Anda di halaman 1dari 14

PENGEMBANGAN MODEL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK

SEBAGAI KORBAN PERDAGANGAN DI INDONESIA♣

Noer Indriati
Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman Email: indriatiyuwanto@yahoo.co.id

Abstract

Human trafficking is interpreted as a result of a social disorganization and crime caused by the
various social factors such as industrialization, rapid social change and modernization. Social
changes tend to force women and children to leave their homes and villages to the region or other
countries for making a living. Unfortunately, they are not generally equipped themselves by
adequate knowledge and education. As a result, human trafficing especially children becomes
inevitable.The research employ-ed normative juridical approach. Particularly, this research is
descriptive by juridical analytical method. The data source involved primary, secondary and tertiary
legal material. Child Legal protectionn has been regulated in legislation in Indonesia, but it is not
fully implemented. Victim protection models which are required to develop are (a) placing children
in family as well as social houses, where is the environment that gives a sense of security with
monitored by officers. (b) giving appropriate restitution or compensation for children necessity.(c)
recovering children physical and psychologically through psychiatrist accompaniment and
government autho-rities supervision by establishing a practical and sustainable monitoring system.
(d) drafting local regulations.

Key words: human rights, human trafficking and protection of law

Abstrak

Tindak pidana perdagangan orang ditafsirkan sebagai hasil dari suatu keadaan disorganisasi sosial dan
kejahatan diakibatkan oleh berbagai hal yang bersifat sosial, seperti: industrialisasi, perubahan sosial
yang cepat dan modernisasi. Perubahan sosial menyebabkan tidak adanya pilihan bagi perempuan dan
anak-anak untuk meninggalkan rumah dan desa mereka guna mengais rejeki ke daerah atau negara
lain, dengan bekal pengetahuan dan pendidikan yang sangat minim. Hal ini sering menimbulkan
perdagangan orang terutama anak. Metode pendekatan yang digunakan pendekatan yuridis normatif
atau pendekatan perundang-undangan. Perlindungan hukum terhadap anak telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan di Indonesia, tetapi penerapannya belum optimal. Model perlindung-
an korban yang tepat untuk dikembangkan adalah: (a) Menempatkan anak di dalam keluarga dan
panti sosial, dimana merupakan lingkungan yang memberi rasa aman dengan dimonitor oleh petugas-
petugas. (b) Pemberian restitusi atau ganti rugi yang benar-benar diterima demi kepentingan anak.
(c) Pemulihan kondisi fisik maupun psikhis anak dengan pendampingan psikhiater dan pengawasan
oleh aparat pemerintah sehingga diperlukan sistem monitoring yang praktis dan berkesinambungan.
(d) Pembuatan Peraturan Daerah.

Kata kunci: Hak asasi manusia, perdagangan orang dan perlindungan hukum

Pendahuluan
Abad ke-21 merupakan abad globalisasi mena global yang terjadi di hampir seluruh ne-
yang dipenuhi dengan ancaman-ancaman dan gara di dunia, dengan tingkat kesulitan yang
tantangan global. Tindak pidana perdagangan berbeda-beda. Fenomena ini tdak hanya me-
orang atau yang dikenal dengan trafficking in rupakan fenomena sosial biasa melainkan telah
person/human trafficking telah menjadi feno- menjadi fenomena pelanggaran hukum dan hak

asasi manusia.
Artikel ini merupakan hasil penelitian mandiri berdasar-
kan Keputusan Dekan Fakultas Hukum Nomor Kept.
149/ UN.23.05/DT.01.00/2014
Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan di Indonesia 407

Tindak pidana perdagangan orang selalu an Orang (UU. No. 21 Tahun 2007 tentang PTP-
menimbulkan akibat yang sangat serius bagi PO) tidak diatur sehingga perlakuan korban
korban dan keluarganya, masyarakat maupun anak diperlakukan sebagaimana orang dewasa.
negara. Berbagai kondisi negara yaitu negara Berda- sar Pasal 6 Protokol Perdagangan Orang
yang menjadi negara tujuan perdagangan menga- tur bahwa harus ada perlindungan
orang, negara transit atau negara sumber khusus terha- dap anak sebagai korban tetapi
terjadinya perdagangan orang, seperti yang dalam perun- dang-undangan Indonesia belum
dialami Indone- sia. Anak-anak merupakan tercermin ada- nya pengaturan tersebut.
korban yang paling mudah dan sangat rentan. Protokol Perdagangan Orang, dalam Pasal 6
Hal ini menempatkan mereka pada posisi yang ayat 4 mengatur mengenai bantuan dan
sangat memiliki resiko yang tinggi, misal: perlindungan korban perdagangan orang
dalam kaitannya dengan ke- sehatan, tekanan- menyebutkan bahwa “Setiap negara pihak harus
tekanan dan kekerasan baik berupa fisik mempertimbangkan umur, jenis kelamin dan
maupun mental, yang akan mengan- cam kebutuhan khusus korban perdagangan orang,
kualitas dari generasi penerus Negara Repu- khususnya kebutuhan khusus anak-anak,
blik Indonesia. meliputi: perumahan, pendidikan dan perawat-
Perdagangan orang merupakan bentuk an dalam menerapkan ketentuan pasal ini”.
perbudakan baru, yang terjadi di jaman Setiap Negara Pihak harus menjamin da-
modern dengan tujuan hidup biaya murah lam sistem hukum nasionalnya untuk mengam-
tetapi akan mendapatkan keuntungan besar bil langkah-langkah perlindungan korban perda-
(big profits and cheap lives). 1 Pada kasus-kasus gangan orang untuk memperoleh kompensasi
perdagangan orang atau human trafficking atas kerugian yang diderita. Kompensasi yang
terutama perem- puan dan anak merupakan di- berikan seringkali tidak sebanding dengan
fenomena gunung es, dimana kasus-kasus yang kon- disi korban, dan restitusi yang diberikan
tidak atau bahkan be- lum muncul ke tidak mengatur tolak ukur pemberian tersebut
permukaan jauh lebih banyak. Kementerian sehing- ga tidak memberikan keadilan kepada
Luar Negeri mencatat data korban tindak korban. Kompensasi, restitusi atau ganti rugi
pidana perdagangan orang yang diperoleh dan yang seha- rusnya diperoleh anak melalui ahli
ditangani oleh seluruh per-wakilan Republik warisnya be- lum berjalan sebagaimana
Indonesia di Luar Negeri sepanjang tahun 2010 mestinya. Selanjut- nya perlindungaan korban
sebanyak 35 orang yang berasal dari KBRI Doha, dalam protokol perda- gangan orang diatur
KBRI Kuala Lumpur, KJRI Kinabalu, KJRI dalam Pasal 7 dan Pasal 8. Pasal 8 (4)
Penang, dan KBRI Singapura. Pada 2011 menyebutkan negara wajib memfasi- litasi
tercatat seba- nyak 33 orang dan melonjak pemulangan korban yang tidak mempunyai
pada tahun 2012 sebanyak 92 orang. dokumen dan harus setuju untuk mengeluarkan-
Usaha masyarakat internasional atau ne- nya dokumen terhadap korban bila korban tidak
gara-negara dalam upaya mencegah dan mem- mempunyai dokumen. Pemu-langan korban
berantas kejahatan transnasional dan kejahat- yang tidak memiliki dokumen sebagaimana
an internasional dilakukan dengan kerjasama tercantum dalam Pasal 8 Protokol Perdagangan
secara fisik, yaitu menuangkan pengaturannya Orang juga belum terakomodir dalam UU. No.
dalam konvensi internasional. Protokol Perda- 21 Tahun 2007 tentang PTPPO.
gangan Orang Pasal 3 c menjelaskan bahwa un- Perlindungan terhadap anak sebagai kor-
sur cara tidak berlaku bagi korban anak. Unsur ban tindak pidana perdagangan orang yang di-
cara dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tuangkan dalam UU. No. 21 Tahun 2007 tentang
tentang Pemberantas Tindak Pidana Perdagang- PTPPO, Bab V mengatur perlindungan saksi dan

