Anda di halaman 1dari 37

RANGKUMAN UTS PENGANTAR HUKUM INDONESIA

- Subjek Hukum: Individu dan Badan Hukum


- Ada 3 perspektif utama ilmu hukum:
o Hukum adalah gejala yang timbul dan tumbuh di dalam pergaulan hidup.
o Perkembangan dan pengembangan hukum di dalam masyarakat berkaitan erat
dengan suatu gejala lain di dalam masyarakat, yaitu adanya organisasi yang
disebut "Negara”.
o Perkembangan dan suasan hukum di Indonesia memiliki kekhasan karena
berbagai faktor dan kebutuhan yang khas dimana berkembang di dalam
tatanan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia.
- Aturan Tertulis : UU
- Aturan Tidak Tertulis : Hukum adat, Hukum kebiasaan
- Manusia merupakan Zoon Politikon yang berarti mahluk sosial.
- Masing – masing orang memiliki kehendak bebas. Kehendak bebas itu seperti
keinginan, tapi di dalam keinginan ini ada larangan dan ada batasan. Disini hukum
bekerja. Ada norma.
- Ubi Societas Ibi Ius: Di mana ada masyarakat, disitu ada hukum.
- Hukum Positif: Hukum yang berlaku saat ini.
- Kaidah Hukum Positif:
1. Hukum tertulis disebut UU
Putusan pemerintah yang dibentuk melalui prosedur yang berlaku oleh badan /
Lembaga / pejabat yang berwenang dan dirumuskan dalam bentuk yang sudah
ditentukan.
o UU dalam arti material: Putusan pemerintah yang isinya berlaku umum atau
mengikat secara umum. Isinya berupa Peraturan (De regel)
o UU dalam arti formal: Putusan pemerintah yang karena prosedur
pembentukannya dinamakan UU (De wet), yaitu Produk Putusan DPR yang
disahkan presiden.
Rumusan UU: Kodifikasi dan Tidak Dikodifikasi
2. Hukum tidak tertulis
Keputusan dari kepala persekutuan hukum (Masyarakat Adat) yang mengharuskan
dilaksanakannya perilaku tertntu atau perulangannya dalam situasi yang sama
demi terwujudnya keadilan.
o Kepatuhannya dapat dipaksakan oleh masyarakat, misalkan oleh Kepala Desa
atau Kepala Adat.
3. Preseden (Judge Made Law)
Kaidah hukum yang diciptakan oleh dan melalui proses di lembaga peradilan. Di
Indonesia tidak berlaku asas stare decisis:
 Asas dimana hakim yang mengadili satu perkara tidak boleh
menyimpang dari putusan yang pernah dibuat oleh hakim terdahulu
dalam kasus yang relatf sama (The Binding Force of Precedent).
Dalam sistem hukum di Indonesia, preseden terbentuk melalui / sebagai
konsekuensi dari hirarki peradilan, khususnya kasasi.
Yurisprudensi (Perkara sejenis – Indonesia)
o Putusan MA yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
o Diikuti oleh PN / PT agar tidak mengulang peradilan.
Subyek Hukum ada:
- Subyek Hukum Alami (Natuurlijk person): Manusia
- Subyek Hukum yang dibuat manusia (Rechtsperson): Badan Hukum
Obyek Hukum
Semua yang bermanfaat bagi subyek hukum, dapat dikuasai oleh subyek hukum, dan dapat
dijadikan pokok / obyek dalam suatu hubungan hukum. Obyek hukum ada 2:
- Benda Berwujud dan Tidak Berwujud
o Benda Berwujud: Benda yang bisa dirasakan oleh panca indera. Contohnya
Buku, pisau, handphone, dan lain – lain.
o Benda Tidak Berwujud: Benda yang tidak bisa dilihat oleh panca indera.
Contohnya Hak Paten, Hak Cipta, dan lain – lain.
- Benda Tetap dan Benda Bergerak
o Benda Tetap: Benda yang tidak bisa dipindahkan. Contohnya tanah.
o Benda Bergerak: Benda yang bisa dipindahkan. Contohnya mobil
Peristiwa Hukum:
Peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat yang dapat menimbulkan akibat – akibat yang
diatur oleh hukum. Menurut Apeldoorn, peristiwa yang berdasarkan hukum menerbitkan atau
menghapuskan hak dan kewajiban.
Hak:
Segala sesuatu yang harus didapatkan oleh setiap orang dalam suatu hubungan hukum.
Hukum dapat dikaitkan dengan suatu subyek hukum tertentu, sehingga mewujudkan diri
menjadi kekuasaan, kemampuan, atau kewenangan tertentu untuk atau atas sesuatu.
Kewajiban:
Sesuatu yang harus dilakukan / dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Setiap hak pada
subyek hukum tertentu selalu merupkaan kewajiban pada subyek hukum yang lain.
Sanksi:
Kemampuan norma / kaidah mempengaruhi perilaku manusia dalam kehidupan sehari – hari
yang berakar dalam kemauan manusia yang bersangkutan.

PHI
PHI lebih menjelaskan mengenai sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Melalui
PHI, mahasiswa bisa melihat sistem hukum yang berlaku saat ini. Sistem hukum masing –
masing negara pasti berbeda. Sistem hukum di Indonesia bisa dibagi menjadi 2 yaitu Hukum
Publik dan Hukum Privat.
Bisa disimpulkan bahwa Sistem Hukum Indonesia merupakan seperangkat norma /
aturan hukum yang berlaku di masyarakat melalui wewenang atau kekuasaan yang sah karena
secara langsung atu tidak langsung diturunkan dari satu norma dasar yang diakui dan berlaku
di Indonesia.

Dari Sistem Hukum Indonesia, ada beberapa komponen utama:


- Seperangkat Norma
- Berlaku dan dipatuhi di wilayah Republik Indonesia
- Diberlakukan oleh Kekuasaan kewenangan yang sah di Indonesia
- Diturunkan dari sebuah norma dasar yang diakui dan diterima di Indonesia
PHI Bertujuan untuk memberikan pengetahuan secara umum serta gambaran seutuhnya
mengenai hukum positif Indonesia.

Penggolongan Hukum
1. Hukum Perdata dan Hukum Publik
A. Hukum Privat / Perdata
Hubungan Hukum para warga masyarakat satu sama lain.
B. Hukum Publik / Pidana
Memiliki kaitan dengan organisasi masyarakat (Negara) dan upaya
pemenuhan kepentingan umum, sehingga menuntut campur tangan pemerintah
terhadap kehidupan kemasyarakatan.
2. Hukum yang Memaksa dan Hukum yang Mengatur
A. Hukum yang Memaksa / Imperatif (Dwigenrecht)
Hukum yang memerintah / hukum yang absolut dimana hukum ini tidak boleh
dikesampingkan oleh para pihak dengan perjanjian yang memuat aturan yang
menyimpang dari hukum memaksa terkait.
B. Hukum yang Mengatur (Anvullenrecht)
Hukum yang dapat ditentukan sendiri oleh para pihak sejauh mana mereka
ingin menyimpang dari aturanyang mengatur, dan menetapkan aturan sendiri
dengan perjanjian yang disepakati para pihak. Hukum ini dapat dikesampingkan
oleh para pihak dengan menetapkan aturan sendiri yang mengatur hubungan
diantara mereka yang dirumuskan dalam perjanjian yang mereka sepakati. Dalam
hal ini, hukum yang mengatur bisa disebut sebagai hukum pelengkap / hukum
fakultatif.
3. Hukum Material dan Hukum Formal
A. Hukum Material
Mengatur mengenai isi hubungan antar manusia atau perbuatan termasuk
perilaku apa yang dilarang dan apa yang dibolehkan serta ancaman dan sanksi
bagi pelanggarnya. Contoh: KUHP, BW, dan KUHD
B. Kaidah Hukum Formal / Prosedural / Acara
Mengatur tata cara yang harus ditempuh dalam mempertahankan atau
menegakan kaidah hukum material, khususnya upaya penyelesaian perselisihan
melalui pengadilan. Contoh: Reglemen Acara Perdata (HIR) dan KUHAP.

Saat ini Indonesia cenderung menggabungkan kaidah hukum material dan hukum
formal untuk suatu masalah tertentu. Contoh: UU Narkotika, UU Kepabeanan, UU
Pemberantasan Korupsi, dan lain – lain.
Politik Hukum
Berkaitan dengan:
- Ius Contituendum: Hukum yang dicita – citakan.
- Ius Constitutum: Hukum Positif, hukum yang berlaku saat ini.
Sistem Hukum dan Tradisi Hukum
Lawrence M. Friedman
Membagi pengertian system hukum itu menjadi 3:
1. Sistem hukum merupakan struktur hukum yang berupa Lembaga atau institusi hukum
seperti parlemen, peradilan, dan eksekutif termasuk kepolisian dan kejaksaan.
2. Isi atau materi hukum yang merupakan substansi utama dari hukum yaitu seluruh
peraturan perundang – undangan dan putusan hakim.
3. Budaya Hukum
Sistem hukum dalam konteks nasional merupakan campuran atau gabungan dari ketiga hal
yang diatas dimana merupakan seperangkat institusi, prosedur, dan materi hukum yang dibuat
atau ditemukan dan diberlakukan atau diterapkan bagi masyarakat yang berada di dalam
suatu negara. Sistem hukum dalam konteks bidang hukum misalkan: Sistem hukum pidana,
Sistem hukum perdata, Sistem hukum internasional, dan sebagainya.

Istilah tradisi hukum sering disamakan maknanya dengan sistem hukum dan digunakan
untuk saling menggantikan.
- Tradisi hukum mengaitkan system hukum dengan budaya dari masyarakat tempat
sistem hukum tersebut berlaku. Tradisi Hukum menempatkan system hukum di dalam
perspektif atau sudut pandang budaya.
- Menurut John Henry Merryman menyebut tradisi hukum sebagai tata nilai dan sikap
tentang bagaimana misalnya persepsi suatu masyarakat tentang: Hukum, fungsi dan
peran hukum, dan operasionalisasi hukum dalam masyarakat itu sendiri.
Tradisi hukum itu memiliki makna yang lebih dalam dan luas serta lebih sarat dengan nuansa
kebudayaan daripada istilah Sistem Hukum.
Para Ahli perbandingan hukum, dengan menggunakan pendekatan tradisi hukum, mencari,
dan mempelajari karakteristik atau ciri – ciri tertentu dari setiap system hukum yang berlaku
di dunia.

Renee David dan Brierly


Mereka memberikan beberapa karakteristik atau ciri unik dari tradisi hukum dilihat dari:
- Sejarah (Bagaimana perkembangan sejarah negara tersebut)
- Jenis Sumber Hukum yang Utama
Jenis sumber hukum utama yang digunakan oleh Indonesia adalah Undang – Undang
- Metode penafsiran dan penerapan hukum
- Pembagian beberapa bidang Hukum
- Macam Profesi dan Pendidikan hukum
- Faktor kolonialisme atau penjajahan

Ada 4 kelompok besar yang disebut Tradisi Hukum (Legal Tradisi):


1. Tradisi Hukum Barat (Western Legal Traditions), yang dapat dibedakan menjadi
tradisi Civil Law dan Common Law.
2. Tradisi Hukum Agama (Religious Law), terutama Hukum Yahudi, Hukum Kanonik
(Untuk umat Kristen Katolik), dan Hukum Islam.
3. Tradisi Hukum Adat (Customary Law atau Indigenous Law), misalnya Hukum Adat
negara – negara di Asia Timur seperti Tiongkok dan Jepang, serta Negara di Afrika.
4. Tradisi Hukum Sosialis (Socialist Law) yang lazim berlaku di negara – negara yang
menganut ideologi sosialis komunis.

Tradisi / Sistem Hukum Sosialis


Dinilai sudah tidak televan sejak bubarnya Uni Soviet. Menjadi negara – negara yang
merdeka yang tidak lagi sepenuhnya menganut ideologi sosialis komunis. Namun, di dunia
masih ada beberapa negara yang masih menganut paham ini, sehingga tradisi hukum ini
masih dianggap ada. Contohnya Negara bekas jajahan Uni Soviet, Yugoslavia, Kuba, dan
Vietnam.
Tradisi / Sistem Hukum Agama
Masih diterapkan secara ketat dan masih ada yaitu Hukum Islam, dan mungkin juga Hukum
Hindu, serta Hukum Yahudi di sebagian kecil wilayah di dunia ini.
Tradisi / Sistem Hukum Adat
Tradisi hukum ini sedikit masih eksis di berbagai negara di Asia Timur, Asia Tenggara, Asia
Selatan, dan Afrika, dan tentunya Indonesia.

Civil Law & Common Law


A. Civil Law
Tradisi Civil Law / Sistem Hukum Eropa Kontinental
Dianut mayoritas negara – negara di benua Eropa dan daerah jajahan di kawasan Asia,
Afrika, dan Amerika Serikat yang dulu bekas jajahan negara seperti Belanda,
Perancis, Portugal, dan Spanyol  Berlaku lebih dari satu system Hukum
(campuran).
Karakteristik Tradisi Hukum Barat (Hukum Eropa)
1. Mengenal pembedaan yang tajam antara institusi hukum (legal institutions) dengan
institusi sosial lain.
2. Penyelengaraan / penegakkan berbagai pranata hukum dipercayakan pada sekelompok
professional yang sehari – hari menjalankan aktivitas di bidang hukum yang disebut
pengemban profesi hukum.
3. Para pengemban profesi hukum harus mengikuti program pendidikan khsus pada
jenjang pendidikan tinggi yang kemudian dikenal dengan sebutan Pendidikan tinggi
hukum.
4. Materi atau bahan ajar bagi para calon pengemban profesi hukum pada sekolah –
sekolah hukum berkembang secara dialektis antara ilmu hukum dan institusi –
institusi hukum saling mempengaruhi dan berkembang
5. Hukum dipandang sebagai suatu system yang koheren / terintegrasi. Hukum sebagai
suatu system yang utuh (body) ini berkembang sesuai dengan perkembangan waktu,
dari satu generasi ke generasi berikutnya, terus berkembang dan berkembang.
6. Kedudukan hukum itu harus lebih tinggi dari politik. Konsepnya diumpamakan
hukum diharapkan jauh diatas politik. Prinsip supremasi hukum ini sudah berlaku
sejak abad ke-12, bahkan di negara yang menganut sistem pemerintahan kerajaan
yang absolut sekalipun.

7. Dimasa lalu dikenal dengan adanya pluralisme system hukum yang berlaku secara
damai bagi kelompok / golongan masyarakat yang berbeda – beda.
8. Banyak dipengaruhi dan diperbaharui oleh nilai – nilai sosial baru yang lahir sebagai
akibat dari berbagai perubahan atau bahkan revolusi sosial yang terjadi di Eropa.
Contoh Masa Renaissance, Revolusi Agraria, Revolusi Industri, adn Revolusi Prancis.

Latar Belakang:
- Berasal dari system Romano – Germanic
- Sumber: Hukum Romawi Kuno (Kaisar Justinianus berhasil dihimpunnya kodifikasi
Hukum Romawi  Corpus Juris Civilis atau Codex Justinianus)
- Hukum Romawi sempat mengalami stagnasi selama berabad-abad seiring dengan
pudarnya kejayaan Kekaisaran Romawi.
- Di sekitar abad 11 – 12 Masehi, melalui peran para Glossators (Para Ahli Hukum) dan
Commentators yang memulai studi hukum di universitas Bologna di Italy, Hukum
Romawi kembali ‘hidup’ lagi dan bahkan pengaruhnya meluas sampai hampir ke
seluruh daratan benua Eropa.
- Sesuai dengan tradisinya sistem Civil Law dikembangkan oleh para akademisi hukum
di universitas-universitas.
- Dikembangkan dan dirumuskan oleh para akademisi hukum di universitas-universitas
untuk kemudian dikompilasi, dikodifikasi dan disahkan oleh perangkat legislatifnya
menjadi undang-undang.

B. Common Law
Tradisi Common Law berasal dari Inggris, diterapkan di Irlandia & seluruh negara
bekas jajahan Inggris di berbagai belahan dunia  berlaku lebih dari satu system
hukum (campuran).

Latar Belakang:
- Berkembang di Inggris
- Didasarkan pada praktik hukum di pengadilan untuk memecahkan sengketa-sengketa
hukum
- Sistem Common Law memberi penekanan yang kuat pada fungsi dan peran hakim
sebagai pembuat hukum, dan sekaligus menjadikan keputusan-keputusannya sebagai
sumber hukumnya yang paling utama.
Bersumber dari hukum kebiasaan, pengaruh bersifat praktis dengan sistem peradilan yang
terpusat/ tersentralisir dan (ke)raja(an) yang kuat.
Metode Hukum
- Civil Law
o Menekankan peraturan yang utamanya ialah peraturan tertulis atau peraturan
perundang – undangan
o Bersumber dari dan dikembangkan oleh kalangan perguruan tinggi mealui
pemikiran ahli hukum.
o Dipersepsikan kaidah yang mengatur perilaku manusia yang berkait erat.
o Tradisi Civil Law lebih terfokus pada perumusan secara detil kaidah – kaidah
hukum material / substansial.
- Common Law
o Menekankan peraturan yang utamanya ialah putusan hakim di pengadilan.
Dikembangkan oleh, lembaga peradilan melalui para praktisi hukum.
o Pendekatannya induktif: cenderung mengarah dari satu kasus perkasus yang
sudah diputuskan oleh hakim sebelum.
o Dipersepsikan sebagai kaidah hukum yang mengatur hubungan antar pihak –
pihak yang berpekara di depan hakim sekaligus sebagai solusi atas sengketa
hukum yang bersangkutan.

Sumber Hukum
- Civil Law
o Sudah dikodifikasi
o Sangat mengutamakan perundang – undangan sebagai sumber hukum utama
o Sumber Hukum: Code de Penal (Pidana) dan Code de Civilis (Perdata)
- Common Law
o UU hanya sebagai pelengkap dan umumnya apa yang diatur oleh UU hanyalah
penegasan.
o Kedudukan Hakim lebih tinggi sumber hukumnya daripada isi Undang –
Undang.

Asas Konkordansi: Asas yang merupakan dasar agar wargan negara yang berada diluar
negaranya, tetap mengikuti peraturan negara asalnya.

Hukum Adat
Hukum Adat merupakan:
- Berasal dari bahasa Arab, Huk’m dan Adah (Jamaknya, Akham) yang berarti
o Suruhan atau ketentuan
o Hukum islam dikenal misalkan Hukum Syariah yang berisi ada lima macam
suruhan atau perintah yang disebut al – akham al – khamsah yaitu:
 Fardh (Wajib)
 Haram (Larangan)
 Mandub atau sunnah (Anjuran)
 Makruh (Celaan)
 Jaiz, mubah, atau halal (Kebolehan)
o Adah atau adat di dalam Bahasa arab merupakan kebiasaan yaitu perilaku
masyarakat yang selalu terjadi.

Ada 2 pendapat ahli tentang Sistem Hukum Adat


- Ter Haar
Hukum adat merupakan segala sesuatu yang bisa diketahui dan dikenal dari keputusan
para fungsionaris hukum dalam masyarakat itu, kepala – kepala, hakim – hakim, rapat
– rapat desa, wali tanah, pejabat – pejabat agama dan pejabat desa, sebagaimana hal
itu diputuskan di dalam dan diluar sengketa resmi, putusan dimana langsung
tergantung daripada ikatan – ikatan structural dan nilai – nilai dalam masyarakat,
dalam hubungan satu sama lain dan ketentuan timbal balik.
- Soepomo
Hukum adat merupakan hukum kebiasaan yang tidak tertulis, tapi tidak hanya
meliputi hukum yang hidup dan dipertahankan sebagai peraturan adat di dalam
masyarakat saja melainkan hukum ada juga merupakan hukum kebiasaan dalam
lapangan ketatanegaraan dan kehakiman atau peradilan (Judgemade Law).

Fungsi dan Peran Hukum Adat dalam Masyarakat ada 2 pendapat:


1. Koentjaraningrat
Berfungsi dalam lapangan pengendalian masyarakat atau kontrol sosial.
2. Berger
Merupakan pengendalian sosial tapi diartikan sebagai berbagai cara yang digunakan
masayarakat untuk menertibkan anggotanya yang menyimpang.

Corak dan Unsur Sistem Hukum Adat di Indonesia


1. Tradisional
Artinya bersifat turun temurun dari zaman nenek moyang hingga ke anak cucu ke
sekarang ini yang masih berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat adat yang
bersangkutan. Artinya:
o Memiliki keunikan sendiri setiap adatnya
o Memiliki sifat asli dan tidak bisa diubah – ubah
Berlaku dan dipertahankan oleh masyarakat yang bersangkutan.
2. Keagamaan
Cirinya:
o Percaya kepada kekuatan yang lebih besar daripada manusia
o Bersifat Keagamaan (Magis Religius)
Kepercayaan adanya dunia gaib yang memiliki pandangan bahwa alam semesta
adalah suatu keseluruhan yang seimbang. Kaidah hukum adat ini selalu
menggantungkan kekuatannya pada apa yang dikehendaki dan diperintahkan oleh
tuhan dan percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam realitas kehidupan mereka
berhubungan dengan benda – benda yang bersifat gaib dan mistis, sehingga hukum
ada yang mereka ciptakan bersifat magis religius dalam arti hukum tersenut dapat
memberikan rasa aman bagi masyarakat adat.
3. Kebersamaan (Bercorak Komunal)
Di dalam hukum adat lebih diutamakan kepentingan Bersama di mana kepentingan
pribadi itu diliputi oleh kepentingan bersama. Seluruh benda merupakan harta miliki
atau kekayaan masyarakat adat memiliki fungsi sosial dan segala sesuatu yang
dinikmat dan memiliki daya kegunaan bagi masyarakat adat secara individu wajib
digunakan dan dibagi oleh masyarakat adat yang lainnya. Setiap individu dilihat
sebagai anggota persekutuan.
4. Konkret dan Kontan
o Konkret artinya hukum adat ini jelas, nyata, dan berwujud.
o Corak visual dimaksudkan hukum adat ini dapat dilihat, terbuka, dan tidak
tersembunyi.
o Sifat hubungan hukum yang berlaku di dalam hukum adat adalah ”Terang dan
tunai”, tidak samar – samar, terang disaksikan, diketahui, dilihat, dan didengar
orang lain, dan tampak terjadi ”ijab kabul”.
5. Terbuka dan Sederhana
o Terbuka: Sekalipun hukum adat itu bersifat dari nenek moyang atau bersifat
tradisional, tetapi tidak akan berhenti dalam menerima budaya luar asalkan
budaya tersebut tidak bertentangan dengan hukum adat itu sendiri.
o Sederhana: Hukum adat itu bersahaja, tidak rumit, tidak banyak
administrasinya, bahkan kebanyakan tidak tertulis, mudah dimengerti, dan
dilaksanakan berdasarkan saling mempercayai.
o Hukum adat pada prinsipnya bergaul dengan kaidah dari mana saja dan juga
tidak menutupi diri untuk menerima perbedaan unsur – unsur dari kaidah
mana pun.

