sosial Korupsi.
https://acch.kpk.go.id/images/tema/litbang/modul-integritas/Modul-3-Dampak-So
sial-Korupsi.pdf. Diakses tanggal 16 September 2020.

Riefni, R. (2020, 25 Januari). Mendorong Sikap Empati di Sekolah/Institusi.


https://binus.ac.id/knowledge/2020/01/mendorong-sikap-empati-di-sekolah-instit
usi/. Diakses tanggal 16 September 2020

Risbiyantoro, Mohamad. (2005). Modul Sosialisasi Anti Korupsi BPKP: Peran


Mahasiswa dalam Memerangi Korupsi. http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit
/investigasi/files/Gambar/PDF/peranan_mahasiswa.pdf. Diakses tanggal 16
September 2020

Zahidi, M. Furqon. (2011, 9 Desember). Empati, Katakter yang Dibutuhkan Bangsa


Ini!. https://motivatoredukasi.wordpress.com/2011/12/09/empati-karakter-yang
-dibutuhkan-bangsa-ini/. Diakses tanggal 16 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai