Dosen pengampu :
Disusun oleh:
FAKULTAS HUKUM
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah saya
tentang “KONVERSI HAK ATAS TANAH ADAT”
Ibuk Asyri Febriana,SH.,MH selaku dosen pengampu hukum agraria yang telah
membimbing kami dalam pembuatan makalah ini serta kepada semua pihak baik yang secara
langsung maupun tidak langsung telah membantu saya dalam penyusunan makalah ini.
Saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan penuh
kekurangan. Maka dari itu,kritik maupun saran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak
sangat kami perlukan demi penyempurnaan makalah ini. Akhir kata kami berharap makalah
ini dapat menjadi bahan informasi yang menambah wawasan dan dapat berguna bagi kita
semua.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I........................................................................................................................................iii
PENDAHULUAN....................................................................................................................iii
1.1. Latar Belakang...........................................................................................................iii
1.2. Rumusan Masalah......................................................................................................iv
1.3. Tujuan.........................................................................................................................iv
1.4. Manfaat.......................................................................................................................iv
BAB II........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN........................................................................................................................1
2.1. Konversi Hak atas Tanah Adat........................................................................................1
BAB III.....................................................................................................................................10
PENUTUP................................................................................................................................10
3.1. Kesimpulan................................................................................................................10
3.2. Saran..........................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................1
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah tanah bagi manusia tidak ada habis habisnya karena mempunyai arti
yang amat penting dalam penghidupan dan hidup manusia sebab tanah bukan saja sebagai
tempat berdiam juga tempat bertani , lalu lintas , perjanjian dan pada akhirnya tempat
manusia berkubur. Selain itu tanah memiliki lima jenis rent yaitu rent ricardian ,rent lokasi,
lingkungan,social, politik yang menyebabkan tanah dapat memberi manfaat kepada manusia.
Konversi adalah pengaturan dari hak –hak tanah yang ada sebelum berlakunya
UUPA untuk masuk system dalam UUPA ( A.P.Parlindungan , 1990 : 1 ).
Untuk terjaminnya ha katas tanah maka oleh MPR dalam Repalita III telah
digariskan suatu program yang harus dilaksanakan dalam pembangunan bidang pertanahan ,
yaitu : “Agar pemanfaatan tanah harus sungguh – sungguh membantu usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam rangka mewujudkan keadilan social , sehubungan
dengan itu perlu dilanjutkan dan makin ditingkatkan penataan kembali penggunaan ,
penguasaan dan pemilikan tanah termasuk pengalihan ha katas tanah”. Adapun sarana pokok
yang diperlukan untuk menjamin ha katas tanah adalah penataan kembali pemilikan tanah
melalui pendaftaran tanah .
Pendaftaran tanah merupakan hal yang penting sebagai bukti hak yang kuat
terhadap ha katas tanah untuk membuktikan sebagai pemilik hak atas tanah secara sah . Di
samping itu pendaftaran tanah yang ditentukan dalam pasal 19 UUPA (UU No. 5 / 1960 )
merupakan sasaran untuk mengadakan kesederhanaan hukum .
Tentang pendaftaran tanah lebih lanjut dijelaskan dalam penjelasan umum angka
III alenia terakhir UU No. 5/1960 yang berbunyi : “ Adapun hak – hak yang pada mula
iii
berlakunya undang-undang ini semua akan dikonversikan menjadi salah satu hak yang baru
menurut UUPA”.
Jadi semua tanah baik yang dimiliki atas nama seseorang atau badan hukum , baik
hak milik adat atau ha katas tanah menurut buku II KUHPerdata diwajibkan untuk
dikonversi kepada salah satu hak-hak atas tanah menurut UUPA dan di daftarkan sehingga
terwujud unifikasi dan kesederhanaan hukum dalam hukum pertanahan Indonesia sesuai
dengan tujuan dari UUPA . Bahkan dalam pasal 41 PP No. 10 tahun 1961 dan Pasal 63 PP
No. 24 Tahun 1997 akan memberikan sanksi bagi yang terlambat atau lalai untuk melakukan
pendaftaran tanah maupun pendaftaran hak ats tanah yang diakui sebelumnya berlakunya
UUPA.
