JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat dan salam senantiasa kita haturkan kepada Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari alam yang gelap gulita menuju alam yang terang
benderang. Dan semua perkataan, perbuatan, pengakuan dan sifatnya adalah panutan
bagi semua umatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Perdata" pada
jurusan Muamalah, Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram. Makalah ini berjudul
“Manusia sebagai Subjek Hukum” yang akan membahas tentang bagaimana kedudukan
manusia di mata hukum sebagai subjek hukum.
Demikianlah yang dapat kami sampaikan, kurang lebihnya kami mohon maaf
bila ada salah-salah kata. Sesungguhnya segala kekurangan dan kesalahan itu datangnya
dari kami sendiri. Sedangkan segala kelebihan itu datangnya dari Allah SWT semoga
Allah SWT meridhai kita. Tiada gading yang tak retak. Sekian.
Wassalamu’alaikum wr.wb.
Kelompok 01
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................1
C. Tujuan.....................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................2
A. Kesimpulan...........................................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum perdata sebagai sebuah cabang ilmu ilmu hukum memiliki peran
fungsi dan manfaatnya sendiri bagi manusia. Seperti yang kita kenal bahwa
hukum memang telah menjadi hal yang tak terpisahkan bagi kehidupan manusia.
Karena dengan hukum, hidup dapat menjadi terara, tentram dan damai.
Hukum meliputi segala aspek kehidupan manusia salah satunya adalah
aspek keperdataan. Yang di Negara kita telah di atur dengan hukum perdata
yang bersumberkan KUHPerdata (Bugerlijk Wetboek). Hukum perdata
termasuk ked lam hukum privaat. Karena hukumperdata mengatur ketentuan-
ketentuan yang berkaitan dengan kepentingan-kepentingan pribadi tiap individu.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat kita ketahui bahwa subjek dari
hukum perdata adalah manusia itu sendiri ataupun orang. Yang kemudian orang
ini berkembang menjadi badan hukum pula.
Pada makalah kami ini, kami akan membahas seputar manusia sebagai
subjek hukum. Bagaimana kemudian manusia dapat menjadi subjek hukum dan
bagaimanakah kedudukan manusia tersebut sebagai subjek hukum di hadapan
hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai subjek hukum?
2. Bagaimana pengakuan terhadap manusia sebagai subjek hukum?
3. Bagaimana kedudukan manusia sebagai subjek hukum?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan subjek hukum.
2. Mengetahui bagaimana pengakuan terhadap manusia sebagai subjek hukum.
3. Mengetahui magaimana kedudukan manusia sebagai subjek hukum.
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), hlm. 5.
2
Abdulkadir MMuhammad, Hukum Perdata Indonesia, ( Bandung: PTCitra Aditya Bakti,
2014), hlm. 24.
2
“Anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sebagai telah
dilahirkan bilamana juga kepentingan si anak menghendakinya. Mati sewaktu
dilahirkan , dianggaplah ia tak pernah ada”. (Pasal 2 KUHPerdata)
3
a. Menurut pasal 330 KUH Perdata, orang yang dikatakan belum dewasa
apabila ia belum mencapai usia 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah
kawin. Apabila ia telah menikah, maka ia akan dianggap telah dewasa
dan ia tidak akan menjadi orang yang di bawah umur lagi, meskipun
perkawinannya diputuskan sebelum ia mencapai usia 21 tahun.4
“Belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap dua
puluh satu tahun dan tidak lebih dulu telah kawin. Apabila perkawinan
itu dibubarkan sebelum umur mereka genap dua puluh satu tahun, maka
mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa. Mereka yang
belum dewasa dan tidak berada dalam kekuasaan orang tua, berada di
bawah perwalian atas dasar dan dengan cara sebagaimana teratur dalam
bagian ketiga, keempat, dan kelima bab ini. Penentuan arti istilah “belum
dewasa” yang dipakai dalam beberapa peraturan.
Ordonansi 31 Januari 1931. L. N. 1931-’54.
Untuk menghilangkan segala keragu-raguan yang timbul karena
ordonansi 21 Desember 1917, L.N. 1917-138, dengan mencabut
ordinansi ini, ditentukan sebagai berikut:
(1) Apabila peraturan undang-undang memakai istilah “belum dewasa”,
maka sekedar menganai bangsa Indonesia segala orang yang belum
mencapai umur genap 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin.