6. Dapat Berubah dan Menyesuaikan


o Hukum yang hidup dan berlaku di masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga
sekarang yang dalam pertumbuhannya atau perkembangannya secara terus
menerus mengalami proses perubahan, menebal dan menipis.
o Dalam proses perkembangannya terdapat isi atau materi hukum adat yang
sudah tidak berlaku lagi, yang sedang hidup dan berlaku dalam masyarakat
serta materi yang akan tumbuh.

Asas – Asas Hukum Adat


Menurut R. Soepomo:
Asas Hukum adat memiliki nilai – nilai universal:
1. Asas Gotong Royong
Disebut asas kemasyarakatan, asas komunal, dan asas kekeluargaan. Di dalam
masyarakat adat, solidaritas yang ada di antara anggota masyarakat yang satu dengan
anggota masyarakat yang lainnya sangat tinggi, dimana para anggota masyarakat itu
didasari adanya solidaritas dalam suka dan duka, dalam kehormataan dan kehinaan,
dan kemewahan dan kemelaratan, dimana para anggotanya merasa senasib dan
seperjuangan.
2. Asas Fungsi Sosial Manusia dan Milik Dalam Masyarakat
Tercermin jelas sekali dalam kehidupan tradisional masyarakat adat. Asas ini terdiri
dari dua unsur:
o Asas fungsi sosial milik masyarakat
o D
3. Asas Persetujuan Sebagai Dasar Kekuasaan Umum
o Merupakan salah satu unsur demokrasi Indonesia asli yang senantiasa
tercermin implementasinya dalam tata kehidupan masyarakat tradisional.
o Kekuasaan umum ini di dalam masyarakat tradisional dijalankan oleh Kepala
Adat. Kepala Adat atau disebut pula kepala rakyat bertugas memelihara hidup
hukum di dalam persekutuan, menjaga supaya hukum itu dapat berjalan
dengan selayaknya.
4. Asas Perwakilan dan Permusyawaratan Dalam Sistem Pemerintahan
o Merupakan ciri-ciri khas demokrasi Indonesia asli yang telah ada dan dibina
dalam kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala.
o Sebagai contoh dapat disebut tata kehidupan sebuah famili, yaitu suatu
persekutuan hukum genealogis yang terkecil di daerah Minangkabau. Sebuah
famili dipimpin oleh seorang kepala famili yang disebut mamak rumah atau
tungganai, yaitu lelaki tertua dari kerabat yang bersangkutan. Seorang
tungganai mengurus hal-hal kerabat yang penting hanya dengan musyawarah
dengan semua wanita-wanita dewasa dan juga laki-laki dewasa yang tetap
tinggal dengan kerabat dimaksud. Musyawarah ini dilakukan di rumah gadang
(rumah besar kerabat).

Bidang – Bidang Hukum Adat


Menurut Ter Haar, dia membagi bidang hukum adat menjadi 7:
1. Hukum Perjanjian Tanah dan yang bersangkutan dengan tanah
2. Hukum Perhutangan
3. Hukum Kekerabatan
4. Hukum Perorangan
5. Hukum Perkawinan
6. Hukum Waris
7. Hukum Pelanggaran

Menurut Van Dijk, dia membagi bidang hukum adat menjadi 2:


1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Warga
Meliputi:
o Hukum Kekerabatan: Hukum Perkawinan dan Hukum Waris
o Hukum Tanah
o Hukum Perhutangan
Menurut Soerjono Soekanto, dia membagi bidang hukum adat menjadi 2:
1. Hukum Tantra atau Hukum Negara Materil dan Formil, yaitu:
o Hukum Tata Tantra atau Hukum Tata Negara
o Hukum Administrasi Tantra atau Hukum Administrasi Negara
o Hukum Pidana
2. Hukum Perdata Materil dan Formil, yaitu:
o Hukum Pribadi
o Hukum Harta Kekayaan
Meliputi:
 Hukum Benda
 Hukum Benda Tetap
 Hukum Benda Lepas
 Hukum Perikatan
 Hukum Perjanjian
 Hukum Penyelewengan Perdata
 Hukum Perikatan lainnya
 Hukum Hak Immateril
 Hukum Keluarga
 Hukum Waris
Hukum Islam
Hukum Islam sebagai suatu sistem hukum tidak dapat dipisahkan dari Islam. Dalam hal ini
Hukum Islam ditetapkan aturan – aturannya oleh Allah untuk mengatur hubungan:
- Manusia dengan Tuhan
- Manusia dengan dirinya sendiri
- Manusia dengan sesama manusia dalam hubungan sosial
- Manusia dengan alam semesta
Ada 3 Kerangka dasar Hukum Islam:
1. Akidah
Berarti Ikatan atau Sangkutan, yaitu mengikat dan menjadi sangkutan atau gantungan
segala sesuatu. Akidah merupakan kumpulan aturan – aturan yang menjadi titik tolak
kegiatan seorang muslim. Akidah juga dikenal dengan keyakinan mutlak seseorang
terhadap Allah.
2. Akhlak
Berarti sikap mental yang menimbulkan kelakuan baik atau buruk, yang dimaksudkan
sebagai akhlak adalah akhlak yang mulia yang harus dilakukan setiap manusia.
Berkenaan dengan sikap dan perbuatan manusia terhadap Allah, terhadap diri manusia
sendiri, terhadap sesama manusia dan alam semesta. Akhlak memiliki posisi penting
dalam Hukum Islam, karena merupakan hasil pencerminan dari aturan di dalam
hukum Islam yang dilandasi oleh akidah yang ada pada diri manusia.
3. Syariah
Hukum-hukum yang ditetapkan Allah melalui wahyu yang diturunkan untuk umat
manusia, sehingga banyak orang yang menganggap bahwa apa yang disebut dengan
Hukum Islam adalah syariah.
Syariah
- Syariah: Merupakan Aturan yang terdiri dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW.
- Syariah secara etimologi : Jalan ke tempat mata air, atau tempat yang dilalui air
sungai.
- Syariah secara terminologi : Seperangkat norma ilahi yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan sesamanya dalam kehidupan sosial,
dan hubungan manusia dengan mahluk lainnya di alam semesta. Syariah sering
diterjemahkan dengan Islamic Law.
Fiqih
- Fiqih: Pemahaman atau hasil pemahaman / interpretasi tentang syariah.
- Fiqih secara etimologi : pengetahuan atau pemahaman
- Fiqih secara terminologi : hukum syara’ yang bersifat praktis yang diperoleh dari
dalil-dalil syariah yang terperinci.
- Fiqih diterjemahkan dengan istilah Islamic Jurisprudence.

Tujuan Hukum Islam


Ada 5 macam tujuan Hukum Islam:
1. Memelihara agama
2. Memelihara jiwa
3. Memelihara akal
4. Memelihara keturunan
5. Memelihara harta
Kelima macam tujuan hukum Islam di dalam berbagai kepustakaan disebut dengan Al-
maqasid Al-khamsah atau Al-maqasid al-syariah.

Bidang - Bidang Hukum yang Diatur Dalam Hukum Islam


1. Akham Al – Ibadah (Hukum Ibadah)
Hubungan Manusia dengan TUHAN, yang pasti hubungannya adalah hubungan
Ibadah. Diatur beberapa ketentuan:
- Jenis ibadah yang cara, waktu, tempatnya sudah ditentukan, seperti shalat, puasa,
zakat, ibadah haji, dan zakat.
- Semua bentuk pengabdian kepada Allah dan setiap perbuatan atau perkataan yang
memberikan manfaat kepada manusia pada umumnya. Contohnya memelihara
kebersihan, gotong royong di masyarakat, dan lain – lain.
2. Ahkam Al – Mu’amalat (Hukum Amaliyah)
Hubungan Manusia dengan Alam Semesta, dimana terdiri dari:
- Ahkam al – syahsiyat (Hukum orang dan keluarga)
Hukum tentang orang dan hukum tentang perkawinan.
- Ahkam al – madaniyat (Hukum tentang benda)
Hukum mengatur masalah yang berkaitan dengan benda. Contohnya utang
piutang, sewa menyewa, jual beli, lingkungan alam semesta, warisan, dan
jaminan.
- Ahkam al – jinayat (Hukum tentang sanksi hukum bersifat negative)
Hukum yang berhubungan dengan perbuatan yang dilarang dan ancaman atau
sanksi hukum bagi yang melanggarnya.
- Ahkam al – qadha wa al – murafat (Hukum acara)
Hukum yang berkaitan dengan acara di pengadilan (Hukum formil), Contohnya
alat bukti, saksi, pengakuan, sumpah, dan lain – lain yang berkaitan dengan
pelaksanaan hukum acara.
- Ahkam al – dusturiyah (HTN, HAN, dan Perundang – undangan)
Berkaitan dengan Lembaga negara, system negara, politik, kepemimpinan, dan
peraturan perundang – undangan.
- Ahkam al-dauliyah (Hukum internasional)
Hukum yang mengatur hubungan antar negara, baik dalam keadaan damai
maupun perang
- Ahkam al-iqtishadiyah wa al-maliyah (Hukum perekonomian dan moneter)
Hukum tentang perekonomian dan keuangan dalam suatu negara dan antar negara.
Ciri – Ciri Hukum Islam
1. Bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam
2. Mempunyai hubungan erat dan tidak dapat dipisahkan dengan iman dan kesusilaan.
3. Syariah dan Fiqih.
Syariah: Bersumber dari Wahyu Allah dan sunnah / hadits Nabi Muhammad SAW
Fiqih : Hasil pemahaman manusia yang bersumber dari aturan umum yang terdapat
di Al – Qur’an.
4. Tidak hanya mengatur bidang ibadah tetapi bidang2 lain yang menyangkut hubungan
manusia dalam masyarakat.
5. Memiliki struktur berlapis yang terdiri dari:
- Aturan dalam Al – Qur’an
- Sunnah / Hadits Nabi Muhammad SAW
- Hasil penemuan hukum melalui penalaran (Itijihad) termasuk keputusan hakim
6. Berkaraketer universal, berlaku di setiap masa untuk umat Islam dimanapun berada.
7. Memiliki tujuan untuk memelihara agama, akal / pikiran / jiwa, raga, harta, dan
keturunan.

Asas – Asas dan Prinsip di dalam Hukum Islam


Asas: Tumpuan berpikir atau berpendapat dalam menerapkan aturan – aturan.
Menurut Syekh Muhammad Hadhori, ada 3 asas hukum Islam:
1. Asas Meniadakan Kesempitan dan Kesukaran
Memberikan kemudahan untuk mengurangi kesukaran terhadap suatu kondisi yang
dialami oleh manusia. Tujuannya untuk memberikan toleransi dan memperhatikan
beban hukum dengan sangat hati – hati. Dikenal dengan istilah Rukhshah (Peringanan
Hukum).
2. Asas Menyedikitkan Pembebanan
Bahwa tidak akan ada yang Namanya kesulitan atau kesukaran yang akan
mengakibatkan pembebanan tersebut.
3. Asas Bertahapan dalam Menetapkan Hukum
Menetapkan bahwa setiap masyarakat memiliki adat istiadat atau kebiasaan yang
sudah berakar, maka dalam menetapkan suatu hukum Islam dalam masyarakat harus
betahap sesuai dengan perkembangan dan kebiasaan masyarakat.