Setelah berlakunya UUPA dan PP No. 10 Tahun 1997 tidak mungkin lagi
diterbitkan telah diganti denagn PP No. 24 Tahun 1997 tidak mungkin lagi diterbitkan hak-
hak yang akan tunduk kepada kitab Undang-undang hukum perdata ataupun yang akan
tunduk kepada hukum adat .
Mengingat pentingnya pendaftaran hak milik adat atas tanah sebagai bukti
kepemilikan hak atas tanah secara sah sesuai dengan pasal 23 , pasal 32 dan padsal 38 UUPA
maka diberikan suatu kewajiban untuk mendaftarkan tanah adat khususnya hak milik adat .
1.3. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
tentang bagaimana pentingnya konversi hak atas tanah yang dimana untuk memberikan
kepastian hukum,perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah atau menghasilkan
surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
1.4. Manfaat
iv
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Konversi Hak atas Tanah Adat
1) Pengertian Konversi
Boedi Harsono (1968 : 140) menyatakan: “Konversi adalah perubahan hak yang lama
menjadi satu hak yang baru menurut UUPA”.
Dari rumusan di atas maka dapat disimpulkan bahwa konversi hak-hak atas tanah
adalah penggantian/perubahan hak-hak atas tanah dari status yang lama yaitu sebelum
berlakunya UUPA menjadi status yang baru , sebagaimana diatur menurut UUPA itu sendiri ,
adapun yang dimaksud dengan hak-hak atas tanah yang diatur dan tunduk pada hukum adat
dab hukum barat (BW).
Adapun yang menjadi landasan hukum konversi terhadap hak-hak atas tanah yang
ada sebelum berlakunya UUPA tanggal 24 september 1960 adalah bagian kedua dari UUPA
“tentang ketentuan – ketentuan konversi yang terdiri IX pasal yaitu dari pasal 1 sampai
dengan pasal IX”, khususnya untuk konversi tanah-tanah yang tunduk kepada hukum adat
dan sejenisnya diatur dalam pasal II , pasal VI dan pasal VII ketentuan ketentuan konversi , di
samping itu untuk pelaksanaan konversi yang dimaksud oleh UUPA dipertegaskan lagi
dengan dikeluarkannya peraturan menteri pertanian dan agraria nomor 2 Tahun 1962 dan SK
Menteri dalam Negeri Nomor 26/DDA/1970 yaitu “tentang penegasan konversi dan
pendaftaran bekas hak hak Indonesia atas tanah”.
1
Beberapa ketentuan-ketentuan konversi hak atas tanah adat :
Ayat 1 : Hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan
hak yang dimaksudkan dalam pasa 20 ayat 1 , seperti yang disebut dengan nama
sebagai di bawah , yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini , yaitu
hak agrarisch eigendom ,milik yayasan , ha katas druwe , ha katas druwe desa ,
pesini , grant sultan , landirijenbezitrecht , altijddurende erfpacht ,hak usaha
atas bekas tanah partiklir dan ha-hak lain dengan nama apapun , juga yang akan
ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria , sejak mulai berlakunya undang-
undang ini menjadi hak milik tersebut dalam pasal 20 ayat (1) , kecuali jika
yang mempunyainya tidak memenuhi syarat sebagai yang tersebut dalam pasal
21 .
Ayat 2 : Hak-hak tersebut dalam ayat 1 kepunyaan orang asing bahwa warga Negara
yang disamping kewarganegaraan indonesianya mempunyai kewarganegaraan
asing dan badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah sebagai yang
dalam pasal 21 ayat (2) menjadi hak guna usaha atau hak guna sesuai dengan
peruntukan tanahnya , sebagai yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri
Agraria .
Terhadap pasal II ketentuan konversi ini ditegaskan lebih lanjut dalam pasal 19
dan pasal 22 peraturan Menteri Agraria Nomor 2 tahun1980 dan dengan peraturan menteri
agraria nomor 2 tahun 1962 , sehubungan dengan hal tersebut maka jelaslah bahwa untuk
pengkonversian dari hak hak yang disebut dalam pasal II ketentuan konversi diperlukan
tindakan penegasan :
Penegasan tersebut diperlukan karena konversi dari pada hak tersebut di atas
disertai syarat –syarat yang bersangkutan dengan status yang empunya dan sifat penggunaan
tanah pada tanggal 2 september 1960 .
