Anda di halaman 1dari 4

REVISI JUDUL SKRIPSI

NAMA : SALSA SHINTA BELA


NPM : 20100046

SEMESTER : 7

JUDUL 1
ANALISIS HUKUM PENERAPAN UNDANG-UNDANG ITE NOMOR 19 TAHUN 2016
TERHADAP TINDAK PELANGGARAN HAK PRIVASI MEMBUKA ISI HANDPHONE (HP)
SISWA PADA SAAT RAZIA DI LINGKUNGAN SEKOLAH
(Studi Kasus : SMP N 2 SURAKARTA)

JUDUL 2
ANALISIS PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN
PELAKU TINDAK PIDANA CYBERBULLYING DIDASARKAN ATAS ASAS EQUALITY
BEFORE THE LAW DI KALANGAN REMAJA.
(Studi kasus : POLRESTA SURAKARTA)

URGANSI 1
UNESCO menghimbau negara-negara di dunia untuk melarang penggunaan teknologi
yang dirasa kurang menunjang pendidikan, seperti komputer dan handphone (HP). Laporan
Pemantauan Pendidikan Global 2023 UNESCO yang berjudul Technology in education: A tool on
whose terms menyatakan bahwa penggunaan HP di sekolah terbukti mengganggu pembelajaran.
Namun, kurang dari seperempat total negara di dunia yang melarang penggunaannya di sekolah.
Berdasarkan laporan UNESCO, penggunaan HP dan komputer saat belajar berisiko membuat
siswa terlibat dalam kegiatan yang justru tidak ada hubungan dengan pembelajaran. Sementara itu,
butuh 20 menit bagi siswa untuk dapat kembali fokus ke pelajaran. Dalam laporan UNESCO
tersebut juga menyoroti kurangnya pengaturan dan regulasi yang sesuai terkait penggunaan
teknologi dalam pendidikan. Pasalnya, penggunaan teknologi dirasa sudah menggantikan interaksi
manusia. UNESCO juga mendapati bukti bahwa manfaat pembelajaran akan hilang jika teknologi
digunakan secara berlebihan. Manfaat pembelajaran juga berisiko hilang tanpa kehadiran guru
yang berkualifikasi untuk menunjang pembelajaran dengan menggunakan teknologi. Sedangkan
teknologi seharusnya digunakan untuk mendukung tujuan bersama pendidikan berkualitas untuk
semua (detik.com).

Setiap sekolah pasti memiliki peraturan tersendiri mengenai larangan membawa media
elektronik khususnya Handphone (HP) disekolah kecuali adanya hibauan dari sekolah untuk
keperluan proses belajar atau pun ujian sekolah. Razia media elektronik khususnya Handphone
(HP) adalah hal yang wajar dilakukan pihak sekolah demi terciptanya kedisiplinan siswa dan siswi
untuk mematuhi peraturan yang ada di sekolah. Namun hal yang tidak diperbolehkan adalah
merazia media elektronik khususnya HP sampai mengecek isi dalam data pribadi pengguna tanpa
persetujuan. Berbeda dengan siswa/siswi yang terkena razia media elektronik khususnya HP pada
saat ujian dikarenakan menyontek, menurut saya pihak sekolah diperbolehkan membuka media
elektronik tersebut sebagai bukti bahwa siswa/siswi itu telah melakukan pelanggaran atau
kecurangan pada saat melaksanakan ujian dengan izin pemilik dan pengawasan sekolah (hanya
untuk mengumpulkan bukti kecurangan dan tidak membuka data pribadi pengguna). Apabila hal
tersebut dilakukan maka akan timbul isu hukum dimana pihak sekolah telah melanggar hak privasi
seseorang tanpa izin. Berdasarkan Undang-Undang ITE No. 19 Tahun 2016 Pasal 30 Ayat 1
menjelaskan bahwa “ Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses
Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun”. Dalam hal tersebut
dapat dikenakan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp.600.000.000
(enam ratus juta rupiah). Berdasarkan isu hukum diatas, saya sebagai penulis mengangkat kasus
ini sebagai judul skripsi utama yaitu "ANALISIS HUKUM PENERAPAN UNDANG-UNDANG
ITE NO. 19 TAHUN 2016 TERHADAP TINDAK PELANGGARAN HAK PRIVASI
MEMBUKA ISI HANDPHONE (HP) SISWA PADA SAAT RAZIA DI LINGKUNGAN
SEKOLAH" dikarenakan hal ini masih terjadi di berbagai sekolah tanpa sepengetahuan orang
tua/wali murid.

