MATERI AJAR
TEKNIK PEMBUATAN
PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
1
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
1-2
2
3
Peristilahan
4
Peristilahan
5
Peristilahan
6
Ilmu Perundang-undangan
7
Sifat Ilmu Pengetahuan
Perundang-undangan
8
Kegunaan Ilmu Perundang-undangan
9
Undang-Undang dalam
Arti Materiil dan Formil
10
Beda Peraturan Perundang-undangan
dengan Undang-Undang
11
Pembuat Peraturan Perundang-undangan
12
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
3-5
13
14
Asas-Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Yang Baik
Menurut Para Ahli
15
Asas Materiil meliputi:
1. Asas terminologi dan sistematika yang
jelas;
2. Asas dapat dikenali;
3. Asas perlakuan yang sama dalam
hukum;
4. Asas kepastian hukum;
5. Asas pelaksanaan hukum sesuai dengan
keadaan individual.
16
Menurut A. Hamid S. Attamimi, asas-asas
pembentukan undang-undang yang baik dapat
disusun sebagai berikut:
1. Cita hukum Indonesia;
2. Asas negara berdasar hukum;
3. Asas pemerintahan berdasar sistem
konstitusi;
4. Asas-asas lainnya.
17
Fungsi Asas-Asas Perundang-undangan
Yang Baik Dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
18
3. Hakim perlu mempergunakan
rechtsbeginselen apabila ia perlu
mengadakan analogi ;
4. Hakim dapat melakukan koreksi terhadap
peraturan perundang-undangan, apabila
peraturan perundang-undangan itu
terancam kehilangan maknanya.
19
Menurut Smits asas-asas hukum memenuhi tiga
fungsi, yaitu:
1. Asas-asas hukumlah yang memberikan
keterjalinan dari aturan-aturan hukum yang
tersebar;
2. Asas-asas hukum dapat difungsikan untuk
mencari pemecahan atas masalah baru;
3. Asas-asas dalam hal fungsi pertama dan kedua,
dapat dipergunakan untuk menulis ulang bahan-
bahan ajaran hukum yang ada sedemikian
sehingga dapat dimunculkan solusi terhadap
persoalan-persoalan baru yang berkembang.
20
Menurut A. Hamid S. Attamimi asas-asas
pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik, berfungsi untuk:
…… Memberikan pedoman dan bimbingan bagi
penuangan isi peraturan ke dalam bentuk dan
susunan yang sesuai, bagi penggunaan metode
pembentukan yang tepat, dan bagi mengikuti proses
dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan,
serta bermanfaat bagi penyiapan, penyusunan, dan
pembentukan suatu peraturan perundang-
undangan.
21
Filosofi Perancangan Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
22
Menurut Hamzah Halim ada kemungkinan
penggabungan kedua filosofi perancangan di atas,
yang dapat disebut filosofi positivisme
pragmatisme, yaitu perancangan dalam pembuatan
peraturan perundang-undangan berdasarkan nilai-
nilai, kemudian menyesuaikannya dengan hal-hal
menjadi tuntutan dan kebutuhan masyarakat
berdasarkan pengalaman yang disusun secara logis.
Dengan demikian, peraturan perundang-undangan
yang menjadi hasil pembuatan peraturan
perundang-undangan tidak hanya merupakan suatu
kumpulan peraturan-peraturan, akan tetapi juga
berisi nilai-nilai etis dan bertumpu pada moral
masyarakat.
23
Mekanisme Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Yang Baik
24
Syarat Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Yang Baik
25
Teknik Perancangan Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Yang Baik
26
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
6-8
27
28
Signifikansi Bahasa Peraturan
Perundang-undangan
29
Bahasa Peraturan Perundang-undangan
30
Contoh :
Pasal 34
(1) Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat
menghormati setia dan memberi bantuan lahir bathin
yang satu kepada yang lain.
Rumusan yang baik
(1) Suami isteri wajib saling mencintai, menghormati,
setia dan memberi bantuan lahir bathin.
31
Contoh :
Pasal 5
(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada
Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat
(1) Undang-Undang ini, harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
Rumusan yang baik
(1) Permohonan beristeri lebih dari seorang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
32
Contoh :
33
Contoh :
34
Untuk memberikan perluasan pengertian kata atau istilah yang sudah
diketahui umum tanpa membuat definisi baru maka gunakan kata
meliputi.
Contoh :
35
Untuk mempersempit pengertian kata atau istilah yang sudah
diketahui umum tanpa membuat definisi baru maka gunakan kata
tidak meliputi.
Contoh :
36
Hindari pemberian arti kepada kata atau frase yang maknanya terlalu
menyimpang dari makna yang biasa digunakan dalam penggunaan
bahasa sehari-hari.