2
Pasal VI ketentuan konversi berbunyi :
“hak-hak atas tanah yang memberi wewenang sebagaimana atau mirip dengan
hak yang dimaksud dalam pasal 41 ayat 1 seperti yang disebut dengan nama sebagai di
bawah yang ada pada mulai berlakunya undang-undang ini yaitu : hak vruchtgebruik,
gebruik,grant countroleur, bruikleen , ganggambauntuik, anggaduh, bengkok,
lungguh ,pituwas, dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih
lanjut oleh menteri agraria , sejak berlakunya undang undang ini menjadi hak pakai
tersebut dalam pasal 41 ayat 1,yang memberi wewenang dan kewajiban sebagaimana yang
dipunyai undang-udang ini , sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan
ketentuan undang-undang ini”.
Dari bunyi Pasal VI ketentuan konversi tersebut maka hak-hak atas tanah seperti
ganggam bauntuik, anggaduh, bengkok, lungguh, pituwas yang berasal dari hukum adat
dikonversikan menjadi hak pakai.
Ayat 1 : Hak gogolan, pukulen atau sanggan yang bersifat tetap yang ada pada mulai
berlakunya undang-undang ini menjadi hak milik tersebut padaPasal 20 Ayat
(1).
Ayat 2 : Hak gogolan, pekulen atau sanggan yang tidak bersifat tetap menjadi hak pakai
terebut pada Pasal 41 ayat (1), yang memberi wewenangdan kewajiban sebagai
yang dipunyai oleh pemegang haknya pada mulai berlakunya undang-undang
ini”.
Ayat 3 : Jika ada keragu-raguan apakah sesuatu hak gogolan, pekulen atau sanggan
bersifat tetap atau tidak tetap, maka menteri agrarialah yang memutuskan.
Lebih lanjut tentang hak gogolan, pekulen atau sanggan diatur dalam Pasal 20
Peraturan Menteri Agraria Nomor 2 tahun 1960 yang berbunyi :
(1) . Konversi hak-hak gogolan, pekulen atau sanggan yang bersifat tetap menjadi hak
milik sebagai yang dimaksud dalam Pasal VII ayat (1) Ketentuan-ketentuan Konversi
Undang-Undang Pokok Agraria dilaksanakan dengan surat keputusan penegasan
Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan.
3
(2) .Hak gogolan, sanggan atau pekulen bersifat tetap kalau para gogol terus menerus
mempunyai tanah gogolan yang sama dan jika meninggal dunia gogolnya itu jatuh
pada warisnya tertentu.
(3). Kepala Infeksi Agraria menetapkan surat keputusan tersebut pada ayat (1) pasal ini
dengan memperhatikan pertimbangan sifat tetap atau tidak tetap dari hak gogolan itu
menurut kenyataannya.
(4). Jika ada perbedaan pendapat antara Kepala Inspeksi Agraria dan Bupati/Kepala
Daerah tentang soal apakah sesuatu hak gogolan bersifat tetap atau tidak tetap,
demikian juga jika desa yang berangkutan berlainan pendapat dengan kedua penjabat
tersebut, maka soalnya dikemukakan lebih dahulu kepada Menteri Agraria untuk
mendapat keputusan.
Dalam keputusan bersama Menteri Pertanian dan Agraria serta Menteri Dalam
Negeri No. SK 40/Ka/1964/DD/18/18/1/32 “tentang penegasan konversi hak gogolan tetap”,
tertanggal 14 April 1964 yang menyatakan bahwa hak gogolan tetap (sanggan/pekulen)
dikonversikan menjadi hak milik karena hukum sejak tanggal 24 September 1960 dan sejak
itu hak tersebut tidak lagi tunduk kepada ketentuan-ketentuan peraturan gogolan, melainkan
kepada peraturan agraria. Lebih lanjut ketentuan-ketentuan tentang konversi dalam UUPA
ditegaskan lagidengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2
tahun1962 dan SK. Menteri Dalam Negeri No. 26/DDA/1970.