Menurut Masjfjuk Zuhdi menambahkan asas – asas lain:


1. Asas Sejalan dengan Kepentingan atau Kemaslahatan Umat Manusia
Asas yang menekankan kemanusiaan diantara sesama manusia yang merupakan
manifestasi dari hubungan manusia dengan penciptanya. Dalam menetapkan hukum
senantiasa didasarkan pada 3 sendi pokok:
- Hukum ditetapkan sesudah masyarakat membutuhkan hukum itu
- Hukum ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berhak menetapkan hukum dan
menundukkan masyarakat di bawah ketepatannya.
- Hukum ditetapkan menurut kadar kebutuhan masyarakat

2. Asas Mewujudkan Keadilan


Asas yang menempatkan manusia semua sama di hadapan hukum Islam. Namun
dalam mewujudkan asas keadilan tersebut, di dalam hukum Islam juga harus
memperhatikan atau berorientasi pada moralitas. Keadilan dalam hukum Islam
menempatkan sesuatu hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada
yang berhak serta memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.

Beberapa Asas Khusus dalam Bidang Pidana dan Perdata Hukum Islam
1. Asas – Asas Hukum Pidana
A. Asas Legalitas
o Dalam Hukum pidana Konvensional, asas ini dikaitkan dengan adanya
aturan dalam peraturan perundang – undangan yang mengatur pelanggaran
dan hukuman.
o Dalam Hukum pidana Islam, asas ini tidak hanya dikaitkan dengan ada
atau tidaknya aturan dalam peraturan perundang – undangan tetapi
berdasarkan hukum yang terdapat di dalam sumber Hukum Islam.
B. Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Pada Orang Lain
Asas ini mengatur bahwa setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan bagi
setiap pelakunya.
2. Asas - Asas Hukum Perdata
A. Asas Kebolehan / Mubah
Asas yang mengatur bahwa setiap hubungan keperdataan boleh dilakukan, kecuali
ada dalil atau aturan yang melarangnya dan Allah memudahkan dan mempersulit
kehidupan manusia.
B. Asas Kemaslahatan
Asas yang mengatur tujuan utama dalam mengatur perbuatan untuk mencapai
rahmat bagi seluruh semesta atau manfaat yang sebesar – besarnya
C. Asas Kebajikan
Bahwa seharusnya, suatu perbuatan perdata antar para piahk, harus mendatangkan
kebaikan.
D. Asas Kekeluargaan
Asas yang lahir dari konsekuensi dari reaksi antar manusia yang berinteraksi
dalam keluarga.
E. Asas Tidak Merugikan Diri Sendiri dan Orang Lain.
Berlaku adil tidak hanya pada orang lain, begitu juga pada diri sendiri.
F. Asas Mendapatkan Hak karena Usaha dan Jasa
Setiap orang yang melakukan usaha / pekerjaan mereka mendapat hak untuk -
G. Asas Hak Milik Berfungsi Sosial

H. Asas Tertulis dan Diucapkan di depan Saksi


Asas yang mengatur bahwa Ketika seseorang atau apra pihak, dia melakukan
suatu perbuatan, sebaiknya tertulis dan ada saksinya.

Sumber – Sumber Hukum Islam


Sumber Hukum Islam ada 3:
1. Al – Qur’an
Fungsi: Dalil pokok Hukum Islam. Menyangkut berbagai aturan
Al – Qur’an selalu diprioritaskan untuk memecahkan masalah yang dialami oleh
manusia. Kaum Muslim tidak boleh mengambil hukum dan jawaban atas
permasalahnnya diluar Al – Qur’an.
Ada 2 sifat:
- Qath’i
Ayat – ayat Al – Qur’an yang merupakan ketentuan – ketentuan hukumnya tidak
membutuhkan penafsiran lagi.
- Zhanny
Ayat – ayat Al – Qur’an yang merupakan ketentun – ketentuan hukumnya
mengandung dan menggunakan berbagai penafsiran hukum.
Ada 2 jenis penjelasan yang akan mempengaruhi ketentuan yang terkait:
- Jelas: Tidak mengandung keraguan dan tidak mengandung pemahaman lain yang
terdapat di Iafasz (Ejaan / Tulisan) ayat Al – Qur’an.
- Samar: Berlaku pada bidang mu’amalah atau bidang-bidang yang berkaitan
dengan hubungan manusia dengan manusia atau masyarakat.

2. Sunnah
Merupakan Sumber Hukum Islam kedua
Nabi Muhammad SAW sebagai penyampai ajaran Al – Qur’an diberi otoritas untuk
menjelaskan lebih lanjut apa yang telah diwahyukan padanya. Berfungsi sebagai
penjelas dan pelaksana dari apa yang ditulis dalam Al – Qur’an. Sunnah / Hadits
adalah bentuk perkataan dan perbuatan / tindakan.
Kedudukan Sunnah / Hadits berfungsi terhadap Al – Qur’an:
- Pertama, Memperkuat apa yang telah ditetapkan dalam oleh Al – Qur’an.
- Kedua, Memperjelas atau merinci apa yang telah digariskan dalam Al – Qur’an.
- Ketiga, Menetapkan hukum yang belum di atur di dalam Al – Qur’an.

3. Ar – Ra’yu
- Ijma’
Konsensus atau kesepakatan para ahli hukum Islam (Mujtahid) pada suatu masa
yang akan diberlakukan terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat yang
dilakukan setelah Nabi Muhammad Wafat. Kesepakatan hukum atas suatu hukum
mengenai kejadian / peristiwa tersebut akan dianggap sebagai dalil, yang
merupakan hukum mengenai kejadian tersebut. Contohnya Kesepakatan di
Indonesia mengenai Vaksinasi oleh para ahli Majelis Ulama Indonesia dimana
mereka mengeluarkan Fatwa (Hasil Keputusan para Ahli Indonesia).

- Ijtihad
Mempergunakan kesanggupan untuk mengeluarkan hukum yang bersal dari kitab
allah dan Sunnah Rasul yang dilakukan oleh seorang ahli hukum. Ada beberapa
syarat bagi orang yang melakukannya:
o Syarat yang dikelompokkan sebagai syarat utama: Penguasaan materi
hukum yang terdapat dalam sumber utama ajaran Islam
o Syarat yang dikelompokkan sebagai syarat pelengkap: Mengetahui
cara untuk menyeleksi atau mengklarifikasikan sunnah / hadits sebagai
sumber hukum.
Contohnya adalah Penentuan 1 syawal dan Bayi tabung.
- Qiyas
Menyamakan hukum suatu perkara yang belum ada hukumnya dengan perkara
lain yang ditetapkan oleh Al – Qur’an karena adanya persamaan alasan / illat
hukum. Contohnya adalah
o Meminum khamr / minuman memabukkan adalah perkara yang telah
ditetapkan sebagai sesuatu yang diharamkan. Pengahraman ini karena
adanya illat . alasan yakni memabukkan.
Kesimpulan: Setiap minuman atau makanan yang memiliki illat / alasan
yang sama yaitu sama – sama memabukkan maka dipersamakan dengan
khamr dan hukumnya haram.

Prinsip Hukum Islam


Prinsip: Permulaan, tempat pemberangkatan, titik tolak atau al – mubda.
 Diartikan sebagai landasan atau titik tolak pedomana pemikiran yang menjadi pokok
dasar berpikir.
Prinsip dalam Hukum Islam:
1. Prinsip Tauhi
Prinsip yang menghimpun seluruh amnusia kepada tuhan. Prinsip ini bersifat
universal sebagai landasan prinsip hukum Islam lainnya.
2. Prinsip Tolong Menolong
Prinsip bahwa setiap manusia itu adalah sama sehingga diantara sesama manusi harus
saling membantu.
3. Prinsip Kemerdekaan
Setiap manusia memiliki kebebasan baik secara berkelompok maupun individu.
4. Prinsip Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Prinsip yang digerakkan untuk mengendalikan dan merekayasa umat manusia menuju
tujuan yang baik dan benar yang dikehendaki oleh Allah.
5. Prinsip Toleransi
Prinsip yang menjamin kemerdekaan dan kebebasan beragama untuk menjamin
kebebasan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing – masing. Setiap umat
manusia harus hidup rukun dan damai tanpa memandang suku, ras, agama, dan antar
golongan.

Sejarah Perundang – Undangan


BR (1814)  RR Lama (1855)  RR Baru (1920)  IS (1926)  1942

Besluiten Regerings
Segala sesuatu yang paling tinggi adalah kitab raja. Termasuk mengenai pengurus pemerintah
penjajah di hindia belanda. Sistem pemerintahan monarki absolut.
Politik Hukum Belanda
1. Bentuk Hukum
- Tertulis
o Kodifikasi
o Tidak Dikodifikasi
- Tidak Tertulis
2. Corak Hukum
- Unifikasi (Berlaku 1 sistem hukum)
- Dualistis (Berlaku 2 sistem hukum)
- Pluralistis (Berlaku > 2 sistem hukum)
Politik Hukum Belanda secara tidak jelas tercantum dalam pasal 11 Algemene Bepalingen
van Wetgeving (AB). Dalam hal ini memuat perintah pada hakim untuk memberlakukan
Hukum Perdata Eropa bagi Golongan Eropa dan Hukum Perdata Adat bagi golongan
lain dalam penyelesaian perkara.
Pasal 6 – 10 AB menetapkan 2 golongan pokok:
1. Orang Eropa
2. Orang Pribumi
Pembagian golongan berdasarkan pasal ini hanya berdasarkan perbedaan agama:
- Yang beragama Kristen  Disamakan dengan orang Eropa
- Yang tidak beragama Kristen  Disamakan dengan Pribumi
Pasal 10 AB memberikan wewenang pada Gubjen untuk menetapkan suatu aturan.
S.1848:10 pasal 3 Gubjen menetapkan bahwa orang pribumi yang beragama Kristen jika dia
memiliki perkara hukum, maka dia akan tetap menggunakan peradilan kedudukan hukumnya
yang lama.
MASA REGERING REGLEMENT (1855 – 1926)
- Terjadi pertikaian antara Raja dengan Parlemen di Belanda. Pertikaian ini terjadi
mengenai perubahan grondwet. Pemenang dari pertikaian ini adalah Parlemen
Belanda. Yang awalnya Monarki Absolut / Konstitusional menjadi Monarki
Konstitutional Parlementer.
- Perubahan ini terjadi karena paham liberalisme dan kapitalisme yang mendorong
terjadinya perubahan pandangan konstitutif negeri Belanda.
 Liberalis: Kebebasan berindividu
 Kapitalisme: Pemegang modal
- Kaum liberalis ingin pengelolaan ekonomi Pemerintah pada Sistem Tanam Paksa
harus diserahkan dan diubah pada swasta. Dengan desakan ini, sistem Tanam
Paksa dihapus secara bertahap.
- Pada tahun 1848, terjadi perubahan Grondwet atas desakan kaum liberalis.
Kekuasaan raja juga sudah dibatasi, para menteri tidak bertanggung jawab lagi
pada raja, tapi kepada Statengeneraal (Parlemen) termasuk Minister van Kolonien
(Menteri Urusan Jajahan).
- Pasal 59 Grondwet 1848
 Raja harus memberikan laporan tahunan tentang masalah – masalah kolonial
kepada Staten Generaal.
- Pasal 60 Grondwet 1848
 Aturan pemerintah, sistem moneter, cara pengurusan dan pertanggungjawaban
keuangan kolonial harus ditetapkan dengan wet (UU).
- Pasal 60
 Peraturan pemerintah yang mengatur daerah jajahan tidak diatur lagi melalui
besluit, tapi dengan wet yang dibuat raja dengan parlemen yang dinamakan
Regerings Reglement (RR).

