Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Mycobacterium Tuberculosis

a. Penegertian Tuberculosis

Tuberculosis paru adalah suatu penyakit menular

langsung yang disebabkan oleh kuman Mycrobacterium

Tuberculosis.Sebagian bersar kuman tuberculosis menyerang

paru tetapi juga dapat menyerang organ tubuh lainnya (Depkes,

2008).

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh

Mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada

berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar

paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta

ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC

(Chandra, 2012).

b. Etiologi

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium

tuberculosis ditemukan oleh Robet Koch pada tahun 1882. Basil

tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu

dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu

6
600C dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis

menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya

menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor terjadinya

fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel (FKUI,

2005).

Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan

pemanasan sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua

macam mikobakterium tuberculosis yaitu tipe human dan tipe

bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita

mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di

bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC

terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup

bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara.

Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia

melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh

bakteri. Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat

dan dapat menjadikan infeksi lambung (Wim de Jong, 2005).

c. Manifestasi Klinis

Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis

adalah:

1) Demam

2) Malaise

7
3) Anoreksia

4) Penurunan berat badan

5) Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama

berminggu-minggu sampai berbulan – bulan)

6) Peningkatan frekuensi pernapasan

7) Ekspansi buruk pada tempat yang sakit

8) Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat

perkusi

9) Demam persisten

10)Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan,

dan penurunan berat badan

d. Patofisiologi

Menurut Somantri (2008), infeksi diawali karena

seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri

menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang

biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium

tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari

paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan

aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks

serebri) dan area lain dari paru (lobus atas). Selanjutnya sistem

kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan

reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi

8
fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-

tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan

normal. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu

setelah terpapar bakteri.Interaksi antara Mycobacterium

tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal

infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut

granuloma. Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan

mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding. Granuloma

selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa.

Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.

Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri yang menjadi

nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang berbentuk

seperti keju (necrotizing caseosa).Hal ini akan menjadi

klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian

bakteri menjadi nonaktif.

Menurut Widagdo (2011), setelah infeksi awaljika respons

sistem imun tidak adekuat maka penyakit akan menjadi lebih

parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi

ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi

aktif, Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi

sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam

bronkus.Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh

9
dan membentuk jaringan parut.Paru-paru yang terinfeksi

kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya

bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan

seterusnya.Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan

sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit

atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang

mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian

bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh

limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami

nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan

fibroblas akan memberikan respons berbeda kemudian pada

akhirnya membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel.

e. Penegakan Diagnosis

Proses diagnosa dilakukan setelah dirasakannya gejala

yang terjadi dan sebagian besar mengarah pada penyakit

tuberkulosis. Proses diagnosa penyakit TBC dapat dilakukan

dengan menggunakan tiga tahapan yaitu pemeriksaan klinik,

pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan radiologik (Depkes,

2004).

f. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk melakukan

identifikasi terhadap kuman Mycobacterium Tuberculosis dalam

10
dahak penderita. Pemeriksaan laboratorium dilakukan dengan

memeriksa dahak penderita yang dengan kehendak sendiri datang

memeriksakan, terdorong oleh gejala batuk terus- menerus dengan

mengeluarkan dahak selama sedikitnya dua minggu atau pernah

batuk darah (Depkes, 2004).

Pemeriksaan dahak dilakukan untuk mendiagnosis

tuberkulosis dengan memeriksa 3 spesimen dahak. Ketiga

spesimen dahak tersebut sebaiknya sudah dapat dikumpulkan

dalam dua hari kunjungan berurutan. Dahak yang dikumpulkan

adalah dahak sewaktu, pagi, sewaktu. Pada hari pertama saat

penderita tersangka TB datang, penderita diminta mengumpulkan

dahak dalam pot. Ini adalah spesimen pertama berupa dahak

sewaktu (S). Kemudian kepada penderita sebelum pulang

diberikan pot dahak untuk diisi dahak pada esok paginya (P).

Dimintakan supaya penderita sendiri yang harus datang membawa

spesimen kedua tersebut ke Puskesmas atau unit pelayanan

kesehatan lain. Setelah penderita menyerahkan spesimen kedua,

penderita akan diberi lagi pot dahak untuk mengumpulkan

dahaknya yang ketiga. Spesimen ini merupakan dahak sewaktu

(S). Dengan demikian terkumpul tiga dahak SPS (Depkes, 2004).

11
2. Tinjauan Umum Tentang Pewarnaan BTA

Secara global telah disepakati pemeriksaan mikroskopis dahak

dengan menggunakan pewarnaan Ziehl Nelseen yang berguna untuk

standarisasi mutu dan pemantauan kualitas pemeriksaan mikroskopis

BTA sehingga hasil dari satu negara akan sama dan dapat

dibandingkan dengan pemeriksaan di negara lain (Depkes RI, 2008).

Ziehl Neelsen pertama kali ditemukan oleh Franz Ziehl ahli

bakteria bakteriologi dan Friedrich Neelsen , ahli patologi. Ziehl

Nelseen merupakan pewarna bakteria tahan asid, terutama

Mycobacteria. Pewarnaan Ziehl Neelsen merupakan pewarnaan

diferensial, pewarnaan yang menggunakan lebih dari satu macam zat

warna dan dapat membedakan bakteri tahan asam dengan bakteri

yang bukan tahan asam (Adriyani, 2016).

Dinding sel M. tuberculosis mempunyai lapisan lemak atau lilin,

sehingga sukar ditembus cat. Phenol dan pemanasan menyebabkan

lapisan lilin dapat ditembus oleh cat basic fuchsin, bakteri yang tahan

asam akan mengikat warna basic fuchsin, saat proses pendinginan

dengan mencuci air mengalir, lapisan lilin yang terbuka pada waktu

dipanasi akan merapat kembali. Pada saat proses dekolorisasi dengan

alkohol asam, warna merah dari basic fuchsin pada bakteri yang tahan

asam akan tetap terikat kuat sedangkan bakteri yang tidak tahan asam

akan melepaskan warna merah, sehingga menjadi pucat atau tidak

12
berwarna. Dengan diberi reagen metylene blue maka latar belakang

sediaan akan terwarna biru (Hidayatullah, 2010).

Cara perwanaan metode ZN terdapat 6 tahap, yang pertama

proses pewarnaan dengan menutupi seluruh sediaan menggunakan

carbol fuchsin selanjutnya dilakukan tahap kedua proses pemanasan

dengan cara sediaan dipanasi rnenggunakan sulut api, kemudian

proses tahap ketiga pendinginan selama 10 menit dan proses

pencucian carbol fuchsin dengan air mengalir, selanjutnya tahap

keempat proses dekolorisasi menggunakan asam alkohol 3% pada

sediaan lalu bilas dengan air sampai bersih dan tidak tampak sisa zat

warna merah bila masih tampak warna merah dilakukan dekolorisasi

beberapa kali dan bilas dengan air mengalir. Proses kelima

selanjutnya pewarnaan latar menggunakan reagen methlen blue 1 %

dengan menutupi seluruh sediaan selama 10 sampai 20 detik dan

bilas dengan air mengalir. Tahap terakhir proses pengeringan untuk

dilakuan pembacaan secara mikroskpis (Lumb et al., 2013).

3. Tinjauan Umum Tentang Giemsa

a. Pengertian Giemsa

Giemsa adalah zat warna yang terdiri dari eosin dan metilen

biru. Eosin memberi warna merah muda pada sitoplasma dan

metilen biru memberi warna biru pada inti. Zat warna ini dilarutkan

dengan metil alkohol dan gliserin kemudian dikemas dalam botol

13
coklat (100 – 500 – 1000 cc) dan dikenal sebagai giemsa stock.

Giemsa stok harus diencerkan lebih dulu sebelum dipakai untuk

mewarnai sel darah. Elemen-elemen zat warna giemsa meralut

selama 40 – 90 menit dengan aquadest atau buffer. Semua elemen

zat warna akan mengendap dan sebagian lagi balik kepermukaan

membentuk lapisan tipis seperti minyak, oleh karena itu stok

giemsa tidak boleh tercemar air (Kiswari R, 2014).

Giemsa merupakan pewarna dengan prinsip Romanowsky

yang terdiri dari Azure B (produk oksidasi methylen blue) yang

memiliki warna biru dan eosin (eosin B atau Y) yang berwarna

merah, kombinasi kedua zat warna tersebut bersifat polikromatik

sehingga dapat memberikan beberapa warna terhadap sediaan

apus darah (Nugraha G.,2015). Azur B (trimetil tionin) bersifat basa

dan eosin Y (tetrabromflurecein) bersifat asam. Azur B mewarnai

komponen sel yang bersifat asam dan eosin Y mewarnai

komponen yang bersifat basa seperti granula eosinofil, ikatan

antara eosin Y dengan azur B dapat menghasilkan warna ungu

(Arianda D., 2015).

b. Pedoman Pembuatan Giemsa

Cara pembuatan Giemsa stok dari Giemsa bubuk 8 gram

ditambah 500 ml methanol absolut dan 500 ml gliserin murni.

Giemsa stok harus berkualitas dengan memiliki eosin, methylen

14
blue dan metil azur yang aktif (Rahmad A. dan Purnomo, 2011).

Elemen-elemen zat warna Giemsa akan larut 40-90 menit dengan

aquadest atau buffer. Kemudian elemen-elemen zat warna tersebut

akan mengendap dan sebagian lagi kembali ke permukaan

membentuk lapisan tipis seperti minyak dengan demikian stok

Giemsa tidak boleh tercemar air. Giemsa yang mutunya kurang

baik tidak akan mengeluarkan warna ungu atau merah atau

keduanya sehingga mutu Giemsa perlu diuji (Depkes RI., 2006).

Pengujian mutu Giemsa dilakukan dengan cara yaitu, tes

menggunakan kertas saring dan methanol : Diletakkan kertas

saring di atas gelas. Diteteskan 1-2 tetes Giemsa di atas kertas

saring tunggu sampai meresap dan melebar kemudian diteteskan

methanol absolut di tengah Giemsa dengan jarak waktu beberapa

detik, sampai diameter giemsa (5-7) cm. Bulatan yang terbentuk

membentuk bulatan biru (methylen blue) berada di tengah,

lingkaran cincin ungu (metil azur) diluar serta lingkaran tipis

berwarna merah (eosin) dipinggir (Depkes RI., 2006).

c. Pengenceran Giemsa dan Waktu Pengecatan

Terdapat 3 teknik pengenceran Giemsa yaitu 1 bagian

Giemsa : 4 bagian buffer dengan waktu pengecatan 10-15 menit, 1

bagian Giemsa : 9 bagian buffer dengan waktu pengecatan 20-25

menit, 1 bagian Giemsa : 19 bagian buffer dengan waktu

15
pengecatan 30 menit (Depkes RI., 2007). Giemsa yang sudah

diencerkan tidak tahan lebih dari satu hari sehingga dibuat

secukupnya (Gandasoebrata, 2007). Menurut Malaya Adiyanto

(2013) pembuatan pengenceran Giemsa lebih baik menggunakan

buffer pH 6,8.

Menurut Dian Rachmawati (2016) terdapat hal-hal yang

dapat mempengaruhi mutu pewarnaan diantaranya pengenceran

Giemsa dan waktu pengecatan. Pengenceran diperlukan agar

mendapatkan pewarnaan yang optimal, karena Giemsa termasuk

pewarna yang lambat (Gandasoebrata, 2007).

Prinsip pewarnaan Giemsa didasarkan pada prinsip

Romanowsky, dengan prinsip kimiawi dari sel (Arif M., 2015).

Prinsip kimiawi yang digunakan reaksi asam basa antara sel

dengan komponen zat warna.

Laju reaksi merupakan kecepatan reaksi yang menyatakan

banyaknya reaksi kimia per satuan waktu (Anonim, 2016). Faktor

faktor yang mempengaruhi laju reaksi diantaranya konsentrasi

pereaksi (Kamaludin, 2010). Konsentrasi naik, maka kecepatan

reaksi akan naik (Anonim, 2016), sehingga dapat diterapkan pada

pewarnaan Giemsa. Semakin besar konsentrasi Giemsa (semakin

rendah pengenceran) maka semakin cepat reaksi asam basa

antara sel darah dan komponen zat warna pada Giemsa.

16
Sesuai dengan pernyataan Safar (2009) bahwa waktu

pengecatan disesuaikan dengan konsentrasi Giemsa. Semakin

lama pengecatan maka intensitasnya menjadi semakin tua, karena

daya serap jaringan berbeda (Maskoeri, 2008). Waktu pengecatan

tidak tepat warna yang dihasilkan tidak baik memungkinkan

morfologi sel tidak jelas, karena proses penyerapan cat tidak

merata atau sel terlalu banyak menyerap zat warna (Sahabhudin,

2015).

B. Tinjauan Teknis

1. Adriyani (2016) telah melakukan penelitian dengan judul “Gambaran

Hasil Perbandingan Pemeriksaan Mikroskopis Basil Tahan Asam

Dengan Variasi Carbol Fuchsin dan Methylen Blue” mendapatkan hasil

bahwa : Hasil pewarnaan BTA dengan metode Ziehl Neelsen yang

paling baik menggunakan carbol fuchsin 1% dan methylen blue 0,1%.

2. Fihiruddin dan Nurul Inayati (2015) telah melakukan penelitian dengan

judul “Konsentrasi Carbol Fuchsin Dan Waktu Penyimpanan Sediaan

Hapusan Sputum +2 Hasil Pewarnaan Ziehl Neelsen” mendapatkan

hasil bahwa : Konsentrasi carbol fuchsin yang memberikan hasil

pewarnaan BTA maksimal adalah konsentrasi 1%, sedangkan waktu

penyimpanan sediaan sputum yang baik adalah kurang dari 1 bulan.

3. Anggara dkk (2019) telah melakukan penelitian dengan judul “Hasil

Pewarnaan Basil Tahan Asam Dengan Penambahan Carbol Fuchsin

17
dan Pemanasan Sputum Sebelum dan Sesudah Pembuatan Sediaan”

mendapatkan hasil bahwa : Konsentrasi optimum Carbol Fuchsin

untuk mewarnai M. TBC sebelum pembuatan sediaan adalah 1%

dengan suhu pemanasan 800C.

4. Kalma (2015) telah melakukan penelitian dengan judul “Efektifitas

Waktu fiksasi Preparat Untuk Pewarnaan Basil Tahan Asam Metode

Ziehl Neelsen” mendapatkan hasil bahwa : lama waktu fiksasi preparat

yang efektif adalah 3 detik.

5. Ramdan Muhammad (2018) telah melakukan penelitian dengan judul

“Pengaruh Variasi Konsentrasi Naoh Metode Kubica Terhadap Hasil

Pemeriksaan Bakteri Basil Tahan Asam Dengan Teknik Pengecatan

Ziehl Nelseen Pada Sampel Tubercolosis Paru” mendapatkan hasil

bahwa : Ada pengaruh yang signifikan variasi Kosentrasi NaOH

Metode Kubika terhadap hasil pemeriksaan bakteri basil tahan asam

dengan teknik pengecatan Ziehl Nelseen pada sampel Tubercolosis

Paru.