1
Pendapat yang menyebutkan bahwa perdagangan orang
dewasa ini identik dengan perbudakan dalam era mo- lities, Strengths, and Survivorship”, 3-15-2011, Journal
dern. Lihat dalam Noel B. Busch-Armendariz, Maura B. of Applied Research on Children: Informing Policy for
Nsonwu dan Laurie Cook Heffron, “Human Trafficking Children at Risk, Volume 2, Issue 1 Human Trafficking,
Victims and Their Children: Assessing Needs, Vulnerabi- Article 3, Published by DigitalCommons@ The Texas
Medical Centre, 2011.
408 Jurnal Dinamika Hukum

korban, Pasal 43 menyebutkan bahwa perlindu- Kemiskinan menjadi faktor pendorong


ngan terhadap saksi dan korban dalam tindak masyarakat untuk bermigrasi dan mencari al-
pidana perdagangan orang dilaksanakan berda- ternatif penghasilan di luar desa, daerah mau-
sarkan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlin- pun negara dimana mereka berasal. Meskipun
dungan Saksi dan Korban. Undang-undang terse- angka kemiskinan telah menurun pada tahun
but tidak menunjukkan secara tegas bahwa anak 2010 dari 14,2% menjadi 13,3%, ternyata tidak
sebagai korban tindak pidana perdagangan yang secara signifikan menurunnya jumlah korban
juga berhak mendapatkan perlindungan, kebu- perdagangan orang di Indonesia. Lemahnya da-
tuhan khusus anak juga belum dapat dipenuhi. ya tangkal individu dan keluarga dalam men-
Pasal 5 (ayat 2) menyebutkan bahwa “ayat 1 pa- cegah terjadinya perdagangan orang menye-
sal ini berlaku hanya untuk kasus-kasus tertentu babkan orang mudah terjebak menjadi korban.
antara lain: tindak pidana korupsi, tindak pidana Kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan, ke-
narkotika/psikotropika, tindak pidana terorisme, inginan mendapatkan gaji tinggi untuk dapat
dan tindak pidana lain yang mengakibatkan po- memenuhi kebutuhan hidup yang mahal, peru-
sisi saksi dan korban dihadapkan pada situasi bahan gaya hidup (life style) turut memper-
yang sangat membahaya-kan jiwanya”. lemah daya tangkal individu.
Perlindungan terhadap anak merupakan Meningkatnya pengangguran di pedesaan
suatu usaha yang menciptakan kondisi dimana akibat eksploitasi lahan dan berkembangnya in-
setiap anak dapat memperoleh hak-haknya. Me- dustri yang kurang memperhatikan aspek ling-
lindungi anak adalah juga melindungi manusia, kungan, menyebabkan orang kehilangan mata
dengan kata lain melindungi manusia seutuh- pencahariannya. Eksploitasi tersebut
nya. Pasal 1 ayat 2 UU. No. 23 Tahun 2002 ten- menyebab- kan tidak adanya pilihan bagi
tang Perlindungan Anak mengatur definisi per- perempuan dan anak-anak untuk meninggalkan
lindungan anak adalah segala kegiatan untuk rumah dan desa mereka guna mengais rejeki ke
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya daerah atau ne- gara lain, dengan bekal
agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan pengetahuan dan pen- didikan yang sangat
ber- partisipasi, secara optimal sesuai dengan minim.
harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan Permasalahan
kemiskinan. Dari latar belakang masalah yang telah
Problem sosial anak yang bermasalah ti- diuraikan di atas, akan dibahas bagaimana pe-
dak hanya menjadi masalah nasional saja, teta- ngembangan model perlindungan hukum yang
pi juga masalah internasional. Indonesia seba- tepat terhadap anak sebagai korban perdaga-
gai negara yang telah meratifikasi Konvensi ngan orang di Indonesia.
Hak- hak Anak 1989, dengan Keputusan
Presiden No. 36 Tahun 1990 (Lembaran Negara
Metode Penelitian
Nomor 57 Ta- hun 1990) tentang Pengesahan
Tipe penelitian adalah penelitian hukum
Convention on the Rights of the child 1989,
normatif (legal research), yaitu dalam bentuk
memiliki kewaji- ban untuk mewujudkan sistem
penelitian inventarisasi hukum-hukum positif
perlindungan ter- hadap anak secara nyata dan
yang dilakukan dengan mengkaji kaidah-kaidah
berkesinambungan termasuk terhadap anak
hukum atau asas-asas hukum. 2 Penelitian hu-
yang bermasalah. Ke- nyataan menunjukkan
kum normatif atau penelitian hukum doktrinal
bahwa anak-anak di ber- bagai belahan dunia
juga merupakan penelitian hukum kepustakaan.
mengalami kelaparan, ke- kerasan, dan
Peneliti melakukan inventarisasi terhadap kon-
ditelantarkan serta diperdagang- kan.
vensi-konvensi internasional, protokol dan pe-
raturan perundang-undangan yang berlaku di

2
Bagir Manan, ”Penelitian di Bidang Hukum”, Jurnal Hu-
kum Puslitbangkum No. 1 – 1999, Pusat Penelitian Per- kembangan Hukum, UNPAD, Bandung, 1999, hlm. 4.
Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan di Indonesia 409