Politik Hukum Regerings Reglement


- Politik Hukum dicantumkan pada pasal 75 RR yang pada dasarnya seperti pasal
11 AB.
- Pembagian penghuni tetap 2 golongan (Pasal 109 RR) :
1. Yang menjajah
2. Yang dijajah
- Tahun 1920, RR mengalami perubahan (disebut RR baru) berlaku sejak 11 Januari
1920 sampai 1926.
- Politik Hukum pasal 75 RR (baru), penentuan penghuni pada pasal 109 RR baru
mengalami perubahan asas menjadi :
1. Pendatang
2. Yang didatangi
- Golongan dibagi menjadi 3 :
1. Golongan Eropa
2. Golongan Timur asing
3. Golongan Pribumi
- S. 1866:55
 Kitab Hukum Pidana (Gol. Eropa) saduran dari Code Penal (Kitab Undang –
Undang Hukum Pidana) yang waktu itu berlaku di Belanda.
 Tahun 1872 Kitab ini ditambah dengan Algemene Politie Strafreglement.
- Gol. Non Eropa
 S.1872:85  isinya hampir sama dengan KUHP gol. Eropa.
 S.1872:111 diberlakukan Algemene Politie Strafreglement bagi gol. Non-
Eropa.
- Sejak 1 Januari 1918 melalui S.1915:732 di Hindia Belanda, diundangkan
Wetboek van Strafrecht yang berlaku bagi semua golongan.

Masa AB  Pembagian Golongan: Pasal 6 – 10 AB dan Politik Hukum: Pasal 11 AB.


Masa RR Lama  Pembagian Golongan: Pasal 109 RR dan Politik Hukum: Pasal 75 RR.
Masa RR Baru  Pembagian Golongan: Pasal 109 RR dan Politik Hukum: Pasal 75 RR.
MASA INDISCHE STAATSREGELING (1926 – 1942)
- Tahun 1918: Pemerintah Belanda membentuk Voksraad (Wakil Rakyat), sebagai hasil
perjuangan bangsa yang menghendaki ikut menentukan Nasib bangsanya,
- Pada awalnya, wakil rakyat hanya sebagai penasihat pemerintah, tapi pada tahun 1926
diberi hak ikut membuat UU.
- Grondwet mengalami perubahan lagi pada tahun 1922, yang menyangkut tata
pemerintahan Hindia Belanda, terutama yang berkenaan wewenang raja terhadap
daerah jajahan.
- RR diganti oleh IS yang berlaku 1 Januari 1926 melalui S.1925:415.

Politik Hukum Indische Staatsregeling


- Politik hukum – pasal 131 IS yang seluruh isinya Salinan dari pasal 75 RR (Baru):
o Ayat 1 : Hukum perdata dan pidana material dan formal akan ditulis dan
ditetapkan dalam ordonansi.
o Ayat 2a : Memberi pedoman kepada pembentuk ordonansi untuk hukum
perdata material yang harus diatur bagi orang Eropa.
o Ayat 2b : Memberi pedoman kepada pembentuk ordonansi untuk hukum
perdata material yang harus diatur bagi orang pribumi dan orang Timur Asing.
o Ayat 3 : Untuk hukum acara perdata dan hukum acara pidana ketentuan yang
sama seperti mengenai hukum pidana.
o Ayat 4 : Orang-orang pribumi dan Timur Asing, sepanjang mereka belum
tunduk kepada aturanaturan bersama orang-orang Eropa, berhak untuk
menundukkan dirinya secara sukarela yang diatur dengan ordonansi.
o Ayat 5 : Menyatakan tidak berlakunya ordonansi berdasarkan pasal ini di
daerahdaerah yang berlaku hukum adat.
o Ayat 6 : Tetap berlakunya hukum Adat bagi orang pribumi dan Timur Asing
sepanjang tidak ditentukan lain oleh ordonansi.
Kesimpulan dari ini:
o Mengandung asas hukum tertulis, tapi tidak memuat perintah kodifikasi
hukum, melainkan ditetapkan dalam ordonansi.
o Membuka kemungkinan unifikasi hukum bila ada kepentingan hukum.
o Ada wewenang bagi pembentuk ordinansi menyimpang terhadap hukum adat
yang berlaku bagi gol. Pribumi dan gol. Timur Asing.
o Hukum perdata bercorak dualistis, gol. Eropa berlaku hukum perdata hasil
konkordansi, gol. Pribumi dan Timur Asing berlaku Hukum Adat masing –
masing.

Pembagian Golongan
- Pasal 163 IS:
1. Ayat 1
 3 golongan penghuni Hindia Belanda – Eropa, Pribumi, Timur Asing.
2. Ayat 2
 Tunduk pada ketentuan-ketentuan bagi orang Eropa
a. Semua orang Belanda. (keturunan)
b. Semua orang yang berasal dari Eropa, yg tidak termasuk butir 1.
(keturunan dan kelahiran; keturunan atau kelahiran; kewarganegaraan
yang geografis Eropa).
3. Ayat 3
 Tunduk pada ketentuan bagi orang pribumi, kecuali pribumi Kristen yang
harus diatur dengan ordonansi:
 Pribumi tidak pindah ke kelompok lain. (pribumi asli)
 Kelompok lain yang meleburkan diri dengan pribumi. (Meniru –
meninggalkan hukumnya; akibat perkawinan gol. lain menikah dengan
pria pribumi).
4. Ayat 4 : Tunduk pada ketentuan-ketentuan bagi orang Timur Asing, kecuali bila
menganut agama Kristen. (mereka yang tidak termasuk gol.Eropa dan
gol.Pribumi).
Catatan : IS - 1 Januari 1926 melalui S.1925:415.
o Masalah : Seorang anak ditemukan di wilayah Hindia Belanda dengan ciri
fisik Eropa.
o Penyelesaian : Termasuk Timur Asing bila orang tuanya tidak diketahui.

- Pribumi
o Ukuran bukan kelahiran dan dibesarkan di Indonesia, tapi orang yang sejak
jaman prasejarah sudah berdiam di Indonesia.
o S.1933 No.74 jo 36-607
 Huwelijke Ordonnantie voor Christen Indonesiers Java, Minahasa en
Amboina (HOCI)
o S.1898 No. 158
 Regeling op de Gemengde Huwelijken (RGH – Ordonansi Kawin
Campur)
o Berdasarkan sistem hukum yang berbeda : golongan, agama.
o Pasal 6 ayat (1) : Perkawinan campuran dilangsungkan menurut hukum yang
berlaku bagi si suami.
o Pasal 7 : Perbedaan agama, golongan, atau keturunan tidak mungkin menjadi
penghalang mengadakan perkawinan.
 Jangka waktu pengajuan untuk tetap pada golongannya : -> 1 tahun
 Diajukan pada : Kepala Pemerintahan setempat (Asisten Residen)

- Kata ”Berasal”
o Menurut Mr. PH Kleintjes
 Keturunan (ius sanguinis) dan kelahiran (ius soli) Golongan Eropa
bila : keturunan Eropa dan dilahirkan di Eropa.
 Masalah : orang Belanda yang lahir di Hindia Belanda ?
o MJH Carpentier Alting
 Golongan Eropa bila keturunan dan/ atau kelahiran Eropa
 Masalah : Orang Afrika/Asia turun temurun (lahir) dan tinggal di
Eropa, kemudian datang ke Hindia Belanda, apakah disebut golongan
Eropa?
o Seseorang yang datang ke Hindia Belanda memiliki kewarganegaraan yang
geografis Eropa.
o S:1899, Semua orang Jepang dan yang berasal dari tempat lain – tidak
termasuk butir 1 dan 2 - yang dinegaranya tunduk pada hukum keluarga yang
sama dengan hukum Belanda.
 Monogami
 Batas usia anak – dewasa
 Kedudukan hukum anak sah dan anak luar kawin
 Sistem hubungan kerabat.
o Anak sah atau yang diakui menurut undang-undang dan keturunan selanjutnya
dari orang yang dimaksud butir 2 dan 3.

Hukum Yang Berlaku Bagi Golongan Eropa


- Pada pasal 131 IS : Hukum Perdata, Hukum Pidana, Hukum Acara.
A. Hukum Perdata Material
o Tertulis, dikodifikasi : BW, WvK diundangkan berlakunya 1 Mei 1848.
o Asas konkordansi : sama isinya dengan yang berlaku di Belanda. Bila ada
perubahan, di Hindia Belanda pun berubah, contoh:
 Penghapusan Buku Ketiga dari WvK dan diganti dengan
‘Faillissemensverordening’(Pengaturan hukum kepailitian) berlaku 1
Mei 1906 (S.1906:217), di Belanda berubah sejak 1893.
 Hukum Laut tahun 1938, di Belanda berubah tahun 1927.
 Perjanjian Kerja berubah tahun 1927, di Belanda tahun 1907.
 Hukum Waris tahun 1936, di Belanda berubah tahun 1923.
B. Hukum Pidana Material
o Wetboek van Strafrecht diundangkan berlakunya 1 Januari 1918 melalui
S.1915:732.
C. Hukum Acara
o Di Jawa dan Madura:
 Untuk proses perdata, diatur dalam : ‘Reglement op de Burgerlijke
Rechtsverordering’.
 Untuk proses pidana : ‘Reglement op de Strafvoerdering’.
Keduanya berlaku 1 Mei 1848, setelah terlebih dulu diundangkan
‘Reglement op de Burgerlijk Rechtvordering’ (RV/Hukum Acara)
S.1847:52.
o Di luar Jawa dan Madura:
 Hukum acara diatur dalam ‘Rechts Reglement Buitengewesten’ (RBG)
S.1927:227.
Susunan Peradilan bagi gol.Eropa di Jawa dan Madura:
1. Residentiegerecht
2. Raad van justitie
3. Hooggerechtshof
1. Residentiegerecht
- Berada di daerah Residen
- Hakim tunggal yang dibantu seorang panitera (Merupakan hakim dan panitera di
Landraad yang terletak di ibukota keresidenan).
- Wewenangnya:
o Mengadili perkara perdata kecil bagi orang Eropa. Kemudian diperluas untuk
gugatan perdata dimana orang Eropa atau Tionghoa sebagai tergugat.
o Memeriksa dan mengadili perkara gugatan perdata yang diajukan orang
pribumi dan Timur Asing bukan Tionghoa, apabila mereka tunduk dengan
sukarela pada Hukum Perdata Eropa.
o Mengadili sengketa perjanjian kerja antara orang pribumi dan Timur Asing
bukan Tionghoa, walaupun tidak tunduk secara sukarela pada Hukum Perdata
Eropa.

2. Raad van Justitie


- Ada di Jakarta, Semarang, dan Surabaya
- Wewenangnya:
o Lembaga peradilan gol. Eropa untuk perkara pidana dan perdata.
o Lembaga peradilan harian orang Tionghoa sebagai penggugat, apabila
tergugatnya orang Eropa dan Tionghoa.
o Lembaga peradilan harian orang pribumi dan TA bukan Tionghoa bila sebagai
tergugat kalau mereka tunduk secara sukarela pada Hukum Perdata Eropa.
o Memeriksa perkara dan mengadili semua golongan :
 Penemuan barang di laut, tindak pidana kepailitan, pembajakan di laut-
sungai pelayaran dalam perdagangan.
o Menyelesaikan perselisihan: antara hakim dan bawahannya, hakim peradilan
pemerintah dan hakim peradilan pribumi, hakim kedua peradilan di atas dan
hakim peradilan swapraja (Peradilan Non Gubernemen).
o Sebagai pengadilan banding dari putusan Pengadilan Keresidenan dan
Landraad.
Semua putusan Landraad di Jawa dan Madura dapat mengajukan banding hanya
kepada RvJ di Jakarta. RvJ juga mengenal ‘Kamar Tunggal’ yang terdiri dari hakim
tunggal, disebut ‘Politierechter’ (hakim kepolisian) yang tugasnya menyelesaikan
perkara-perkara pidana ringan.