URGENSI 2
Perkembangan teknologi pada masa kini telah mempengaruhi kehidupan masyarakat
seperti internet dan media sosial yang memberikan dampak positif dan negatif dalam bersosialisasi
dan berkomunikasi. Kejahatan yang dilakukan di dalam internet merupakan hal yang sama dengan
kejahatan konvensional dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat dalam melakukan tindakan
kejahatan tersebut. Cyberbullying merupakan kejahatan yang ditimbulkan kepada setiap korban
individu dan sekelompok masyarakat tertentu yang dapat menyebabkan potensi bunuh diri atau
melukai diri sendiri. Terjadinya berbagai macam bentuk perundungan siber karena adanya
kekurangan dalam pemahaman penggunaan media sosial yang tidak diberikan filter atau tidak
adanya pengawasan dari orang tua atau seorang dewasa. Saya mengangkat judul “ANALISIS
PERBANDINGAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN DAN PELAKU
TINDAK PIDANA CYBERBULLYING DIDASARKAN ATAS ASAS EQUALITY BEFORE
THE LAW DI KALANGAN REMAJA” menjadi judul skripsi ke 2 dikarenakan munculnya isu
hukum di dalamnya, sebab kasus cyberbullying marak terjadi di kalangan para remaja khususnya
melalui media sosial dan game online.

Perlindungan Terhadap Korban Bullying berdasarkan Kitab Undang-Undang Nomor 35


Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak. Setiap warga negara pada hakikatnya berhak atas rasa aman dan memiliki hak
untuk mendapatkan perlindungan dari ancaman, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang
Dasar (UUD) Republik Indonesia Tahun 1945, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi”. Termasuk didalamnya mendapatkan perlindungan dari tindak
pidana Bullying, yang mana tindak pidana Bullying dapat memberikan rasa takut maupun dampak
secara fisik dan psikis lainnya. Di Indonesia sendiri terdapat peraturan mengenai tindak pidana
Bullying, yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014: “Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau
turut serta melakukan kekerasan terhadap anak”. Pada pasal ini yang menjadi perhatian adalah
frasa dilarang melarang kekerasan terhadap anak, hal ini jelas karena dilindungi oleh Undang-
Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak Pasal 16 ayat (1) yang berhubungan
dengan hak yang dimIliki oleh anak, menyatakan bahwa: “Setiap anak berhak memperoleh
perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak
manusiawi”.

Berdasarkan isu hukum di dalam judul saya, terdapat unsur di dasarkan atas Asas equality
before the law yaitu asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama.
Sederhananya, equality before the law mengandung makna semua manusia sama dan setara di
hadapan hukum. Perumusan equality before the law di Indonesia tertuang dalam beberapa
peraturan perundang-undangan. Pertama, equality before the law tertuang dalam UUD 1945.
Lebih detailnya, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menerangkan bahwa segala warga negara sama
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum tersebut tanpa adanya
pengecualian. Kedua, tertuang dalam UU Kekuasaan Kehakiman. Pasal 4 ayat (1) UU Kekuasaan
Kehakiman yang menerangkan bahwa pengadilan harus mengadili sesuai hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang. Ketiga, tertuang dalam KUHAP. Bagian menimbang huruf a dalam
KUHP menerangkan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang
menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Keempat, tertuang
dalam UU HAM. Pasal 3 ayat (2) UU HAM menerangkan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil serta mendapat kepastian
hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum. Pasal 5 ayat (1) UU HAM menambahkan bahwa
setiap orang diakui sebagai manusia pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan
serta perlindungan yang sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya di depan hukum.

RUMUSAN MASALAH 1
1. Apakah Pihak Sekolah Diperbolehkan atau Tidak Menyita dan Mengecek Isi Data Pribadi
di dalam Handphone (HP) Siswa Pada Saat Razia Media Elektronik di Lingkungan
Sekolah?
2. Bagaimana Penerapan Hukum Undang-Undang ITE No. 19 Tahun 2016 Terhadap Tindak
Pelanggaran Hak Privasi Membuka Isi Handphone (HP) Siswa Pada Saat Razia di
Lingkungan Sekolah?
RUMUSAN MASALAH 2
1. Bagaimana Perbandingan Perlindungan Hukum Terhadap Korban dan Pelaku Tindak
Pidana Cyberbullying di dasarkan atas Asas Equality Before The Law di Kalangan Remaja?
2. Bagaimana Kendala dan Upaya Aparat Kepolisian Polresta Surakarta dalam Mengatasi
Tindak Pidana Cyberbullying di Surakarta?

TUJUAN MASALAH 1
1. Untuk mengetahui Pihak Sekolah Diperbolehkan atau Tidak Menyita dan Mengecek Isi
Data Pribadi di dalam Handphone (HP) Siswa Pada Saat Razia Media Elektronik di
Lingkungan Sekolah?
2. Untuk mengetahui Penerapan Hukum Undang-Undang ITE No. 19 Tahun 2016 Terhadap
Tindak Pelanggaran Hak Privasi Membuka Isi Handphone (HP) Siswa Pada Saat Razia di
Lingkungan Sekolah?

TUJUAN MASALAH 2
1. Untuk mengetahui Perbandingan Perlindungan Hukum Terhadap Korban dan Pelaku
Tindak Pidana Cyberbullying di dasarkan atas Asas Equality Before The Law di Kalangan
Remaja.
2. Untuk mengetahui Kendala dan Upaya Aparat Kepolisian Polresta Surakarta dalam
Mengatasi Tindak Pidana Cyberbullying di Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai