Anda di halaman 1dari 13

TEORI DALALAH

Diajukan untuk memenuhi Tugas mata kuliah ushul Fiqih


Dosen Pengampu : Sutikno, M.Pd. I

Disusun Oleh :
Faridhotul Khusni

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH
SUBULUSSALAM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Saya mengucapkan terima
kasih kepada selaku dosen Sutikno, M.Pd. I. mata kuliah ushul fiqih telah
memberikan tugas makalah ini sehingga kami dapat memahami
Dan kami berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Oku Timur, 12 Oktober 2023

penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 2
A. Pengertian Al-Dalalah ................................................................................ 2
B. Dalalah Dalam Pandangan Ulama Hanafiyah ............................................ 2
C. Dalalah dalam pandangan Ulama Syafi'iyah ............................................. 5
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 9
A. Kesimpulan ................................................................................................ 9
B. Saran........................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan melihat ketentuan-ketentuan tekstual Al-Qur'an tekstual
Qur'an dan sunnah, para ulama ushul membedakan makna kedalam beberapa
corak yang dapat ditampung oleh suatu nass. Para fuqaha' hanafi
membedakan empat tingkat makna dalam suatu urutan yang dimulai dengan
makna "eksplisit" atau makna langsung suatu nass.
Disamping maknanya yang jelas, suatu nass kadang-kadang membawa
makna yang ditunjukkan oleh tanda-tanda dan isyarat-isyarat yang terdapat
didalamnya. Maka sekunder ini disebut isyarah Al-Nass, yakni makna yang
tersirat suatu nash syar'i bisa juga membawa makna yang tidak ditunjukkan
dalam kata-kata atau tanda-tanda tetapi merupakan makna yang bersifat
melengkapi yang didukung oleh muatan logis dan yuridis dari nash itu.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas penulis dapat merumuskan rumusan
sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengertian Al-Dalalah ?
2. Bagaimana Dalalah Dalam Pandangan Ulama Hanafiyah?
3. Bagaimana Dalalah dalam pandangan Ulama Syafi'iyah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Al-Dalalah.
2. Untuk mengetahui Dalalah Dalam Pandangan Ulama Hanafiyah.
3. Untuk mengetahui Dalalah dalam pandangan Ulama Syafi'iyah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Dalalah
Dalalah secara umum adalah "Memahami sesuatu atas sesuatu". Kata
"sesuatu yang pertama disebut " Madlul" (yang ditunjuk). Dalam hubungan
dengan hukum yang disebut madlul adalah "hukum itu sendiri".
Kata "sesuatu yang kedua disebut dalil (yang menjadi petunjuk) dalam
hubungannya dengan hukum disebut "dalil hukum".
Dalam kalimat "asap menunjukkan adanya api" kata "Api" disebut
madlul, sedangkan "asap" yang menunjukkan adanya api disebut dalil.
Berpikir denan menggunakan petunjuk dan isyarat disebut berpikir
secara dalalah.
B. Dalalah Dalam Pandangan Ulama Hanafiyah
Ulama hanafiyah membagi dalalah kepada dua macam : dalalah
lafdhiyah dan dalalah ghairu lufdhiyah.
1. Dalalah lafdhiyah adalah dalalah dengan dalil yang digunakan untuk
memberi petunjuk kepada sesuatu dalam bentuk lafad, suara atau kata.
Dalalah dalam pengertian ini, ialah yang menjadi dalil adalah lafad
menurut lahirnya.
Dalalah lafdhiyah dibagi menjadi 4 macam yaitu :
a. Dilalah Ibarah (‫ )اداللة العبارة‬atau ibarat nash : ungakapan nash.
Adalah makna/pengeriannya yang segera dapat dipahami dari
bentuk nash itu sendiri, baik yang dimaksud pengertian asli atau
tidak. Seperti firman Allah Saw yang berbunyi :
)225 -,‫واحل هللا البيع وحرم الربا (القر‬
Artinya : Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. (Qs. Al-Baqarah 2 : 233).
Pengertian isyarat nash itu adalah tidak sama antara jual beli
dengan riba, dalam pengertian tidak asli adalah jual beli itu halal dan
riba itu haram.