6. Purba dkk (2016) telah melakukan penelitian dengan judul

“Perbandingan Pemeriksaan Basil Tahan Asam Metodedirect Smear

Dan Metode Imunochromatographi Test Pada Tersangka Penderita

Tuberkulosis Paru Di UPT. Kesehatan Paru Masyarakat Dinas

Kesehatan Provinsi Sumatera Utara” mendapatkan hasil bahwa :

Sensitivitas uji ICT TB sebesar 33,33% dan spesifisitas uji ICT TB

18
sebesar 100. Sensitivitas uji ICT TB adalah rendah (33,33%) dan

spesifisitasnya cukup baik (100%) namun uji ICT TB ini masih kurang

baik jika digunakan untuk screening awal dalam mendeteksi TB Paru.

7. Astari (2017) telah melakukan penelitian dengan judul “Perbandingan

Sensitivitas Dan Spesifisitas Teknik Pewarnaan Basil Tahan Asam

Sputum Dengan Metode Ziehl-Neelsen Dan Fluorochrome”

mendapatlkan hasil bahwa : Pewarnaan fluorochrome memiliki

sensitivitas 20% lebih tinggi dibandingkan ZN.

8. Ayu dkk (2018) telah melakukan penelitian dengan judul

“Perbandingan Positivitas Metode MODS, Pewarnaan ZN, dan

GeneXpert untuk Mendeteksi M. tuberculosis pada Pasien Meningitis

TB” mendapatkan hasil bahwa : Metode MODS masih merupakan

metode diagnostik terbaik untuk meningitis TB.

9. Kurniawati dkk (2005) telah melakukan penelitian dengan judul

“Perbandingan Tan Thiam Hok, Ziehl Neelsen Dan Fluorokrom

Sebagai Metode Pewarnaan Basil Tahan Asam Untuk Pemeriksaan

Mikroskopik Sputum” mendapatkan hasil bahwa : Ziehl Neelsen

merupakan metoda terbaik dan dapat dilakukan di laboratorium

sederhana.

10. Suryawati dkk (2018) telah melakukan penelitian dengan judul

“Sensitivitas Metode Pemeriksaan Mikroskopis Fluorokrom dan Ziehl-

Neelsen untuk Deteksi Mycobacterium tuberculosis pada Sputum”

19
mendapatkan hasil bahwa : Sensitivitas dan spesifisitas metode ZN

adalah 70% dan 90%, sedangkan pada teknik flourokrom adalah 90%

dan 84%.

C. Keaslian Penelitian

Tebel 1. Keaslian Penelitian


No Peneliti Judul Persamaan Perbedaan
1. Adriyani Gambaran Hasil Sama-sama Adriyani meneliti
Perbandingan meneliti tentang variasi
Pemeriksaan pewarnaan carbol fuchsin dan
Mikroskopis Basil BTA methylen blue,
Tahan Asam sedangkan peneliti
Dengan Variasi mengkaji
Carbol Fuchsin penggunaan
dan Methylen giemsa sebagai
Blue alternatif pewarna
pengganti BTA
2. Fihiruddin Konsentrasi + Sama-sama Fihiruddin meneliti
dan Nurul Carbol Fuchsin meneliti tentang konsentrasi
Inayati Dan Waktu pewarnaan carbol fuchsin dan
Penyimpanan BTA waktu penyimpanan
Sediaan sediaan hapusan
Hapusan Sputum sputum 2
2 Hasil sedangkan peneliti
Pewarnaan Ziehl mengkaji
Neelsen penggunaan giemsa
sebagai alternatif
pewarna pengganti
BTA