Indonesia, yang berhubungan dengan perda- Konvensi tindak pidana transnasional ter-
gangan anak atau trafficking of child dan per- organisasi 2000, enforcement-nya tidak pada
lindungannya terhadap anak mulai dari UUD tingkat hukum internasional, melainkan pada
1945, undang-undang sampai dengan peraturan tingkat hukum nasional karena berlaku di dalam
pelaksanaannya. Penelitian hukum normatif ini wilayah suatu negara dan bersentuhan langsung
dilakukan terhadap sinkronisasi atau harmoni- dengan kepentingan hukum warga Negara (indi-
sasi hukum dari bahan-bahan hukum yang telah vidu). Perjanjian seperti ini sering disebut de-
diperoleh. ngan standard/harmonized-setting treaties. 4
Metode pendekatan yang digunakan pen- Perjanjian demikian tidak menciptakan norma,
dekatan yuridis normatif atau pendekatan pe- akan tetapi hanya mewajibkan Negara untuk
rundang-undangan. Sebagai spesifikasi peneli- menciptakan norma itu di dalam hukum nasio-
tian adalah penelitian deskriptif yuridis anali- nalnya.
tis, dengan sumber data berupa bahan hukum Pada Pasal 5 (ayat 2) Protokol Perdaga-
primer, sekunder dan tertier, serta yang didu- ngan Orang disebutkan bahwa Setiap Negara Pi-
kung dengan data primer, dan dianalisis secara hak wajib mengambil langkah-langkah legis-lasi
juridis kualitatif. dan tindakan lainnya yang dianggap perlu (1)
un- tuk ditetapkan sebagai tindak pidana:
Pembahasan berdasar- kan hukum nasionalnya, mencoba
Penyelenggaraan perlindungan anak me- untuk melaku- kan suatu kriminalisasi yang
rupakan kewajiban dan tanggung jawab negara, ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini; (2)
pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang berpartisipasi dalam suatu kejahatan yang
tua yang meliputi perlindungan di bidang dibentuk sesuai dengan ayat 1 pasal ini; dan (3)
agama, pendidikan, kesehatan dan sosial. menyelenggarakan atau mengarahkan orang
Upaya perlin- dungan hukum terhadap anak, lain untuk melakukan suatu kejahatan sesuai
baik anak laki- laki maupun perempuan dengan ayat 1 pasal ini.
dilakukan melalui pen- cegahan & Tindakan-tindakan efektif (effective ac-
pemberantasan perdagangan orang. tions) untuk mencegah dan memberantas per-
Kualitas perlindungan terhadap anak hen- dagangan orang, khususnya perempuan dan
daknya memiliki derajat atau tingkat yang mi- anak-anak, memerlukan pendekatan internasio-
nimal sama dengan perlindungan terhadap nal yang komprehensif di negara-negara asal,
orang-orang dewasa perempuan maupun pria, transit dan tujuan (the countries of origin,
karena setiap orang memiliki kedudukan yang tran- sit and destination), yang meliputi
sama di depan hukum (equality before the langkah- langkah untuk mencegah peredaran
law). Masalahnya perlindungan yang harus di- tersebut, untuk menghukum pelaku human
berikan tidak semata-mata bisa didekati secara trafficking (traffickers) dan melindungi para
yuridis, tetapi perlu pendekatan yang lebih korban (the victims) perdagangan, termasuk
luas, yaitu: ekonomi, sosial dan budaya, serta dengan melin- dungi manusia yang hak-hak
psikhologis. mereka diakui se- cara internasional.
Perdagangan orang dan eksploitasi Penentuan perdagangan orang dipengaruhi oleh
seksual merupakan masalah sosial yang sangat tingginya permintaan tenaga kerja wanita.
besar. Secara rutin anak diperdagangkan Permintaan akan wanita untuk kebutuhan
sebagai komo- ditas yang menghasilkan prostitusi sangat tinggi se- hingga menimbulkan
milyaran dolar yang di kendalikan dengan isu pelanggaran hak asasi, atau ekonomi yang
mengabaikan akibat yang di- timbulkan.3 disebabkan adanya kesen- jangan ekonomi
Perlindungan hukum bagi anak-anak merupakan antara negara-negara di du- nia.5
satu sisi upaya pendekatan untuk melindungi
anak-anak Indonesia.
4
Damos Dumoli Agusman, 2010, Hukum Perjanjian Inter-
nasional – Kajian Teori dan Praktik Indonesia, Bandung:
3
Yvonne Rafferty, “The Impact of Trafficking on Chil- Refika Aditama, hlm. 100.
5
dren: Psychological and Social policy Perspectives”, Phyllis Coontz and Catherine Griebel, “International Ap-
Journal Compilation: Child Development Perspectives,
Volume 2, Number 1, 2008, hlm. 1.
410 Jurnal Dinamika Hukum

Pasal 54 Konvensi Hak Anak menetapkan menimbulkan prasangka buruk terhadap pelaya-
hak-hak anak yang disertai dengan dua Protokol nan kesehatan.
Opsional. Konvensi memerinci HAM pada anak Terkait dengan hal tersebut, maka hak
bahwa anak-anak di mana-mana memiliki: hak anak akan kelangsungan hidup dapat berupa:
untuk kelangsungan hidup; hak untuk mengem- (a) Hak anak untuk mendapatkan nama dan
bangkan potensi sepenuhnya; hak untuk men- kewar- ganegaraan semenjak dilahirkan (Pasal
dapatkan perlindungan dari pengaruh-pengaruh 7); (b) Hak anak untuk memperoleh
buruk, pelecehan dan eksploitasi, dan hak un- perlindungan dan memulih-kan kembali aspek
tuk berpartisipasi sepenuhnya dalam keluarga, dasar jati diri anak (yang berkaitan dengan
masyarakat dan kehidupan sosial. nama, kewarganegara- an dan ikatan keluarga)
Ada beberapa hak anak dalam Konvensi (Pasal 8); (c) Hak anak untuk hidup bersama
Hak Anak yang dapat diuraikan sebagai berikut. (Pasal 9), dan Hak anak untuk memperoleh
Pertama, hak terhadap kelangsungan hidup perlindungan dari segala bentuk salah
(survival rights). 6 Hak terhadap kelangsungan perlakuan (abuse) yang dilakukan orang tua
hidup, berupa hak anak untuk melestarikan dan atau orang lain yang bertanggung ja- wab atas
mempertahankan hidup dan hak untuk mem- pengasuhan (Pasal 19); (d) Hak anak untuk
peroleh standar pelayanan kesehatan tertinggi memperoleh perlindungan khusus bagi anak-
dan perawatan medis yang sebaik-baiknya. Kon- anak yang kehilangan lingkungan keluar- ganya
sekuensi menurut Konvensi Hak Anak 1989, ne- dan menjamin penguasaan keluarga atau
gara harus menjamin kelangsungan hak hidup penempatan institusional yang sesuai dengan
yang layak, kelangsungan hidup dan perkemba- mempertimbangkan latar belakang budaya anak
ngan anak (Pasal 6). Di samping itu, negara ber- (Pasal 20); (e) Adopsi terhadap anak hanya di-
kewajiban untuk menjamin hak atas taraf kese- bolehkan dan dilakukan demi kepentingan ter-
hatan tertinggi yang bisa dijangkau, dan baik anak, dengan segala perlindungan yang di-
melaku- kan pelayanan kesehatan serta sahkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal
pengobatan, khususnya perawatan kesehatan 21);
primer (Pasal 24). (f) Hak-hak anak penyandang cacat (disabled)
Implementasi Pasal 24, negara berkewa- untuk memperoleh pengasuhan, pendidikan dan
jiban untuk melaksanakan program-program se- latihan khusus yang dirancang untuk membantu
bagai berikut: (a) melaksanakan upaya penuru- mereka demi mencapai tingkat kepercayaan di-
nan angka kematian bayi dan anak; (b) menye- ri yang tinggi (Pasal 23); dan (g) Hak anak un-
diakan pelayanan kesehatan yang diperlukan; tuk menikmati standar kehidupan yang mema-
(c) memberantas penyakit dan kekurangan gizi; dai dan hak atas pendidikan (Pasal 27 dan 28).
(d) menyediakan pelayanan kesehatan sebelum Kedua, hak terhadap perlindungan (pro-
dan sesudah melahirkan bagi ibu; (e) tection rights). Hak terhadap perlindungan yai-
memperoleh informasi dan akses pada tu perlindungan anak dari diskriminasi, tindak
pendidikan, serta mendapatkan dukungan pada kekerasan dan menterlantarkan anak yang tidak
pengetahuan dasar tentang kesehatan dan gizi; mempunyai keluarga, dan bagi anak pengungsi.
(f) mengembang- kan perawatan kesehatan Hak perlindungan dari diskriminasi, termasuk:
guna pencegahan, bimbingan bagi orang tua, (a) Perlindungan anak penyandang cacat untuk
serta penyuluhan ke- luarga berencana; dan (g) memperoleh pendidikan, perawatan dan latih-
mengambil tindakan untuk menghilangkan an khusus; dan (b) Hak anak dari kelompok ma-
praktik tradisional yang syarakat minoritas dan penduduk asli dalam ke-
hidupan masyarakat pada suatu negara.