Contoh :
37
Di dalam peraturan perundang-undangan yang sama hindari
penggunaan beberapa istilah untuk menyatakan satu makna.
Contoh :
38
Pilihan Kata atau Istilah
Contoh :
……. Dipidana dengan pidana penjaran paling
singkat 3 (tiga) tahun atau pidana penjara paling
lama 20 (dua puluh) tahun dengan denda paling
sedikit Rp 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
39
Untuk menyatakan makna tidak termasuk, gunakan kata kecuali. Kata
kecuali ditempatkan di awal kalimat, jika yang dikecualikan adalah
seluruh kalimat.
Contoh :
40
Untuk menyatakan makna termasuk, gunakan kata
selain.
Contoh :
41
Untuk menyatakan makna pengandaian atau kemungkinan,
gunakan kata jika, apabila, atau frase dalam hal.
Contoh :
42
Kata apabila digunakan untuk menyatakan hubungan
kausal yang mengandung waktu.
Contoh :
43
Untuk menyatakan sifat kumulatif gunakan kata dan.
Contoh :
44
Untuk menyatakan sifat alternatif gunakan kata atau.
Contoh :
45
Untuk menyatakan sifat kumulatif sekaligus alternatif
gunakan kata dan/atau.
Contoh :
46
Teknik Pengacuan
Pada dasarnya setiap pasal merupakan suatu kebulatan
pengertian tanpa mengacu ke pasal atau ayat lain.
Namun untuk menghindari pengulangan rumusan dapat
digunakan teknik pengacuan. Teknik pengacuan
dilakukan dengan menunjuk pasal atau ayat peraturan
perundang-undang dengan menggunakan frase
sebagaimana dimaksud dalam pasal ….. atau
sebagaimana dimaksud pada ayat ………
Contoh :
47
Pengacuan dua atau lebih pasal ayat yang berurutan tidak perlu
menyebutkan pasal demi pasal atau ayat demi ayat yang diacu
tetapi cukup dengan menggunakan frase sampai dengan.
Contoh :
48
Pengacuan dua atau lebih terhadap pasal ayat yang berurutan
tetapi tidak ada ayat dalam salah satu pasal yang dikecualikan,
pasal atau ayat yang tidak ikut diacu dinyatakan dengan kata
kecuali.
Contoh :
49
50
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
9
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
51
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
10-11
52
53
Proses Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan
54
Proses Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan
55
Proses Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan
56
Proses Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan
57
Proses Pembuatan Peraturan
Perundang-undangan
58
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
12-13
59
60
Kerangka Peraturan
Perundang-undangan
A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar, Hukum
5. Diktum
C. BATANG TUBUH
1. Ketentuan Umum
2. Materi Pokok yang Diatur
3. Ketentuan Pidana (Jika diperlukan)
4. Ketentuan Peralihan (Jika diperlukan)
5. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (Jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (Jika diperlukan)
61
Judul
62
Contoh :
63
Perubahan
Contoh :
64
Pembukaan
3. Konsiderans;
5. Diktum.
65
Frase Dengan Rahmat
Tuhan Yang Maha Esa
66
Jabatan Pembentuk Peraturan
Perundang-undangan
67
Konsiderans
68
Konsiderans
69
Contoh :
Menimbang : a. bahwa….;
b. bahwa….;
c. bahwa….;
70
Dasar Hukum
71
Dasar Hukum
72
Contoh :
73
Catatan :
74
Contoh :
Mengingat : 1. …………………………………………..…. ;
2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi
(Lembaran Negara Republik
Indonesia/LN RI Tahun 2003 Nomor 98,
Tambahan LN RI Tahun 4316);
75
Diktum
76
Diktum
77
Contoh :
78
Catatan :
79
Contoh :
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG PERIMBANGAN
KEUANGANANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN
DAERAH
80
Batang Tubuh
81
Ketentuan Umum
82
Ketentuan Umum
83
Ketentuan Umum
84
Materi Pokok yang Diatur
85
Ketentuan Pidana (Jika Diperlukan)
86
Ketentuan Pidana (Jika Diperlukan)
87
Ketentuan Pidana (Jika Diperlukan)
89
Ketentuan Peralihan (Jika Diperlukan)
90
Ketentuan Penutup
91
Ketentuan Penutup
92
Penutup
93
Penutup
94
Penutup
95
Penutup
Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...