2
b. Dilalah Isyarah (‫ )داللة اإلشارة‬atau isyarat nash
Adalah makna/pengertian yang tidak segera dapat dipahami
dari lafadnya dan tidak dimaksudkan oleh susunan kata, akan tetapi
hanya makna lazim (biasanya) dari makna yang segera dapat
dipahami dari kata-katanya. Seperti firman Allah swt yang berbunyi :
)233 : ‫وعلى المولود له رز فهن ولسو تهن بالمعروف (البقره‬
Artinya : Dan kewajiban ayah memberi makanan dan pakaian
kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf (Qs. Al-Baqarah : 233).
Pengertian isyaratun nash bahwa nasab anak dihubungkan
kepada bapaknya, bukan kepada ibunya.
c. Dalalah al-nash (‫ )داللة النص‬atau petunjuk nash.
Adalah makna/pengertian yang dapat dipahami dari jiwa nash
dan rasionalnya.
Adalah penunjukan oleh lafad yang "tersurat" terhadap apa
yang "tersirat" dibalik lafad itu. Dalalah ini disebut dengan istilah
"mafhum muwafaqah" dan sebagian ulama menamakainyya dengan
"qiyas jail".
Penunjukan secara dalalah nash terjadi bila suatu nash
menurut ibaratnya menunjukkan suatu hukum terhadap suatu
kejadian. Hukum yang terdapat dalam nash, bisa terdapat pula dalam
kejadian lain adalah karena ada alasan hukum dalam kejadian lain
tersebut. Contohnya firman Allah yang berbunyi :
.‫والتقل لهما اف والتنهرهما‬
Artinya : Janganlah kamu ucapkan kepada kedua orang-orang itu
bapakmu ucapan "ah" dan janganlah kamu bentak keduanya.(Qs.
Al-Isra' : 23)
Pengertian secara dalalatun nash bahkan semua
perkara/perbuatan yang menyakiti hati kedua orang tua, hal itu juga
dilarang, alasan ini dapat dipahami berdasarkan pemahaman dari
segi bahasa (lughawi) tapa memerlukan penalaran.
d. Dalalah Al-Iqtidha' (kehendak nash)

3
Adalah dalam suatu ada suatu makna yang sengaja tidak
disebutkan karena adanya anggapan bahwa orang akan mudah
mengetahuinya, namun dari susunan itu terasa ada yang kurang
sehingga ucapan itu dirasakan tidak benar kecuali bila yang tidak
tersebut itu dinyatakan. Contoh, firman Allah yang berbunyi :
)23 : ‫(النساء‬. ‫حرمن عليكم امهاتكم وبناتكم‬
Artinya : Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu dan anak-
anakmu yang perempuan (Qs. An-Nisa 4 : 23).
Pengertian secara Iqtidhaun Nash pada ayat ini adalah
"mengawani mereka", karena menyandarkan keharusan kepada
pribadi Ibu dan anak adalah tidak tepat. Maka diperkirakan lafadh
yang sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh nash tersebut yaitu
kata "mengawini".
2. Dalalah Grairu Lafdhiyah (dalalah bukan lafad)
Adalah dalil yang diinginkan bukan dalam bentuk suara, bukan
lafadh dan bukan pula bentuk kata. Dalalah ini juga biasa disebut dalalah
sukut atau bayam al-diharurah. Menurut ulama hanafi ada 4 macam,
keempat macam dalalah ini memberi petunjuk dengan cara-cara sukut /
diam.
a. Kelaziman dari menyebutkan sesuatu untuk menetapkan hukum
terhadap yang tidak disebutkan.
Contoh :
‫وال بوية مكل وحد منهما السدس مماترك ان كان له ولدوان لم يكن له ولد وورثه أبواه فالمه‬
.)11 : ‫(النساء‬.‫الثلث‬
Artinya : Untuk dua orang Ibu/Bapak masing-masing mendapat 1/6
bila pewaris meninggalkan anak. Bila ia tidak meninggalkan anak
sedangkan yang mewarisinya adalah Ibu bapaknya, maka untuk
ibunya adalah 1/3. (Qs. Al-Nisa' : 11)
b. Diamnya seseorang, padahal tugas orang tersebut harus menjelaskan
secara mutlak kejadian itu.

4
Seperti diamnya Rasulullah Saw. Ketika menyaksikan suatu
peristiwa baik berupa perkataan maupun perbuatan. Selama beliau
tidak mengingkari, maka diamnya itu menunjukkan izinnya.
Contoh lain adalah adalan diamnya anak gadis ketika ditanya
oleh walinya atau wakilnya untuk dikawinkan dengan seseorang,
kemudian gadis itu diam. Hal ini menunjukkan kerelaannya.
c. Diamnya seseorang dianggap sama dengan perkataannya, untuk
mencegah terjadinya penipuan/kesamaran.
Seperti diamnya seorang wali dikala melihat orang yang
berada dibawah perwaliannya melakukan jual beli, sedang ia tidak
melarang. Hal ini menunjukkan bahwa ia memberi izin, sebab kalau
tidak dianggap sebagai izin, akan menimbulkan bahaya bagi orang
lai.
d. Dalalah sukut (penunjukan diam) yang menyatakan ma'dud (sesuatu
yang terbilang) namun telah biasa dibuang untuk menghindarkan
panjangnya ucapan kalau disebutkan.
Contoh : umpamanya dalam menyebutkan tahun 1945. kalau
diucapkan dengan sempurna "berbunyi" seribu sembilan ratus empat
puluh lima" tetapi jarang orang yang menyebut secara sempurna.
Kebanyakan orang mengatakan "Sembilan belas empat lima". Meski
demikian, namun semua orang sudah mengetahui maksudnya.
C. Dalalah dalam pandangan Ulama Syafi'iyah,
Menurut pandangan ulama syafi'iyah dalalah ada dua yaitu dalalah
manthuq dan dalalah mafhum.
1. Dalalah manthuq
Adalah petunjuk lafadh sama dengan arti redaksi lafadh itu
sendiri, seperti firman Allah :
.)23 : ‫وربائبكم الالتى فى حجوركم من نسائكم الال تى دخلتم بهن (النساء‬
Artinya : Anak-anak, istri-istrimu yang dalam peliharaanmu dari istri
yang telah kamu campuri.(Qs. An-nisa : 23)