proaches to Human Trafficking: The Call for a Gender-


Sensitive Perspective in International Law”, Women’s
Health Journal, Vol. 4, 2004, hlm. 51.
6 tidak seorangpun dapat dirampas hak hidupnya di
Geraldine Van Bueren mengatakan bahwa setiap orang/
pengadilan. Lihat dalam Geraldine Van Bueren, The In-
anak berhak untuk hidup dan dilindungi oleh hukum,
ternational Law on the Rights of the Child, Internatio-
dan
nal Studies in Human Rights Volume 35, 1998, Martinus
Nijhoff Publishers, hlm. 58.
Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan di Indonesia 411

Perlindungan dari ekploitasi, meliputi: anak untuk mengeluarkan pendapat dan mem-
(a) Perlindungan dari gangguan kehidupan peroleh pertimbangan atas pendapatnya; (b)
pribadi; Hak anak untuk mendapat dan mengetahui in-
(b) Perlindungan dari keterlibatan dalam peker- formasi serta untuk mengekpresikannya; (c)
jaan yang mengancam kesehatan, pendidikan Hak anak untuk berserikat menjalin hu-bungan
dan perkembangan anak; (c) Perlindungan dari untuk bergabung; dan (d) Hak anak untuk
penyalahgunaan obat bius dan narkoba; (d) Per- memper- oleh informasi yang layak dan
lindungan dari upaya penganiayaan seksual, terlindung dari informasi yang tidak sehat.
prostitusi, dan pornografi; (e) Perlindungan dari Michael D. A. Freeman menyatakan bah-
upaya penjualan, penyelundupan dan penculik- wa hak-hak anak untuk memiliki kebebasan
an anak; (f) Perlindungan dari proses hukum ber- serikat dan kebebasan berkumpul, hanya
bagi anak yang didakwa atau diputus telah me- tunduk pada pembatasan yang diperlukan
lakukan pelanggaran hukum. dalam suatu masyarakat yang demokratis untuk
Ketiga, hak untuk tumbuh berkembang kepentingan keamanan nasional, keselamatan
(development rights). Hak untuk tumbuh ber- publik, keter- tiban umum, perlindungan
kembang meliputi segala bentuk pendidikan kesehatan publik atau moral atau melindungi
(baik formal maupun non formal) dan hak untuk hak-hak dan kebe- basan-kebebasan orang
mencapai standar hidup yang layak bagi per- lain.7
kembangan fisik, mental, spiritual, moral dan Konsep “perdagangan orang” atau “pe-
sosial anak. Hak anak atas pendidikan diatur nyelundupan orang”, dimana salah satu para-
pada Pasal 28 Konvensi Hak Anak 1989, yang meter ditempatkan pada kedudukan korban tin-
menyebutkan: (a) negara menjamin kewajiban dak pidana terorganisasi yang merupakan feno-
pendidikan dasar dan menyediakan secara cu- mena dalam pembangunan.8 Model perlindung-
ma-cuma; (b) mendorong pengembangan ma- an yang diatur dalam protokol diserahkan ke-
cam-macam bentuk pendidikan dan yang mu- pada masing-masing negara pihak perjanjian.
dah dijangkau oleh setiap anak; (c) membuat Protokol mewajibkan kepada negara sebagai pi-
informasi dan bimbingan pendidikan serta ke- hak untuk mengambil tindakan lain dan lang-
terampilan bagi anak; dan (d) mengambil lang- kah-langkah legislasi sebagai bentuk perlindu-
kah-langkah untuk mendorong kehadirannya se- ngan korban, antara lain: (a) melindungi privasi
cara teratur di sekolah dan pengurangan angka dan kerahasiaan identitas korban perdagangan
putus sekolah. orang; (b) memberikan informasi dan bantuan
Berkaitan dengan hal tersebut, meliputi: dalam proses hukum; (c) memberikan bantuaan
(a) Hak untuk memperoleh informasi; (b) Hak berupa penanganan psikhis dan pemulihan fisik
untuk bermain dan berekreasi; (c) Hak untuk korban, khususnya kebutuhan khusus anak; (d)
berpartisipasi dalam kegiatan budaya; (d) Hak memberikan kompensasi atas kerugian yang di-
untuk kebebasan berpikir dan beragama; (e) derita; (e) mengizinkan korban untuk tetap
Hak untuk mengembangkan kepribadian; (f) ting- gal di wilayahnya, sementara atau
Hak untuk memperoleh identitas; (g) Hak untuk permanen dengan mendasarkan pada
didengar pendapatnya; dan (h) Hak untuk mem- kemanusiaan; (f) ne- gara harus memfasilitasi
peroleh pengembangan kesehatan dan fisik. pemulangan korban tanpa penundaan yang
Keempat, hak untuk berpartisipasi (parti- tidak semestinya, dalam hal korban tidak
cipation rights). Hak anak untuk berpartisipasi memiliki dokumen maka nega- ra penerima
yaitu hak untuk menyatakan pendapat dalam harus setuju untuk menerbitkan- nya; dan (g)
segala hal yang mempengaruhi anak. Hak yang mengadakan perjanjian bilateral maupun
terkait dengan hal tersebut, meliputi: (a) Hak multilateral dengan negara lain teruta- ma
dalam pemulangan korban.
7
Michael D. A. Freeman, 1997, The Moral Status of Chil-
dren: Essays on the Rights of the Child, Martinus Nij-
hoff Publishers, hlm.10.
8 king In Human Beings and Organized Crime: A Litera-
Christine Bruckert, and Colette Parent, 2002. “Traffic-
ture Review”, Research and Evaluation Branch Com-
munity, Contract and Aboriginal Policing Services Direc-
torate Royal Canadian Mounted Police.
412 Jurnal Dinamika Hukum

Keinginan untuk mencegah dan menang- Taruma- negara, Jakarta, hlm. 264-265.
gulangi tindak pidana perdagangan anak dida-
sarkan pada nilai-nilai luhur, komitmen nasio-
nal dan internasional untuk melakukan upaya
pencegahan sejak dini, penindakan terhadap
pe- laku, perlindungan korban dan peningkatan
ker- jasama. Selanjutnya Arif Gosita
mengatakan bahwa dasar pelaksanaan
perlindungan anak adalah sebagai berikut.9
Pertama, dasar filoso- fis. Pancasila dasar
kegiatan dalam berbagai bi- dang kehidupan
keluarga, bermasyarakat, ber- negara, dan
berbangsa, serta dasar filosofis pe- laksanaan
perlindungan anak. Kedua, dasar etis;
pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai de-
ngan etika profesi yang berkaitan, untuk
mence- gah perilaku menyimpang dalam
pelaksanaan kewenangan, kekuasaan, dan
kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan
anak. Ketiga, dasar yuridis; pelaksanaan
perlindungan anak harus didasarkan pada UUD
1945 dan berbagai peratur- an perundang-
undangan lainnya yang berlaku. Penerapan
dasar yuridis ini harus secara inte- gratif, yaitu
penerapan terpadu menyangkut peraturan
perundang-undangan dari berbagai bidang
hukum yang berkaitan.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini
men- catat berbagai penderitaan, kesengsaraan
dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh
perila- ku tidak adil dan diskriminatif atas dasar
etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama,
golo- ngan, jenis kelamin dan status sosial
lainnya. Perilaku tidak adil dan diskriminatif
tersebut merupakan pelanggaran hak asasi
manusia, baik yang bersifat vertikal (dilakukan
oleh aparat ne- gara terhadap warga negara
atau sebaliknya), maupun horizontal (antar
warga negara sendiri) dan tidak sedikit yang
masuk dalam kategori pe- langgaran hak asasi
manusia yang berat (gross violation of human
rights).
Abdul Hakim Garuda Nusantara mengata-
kan, 10 bahwa perlindungan hukum bagi anak-
anak merupakan satu sisi pendekatan untuk
me- lindungi anak-anak Indonesia. Masalahnya
tidak semata-mata bisa didekati secara yuridis,
tetapi