4
Pasal 3 PMPA No. 2 tahun 1962 :
Pasal ini mengatur tentang hak-hak yang tidak diuraikan dalam sesuatu surat hak
tanah, maka oleh yang bersangkutan dijaukan :
a. Tanda bukti haknya, yaitu bukti surat pajak hasil bumi/verponding Indonesia atau
bukti surat pemberian hak oleh Instansi yang berwenang (kalau adadisertakan pula
surat ukurnya).
b. Surat keterangan Kepala Desa yang dikuatkan oleh asisten Wedana (Camat)yang :
1. Membenarkan surat atau surat bukti hak itu.
2. Menerangkan apakah tanahnya tanah perumahan atau tanah pertanian.
3. Menerangkan siapa yang mempunyai hak itu, kalau ada disertai turunansurat-
surat jual beli tanahnya.
c. Tanda bukti kewarganegaraan yang sah dari yang mempunyai hak.
Dari ketentuan Pasal 3 ini, maka khusus untuk tanah-tanah yang tunduk kepada
Hukum Adat tetapi tidak terdaftar dalam ketentuan konversi sebagai tanah yangdapat
dikonversikan kepada sesuatu hak atas tanah menurut ketentuan UUPA,tetapi diakui tanah
tersebut sebagai hak adat, maka ditempuhlah dengan upaya“Penegasan Hak” yang diajukan
kepada Kepala Kantor Pendaftaran Tanah setempat dikuti dengan bukti pendahuluan seperti
bukti pajak, surat jual-beli yang dilakukan sebelum berlakunya UUPA dan surat
membenarkan tentang hak seseorang dan menerangkan juga tanah itu untuk perumahan atau
untuk pertaniandan keterangan kewarganegaraan orang yang bersangkutan.
Dalam pasal ini diatur lembaga konversi lain dinamakan “Pengakuan Hak”, yang
perlakuan atas tanah-tanah yang tidak ada atau tidak ada lagi tanda bukti haknya,maka yang
bersangkutan dapat mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Pertanahan
setempat, permohonan tersebut diumumkan 2 bulan berturut-turut di kantor pendaftaran tanah
dan kantor Kecamatan, jika tidak diterima keberatan mereka membuat pernyataan tersebut
kepada kantor BPN dan kemudian mengirimkannya kepada Kepala Kantor Wilayah Pertanian
setempat, penerbitan pengakuan hak diberikan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN, dari SK
pengakuan hak tersebut sekaligus mempertegaskan hak apa yang diberikan/padanan pada
permohonan tersebut, bisa saja hak milik, hak guna usaha, atau hak guna bangunan atau hak
pakai (A.P. Parlindungan ; 1990 : 42).
5
Sedangkan pada Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. Sk 26/DDA. 1970
sebagai penjelasan dari peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 2 tahun 1962 dalam
diktum pertamanya : menegaskan bahwa yang dianggap sebagai“tanda bukti hak” dalam
Pasal 3 huruf a PMPA No. 2 tahun 1962 adalah :
6
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa hak atas tanah sebelum berlakunya
UUPA terdiri dari hak-hak yang tunduk pada hukum adat dan hak-hak yang tunduk pada
hukum barat. Adapun hak-hak atas tanah yang tunduk pada hukum adat adalah :
Selain tanah-tanah yang disebut di atas yang tunduk pada hukum adat ada juga
hak-hak atas tanah yang lain yang dikenal dengan nama antara lain ganggan bauntuik,
anggaduh, bengkok, lungguh, pituas dan lain-lain.
b. Tujuan konversi
Dengan diberlakukannya UUPA (UU No. 5/1960) yang menganut asas unifikasi
hukum agraria, maka hanya ada satu sistem hukum untuk seluruh wilayah tanahair, oleh
karena itu hak-hak atas tanah yang ada sebelum UUPA harus disesuaikan atau dicari
padanannya yang terdapat di dalam UUPA melalui lembaga konversi.