20
Lanjut Tebel 1.
3. Anggara Hasil Pewarnaan Sama-sama Anggara meneliti
dkk Basil Tahan meneliti tentang variable
Asam Dengan pewarnaan Penambahan
Penambahan BTA Carbol Fuchsin dan
Carbol Fuchsin Pemanasan Sputum
dan Pemanasan Sebelum dan
Sputum Sebelum Sesudah
dan Sesudah Pembuatan Sediaan
Pembuatan sedangkan peneliti
Sediaan mengkaji
penggunaan giemsa
sebagai alternatif
pewarna pengganti
BTA
4. Kalma Efektifitas Waktu Kalma meneliti
fiksasi Preparat tentang Waktu
Untuk Pewarnaan fiksasi Preparat
Basil Tahan Untuk Pewarnaan
Asam Metode BTA sedangkan
Ziehl Neelsen peneliti mengkaji
penggunaan giemsa
sebagai alternatif
pewarna pengganti
BTA
5. Ramdan Pengaruh Variasi Sama-sama Ramdan meneliti
Muhammad Konsentrasi Naoh meneliti tentang variasi
Metode Kubica pewarnaan konsentrasi naoh
Terhadap Hasil BTA metode kubica
Pemeriksaan terhadap hasil
Bakteri Basil pemeriksaan BTA
Tahan Asam sedangkan peneliti
Dengan Teknik mengkaji
Pengecatan Ziehl penggunaan giemsa
Nelseen Pada sebagai alternatif
Sampel pewarna pengganti
Tubercolosis BTA
Paru

21
Lanjut Tebel 1.
6. Purba dkk Perbandingan Sama-sama Purba meneliti
Pemeriksaan meneliti tentang
Basil Tahan pemeriksaan perbandingan
Asam BTA pemeriksaan basil
Metodedirect tahan asam
Smear Dan metodedirect smear
Metode dan metode
Imunochromatogr imunochromatograp
aphi Test Pada hi sedangkan
Tersangka peneliti mengkaji
Penderita penggunaan giemsa
Tuberkulosis sebagai alternatif
Paru Di UPT. pewarna pengganti
Kesehatan Paru BTA
Masyarakat
Dinas Kesehatan
Provinsi
Sumatera Utara
7. Astari Perbandingan Sama-sama Astari meneliti
Sensitivitas Dan meneliti tentang sensitivitas
Spesifisitas pemeriksaan dan spesifisitas
Teknik BTA teknik pewarnaan
Pewarnaan Basil metode ziehl
Tahan Asam neelsen dan
Sputum Dengan fluorochrome
Metode Ziehl- sedangkan peneliti
Neelsen Dan mengkaji
Fluorochrome penggunaan giemsa
sebagai alternatif
pewarna pengganti
BTA
8. Ayu dkk Perbandingan Sama-sama Ayu meneliti tentang
Positivitas meneliti Metode MODS,
Metode MODS, pemeriksaan Pewarnaan ZN, dan
Pewarnaan ZN, BTA GeneXpert
dan GeneXpert sedangkan peneliti
untuk Mendeteksi mengkaji
M. tuberculosis penggunaan giemsa
pada Pasien sebagai alternatif
Meningitis TB pewarna pengganti
BTA

22
Lanjut Tebel 1.
9. Kurniawati Perbandingan Tan Sama-sama Kurniawati meneliti
dkk Thiam Hok, Ziehl meneliti tentang
Neelsen dan pemeriksaan perbandingan tan
Fluorokrom Sebagai BTA thiam hok, ziehl
Metode Pewarnaan neelsen dan
Basil Tahan Asam fluorokrom sebagai
Untuk Pemeriksaan metode pewarnaan
Mikroskopik BTA sedangkan
Sputum” peneliti mengkaji
penggunaan giemsa
sebagai alternatif
pewarna pengganti
BTA
10. Suryawati Sensitivitas Metode Sama-sama Suryawati meneliti
dkk Pemeriksaan meneliti tentang sensitivitas
Mikroskopis pemeriksaan metode
Fluorokrom dan BTA pemeriksaan
Ziehl-Neelsen untuk mikroskopis
Deteksi fluorokrom dan
Mycobacterium ziehl-neelsen
tuberculosis pada sedangkan peneliti
Sputum mengkaji
penggunaan giemsa
sebagai alternatif
pewarna pengganti
BTA

23

Anda mungkin juga menyukai