9
Arif Gosita, 1999, “Aspek Hukum Perlindungan Anak dan
Konvensi Hak-hak Anak”, Era Hukum, Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum, No. 4/Th.V/April 1999, Fakultas Hukum
Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan di Indonesia 413

perlu pendekatan yang lebih luas, yaitu:


ekono- mi, sosial dan budaya. Oleh karena
itu, pende- katan dari sisi korban juga
diperlukan sebagai bentuk pendekatan secara
sosial, ekonomi dan budaya. Pada umumnya,
orang tidak dapat me- mikirkan adanya
kejahatan tanpa ada korban- nya, karena
pelaku dan korban bagaikan dua sisi mata
uang.
Arif Gosita mengatakan bahwa korban
adalah mereka yang menderita jasmaniah dan
rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain
yang mencari pemenuhan kepentingan atau
ke- butuhan diri sendiri atau orang lain yang
ber- tentangan dengan kepentingan dan hak
asasi yang menderita. Adapun kebutuhan-
kebutuhan korban yang sangat diperlukan,
antara lain: (1) kebutuhan keamanan sehingga
kejahatan tidak terulang lagi; (2) kebutuhan
restitusi dan kom- pensasi, baik dirinya sendiri
maupun untuk orang-orang yang tergantung
hidupnya dari kor- ban; (3) kebutuhan
pelayanan kesehatan, kon- seling dan
pelayanan lain; (4) kebutuhan parti- sipasi
aktif dalam proses peradilan, baik seba- gai
saksi ataupun korban; dan (5) kebutuhan un-
tuk menghilangkan rasa takut.
Menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief
terdapat dua model perlindungan, yaitu:
model hak-hak prosedural (the procedural
right model) dan model pelayanan (the
service model). Mo- del hak-hak prosedural
(the procedural right model), menekankan
korban berperan aktif di dalam proses
peradilan pidana. Model pelayan- an (the
service model) menekankan pada pem- berian
ganti kerugian dalam bentuk kompensasi,
restitusi, dan upaya pengembalian kondisi
kor- ban yang mengalami trauma, rasa takut,
dan tertekan akibat kejahatan sehingga
diperlukan standar baku bagi pembinaan
korban yang da- pat digunakan oleh polisi.
Korban akan merasa dijamin kembali
kepentingannya dalam suasana tertib sosial
yang adil. Model ini dapat menghe- mat biaya
sebab adanya pedoman bantuan yang baku,
serta mempertimbangkan kerugian-keru- gian
yang dialami korban. Model perlindungan

10
Widiartana, 2009, Viktimologi Perspektif Korban Pe-
nanggulangan Kejahatan, Yogyakarta: Universitas
Atma Jaya, hlm. 19.
414 Jurnal Dinamika Hukum

terhadap anak korban tindak pidana perdagang- perti: kebebasan bergerak, kebebasan berkum-
an lebih sesuai dengan model pelayanan, yang pul dan kebebasan memiliki serta kebebasan
dilakukan dengan pemberian ganti kerugian da- bersenang-senang atau bermain. 11 Kehidupan
lam bentuk kompensasi, restitusi, dan upaya anak di jalan sangat mempengaruhi partumbuh-
pe- ngembalian kondisi korban yang mengalami an fisik, sosial, emosional dan kesehatan. Khu-
trauma, rasa takut, dan tertekan akibat keja- sus untuk anak terdapat beberapa pengalaman
hatan. Pemulihan kondisi anak sebagai korban terhadap tumbuh dengan resiko yang tinggi,
akan lebih sulit dilakukan dan memakan waktu termasuk: 12 (a) tidak dapat dilindunginya dari
yang lama. eksploitasi seksual, dan obat terlarang; (b) Ku-
UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO di- rang gizi, depresi dan kurang percaya diri; dan
lengkapi dengan PP. No. 9 Tahun 2008 tentang (c) Tidak mendapatkan pendidikan yang baik da
Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu kehidupan yang layak serta perlindungan ter-
Bagi Saksi dan/atau Korban Tindak Pidana per- hadap dirinya.
dagangan orang, yang di dalam Pasal 4 dise- Pasal 57 ayat (1) Pemerintah, Pemerintah
butkan bahwa dalam hal saksi dan/atau korban Daerah, masyarakat dan keluarga wajib mence-
adalah anak, maka pelayanan diberikan secara gah terjadinya tindak pidana perdagangan orang,
khusus sesuai dengan kepentingan terbaik bagi sedangkan ayat (2) Pemerintah dan Pemerintah
anak. Selanjutnya di dalam penjelasannya di- Daerah wajib membuat kebijakan, program, ke-
uraikan bahwa ketentuan ini dimaksudkan agar giatan, dan mengalokasikan anggaran untuk me-
standar pelayanan minimal dan standar opera- laksanakan pencegahan dan penanganan masa-
sional prosedur pemulangan dan reintegrasi so- lah perdagangan orang.
sial terhadap anak sebagai saksi dan/atau kor- Model perlindungan korban yang tepat
ban ditentukan sesuai dengan prinsip konvensi un- tuk dapat dikembangkan sebagai berikut.
hak anak, antara lain prinsip nondiskriminasi Per- tama, menempatkan anak di dalam
dan kepentingan terbaik bagi anak. keluarga dan panti sosial, dimana merupakan
Perlindungan terhadap anak sebagai kor- lingkungan yang memberi rasa aman dengan
ban perdagangan orang, berdasarkan UU. No. 21 dimonitor oleh petu- gas-petugas, yang telah
Tahun 2007 tentang PTPPO, Bab V, Pasal 43 me- ditentukan oleh peme- rintah daerah sehingga
nyebutkan perlindungan saksi dan korban tindak anak tidak lagi menjadi korban.
pidana dilaksanakan berdasarkan UU. No. 13 UU. No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindu-
Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan ngan Anak, Pasal 3 Perlindungan Anak
Korban. Model perlindungan berdasarkan UU. No. bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-
21 Tahun 2007 tentang PTPPO tidak membeda- hak anak agar dapat hidup, tumbuh,
kan antara anak dengan orang dewasa, Pasal 44 berkembang, dan berpartisipasi secara optimal
menjelaskan bahwa korban diberikan hak untuk sesuai dengan har- kat dan martabat
kerahasiaan identitas korban dan saksi, serta ke- kemanusiaan, serta mendapat perlindungan
luarganya sampai derajat kedua. Pasal 47 mem- dari kekerasan dan diskriminasi, demi
berikan tugas kepada Kepolisian Negara Repu- terwujudnya anak Indonesia yang berkuali- tas,
blik Indonesia untuk memberikan perlindungan, berakhlak mulia dan sejahtera. Pasal 7 ayat
baik sebelum, selama, maupun sesudah proses (1) menyebutkan bahwa setiap anak berhak un-
pemeriksaan perkara. tuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan
Anak sebagai korban perdagangan orang diasuh oleh orang tuanya sendiri. Pasal 47-nya
merupakan perampasan terhadap hak-hak, se- menyebutkan: (1) Negara, pemerintah,
keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak
11
Susan Tiefenbrun, “Child Soldiers, Slavery and the Traf- dari upaya
ficking of Children”, Fordham International Law Jour-
nal, Volume 31, Issue 2, Article 6, 2007, The Ber-kely
Electronic Press (bepress), hlm. 449.
12
Ira Colby, “Runaway and Throwaway Youth: Time for Policy Changes and Public Responsibility”, 3-15-2011,
Journal of Applied Research on Children: Informing Po-
licy for Children at Risk, Volume 2, Issue 1: Human
Trafficking, Article 4, 2011, Published by Digital Com-
mons@The Texas Medical Centre, hlm. 6.
Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan di Indonesia 415

transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain; an. Penempatan anak dan perawatan anak yang
dan (2) Negara, pemerintah, keluarga, dan menjadi korban perdagangan di panti sosial,
orang tua wajib melindungi anak dari berdasarkan UU. No. 11 Tahun 2009 tentang
perbuatan: Kesejahteraan Sosial dapat mengakses penda-
(a) pengambilan organ tubuh anak dan/atau ja- naan dari jamkesmas yang bersumber dari Ang-
ringan tubuh anak tanpa memperhatikan kese- garan Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
hatan anak; (b) jual beli organ dan/atau dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA),
jarring- an tubuh anak; dan (c) penelitian Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Sosial,
kesehatan yang menggunakan anak sebagai SKPD Tenaga Kerja dan Transmigrasi, LSM yang
objek peneliti- an tanpa seijin orang tua dan berkoordinasi dengan SKPD Sosial setempat,
tidak menguta- makan kepentingan yang dengan melampirkan surat ketera-ngan sebagai
terbaik bagi anak. Pa- sal-pasal tersebut penghuni balai, rumah singgah, yayasan, panti
menunjukkan bahwa orang tua mempunyai sosial dimana korban menda-patkan pelayanan.
tanggung jawab penuh atas tumbuh kembang Apabila rehabilitasi sosial dilakukan oleh lem-
dan perlindungan terhadap anak. baga swadaya masyarakat, maka pendanaan da-
Kemiskinan menjadi faktor utama sese- pat diperoleh dari APBN yang berkoordinasi de-
orang anak diperdagangkan dan keinginan orang ngan Kementrian Sosial atau Anggaran Penda-
tua untuk menyerahkan anaknya kepada orang patan dan Belanja Daerah (APBD) dengan mela-
kaya di luar negeri dengan harapan diadopsi kukan koordinasi dengan SKPD Sosial setempat
sehingga kehidupan anaknya menjadi lebih bila di daerah. Sumber-sumber lain dapat di-
baik. Orang tua, suami, saudara/kerabat, pergunakan, misal: sumbangan dari donatur
tetangga, teman memang dapat terlibat yang diperuntukan kepentingan anak sebagai
sebagai orang- orang yang menjual, apabila di korban tindak pidana perdagangan.
dalam perekru- tan mereka dilakukan dengan Petugas-petugas yang ditunjuk untuk me-
menggunakan ke- bohongan, penipuan, rayuan, monitor anak di dalam Panti Sosial adalah petu-
paksaan. gas pelaksana atau petugas fungsional. Petugas
Penempatan anak di dalam keluarga akan pelaksana atau petugas fungsional, terdiri dari:
memberikan rasa aman bagi anak yang telah pekerja sosial, psikolog, tenaga kesehatan,
menjadi korban perdagangan orang. Apabila pi- konselor yang ditunjuk oleh instansi atau lem-
hak keluarga atau orang tua diduga sebagai pe- baga terkait yang berkoordinasi dengan SKPD
laku tindak pidana perdagangan orang, maka Sosial. Mereka yang berasal dari instansi/lem-
dapat dilakukan koordinasi dengan pihak kepo- baga ditunjuk dari instansi/lembaga yang ber-
lisian terkait untuk melindungi korban (khusus- sangkutan sehingga tupoksi masing-masing me-
nya salah satu pelaku berada di daerah ngikuti dari SKPD. Monitor dilakukan dalam
korban). Hal ini ditindaklanjuti dengan waktu minimal satu bulan sekali, dan dilak-
membuat surat perjanjian bahwa orang tua sanakan sampai batas minimal enam bulan.
tidak akan me- ngulang perbuatannya di depan Kedua, pemberian restitusi atau ganti ru-
petugas kepo- lisian yang disaksikan oleh gi yang benar-benar diterima oleh keluarga atau
pendamping, petu- gas RT/RW/Kelurahan dan yang mewalinya demi kepentingan anak. UU. No.
tokoh masyarakat setempat. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehat- Korban, Pasal 7 (1) Korban melalui LPSK berhak
an Republik Indonesia No. 1259/Menkes/SK/XII/ mengajukan ke pengadilan berupa: (1) a. hak
Tahun 2009 pada lampiran b. 2. disebutkan atas kompensasi dalam kasus pelang-garan hak
bahwa Panti sosial meliputi: balai, lembaga, ru- asasi manusia yang berat; b. hak atas restitusi
mah singgah, yayasan/panti sosial, rumah per- atau ganti kerugian yang menjadi tanggung ja-
lindungan yang menangani anak, lanjut usia, wab pelaku tindak pidana. (2) Keputusan me-
korban napza, orang dengan kecacatan, gelan- ngenai kompensasi dan restitusi di berikan oleh
dangan/pemulung/pengemis, korban tindak pi- pengadilan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
dana perdagangan orang, orang dengan HIV dan
Aids, dan bekas binaan lembaga pemasyarakat-
416 Jurnal Dinamika Hukum

