MAKALAH
Oleh:
Suci Ayu Nurkumala (21382012056)
Moh. Haris (21382011026)
Maridin (21382011022)
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................4
B. Rumusan masalah.................................................................................5
C. Tujuan Penulisan..................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................6
A. Pengertian teks/lafadz khafi beserta contohnya....................................6
B. Pengertian musykil beserta contohnya.................................................7
C. Pengertian mujmal beserta contohnya..................................................9
D. Pengertian mutasyabih beserta contohnya............................................10
BAB III KESIMPULAN..................................................................................11
A. Kesimpulan...........................................................................................11
B. Saran.....................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................12
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al- Qur’an diturunkan dalam keadaan berbahasa arab, dan makna
yang dikehendaki Allah sangat samar, sehingga rosulullah menjelaskan
ayat-ayat Al-Qur’an tersebut (disebut hadits), tetapi pada penjelasannya
terkadang juga tidak jelas maksudnya. Oleh karena itu Ushulliyah
merumuskan konstruk kaidah-kaidah untuk dijadikan sarana memahami
kedua hukum islam tersebut. Dalam Al-Qur’an dan hadits banyak sekali
ketentuan hukum yang tidak jelas lalu oleh para ulama dikatagorikan pada
empat macam lafald/khafi, mujmal, musykil dan mutasyabih.
Ketidakjelasan lafadz (al-fadz ghairu al-wadlih) adalah suatu lafal
yang tidak jelas maknanya pada sebagian indikasi yang dapat memperjelas
maknanya, memang demikian karena lafadz tersebut bentuknya memang
tidak jelas dan jenis lafadz seperti ini hanya tuhan yang mengetahuinya,
sementara lafadz-lafadz yang lain tidak menjelaskan kandungan
maknanya. Ada juga ketidak jelasan lafadz (al-fadz ghairu al-wadlih)
dapat dideteksi maknanya melalui pelacakan pada ayat-ayat lainatau dari
hadits, karena antara keduanya saling menafsirkan satu sama lain. Selain
itu ketidak jelasan lafadz (alfadz ghairu al-wahdlih) bukan faktor dari
bentuk lafadz itu sendiri, bahkan perlu untuk mencocokkan dengan
beberapa madlulnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian lafazh/teks khafi dan bagaimana contohnya?
2. Apa pengertian musykil dan bagaimana contohnya?
3. Apa pengertian mujmal dan bagaimana contohnya?
4. Apa pengertian mutasyabih dan bagaimana contohnya?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui pengertian lafazh/teks khafi serta contohnya.
2. Untuk mengetahui pengertian musykil serta contohnya.
3. Untuk mengetahui pengertian mujmal serta contohnya.
4. Untuk mengetahui pengertian mutasyabih serta contohnya.
iv
BAB II
PEMBAHASAN
v
penyebutan istilah pencuri. Untuk mengetahui hal ini masih membutuhkan
pemikiran lebih mendalam.
Menurut Abd. Al-Wahhab Khallaf, khafi adalah lafal yang dari
segi penujukannya kepada makna adalah jelas, namun ketidak jelasan
timbul ketika menerapkan pengertian itu kepada kasus tertentu. Ketidak
jelasan itu disebabkan karena bentuk kasus itu tidak persis sama dengan
kasus yang ditunjukan oleh suatu dalil.2
Ulama Ushul berpandangan dalam kasus di atas bahwa pencuri (
)والسارقmencuri harta benda secara tersembunyi sementara pencopet yang
mencuri secara teranng-terangan. Karena hal ini mereka berkonsensus
bahwa pencopet dihukumi sama dengan pencuri, artinya wajib memotong
tangan pencopet, bahkan ia lebih berhak untuk dipotong. Sementara untuk
kasus pencuri kain kafan mayoritas Ulama Hanafiyyah sepakat bahwa
pencuri kafan tidak dikatagorikan sebagai pencuri pada umumnya karena
sesuatu yang terdapat dalam kuburan tidak terhitung sebagai harta benda
dan kafan tidak termasuk harta yang disenangi masyarakat pada umumnya,
sehingga si pelaku tidak dikatagorikan sebagai pencuri yang dapat
menyebabkan kewajiban potong tangan tetapi hanya dita’zir. Sementara
Ulama lain dan Abu Yusuf berpendapat sebaliknya yaitu ia terhitung
sebagai pencuri pada umumnya dan wajib dipotong tangannya.3
Dari contoh diatas bahwa kesamaran lafadz bukan timbul dari
lafadz itu sendiri melainkan dari segi penerapannya. Adapun cara
menghilangkan kesamaran tersebut adalah melalui penelitian, mengetahui
tujuan umum dan khusus untuk menciptakan kemaslahatan umat.