PRESIDEN REPUBLIK
INDONTESIA,
tanda tangan
NAMA
96
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
14-15
97
98
Naskah Akademik
99
Naskah Akademik
100
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
A. Landasan pengundangan
Landasan bagi perlunya pengundangan :
Setiap orang dianggap mengetahui UU (teori
fictie hukum = een ieder wordt geacht de wet te
kennen, nemo ius ignorare consetur= in dubio
proreo, latin). Alasannya adalah karena UU dibetuk
oleh atau dengan persetujuan wakil2 rakyat
maka rakyat dianggap mengetahui UU
Pengundangan : ialah pemberitahuan secara formal
suatu peraturan negara dengan penempatannya
dalam suatu penerbitan resmi yang khusus untuk
maksud itu sesuai dengn ketentuan yang berlaku.
101
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
102
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
B. Tujuan pengundangan
Agar secara formal setiap orang dapat
dianggap mengenali peraturan negara, Agar
tidak seorangpun berdalih tidak mengetahuinya,
Agar ketidak-tahuan seseorang akan peraturan
hukum tersebut tidak memaafkannya.
C. Tempat pengundangan
Tempat pengundangan dan jenis peraturan
yang diundangkan menurut UU No. 10 Tahun 2004 :
- Lembaran negara RI Berita Negara RI
- Lembaran Daerah
- Berita Daerah
- Tempat pengundangan (lihat pasal 45)
103
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
104
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
105
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
106
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
107
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
108
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
3. Berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut sampai
tanggal yang tertentu;
Jika suatu peraturan telah ditentukan, maka peraturan mempunyai
daya laku sejak tanggal diundangkan. Namun, dalam hal-hal tertentu
ia mempunyai daya ikat yang berlaku surut sampai tanggal
yang ditetapkan. Jika suatu peraturan dinyatakan berlaku surut
maka ketentuan saat berlaku surutnya peraturan harus dinyatakan
secara pasti, misalnya berlaku surut hingga tanggal 1 Januari 2006,
karena ini berhubungan erat dengan adanya kepastian hukum.
Contoh : Jika suatu UU diundangkan pada tanggal 10 November
2006 dan dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan serta
dinyatakan berlaku surut sampai tanggal 1 Januari 2006 maka
UU tersebut mempunyai daya laku dan daya ikat mulai tanggal 10
November 2006 serta berlaku surut hingga tanggal 1 Januari 2006.
109
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
F. Penyebarluasan
Penyebarluasan peraturan perundang-undangan
menurut UU No. 10 Tahun 2004 diatur dalam Pasal 51
berbunyi pemerintah wajib menyebarluaskan peraturan
perundang-undangan yang telah diundangkan dalam
Lembaran Negara RI atau Berita Negara. Dalam
penjelasan Pasal 51 berbunyi, yang dimaksud dengan
menyebarluaskan adalah agar khlayak ramai mengetahui
peraturan perundang- undangan tersebut dan
mengerti/memahami isi serta maksud yang terkandung di
dalamnya, misalnya dilakukan dengan melalui media
elektronik, Televisi, radio dan media cetak Didaerah
(Perda) dilakukan oleh pemda baik yang sudah
diundangkan dalam Lembaran daerah maupun berita
daerah.
110
PENGUNDANGAN, DAYA IKAT
DAN PENYEBARLUASAN
F. Penyebarluasan
Penyebarluasan peraturan perundang-
undangan menurut Perpres No. 1 Tahun 2007
diatur dalam Pasal 29 berbunyi “pemerintah wajib
menyebarluaskan peraturan perundang-
undangan yang telah diundangkan dalam LN
RI dan dalam berita negara RI, sedangkan pemda
wajib menyebarluaskan peraturan perundang-
undangan yaNg telah diundangkan dalam LD
dan peraturan dibawahnya yang telah diundangkan
dalam berita daerah. Misalnya, dilakukan
melalui media elektronik, Tv, radio dan media cetak .
111
MATA KULIAH
TEKNIK PEMBUATAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
MATERI PERTEMUAN
16
UJIAN AKHIR SEMESTER (UAS)
112
Referensi
Hamzah Halim dan Kemal Redindo, Cara Praktis Menyusun dan Merancang
Peraturan Daerah, (Jakarta: Kencana, 2009).
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan: Dasar-Dasar
dan Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998).
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan: Proses dan
Teknik Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 2007).
Supardan Modeong dan Zudan Arif Fakhrullah, Legal Drafting berporos
Hukum Humanis Partisipatoris, (Jakarta: Perca, 2005).
Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang
Baik, (Jakarta RajaGrafindo Persada, 2009).
Zairin Harahap, Diktat Teori Perundang-undangan, Yogyakarta, Program
Magister Hukum BKU HTN.
Tiar Ramon, Internet Posted Oktober 31, 2009 by tiarramon. The title Legal
Drafting.
Resensi buku Proses dan Teknik Penyusunan Perundang-undangan karya
Nandang Alamsyah Deliarnoor, Ratna Nurhayati.
113
All The Best
Thank You
114