pemberian kompensasi dan restitusi diatur de- tingan korban tindak pidana perdagangan
ngan Peraturan Pemerintah. orang. Oleh karena itu, pertimbangan ini
Tujuan pemberian ganti rugi tidak lain dimaksudkan untuk membentuk atau
untuk mengembangkan keadilan dan kesejahte- mengumpulkan dana kompensasi bagi korban-
raan korban sebagai anggota masyarakat de- korban tindak pidana perdagangan orang
ngan tolok ukur pelaksanaannya, korban dibe- dengan memanfaatkan aset- aset yang telah
rikan hak dan kewajiban untuk dikembangkan disita. Peraturan perundang-un- dangan
sebagai orang (anak juga orang). Oleh karena tersebut dibuat dalam bentuk undang- undang
itu, diperlukan peraturan yang tegas, seder- sehingga berlaku secara nasional.
hana, dan mudah dimengerti, sehingga dapat Ketiga, pemulihan kondisi fisik maupun
dihindari diskriminasi dalam penerapan oleh psikhis anak sebagai korban yang dilakukan de-
penegak hukum dan intimidasi dari pihak-pihak ngan pendampingan psikhiater dan pengawasan
tertentu yang lebih memperburuk kondisi kor- oleh aparat pemerintah sampai anak dapat ber-
ban dalam penderitaan yang berkepanjangan. sosialisasi kembali di masyarakat sehingga
UU No. 21 Tahun 2007 tentang PTPPO, diper- lukan sistem monitoring yang praktis dan
menyebutkan bahwa restitusi merupakan pem- berke- sinambungan. Pada dasarnya korban
bayaran ganti kerugian yang dibebankan pada kejahatan merupakan pihak yang paling
pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang menderita di da- lam suatu tindak pidana
berkekuatan hukum tetap kepada korban atau perdagangan, di mana mereka tidak
ahli warisnya atas penderitaan yang dialami- memperoleh perlindungan seba- nyak dan
nya. Tolok ukur untuk menentukan besar kecil- sesuai yang mereka inginkan daripada
nya ganti rugi tergantung pada status sosial perlindungan yang diberikan berdasarkan un-
pelaku dan korban. Tidak terdapat peraturan dang-undang kepada pelaku kejahatan. Adapun
perundang-undang yang merumuskan secara te- korban tindak pidana perdagangan anak menga-
gas mengenai indikator besarnya ganti rugi lami penderitaan secara materi, fisik, psikologi
pem- bayaran terhadap korban, karena serta sosial. Jadi akibat penderitaan yang di-
tindakan pe- rawatan psikologis sulit untuk alami oleh korban, penderitaan psikologis yang
dihitung dengan uang, dan dicantumkan dalam dirasakan paling berat dibandingkan dengan
amar putusan pengadilan. kor- ban tindak pidana perdagangan yang
Sebaiknya terdapat tanggung jawab baso- mengalami penderitaan kerugian secara materi.
lut (absolut liability) yang dibebankan pada pe- Penderita- an psikhis membutuhkan waktu yang
laku. Pasal 48 UU No. 21 Tahun 2007 tentang lama sam- pai anak dapat bersosialisasi kembali
PTPPO lebih melihat ganti kerugian dalam ben- dalam ling- kungan masyarakat.
tuk sejumlah uang. Selain restitusi dan kom- Penderitaan psikhis yang dialami oleh
pensasi terdapat pemberian ganti rugi oleh ne- anak sebagai akibat tindak pidana
gara sebagai bentuk perlindungan korban. Ganti perdagangan, mengakibatkan gangguan pada
kerugian oleh negara merupakan suatu pemba- psikhis atau keji- waan, mulai dari tingkat yang
yaran pelayanan kesejahteraan, karena negara paling ringan sam- pai yang berat. Termasuk
bertanggung jawab dan berkewajiban secara dalam cakupan pende- ritaan ini adalah
moral untuk melindungi warga negaranya. munculnya rasa takut, gelisah, dan cemas
Pembuatan peraturan perundang-unda- sebagai akibat dari pengalaman men- jadi
ngan yang mengatur penyitaan terhadap pera- target kejahatan. Korban berhak mendapat-
latan atau aset-aset perusahaan dan pendapa- kan bantuan yang berupa bantuan rehabilitasi
tan dari hasil tindak pidana perdagangan orang psikososial, yang merupakan bantuan yang di-
dapat pula dilakukan. Bila memungkinkan, pe- berikan oleh psikolog kepada korban yang men-
rundang-undangan harus memuat penetapan derita trauma atau masalah kejiwaan lainnya
bahwa pendapatan sebagai hasil dari penyitaan untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan
akan dipergunakan untuk kepentingan-kepen- korban.
Bahaya kerugian fisik, psikologis dan psi-
kososial yang secara khusus diderita oleh kor-
ban perdagangan anak dan bertambahnya ke-
Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan di Indonesia 417

rentanan anak terhadap eksploitasi, mensyarat- hat kondisi korban; (3) Pembuatan Peraturan
kan bahwa mereka ditangani secara terpisah Daerah tentang pencegahan dan perlindungan
dari kasus orang-orang dewasa. Kepentingan perdagangan orang.
utama anak harus menjadi pertimbangan dalam Peran pemerintah propinsi, kabupaten/
setiap tindakan yang menyangkut anak-anak. kota sangat strategis mengingat kejadian per-
UU. No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan dagangan orang berawal terjadi di wilayah hu-
Saksi dan Korban, Pasal 6 menyebutkan bahwa kum pemerintah daerah tersebut. Untuk itu,
korban dalam pelanggaran hak asasi manusia diperlukan kemampuan dan kapasitas bagi pe-
yang berat, selain berhak atas hak sebagaimana ngembangan peraturan daerah sebagai turunan
dimaksud dalam Pasal 5, juga berhak untuk peraturan perundang-undangan di tingkat na-
mendapatkan: sional dalam memaksimalkan perlindungan, ter-
(1) bantuan medis; dan (2) bantuan rehabilitasi utama anak.
psiko-sosial. Pemerintah propinsi dan kabupaten/kota
Pemerintah bekerjasama dengan instansi, untuk mencegah dan melindungi korban per-
Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat, Rumah dagangan orang, dapat mengeluarkan Peraturan
Sakit, akademisi/peneliti, psikhiater dan dokter Daerah dan mengembangkan peraturan daerah
(organisasi profesi), polisi, petugas-petugas RT/ untuk membentuk gugus tugas daerah, me-
RW/Kelurahan, tokoh masyarakat. Sumber dana laksanakan rencana aksi daerah dan meng-
berasal dari APBN, APBD dan dari SKPD atau alokasikan anggaran untuk penyediaan layanan.
Instansi terkait. Petugas monitoring ditunjuk Dalam membuat kebijakan-kebijakan tersebut,
dari pegawai di Pusat Pelayanan Terpadu baik mereka harus merujuk pada UU. No. 21 Tahun
di Pusat maupun Daerah, bekerjasama dengan 2007 tentang PTPPO dan peraturan pelaksa-
SKPD Sosial. naannya yaitu PP. No. 9 Tahun 2008 serta Ren-
Sistem monitoring yang praktis dan ber- cana Aksi Nasional sebagai acuan aktivitasnya.
kesinambungan, meliputi: monitoring adminis- UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerin-
tratif dan monitoring tahapan-tahapan pelaya- tah Daerah menyebutkan bahwa pembentukan
nan, adalah: (1) Monitoring Administratif meng- peraturan daerah dimaksudkan untuk mene-
uraikan kegiatan tata usaha untuk mendukung gaskan tugas, wewenang, kewajiban dan tang-
pemulihan kondisi fisik dan psikhis anak sebagai gungjawab pemerintah daerah dalam melaksa-
korban perdagangan orang. Antara lain: (a) pe- nakan peraturan perundang-undangan yang le-
nyusunan program kegiatan yang berkesinam- bih tinggi, dalam hal ini UU No. 21 Tahun 2007
bungan, (b) pendokumentasian file data-data tentang PTPPO. Sementara itu, UU No.12 Tahun
korban, (c) pembuatan laporan, dan (d) 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perun-
evaluasi perkembangan; (2) Monitoring dang-undangan mengatur mengenai bagaimana
tahapan-tahapan Pelayanan dalam upaya membuat suatu peraturan, yang dijelaskan mu-
pemulihan kondisi kor- ban. Antara lain: (a) lai dari prosedur persiapan, mengembangkan
korban dapat datang sendiri atau melalui mekanisme hukum, teknik penyusunan, sampai
rujukan/pemulangan pusat pelaya- nan terpadu pembahasan dan pengesahannya. Lebih lanjut
di daerah, selanjutnya dilaksanakan proses dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 16
identifikasi guna pendataan dan penyusu- nan Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Pro-
rencana intervensi yang akan dilakukan se- suai duk Hukum Daerah dilaksanakan agar pembua-
kebutuhan korban. Korban ditempatkan di tan peraturan daerah terdapat keseragaman.
tempat atau rumah singgah sebelum dikembali- Peraturan Daerah merupakan salah satu
kan kepada keluarganya, (b) penyediaan file re- bentuk peraturan pelaksana undang-undang.
kaman dan kertas kerja monitoring kasus dari Ke- wenangannya mengatur bersumber dari
anak korban perdagangan, (c) penyusunan atur- kewe- nangan yang ditentukan oleh pembentuk
an kerja para pelaksana monitoring, seperti: un- dang-undang. Akan tetapi, dalam hal-hal
daftar kehadiran dan jadual kegiatan, (c) pem- terten- tu, peraturan daerah juga dapat
bahasan dan Penanganan kasus, (d) melakukan mengatur sen-
kunjungan ke rumah secara periodik untuk
meli-
418 Jurnal Dinamika Hukum