3. Hooggerechtshof
- Kedudukan di Jakarta, sebagai lembaga peradilan tertinggi di HB.
- Wewenangnya:
o Mengawasi pengadilan bawahan di seluruh HB.
o Keputusan dari Mahkamah ini disebut ‘arrest’
o Mengadili perkara tingkat pertama dan terakhir kasus pidana yang dilakukan
pegawai kehakiman, pegawai tinggi pemerintahan, anggota volksraad.
o Memeriksa perkara perdata tingkat pertama dan terakhir yang ditolak atau
dihambat penyelesaiannya oleh RvJ atau Residentiegerecht.

Susunan Peradilan bagi gol. Eropa di luar Jawa dan Madura :


1. Residentiegerecht
2. Raad van justitie
Dengan satu Hooggerechtshof di Jakarta.

1. Residentiegerecht
- Terdapat di Ibukota Keresidenan (pasal 61 – 71 RBG)
- Bagi kota yang ada Landraad-nya dengan ketua seorang Sarjana Hukum, jabatan
hakim keresidenan dapat diketuai oleh ketua Landraad tersebut.
- Wewenang:
o Mengadili perkara pidana Eropa untuk tingkat pertama dan terakhir. (Pidana
Ringan: Ancaman kurungan 3 bulan atau denda maksimal 500 gulden).
o Tidak mengadili perkara pidana yang ada ’Landgerecht’ – nya yaitu
pengadilan pidana yang diperuntukkan bagi setiap golongan.
o Sumatera Barat dan Tapanulli
o Bangka Belitung, Riau, dan Jambi
2. Raad van justitie
- Terdapat di Padang, Medan (Aceh dan Sumatera Timur), dan Makassar
- Untuk Raad Padang (Sumatera Barat, Tapanuli, dan Bengkulu)
3 Januari 1941, S.1941:7 dibentuk ’kamar kedua’ yang bertugas memeriksa tingkat
banding. Alasan Pembentukan: Di Tapanuli terdapat tingkat banding peradilan
pribumi (Rapat Tinggi).

Hukum yang Berlaku Bagi Golongan Pribumi


Diatur dalam pasal 131 IS (Pasal 75 RR Baru):
- Hukum Perdata
- Hukum Pidana
- Hukum Acara
A. Hukum Perdata Material
- Hukum Perdata Adat  Tidak Tertulis
- Pasal 131 ayat 6 IS
 Kedudukan Hukum adat menjadi tidak mutlak, karena dapat digantikan dengan
ordonansi bila dikehendaki pemerintah HB.
- Beberapa Ordonansi yang dibuat Belanda (Prof. Supomo):
1. Hukum yang berlaku bagi semua golongan
2. Undang – Undang yang berlaku bagi golongan pribumi
B. Hukum Pidana Material
- S.1915:732 – WvS sejak tahun 1918
C. Hukum Acara
- SV S.1847:40 dan RV S.1847:52 – Berlaku 1 Mei 1848
- Inlands Reglement (IR) S.1848:16 berlaku 1 Mei 1848 s.d. 1941, untuk golongan lain
(termasuk gol Pribumi) yang diadili di pengadilan gubernemen.
- Inlands reglement (IR) S.1926:559 – lembaga yang bertugas melakukan penuntutan
tidak dapat menjamin penyidikan yang objektif dan ahli.
- Gubjen memiliki kewenangan untuk menunjuk landraad-landraad : Jakarta,
Semarang, Surabaya
- Membentuk penuntut umum yakni Jaksa yang terdiri dari opsir-opsir justisi dan
magistraat.
- Untuk Landraad yang tidak punya Jaksa, tetap memakai IR.

Susunan Peradilan bagi gol.Pribumi di Jawa & Madura:


1. Districtsgerecht
2. Regentschapsgerecht
3. Landraad

Districtsgerecht
- Terdapat di daerah pemerintahan Distrik/ Kawedanaan, oleh Wedana sebagai hakim
tunggal.
- Wewenang mengadili :
o Pidana ringan (pelanggaran) oleh orang pribumi, denda paling tinggi 3
gulden.
o Perdata, perselisihan yang gugatannya dilakukan oleh orang bukan Eropa dan
TA Tionghoa, nilai kurang dari 20 gulden.
- Banding ke Regentschapsgerecht.

Regentschapsgerecht
- Di ibukota Kabupaten diselenggarakan oleh Bupati atau Patih. Sebagai hakim tunggal
dibantu : pegawai bawahan kabupaten, penghulu, jaksa.
- Mengadili perkara banding dari Districtsgerecht.
- Wewenang :
o Pidana, perkara pelanggaran dengan hukuman paling lama 6 hari atau denda
paling tinggi 10 gulden.
o Perdata, penggugat bukan Eropa atau TA Tionghoa, tergugat pribumi dengan
nilai perkara 20 – 50 gulden.
- Banding ke Landraad.

Landraad
- Di kota-kota kabupaten dan kota lain yang perlu.
- Majelis hakim dengan ketua seorang Sarjana Hukum.
- Wewenang :
o Sebagai pengadilan tingkat pertama bagi perkara perdata dan pidana menurut
undang-undang.
o Hakim biasa bagi perkara pidana untuk orang TA.
o Dalam perkara perdata TA bukan Tionghoa yang berlaku hukum adat, dapat
diadili di sini sebagai pengadilan tingkat pertama.
o Banding ke RvJ – bila nilai putusan di bawah 100 gulden. Untuk perkara
pidana hanya permintaan ‘revisie’ (pemeriksaan kembali).
o Mengadili perkara banding yang diajukan Regentschapsgerecht.

Susunan Peradilan bagi gol.Pribumi di luar Jawa dan Madura:


- Berlaku RBG (‘Rechts Reglement Buitengewesten’) S. 1927:227.
- Lembaga peradilannya :
1. Negorijrechtbank
o Terdapat pada desa (negorij) di Ambon.
o Hakim : Kepala Negorij dan anggota2 Negorij
o Banding : Magistraatsgerecht.

2. Districtsgerecht
o Hakim : Wedana sebagai hakim tunggal
 Banding ke  Landraad : Bangka  Magistraatsgerecht : Belitung,
Manado

3. Magistraatsgerecht
o Hakim : Pegawai-pegawai pemerintah yang diangkat oleh Residen dengan
hakim tunggal.
o Dihadiri oleh Jaksa.
o Wewenang mengadili, di daerah yang tidak terdapat Landgerecht (kedudukan
Magistraatsgerecht = Landgerecht) : Mengadili tindak pidana dengan pelaku
pribumi dan Timur Asing.
o Pengadilan banding dari: Districtsgerecht Belitung dan Manado,
Negorijrechtbank .

4. Landraad
o Banding : Raad van Justitie

Hukum Yang Berlaku Bagi Golongan Timur Asing


1. Hukum Perdata Material
o Pasal 11 AB : Semula berlaku hukum perdata dan pidana adat karena sama
kedudukannya dengan pribumi.
o S.1855:79 untuk Jawa-Madura berlaku hukum Perdata Eropa, kecuali hukum
keluarga dan hukum waris tanpa wasiat.
o Tahun 1917 melalui S.1917:129 TA Tionghoa sejak 1 Mei 1919 dibedakan
dengan TA lainnya.
o TA Tionghoa berlaku seluruh Hukum Perdata Eropa sejak 1 Maret 1925
melalui S.1924:557 di seluruh HB, (semula : di Jawa-Madura, Sumatera Barat,
Tapanuli, Bengkulu, Sumatera Timur, Manado, Sulawesi, Ambon, Ternate dan
Timor), kecuali Kalimantan Barat baru berlaku 1 September 1925.
o TA bukan Tionghoa berdasarkan S.1855:79 semula berlaku hukum Perdata
Eropa, kecuali hukum keluarga dan hukum waris tanpa wasiat. Berdasarkan
S.1917:12 tentang penundukan sukarela bagi hukum Perdata Eropa untuk
semua golongan, mengakibatkan ada 2 aturan yang berbeda.
o Penyelesaian : Dikeluarkannya S.1924:556, pasal 1-nya : mencabut
S.1855:79.  Artinya : bagi mereka yang dengan sukarela dapat tunduk pada
Hukum Perdata Eropa.
2. Hukum Pidana Material
o S.1915:732 – WvS sejak tahun 1918.
3. Hukum Acara
o Tidak diatur, begitupun tentang pengadilannya.

Sejak tahun 1914 di Jawa-Madura dibentuk peradilan baru yang berlaku bagi semua
golongan untuk mengadili tindak pidana ringan (semula ditangani Politierechter –
RvJ).  Cara kerja : hakim datang ke kantor kepolisian, tidak di RvJ.
Di luar Jawa-Madura tahun 1919 dibentuk Landgerecht.
 Ditangani oleh hakim tunggal
 Peradilan perkara pidana ringan, untuk tingkat pertama dan terakhir.

Perkembangan Politik Hukum Hindia Belanda


- Politik hukum Belanda dimulai sejak 1 Mei 1848 melalui pasal 11 AB, 75 RR, 131
IS.
- Dualistis terhadap hukum perdata :
o gol. Eropa – hk.pdt Eropa, tertulis
o gol. Lain – hk.adat masing-masing.
- Ditempuh jalan :
1. Memberlakukan hk.pdt Eropa bagi golongan yang dipersamakan dengan
golongan pribumi :
o S.1855:79 – Hukum perdata Eropa diberlakukan bagi hanya gol. Yang
dipersamakan dengan gol. Pribumi kecuali terhadap hukum keluarga dan
hukum waris tanpa wasiat –> Terpaksa.

2. Perkawinan antar golongan (campuran)


o Dasar pembagian golongan : agama Kristen dan non-Kristen
o S.1898 : 158 – Peraturan Perkawinan Campuran (Regeling op de Gemengde
Huwelijken) :
 Pasal 1 : “Perkawinan yang dilakukan oleh orangorang yang baginya di
Hindia Belanda berlaku hukum yang berlainan merupakan perkawinan
campuran ”.
 Hukum yang berlainan = Beda golongan (sistem hukum yang
berlainan).
o Pasal 6 ayat (1) RGH : “pelaksanaan perkawinan campuran harus dilakukan
menurut hukum yang berlaku bagi pihak laki-laki”.
 Istri mengikuti suami
 Beda agama ? Tidak masalah.
Dasar pemikiran hk. Perdata Eropa dalam bidang perkawinan menjadi
pegangan bahwa unsur agama tidak pernah dimasukkan untuk sahnya
perkawinan.
o Pasal 26 BW :
Undang-Undang memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-
hubungan perdata. Artinya – perkawinan dipisahkan dari agama.

o Pasal 7 RGH :
Perbedaan agama, golongan atau turunan tidak mungkin menjadi penghalang
mengadakan perkawinan.
o Pasal 57 UU No.1/1974 – Perkawinan :
Perkawinan campur : bukan sistem hukum yang berbeda, tetapi
kewarganegaraan yang berbeda.

3. Tunduk dengan sukarela – S 1917 :12


Tidak berarti pindah golongan
o Tunduk secara sukarela kepada seluruh hukum perdata Eropa.
 ps. 1-17
 Tidak setiap gol. Pribumi.
 Larangan bagi :
A. Laki-laki yang mempunyai isteri lebih dari seorang. (Bertentangan
dengan asas hukum keluarga yang monogami).
B. Wanita yang bersuami dalam hukum perkawinan terdapat asas
kesatuan hukum suami. Tidak mungkin istri hk.Eropa - suami hk.
Adat.
C. Anak di bawah umur (perwalian)
Anak belum dewasa (BW) – belum 21 tahun. masih di bawah
kekuasaan orang tua dan dinyatakan belum cakap (onbekwaam)
melakukan tindakan hukum sendiri.
D. Orang yang dibawah pengampuan (curatele) - tidak mampu
(onbevoegd)
o Tunduk secara sukarela kepada sebagian hukum perdata Eropa.
Ps.18-25 : ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentang kekayaan dan
waris wasiat contoh : membuat wasiat.
o Tunduk secara sukarela kepada hukum perdata Eropa mengenai suatu
tindakan hukum tertentu atau dianggap secara diam-diam.
 Ps. 29 contoh : Kuitansi dan Tiket.
 Cara penundukan diri :
 Minta secara pribadi ke pemerintahan setempat.
 Bagi laki-laki yang beristri harus dapat izin istri, karena akibat
penundukan akan mengikat kehidupan keluarga.