B. Pengertian Musykil dan Contohnya
Secara definisi lafaz musykil itu adalah:
م خفي معناه بسبب ف ذات اللفظ
“suatu lafaz yang samar artinya disebabkan oleh lafaz itu sendiri”
Kesamaran arti lafaz itu timbul karena lafaz itu mengandung dua
arti secara makna hakiki. Lafaz ini disebut juga lafaz musytarak. Untuk
2
Effendi, Ushul Fiqh (Jakarta : Kencana, 2008), 226.
3
Misbahuddin, Ushul Fiqh II (Makassar : Alaudin Press, 2015), 88
vi
mengetahui maksud sebenarnya dari lafaz itu memerlukan keterangan dari
luar lafaz itu yang disebut qarinah.
Contoh lafaz musykil yaitu kata quru’ dalam firman Allah dalam
surat al-Baqarah (2) ayat 228:
والمطلقا ت يتربصن بانفسهن ثالثة قروء
"Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru’."
Kata quru’ itu sendiri mengandung dua arti secara berlawanan,
yaitu keadaan suci dan keadaan sedang haid. Sebagian ulama termasuk
imam syafii`i mengartikan quru’ itu dengan suci. Menurutnya, kewajiban
perempuan yang bercerai dengan suaminya adalah menunggu tiga kali
suci, bila ia dicerai dalm keadaan suci dan belum dicampuri, maka dengan
masuk masa suci yang ketiga iddahnya sudah habis. dengan petunjuk.
Firman Allah dalam surat at-Thalaq (65) ayat 1:
يايها النبي اذا طلقتم النساء فطلقو هن لعد تهن
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu
ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) idahnya (yang
wajar).”
Ayat diatas jelas menyatakan bahwa menalak istri itu adalah pada
masa iddahnya. Waktu menceraikan istri adalah dalam masa suci. Dengan
demikian quru’ itu berarti suci. Pemahaman imam syafi`i ini lebih pendek
dari pemahaman imam abu hanifah yang mengartikan quru’ itu dengan
haid. Sebagaimana firman allah dalam surah al-baqarah(2):219
“tidak boleh perempuan itu menyembunyikan apa yang dijadikan
allahdalam rahim mereka”.
Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa iddah itu adalah haid. Karena
tidak lain yang dijadikan allah dalam rahim ialah haid. Qarinah yang
digunakan tersebut adalah firman Allah yang menyatakan idah perempuan
yang tidak berhaid adalah tiga bulan. Dengan begitu idah perempuan
dalam masa haid adalah tiga kali haid.4
C. Pengertian Mujmal dan Contohnya
4
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh (Jakarta : Kencana, 2014), 104.
vii
Sebagian ulama ushul fiqh mendefinisikan lafaz mujmal itu dengan:
الفظ الذي ىنطوي معناه على عدة احوال واحكام قد جمعت فيه
“Lafaz yang maknanya mengandung beberapa keadaan dan beberapa
hukum yang terkumpul didalamnya”.5
Lafaz mujmal ini lebih tidak jelas dibandingkan dengan lafaz-lafaz
sebelumnya, karena lafaz itu sendiri tidak dapat diketahui secara pasti
artinya. Tambahan dari itu tidak ada pula qarinah yang memberi petunjuk.
Artinya:Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu? Tahukah kamu apakah hari
kiamat itu? Pada hari itu manusia adalah seperti anai-anai yang
bertebaran.
Sebagian ulama berpendapat bahwa lafadz mujmal setelah
memperoleh penjelasan, kadang-kadang menjadi zhahir atau nash dan
mufassar bahkan menjadi muhkam
D. Pengertian Mutasyabih dan Contohnya
5
Rachmat Syafe’I, Ushul fiqh, 166.
6
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh (Jakarta : Kencana, 2014), 106.
viii
Lafaz mutasyabih, secara bahasa (arti kata), adalah lafaz yang
meragukan pengertiannya karena mengandung beberapa persamaan.
Dalam istilah hukum, lafaz mutasyabih adalah
الفظ الذي يخف معناه وال سبيل الن تدر كه عقول العلما
“Lafaz yang samar artinya dan tidak ada cara yang dapat digunakan
untuk mencapai artinya”.
Ketidak jelasan lafaz mutasyabih ini adalah karena sighat-nya
sendiri tidak memberikan arti yang dimaksud (berada di tingkat paling
tidak jelas), tidak ada pula qarinah yang akan menjelaskan maksudnya.
sedangkan syari’ membiarkan saja kesamaran tersebut tanpa ada
penjelasan. Dalam hal ini akal (daya nalar) manusia tidak dapat berbuat
sesuatu kecuali menyerahkan dan melimpahkannya kepada Allah sambal
mengakui kelemahan dan kekurangmampuan manusia.7
Mutasyabih itu ada dua:
Pertama, huruf-huruf terpotong pada penbukaan beberapa surat Al-
Qur’an seperti: ر الم ص كهيعصgg الyang sama sekali tidak dipahami
artinya.
Kedua, ayat-ayat yang menyatakan sifat atau perbuatan Allah yang
menyamai sifat atau perbuatan manusia, seperti dalam surah al-fath
(48):10 “tangan allah berada di atas tangan mereka”
Dikalangan ulama ushul fiqh aliran al-Mutakallimun atau
Syafi’iyah hanya dikenal dua nama untuk lafaz yang tidak jelas tersebut
dengan memandang pada segi apakah kesamaran itu dapat dijelaskan atau
tidak. Lafaz-lafaz yang termasuk ghairu wudhuh ma’na, namun dapat dan
telah diberi penjelasan sehingga sedah jelas makna dan maksudnya disebut
mujmal. Adapaun bila masih tetap tidak jelas dan tidak dapat dijelaskan
disebut mutasyabih. Ketidakjelasan lafadz mutsyabih ini karena sighatnya
sendiri tidak memberikan arti yang dimaksud tidak pula qarinah yang akan
menjelaskan maksudnya, sedangkan syar`i membiarkan kesamaran
tersebut. Dengan demikian, lafaz mutasyabih itu tetap dalam rahasia Allah
dan hanya Allah yang tahu maksudnya هللا اعلم بمر اده.8
7
Amir Syarifuddin, Ushuk Fiqih Jilid 2 (Jakarta: Kencana, 2009), 25.
8
Syarifuddin, Garis-Garis Besar Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2014), 106.
ix
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
x
Khafi adalah lafadz yang dapat menunjukkan kepada artinya secara
jelas, namun ketika arti tersebut diaplikasikan kepada kasus tertentu, maka
ia menjadi samar dan tidak jelas. Lafadz khafi dari segi lafadznya
menunjukkan arti yang jelas, namun dalam penerapannya terhadap
sebagian lain dari satuan artinya terdapat kesamaran. Musykil merupakan
suatu lafaz yang samar artinya disebabkan oleh lafaz itu
sendiri.Kesamaran arti lafaz itu timbul karena lafaz itu mengandung dua
arti secara makna hakiki. Lafaz ini disebut juga lafaz musytarak. Mujmal
ialah Lafaz yang maknanya mengandung beberapa keadaan dan beberapa
hukum yang terkumpul didalamnya. Lafaz mujmal ini lebih tidak jelas
dibandingkan dengan lafaz-lafaz sebelumnya, karena lafaz itu sendiri tidak
dapat diketahui secara pasti artinya. Mutasyabih adalah Lafaz yang samar
artinya dan tidak ada cara yang dapat digunakan untuk mencapai artinya.
Ketidak jelasan lafaz mutasyabih ini adalah karena sighat-nya sendiri tidak
memberikan arti yang dimaksud.
B. Saran
xi
DAFTAR PUSTAKA
xii