Jadi dengan demikian tujuan dikonversinya hak-hak atas tanah pada hak-hak atas
tanah menurut sistem UUPA di samping untuk terciptanya unifikasi hukum pertanahan di
tanah air dengan mengakui hak-hak atas tanah terdahulu untuk disesuaikan menurut
ketentuan yang terdapat di dalam UUPA dan untuk menjamin kepastian hukum, juga
7
bertujuan agar hak-hak atas tanah itu dapat berfungsi untuk mempercepat terwujudnya
masyarakat adil dan makmursebagaimana yang dicita-citakan oleh Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 33 ayat(3).
Selanjutnya yang akan dibahas hanya mengenai konversi bekas hak atas tanah adat saja.
Berdasarkan Pasal II Ketentuan Konversi UUPA hak-hak atas tanah seperti hak
agrarisch eigendom, milik yayasan andarbeni, hak atas druwe, hak atas druwe desa, jesini,
grant Sultan, landerijenbezitrecht, altijddurende erfpacht, hak usaha atas bekas tanah
partikelir, dan hak-hak lain dengan nama apapun juga yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh
Menteri Agraria, sejak berlakunya Undang-Undang ini dapat dikonversi menjadi hak milik.
Berdasarkan Pasal VII ayat (1) Ketentuan Konversi UUPA, hak gogolan, pekulen
atau sanggan yang bersifat tetap, sejak berlakunya Undang-Undang ini juga dapat dikonversi
menjadi hak milik.
Konversi bekas hak atas tanah adat diatur lebih lanjut dalam PMPA Nomor 2
Tahun 1962 tentang Penegasan Konversi dan Pendaftaran Bekas Hak Indonesia Atas Tanah.
Dalam Pasal 1 PMPA Nomor 2 Tahun 1962 ditentukan bahwa :
“Atas permohonan yang berkepentingan, maka konversi hak-hak yang disebut dalam
Pasal II dan VI Ketentuan-ketentuan Konversi Undang-undang Pokok Agraria menjadi
hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai dapat ditegaskan
menurut ketentuanketentuan Peraturan ini dan didaftarkan menurut ketentuan-ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah (LN Tahun
1961 No. 28), sepanjang Peraturan Pemerintah tersebut sudah mulai diselenggarakan di
daerah yang bersangkutan.”
8
Bedasarkan ketentuan tersebut maka pelaksanaan konversi harus jelas macam dan
subyek haknya. Dalam pendaftaran bekas hak-hak atas tanah adat diperlukan penegasan
tentang jenis haknya yang lama dan penegasan konversinya menjadi hak apa, baru kemudian
dapat dilakukan pendaftaran.
Hak-hak atas tanah yang ada sebelum UUPA berlaku, khususnya hak atas tanah
adat oleh ketentuan-ketentuan konversi UUPA diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang
diatur dalam Pasal 16 UUPA. Prinsipnya ialah hak yang lama diubah menjadi hak yang sama
atau hampir sama wewenang pemegang haknya.
9
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Melalui lembaga konversi hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya
UUPA disesuaikan dengan hak yang ada di UUPA. Untuk menjamin kepastian hukum maka
semua hak atas tanah harus didaftar.
Pendaftaran hak atas tanah adat menurut ketentuan PP No. 24 Tahun 1997 adalah
sebelum didaftarkan harus dikonversi terlebih dahulu. Terhadap hak atas tanahadat yang
memiliki bukti-bukti tertulis atau tidak tertulis dimana pelaksanaan konversi dilakukan oleh
Panitia Pendaftaran ajudikasi yang bertindak atas nama Kepala Kantor Pertanahan Nasional,
prosesnya dilakukan dengan penegasan hak sedangkan terhadap hak atas tanah adat yang
tidak mempunyai bukti dilakukan dengan proses pengakuan hak.
3.2. Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, 1983,Tebaran Pikiran Mengenai Hukum Agraria, AlumniBandung.
Fausi Riduan, 1982, Hukum Tanah Adat Multi Disiplin Pembudayaan Pancasila ,
Dewaruci Press, Jakarta .