4. Peraturan hukum perdata bagi gol. Tionghoa


o S.1917:129 berlaku 1 Mei 1919 - berlaku hukum perdata Eropa : hukum
keluarga, hukum kekayaan, dan hukum waris.
o Hukum adat Tionghoa yang masih berlaku dan diatur dalam S1917 : 129
adalah:
 Pemungutan anak (adopsi)
Hukum perdata Eropa tidak mengenal hukum adopsi.
 Kongsi
Bentuk perusahaan sebagai badan hukum yang hampir sama dengan
perseroan. Tahun 1929 – tidak diakui lagi sebagai badan hukum.
Sejarah Terbentuknya Badan Peradilan Indonesia
A. Masa VOC
- Maklumat 27 November 1609, tugas Gubjen adalah menyelenggarakan hukum dan
peradilan (Pidana / Perdata)
- Pasal 35 Charter VOC 1602 – Coen mengangkat seorang Baljuw tahun 1620.
- Tahun 1620 juga membentuk Ordonaris Iuyden van den Gerecht in het Casteel –
mengadili pegawai dan serdadu VOC.
- 10 September 1626 diganti menjadi:
 Ordinaris Raad van Justitie binnen het Casteel Batavia, yang tugasnya ditambah
menjadi pengadilan banding dari factorij dan schepenbank.

B. Masa Peralihan
1. Masa Pemerintahan Herman Willem Daendels
o Diangkat sebagai Gubjen Hindia Belanda 28 Januari 1807.
o Dikenalkan system dualism:
 RvJ : Untuk Golongan Eropa
 Landraad : Untuk Golongan Pribumi
2. Masa Pemerintahan Thomas Stamford Raffles
o Maklumat 27 Januari 1812 Court of Justice (RvJ) Batavia diubah menjadi
Supreme Court of Justice.

C. Masa Hindia Belanda


1. Masa Stelsel Tanah
o Tugas Hooggerechtshof (Supreme Court of Justice):
 Mengawasi pengadilan
 Fungsi: Pengadilan Kasasi
 Pengadilan banding dari RvJ
o Kekuasaan kehakiman ada pada hakim yang bebas dari pengaruh pemerintah,
kecuali UU menentukan lain.
2. Masa Kolonial Modern
o RR 1855 dikenalkan rechtstaat (Negara Hukum) untuk menata peradilan lebih
profesional dan bebas dari kepentingan serta campur tangan pemerintah.

Dualisme Kekuasaan Kehakiman / Peradilan


4 Pilar Badan Peradilan (Rechtspraak):
1. Gouvernementspraak (Peradilan Gubernemen), di seluruh Hindia Belanda
2. Inheemsche Rechtspraak (Peradilan Adat), di daerah langsung daerah seberang
3. Zelfbestuursrechtpraak (Peradilan Swapraja), di Daerah tidak langsung, kecuali
swapraja Paku Alaman dan Pontianak.
4. Dorpsrechtspraak (Peradilan Desa), ada yang berdiri sendiri, ada yang merupakan
bagian dari peradilan Gubernemen, Peradilan Swapraja, atau Peradilan Adat.
Godsdienstige Rechtspraak (Peradilan Agama), merupakan bagian dari Peradilan
Gubernemen, Peradilan Swapraja, Peradilan Adat, atau Peradilan Desa. Masih
merupakan Peradilan Gubernemen karena untuk menyelesaikan perkara Talak, orang
Belanda tidak mengenal, maka tetap harus diselesaikan dengan cara peradilan agama.

4 Jenis Daerah di Hindia Belanda:


1. Daerah Langsung Jawa – Madura
o Daerah Langsung: Kawasan yang langsung dikontrol oleh struktur
pemerintahan daerah colonial Hindia Belanda.
2. Daerah Tidak Langsung Jawa – Madura
o Daerah Tidak Langsung : Kawasan yang dikontrol oleh pemerintah kolonial
Hindia Belanda melalui raja-raja tradisional, yang kekuasaannya diakui oleh
pemerintah kolonial Hindia Belanda.
3. Daerah Langsung Daerah Seberang (Daerah Luar Jawa-Madura)
4. Daerah Tidak Langsung Daerah Seberang
o Contohnya: Sulawesi

Peradilan Gubernemen - Non Gubernemen


Peradilan Gubernemen :
1. Peradilan Sipil (Burgerlijke Rechtspraak)
2. Peradilan Militer (Militaire Rechtspraak)
3. Peradilan Agama (Godsdienstige Rechtspraak)
Peradilan Non-Gubernemen :
Peradilan ini tidak atas nama Raja/Ratu Belanda.
1. Peradilan Adat
2. Peradilan Swapraja
3. Peradilan Desa

Peradilan Gubernemen
Gouvernementspraak (Peradilan Gubernemen)
- Diatur dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie
(RO) atau Peraturan Organisasi Peradilan – S.1847:23 jo S. 1848:57.
- Pribumi dibiarkan menyelenggarakan hukumnya sendiri, dan hukum di HB
diselenggarakan atas nama Raja Belanda.
- Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh para hakim yang ditunjuk peraturan perundang-
undangan.
- Kekuasaan kehakiman lepas dari campur tangan pemerintah.
Peradilan gubernemen Terdiri dari :
1. Burgerlijke Rechtspraak (Peradilan Sipil).
o Rechtspraak voor alle landraden (termasuk kelompok ini : Landgerechts).
o Europeesche Rechtspraak (Peradilan Eropa)
o Inlandsche Rechtspraak (Peradilan Pribumi).
Untuk gol. TA :
o Perkara pidana – Peradilan Pribumi
o Perkara perdata – Peradilan Eropa.
Khusus perkara keluarga dan waris TA non-Cina diadili di Peradilan Pribumi.
2. Militaire Rechtspraak (Peradilan Militer).
o Peradilan khusus untuk para anggota militer Belanda :
 Anggota Koninklijk Nederlandsch-Indie Leger (KNIL)
 Anggota Koninklijk Marine in Nederlandsch-Indie
o Masing-masing pengadilan berbeda :
Pengadilan Angkatan Darat :
 Krijgsraad : Padang, Cimahi, Makasar
 Sipil sarjana hukum-ketua, empat anggota berpangkat perwira.
 Penuntut umumsarjana hukum -> auditeur militair
 Hoog Militeaire Gerechtshof - Jakarta
Pengadilan Angkatan Laut :
 Zeekrijgsraad (pengadilan di atas kapal perang)
 Hoog Militeaire Gerechtshof – Jakarta

3. Godsdienstige Rechtspraak (Peradilan Agama)


o Hanya terdapat di Jawa-Madura, Kalimantan Selatan, dan beberapa kota
lainnya.
o Perkara Nikah-Talak-Rujuk
o Bila putusan tidak disetuji para pihak, eksekusi memerlukan penguatan dari
Landraad setempat.
o Susunan peradilan :
 Raad Agama (Priesterraad) ada di setiap Landraad
 Hoof voor Islamieten Zaken – di Batavia merupakan peradilan
banding.
Di Kalimantan Selatan disebut : Kadigerecht
Di Banjarmasin ada sebuah ‘Opperkadigerecht’ yang merupakan pengadilan
bandingnya.
Di Minangkabau disebut : Sidang Jum’at

Peradilan Non-Gubernemen
Terdiri dari :
1. Peradilan Adat
- Hanya ada di Daerah Langsung Daerah Seberang.
- Peradilan Adat (di banyak daerah disebut Rapat) tersusun :
o Pengadilan tingkat desa
o Pengadilan tingkat rendah (Kleine Rapat)
o Pengadilan tingkat tinggi (Groote Rapat)
- 1 dan 2 tingkatannya sama.
- Groote Rapat merupakan pengadilan tingkat banding keduanya, atau menjadi tingkat
pertama jika di daerahnya tidak ada No.1 dan 2.
- Residen berkuasa membatalkan keputusan pengadilan adat atau memerintahkan
pemeriksaan kembali dengan hakim yang ia tunjuk.

2. Peradilan Swapraja
- Terdapat daerah di Jawa-Madura dan Daerah Seberang yang memiliki otonomi yang
bersifat asli, diakui keberadaannya oleh pemerintah kolonial HB, yang disebut
Zelfbestuur (Swapraja).
- Jawa-Madura : pengadilan swapraja ada di : Surakarta, Mangkunegara, Yogyakarta.
Tidak ada pengadilan di :Swapraja di Kadipaten Paku Alaman
 Di Daerah Seberang : pengadilan swapraja ada di seluruh swapraja di wilayah
Hindia Belanda tidak ada pengadilan di Swapraja Pontianak.
- Di daerah Seberang, susunan Peradilan Swapraja = Peradilan Adat.
 Beberapa peradilan memiliki Pengadilan Desa atau Pengadilan Adat sebagai
pengadilan bawahannya
- Susunan Pengadilan di Kasultanan Ngayodyakarta Hadiningrat terdiri dari :
o Surambi (Pengadilan agama)
o Pengadilan Kraton Darah Dalem (Pengadilan umum)
- Susunan Pengadilan di Kasunanan Surakarta Hadiningrat:
o Pradata (Pengadilan umum)
o Surambi (Pengadilan agama)
o Pradata Gede (Pengadilan tertingginya)
- Susunan Pengadilan di Kadipaten Mangkunegaran:
o Surambi (Pengadilan agama)
o Pradata (Pengadilan umum, yang juga berfungsi sebagai pengadilan banding
dari Surambi).

3. Peradilan Desa
- Pengadilan desa yang mandiri
 Dorpsrechtspraak : Rapat desa  Diketuai oleh Kepala Desa
 Yogya, Tapanuli, Sumbar, Babel, Kalsel, Minahasa, Ambon
- Pengadilan desa yang merupakan bagian dari pengadilan non-gubernemen : Peradilan
Adat, Peradilan Swapraja

Susunan Peradilan bagi gol.Eropa di Jawa dan Madura


1. Residentiegerecht
2. Raad van justitie (Batavia, Semarang, Surabaya, Padang, Medan, Makassar)
 Peradilan tingkat banding Residentiegerecht dan Landraad.
3. Hooggerechtshof - Peradilan banding RvJ
Merupakan pengadilan tertinggi

Susunan Peradilan bagi gol.Pribumi di Jawa dan Madura :


1. Districtsgerecht (Pengadilan Distrik/Kawedanaan, masa Raffles disebut : Division
Court).
2. Regentschapsgerecht (Pengadilan Kabupaten, dulunya disebut : Bopati’s Court atau
District Court)
3. Landraad, bentukan Daendels. Masa Raffles disebut : Resident’s Court.
Dikenal juga :
o Rechtsbank van Ommegang / Court of Circuit (pengadilan keliling) dan
Rechtspraak ter Politierol, yang kemudian keduanya dihapus tahun 1901.
pengganti Rechtspraak ter Politierol dibentuk : Landgerecht, bertugas
mengadili perkara pelanggaran ringan.