(2) Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur dua puluh dua
tahun, maka tidaklah mereka kembali lagi dalam istilah “belum
dewasa”
(3) Dalam paham perkawinan tidaklah termasuk perkawinan anak-anak.
(Pasal 330 KUH Perdata)5
2. Untuk melangsungkan perkawinan
a. Menurut pasal 29 KUH Perdata, bagi seorang laki-laki harus berumur 18
tahun dan bagi seorang wanita harus berumur 15 tahun.
4
Simanjuntak, Hukum Perdata, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 21.
5
KUHPerdata, (Permata Press, 2010), hlm. 84-85.
4
b. Menurut pasal 7 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, bagi
seorang laki-laki harus berumur 19 tahun dan bagi seorang wanita harus
berumur 16 tahun.
c. Dalam hukum waris, seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun
tidak dapat membuat wasiat .
d. Menurut pasal 19 UU No. 8 tahun 2012 tentang tentang pemilu, untuk
dapat memilih di dalam pemilihan umum harus sudah berumur 17 tahun.
3. Orang yang ditaruh di bawah pengampuan
Menurut pasal 433 KUH Perdata orang yang ditaruh di bawah
pengampuan adalah orang yang dungu, sakit ingatan atau mata gelap, dan
orang boros. Mengenai hal ini diatur dalam ketentuan-ketentuan berikut ini:
a. Seseorang yang karena ketaksempurnaan akalnya ditaruh di bawah
pengampuan, telah mengikatkan dirinya dalam suatu perkawinan, dapat
diminta pembatalan perkawinan (Pasal 88 ayat 1 KUH Perdata)
b. Untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat, seseorang harus
mempunyai akal budinya (Pasal 895 KUH Perdata)
c. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan dianggap tak cakap untuk
membuat suatu perjanjian (Pasal 1330 KUH Perdata)
4. Kedudukan wanita dalam hukum
Untuk sekarang ini, ketentuan pasal 108 KUH Perdata ini telah
dicabut dengan surat edaran Mahkamah Agung No. 3 tahun 1963 tanggal 4
Agustus 1963. Hal ini ditegaskan lagi dalam pasal pasal 31 UU No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan, di mana hak dan kedudukan istri adalah seimbang
5
dengan hak dan kedudukan suami dalam masyarakat. Dan masing-masing
pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Selanjutnya menurut
pasal 36 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 mengenai harta bawaan masing-
masing, suami dan istri mempunyaihak sepenuhnya untuk melakukan
perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
5. Pendewasaan
6
Simanjuntak, Hukum Perdata, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 22.
6
Dengan pendewasaan penuh, maka anak di bawah umur (yang belum
dewasa), dinyatakan ewasa untuk melakukan segala tindakan. Syarat
untuk mengajukan pendewasaan penuh yaitu harus sudah berusia 20
tahun dan permohonan ini diajikan kepada presiden (dalam hal ini
Menteri Kehakiman pasal 420-421 KUH Perdata)
b. Pencabutan hak pendewasaan
6. Pengampuan
7
Simanjuntak, Hukum Perdata, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 23.
7
a. Pengajuan permohonan pengampuan
8
1) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena boros, masih boleh
membuat surat wasiat (pasal 446 ayat 2 KUH Perdata)
2) Orang yang ditaruh di bawah pengampuan karena boros, masih bisa
melangsungkan perkawinan dan membuat perjanjian kawin yang
dibantu oleh pengampunya (pasal 452 ayat 2 KUH Perdata)
7. Berakhirnya pengampuan
Pengampuan ini berakhir apabila sebab-sebab yang
mengakibatkannya telah hilang (pasal 460 KUH Perdata) pengampuan juga
berakhir apabila si corundus meninggal dunia.8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
8
Simanjuntak, Hukum Perdata, (Jakarta: Kencana, 2016), hlm. 25.
9
Istilah subjek hukum berdasarkan dari terjemahan rechtsubject (Belanda)
atau law of subject (Inggris). Subjek hukum adalah pendukung hak dan
kewajiban yang disebut orang. Orang menurut konsep hukum terdiri atas
manusia (persoon) dan badan hukum (rechtpersoon).
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
10
Salim,2014, Pengantar Hukum Perdata tertulis (BW), Jakarta: Sinar Grafika.
11