diri hal-hal yang meskipun tidak didelegasikan petugas-petugas, yang telah ditentukan oleh
secara eksplisit kewenangannya oleh undang- pe- merintah daerah sehingga anak tidak lagi
un- dang, tetapi perlu diatur oleh daerah untuk men- jadi korban. Kedua, pemberian restitusi
me- laksanakan otonomi daerah yang seluas- atau ganti rugi yang benar-benar diterima oleh
luasnya sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ke- luarga atau yang mewalinya demi
ayat (3) dan (4) UUD 1945. kepentingan anak.
Materi muatan peraturan daerah adalah: Ketiga, pemulihan kondisi fisik maupun
(a) seluruh materi yang dibutuhkan dalam rang- psikis anak sebagai korban yang dilakukan de-
ka menyelenggarakan otonomi daerah dan tu- ngan pendam-pingan psikhiater dan pengawas-
gas pembantuan; (b) menampung kondisi-kondi- an oleh aparat pemerintah sampai anak dapat
si yang bersifat khusus di daerah; (c) menjabar- bersosialisasi kembali di masyarakat sehingga
kan ketentuan peraturan perundang-undangan diperlukan sistem monitoring yang praktis dan
yang lebih tinggi, yaitu: Peraturan Presiden, berkesinambungan. Keempat, pembuatan Pera-
Pe- raturan Pemerintah, dan Undang-undang turan Daerah tentang pencegahan dan perlindu-
atau Peraturan Pemerintah pengganti Undang- ngan korban perdagangan orang.
un- dang.13 Pembuatan Peraturan Daerah yang
me- ngatur pencegahan dan perlindungan Saran
hukum ter- hadap korban perdagangan, Kabupaten/Kota merupakan wilayah yang
terutama anak yang mengacu kepada UU. No. sangat strategis mengingat kejadian perdaga-
21 Tahun 2007 tentang PTPPO. ngan orang berasal dari wilayah hukum peme-
Kepentingan utama anak harus menjadi rintah daerah tersebut. Oleh karena itu, diper-
perhatian di dalam setiap tindakan yang me- lukan kemampuan dan kapasitas untuk pembua-
nyangkut anak-anak sebagai korban perdaga- tan Peraturan Daerah khususnya mengenai pen-
ngan. Anak yang menjadi korban perdagangan cegahan dan perlindungan korban perdagangan
orang harus diberikan bantuan dan orang dalam memaksimalkan perlindungan hu-
perlindungan yang tepat, dan hak-hak serta kum terhadap anak yang menjadi korban tindak
kebutuhan-kebu- tuhannya harus diperhatikan pidana perdagangan.
secara penuh. Mo- del yang sebaiknya saat ini
dikembangkan guna memaksimalkan
Daftar Pustaka
perlindungan terhadap anak adalah
menempatkan anak di dalam keluarga dan panti Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjan-
jian Internasional–Kajian Teori dan Prak-
sosial, dimana merupakan lingkungan yang
tik Indonesia. Bandung: Refika Aditama;
memberi rasa aman dengan dimonitor oleh
Bruckert, Christine and Colette Parent. 2002.
petugas-petugas, yang telah ditunjuk oleh pe-
Trafficking In Human Beings and Organi-
merintah daerah sehingga anak tidak lagi zed Crime: A Literature Review. Rese-
menja- di korban; dan pembuatan Peraturan arch and Evaluation Branch Community,
Daerah tentang pencegahan dan perlindungan Contract and Aboriginal Policing Services
perdaga- ngan orang. Directorate Royal Canadian Mounted Poli-
ce;
Penutup Busch-Armendariz, Noel B., et al. “Human Traf-
ficking Victims and Their Children: Asses-
Simpulan sing Needs, Vulnerabilities, Strengths,
Model perlindungan korban yang tepat and Survivorship”. Journal of Applied Re-
untuk dikembangkan adalah sebagai berikut. search on Children: Informing Policy for
Pertama, menempatkan anak di dalam keluarga Children at Risk. Vol. 2, Issue 1 Human
dan panti sosial, dimana merupakan lingkungan Trafficking. Published by Digital Com-
mons@The Texas Medical Centre;
yang memberi rasa aman dengan dimonitor
oleh
dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus
daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan perun-
13
Lihat Pasal 14 UU. No. 12 Tahun 2011 yang menentukan dang-undangan yang lebih tinggi”.
“Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh
materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi
daerah
Pengembangan Model Perlindungan Hukum terhadap Anak Sebagai Korban Perdagangan di Indonesia 419

Colby, Ira. “Runaway and Throwaway Youth:


Time for Policy Changes and Public Res-
ponsibility”. Journal of Applied Research
on Children: Informing Policy for Chil-
dren at Risk. Vol. 2. Issue 1: Human Traf-
ficking. Published by DigitalCommons@
The Texas Medical Centre;
Coontz, Phyllis and Catherine Griebel. “Inter-
national Approaches to Human Traffick-
ing: The Call for a Gender-Sensitive Pers-
pective in International Law”. Women’s
Health Journal. Vol. 4. 2004;
Freeman. Michael D. A. 1997. The Moral Status
of Children: Essays on the Rights of the
Child. Martinus Nijhoff Publishers;
Gosita. Arif. “Aspek Hukum Perlindungan Anak
dan Konvensi Hak-hak Anak”. Era Hukum.
Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. No. 4/Th.V/
April 1999. Jakarta: Fakultas Hukum Ta-
rumanegara;
Manan. Bagir. ”Penelitian di Bidang Hukum”.
Jurnal Hukum Puslitbangkum No. 1 –
1999. Pusat Penelitian Perkembangan
Hukum. Bandung: UNPAD;
Rafferty. Yvonne. “The Impact of Trafficking on
Children: Psychological and Social policy
Perspectives”. Journal Compilation: Chi-
ld Development Perspectives. Vol. 2.
Number 1. 2008;
Tiefenbrun. Susan. “Child Soldiers. Slavery and
the Trafficking of Children”. Fordham In-
ternational Law Journal. Vol. 31. Issue 2.
The Berkely Electronic Press (bepress).
2007;
Van Bueren. Geraldine. The International Law
on the Rights of the Child. International
Studies in Human Rights Volume 35. Mar-
tinus Nijhoff Publishers. 1998;
Widiartana. 2009. Viktimologi Perspektif Kor-
ban Penanggulangan Kejahatan. Yogya-
karta: Universitas Atma Jaya.

Anda mungkin juga menyukai