Susunan Peradilan bagi gol.Pribumi di luar Jawa dan Madura :


1. Negorijrechtbank – ada di : Amboina, Saparua, Banda.
2. Districtsgerecht – ada di : Bangka, Belitung, Sulawesi Utara-Tengah.
3. Districtsraad – ada di : Sumatera Barat, Tapanuli, Kalimantan Selatan.
Pengadilan yang ada di seluruh Daerah Seberang :
4. Magistraatsgerecht
5. Landraad
 Pengadilan yang sesungguhnya

Masa Jepang dan Masa Indonesia Merdeka


A. Sejarah Perundang – Undangan
Belanda  Jepang  Indonesia merdeka
------------------------------------------------------
1926  Maret 1942  17 Agustus 1945

B. Penjajahan Jepang
- Bulan Maret 1942, Jepang menduduki seluruh Hindia Belanda. Dibagi atas 2
kekuasaan:
o Bagian Timur di bawah kekuasaan Angkatan Laut, Makassar
o Bagian Barat di bawah kekuasaan Angkatan Darat, Jakarta.
- Pusat pemerintahan Jepang untuk Asia Tenggara di Saigon
- Tata pemerintahan berdasarkan UU- nya yang disebut: Gunserei
- Peraturan yang berlaku untuk kepentingan pemerintahan di JawaMadura :
 Osamu Seirei – yang berlaku umum (berpedoman pada Gunseirei). Peraturan
pelaksana Osamu Seirei adalah Osamu Kanrei.
- Di Luar Jawa-Madura :
 Tomi Kanrei (sejenis Osamu Seirei), sebagai UU darurat atau Perpu karena
tidak memerlukan peraturan pelaksana.
- Peraturan yang dibuat oleh Komandan Balatentara Jepang di tiaptiap daerah untuk
kepentingan keamanan disebut : Tomi Seirei.

- Osamu Serei No.1 Tahun 1942 pasal 3 :


 ‘Semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang
dari pemerintah yang dahulu tetap diakui sah bagi sementara waktu, asal saja
tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer’.
- Pasal peralihan untuk menghilangkan kekosongan hukum.
- Artinya : 131 IS dan 163 IS masih berlaku

Susunan peradilan dibentuk melalui Gunseirei No.14 Tahun 1942 :


1. Tihoo Hooin – berasal dari Landraad (Pengadilan Negeri).
2. Keizai Hooin – berasal dari Landgerecht (Hakim Kepolisian).
3. Ken Hooin – berasal dari Regentschapgerecht (Pengadilan Kabupaten).
4. Gun Hooin – berasal dari Districtsgerecht (Pengadilan Kewedanaan).
5. Kaikyoo Kootoo Hooin – berasal dari Hof voor Islamietische Zaken (Mahkamah
Islam Tinggi ).
6. Sooyoo Hooin – berasal dari Priesterraad (Rapat Agama).
7. Gunsei Kensatu Kyoko, terdiri dari Tihoo Kensatu Kyoko (Kejaksaan Negeri) –
berasal dari Paket voor de Land-raden.
Yang dihapus : Residentiegerecht
Raad van Justitie dialihkan pada Tihoo Hooin.
Hooggerechtshof tidak disebut-sebut dalam undang – undang tersebut.

Gunseirei No.34 Tahun 1942  Osamu Seirei No.3 Tahun 1942 ditambahkan :
1. Saiko Hooin – Pengadilan Agung
2. Kootoo Hooin – Pengadilan Tinggi

Osamu seirei No. 2 Tahun 1944 - Saiko Hooin dihapus, dan tugasnya dilimpahkan ke
Kootoo Hooin, sehingga saat berlakunya UUD 1945 tidak ada badan peradilan tertinggi di
Indonesia.
1. Satu-satunya ketentuan tentang hal ini hanyalah pasal 24 ayat (1) UUD 1945.
2. UU No.7 Tahun 1947 ditetapkan susunan dan kekuasaan Mahkamah Agung dan
Kejaksaan Agung, yang pemberlakuannya surut sejak tanggal 17 Agustus 1945.

C. Indonesia Merdeka
- 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan sebagai bangsa yang
merdeka.
- Tata susunan kenegaraan berpedoman pada UndangUndang Dasar, yaitu UUD
1945. Batang tubuhnya ada 37 pasal yang ternyata tidak mencantumkan politik
hukum negara.
- Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 : ‘Segala badan negara dan peraturan yang
ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-
Undang Dasar ini’.
- Pasal II Aturan Peralihan : untuk mengisi kekosongan hukum.
- Pasal 131 IS dan pasal 163 IS  Hapus  Bangsa Indonesia.
- Pembagian golongan dihapuskan :
o Instruksi Kabinet Presidium No.30/1966
o UU kewarganegaraan Tahun 1959.

D. Masa Kemerdekaan Republik Indonesia


1. Perkembangan Peradilan Pasca Kemerdekaan
- 8 Juni 1946 diundangkan UU No.7 Tahun 1946 tentang Pengadilan Tentara,
terdiri : Mahkamah Tentara dan Mahkamah Agung Tentara.
- Pengadilan Agama berdasarkan Penetapan Pemerintah No.5/SD Tahun 1946
sejak 25 Maret 1946 dipindahkan dari Kementerian Kehakiman ke Kementerian
Agama
- 29 Agustus 1947, Peradilan Swapraja di Jawa-Madura dan Sumatera dihapus
dengan UU No.23 Tahun 1947.
- 26 Februari 1946 : Kitab Undang – Undang Hukum Pidana - UU No.1 Tahun
1946.
- 1 Agustus 1948 dengan S.1948:163 : Undang-Undang Perburuhan.
- Konferensi Meja Bundar Desember 1949  Wilayah RI 1945 dijadikan Republik
Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda sejak 1 Januari 1950.
- UUD –nya dikenal dengan sebutan Konstitusi RIS.
- Pasal 192 ayat (1) UUD RIS – Aturan Peralihan :
 ‘Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang
sudah ada saat Konstitusi ini mulai berlaku, tetap berlaku dengan tidak
berubah sebagai peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan Republik
Indonesia Serikat sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan itu tidak
dicabut, ditambah atau diubah oleh undang-undang dan ketentuanketentuan
tata usaha atas kuasa Konstitusi ini’.
- Artinya Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 tetap berlaku.

- RIS beribukota di Yogyakarta.


- 17 Agustus 1950, Indonesia kembali menjadi Negara Kesatuan.
- UUD Sementara 1950 pasal 102 menetapkan politik hukumnya :
 ‘Hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil maupun militer,
hukum acara perdata dan hukum acara pidana, susunan kekuasaan pengadilan
diatur dengan undang-undang dalam kitab hukum, kecuali jika
pengundang-undang menganggap perlu untuk mengatur beberapa hal dalam
undang-undang tersendiri’.
- Artinya : Menghendaki hukum tertulis, dikodifikasi (bila dianggap perlu) -> KUH
Perdata, KUH Pidana Sipil/ Militer, KUH Acara.
- Pasal 142 Aturan Peralihan UUD Sementara 1950 :
 ‘Peraturan-peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha yang
sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950 tetap berlaku dengan tidak
berubah sebagai peraturanperaturan dan ketentuan-ketentuan Republik
Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-
ketentuan itu tidak dicabut, ditambah, atau diubah oleh undang-undang dan
ketentuan-ketentuan tata usaha atas kuasa Undang-Undang Dasar ini’.
- Melalui Dekrit 5 Juli 1959 RI kembali pada UUD 1945, maka Pasal II Ketentuan
Peralihan-nya kembali dijadikan ketentuan pokoknya untuk menjaga kekosongan
hukum.
UU Darurat No.1 Tahun 1951 mengatur :
1. Penghapusan Landgerecht, Regentschapsgerecht, Magistraatsgerecht, Districtsraad,
Districtsgerecht, Negorijrechtsbank.
2. Penghapusan berangsur Pengadilan Swapraja, Pengadilan Adat.
3. Pelestarian Pengadilan Agama dan Peradilan Desa.
4. Pembentukan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi di beberapa tempat tertentu.
- Penetapan Menteri Kehakiman tanggal 19 Maret 1952 No.JS 4/8/16 menghapus
pengadilan-pengadilan swapraja di seluruh Bali.
- Penetapan Menteri Kehakiman tanggal 21 Agustus 1952 No.JB 4/3/17, dihapus
pengadilan-pengadilan swapraja dan adat di Sulawesi.
- Penetapan Menteri Kehakiman tanggal 30 September 1953 No.JB 4/4/7, dihapus
pengadilan-pengadilan adat di Lombok.
- Penetapan Menteri Kehakiman tanggal 19 Mei 1954 No.JB 4/2/20, dihapus
pengadilan-pengadilan swapraja di Nusa Tenggara.
- Penetapan Menteri Kehakiman tanggal 21 Juni 1954 No.JB 4/3/2 dihapus
pengadilan-pengadilan swapraja dan adat di seluruh Kalimantan. Tetapi Kamar
Agama, dari Pengadilan swapraja maupun pengadilan adat yang dihapus, tetap
dipertahankan.

2. Perkembangan Peradilan Masa Orde Lama dan Orde Baru


- 31 Oktober 1964 muncul UU No.19 Tahun 1964 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan
Kehakiman.
- 3 hal yang perlu dicatat dari UU ini :
o Menghapus semua Peradilan Adat dan Peradilan Desa.
o Kekuasaan peradilan : Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan
Militer, Peradilan Tata Usaha Negara.
o Semua Pengadilan di Indonesia berpuncak di MA sebagai pengadilan
tertinggi untuk semua lingkungan Peradilan.
- Orde Baru mengganti UU No.19/1964 dengan UU No.14 Tahun 1970 dengan
susunan badan peradilan tetap dipertahankan.

3. RI – Era Reformasi
- Politik hukum RI dapat dilihat dalam Bab III dari UU No.25/2001 tentang
Program Pembangunan Nasional (Propenas):
 Mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih.
- Propenas  Garis-garis besar rencana pembangunan untuk periode tahun 2001-
2005.
o Kebijakan Umum Pembangunan Hukum :
Hukum harus dibentuk melalui proses yang demokratis, sehingga
pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dapat berjalan sesuai aturan
yang telah ditetapkan.
o Tujuan Perwujudan Supremasi Hukum :
Mewujudkan Pemerintahan yang bersih (bebas KKN) dan baik (good
governance) berdasarkan prinsip-prinsip
 Akuntabilitas
 Keterbukaan dan transparansi
 Ketaatan pada hukum
 Partisipasi masyarakat dalam pelbagai kegiatan pemerintahan
umum dan pembangunan.
o Langkah-langkah Jangka Panjang :
 Pembenahan kembali peraturan perundangundangan yang
memberikan landasan dan memperkuat penyelenggaraan
pemerintahan yang baik, mendukung prinsip-prinsip ekonomi
modern tetapi dengan sekaligus mendukung perlindungan daya
dukung ekosistem sumber daya alam, serta mengintegrasikan
prinsip-prinsip modern.
 Peningkatan kepastian hukum, penegakan hukum dan hak asasi
manusia, serta pemerintah yang bersih dari praktik-praktik KKN.
 Peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia penyelenggara
negara.  (Akuntabilitas)
 Peningkatan kualitas pelayanan publik. (Pelayanan masyarakat 
Pembuatan KTP, BPJS, dll)
 Peningkatan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan publik serta pengawasan pelaksanaannya.
 Peningkatan pendidikan hukum lanjutan bagi aparat penegak
hukum lembaga peradilan.
 Pemberdayaan komisi-komisi yang terkait dengan penegakan
hukum dalam rangka pemerintahan yang bersih, dengan tetap
mencegah adanya tumpang tindih pelaksanaan fungsi dan tugas.

Anda mungkin juga menyukai