5
Ayat ini menunjukkan haramnya menikahi anak istri yang berada
dalam pemeliharaan ayah tiri, jika ibunya telah digauli, penunjukannya
begitu jelas dan tidak memerlukan penjelasan.
Dalalah manthuq dibagi menjadi dua macam :
a. Dalalah manthuq sharikh
Adalah petunjuk lafadh yang timbul dari penetapan lafadh itu
sendiri walaupun secara tersembunyi. Misalnya firman Allah :
‫فال تقل لهمااف‬
Manthuq sharikh dalam istilah ulama syafi'iyah ini adalah apa
yang diistilahkan dengan dalalah ibarah dalam pengertian ulama
hanafiyah.
b. Dalalah manthuq ghairu sharikh (tidak jelas)
Adalah petunjuk lafad sesuai dengan kelaziman yang berlaku.
Dalalah ini sama dengan dalalah isyarah menrutu ulama' hanafiah.
(contohnya : firman Allah (Qs. Al-Baqarah : 233).
2. Dalalah Mafhum
Adalah petunjuk lafadh kepada arti yang tidak disebutkan oleh
lafadh itu karena memang didiamkan baik dalam hal menetapkan hukum
maupun meniadakan hukum.
Dalalah mafhum dibagi menjadi dua yaitu :
a. Mafhum muwafaqah
Adalah lafadnya menunjukkan bahwa hukum yang tidak
disebutkan sama dengan hukum yang disebutkan dalam lafadh.
Contoh : ‫فال تفار لهمااف‬
Mafhum muwafaqahnya adalah semua perkataan atau
perbuatan yang menyakitkan orang tua juga dilarang. Seperti
memukul walaupun didalam ayat itu tidak disebutkan.
Mafhum muwafaqah ini dibagi menjadi dua yaitu mafhum
aulawi dan mafhum musawi. Mengenai penjelasan terdapat pada
dalalah al-nash yang dibagi menjadi dua menurut
b. Dalalah mukholafah

6
adalah mafhum yang lafadhnya menunjukkan bahwa hukum
yang tidak disebutkan berbeda dengan hukum yang disebutkan.
Mafhum ini dibagi mafhum muskholafah dibagi
menjadi lima yaitu :
1) Maftum dengan sifat (‫) مقهوك الوصف‬
Adalah petunjuk lafadh yang diberi sifat tertentu kepada
berlakunya hukum sebaliknya dari hukum yang disebutkan oleh
lafadh itu. Seperti dalam firman Allah:
.)92 : ‫ومن تتل مؤمناخطاء فتحرير رقبة مؤمنة (النساء‬
"Dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah
(hendaklah) ia memerdekakan hamba sahaya yang beriman " (
Q.S An Nisa' : 92).
Mafhum muklolafnya memerdekakan hamba sahaya yang
tidak beriman belum memenuhi kewajiban.
2) Mafhum dengan maksimal (‫)مفهوم الغاية‬
Adalah petunjuk lafadh yang menentukan suatu hukum
sampai dengan batas yang telah ditentukan, apabila telah
melewati batas yang ditentukan, maka berlaku hukum
sebaliknya.
.‫فان طلقهافا تحل له من بعد حتى تنكح زوجاغيره‬
Jika suami mentalak istrinya (talak tiga), tidak halal bekas
istri itu untuk nya, hingga bekas istri itu mengawini laki-laki
lain.
Mafhum mukholafahnya adalah bekas istri yang ditalak
tiga telah kawim lagi dengan laki-laki lain, kemudian bercerai
dan telah habis masa iddahnya, maka boleh mengawani bekas
istri yang telah ditalak tiga itu.
3) Mafhum dengan syarat (‫)مفهوم الشرط‬
Adalah bisa syarat terpenuhi berlaku hukum, tetapi bila
syarat itu tidak terpenuhi maka dapat ditetapkan hukum
sebaliknya.

7
Contoh :
.‫وان كن اوالت حمل فانفقوا عليهن حتى يضعن حملهن‬
"Jika perempuan (yang diurai) itu dalam keadaan hamil maka
berilah nafkah sampai mereka melahirkan " ( Q.S .Al-Thalaq :
6)
Mafhum mukholafnya adalah tidak wajibnya, memberi
nafkah pada istri yang dicerai bain bila ia tidak hamil.
4) Mafhum dengan bilangan
Adalah petunjuk lafadh yang memberi pengertian yang
dinyatakan dengan bilangan tertentu dan akan berlaku hukum
sebaliknya pada bilangan lain yang berbeda. Contohnya:
)2 : ‫الزانية والزانى فاجلدو اكل واحد منهما مائة جلد ة (النور‬
"Penzina perempuan dan penzina laki-laki deralah masing-
masing sebanyak 100 kali"
Mafhun mukholafahnya adalah mendera pezina kuranf
dari 100 kali belum memadai.lebih dari 100 kali tidak boleh/
tidal sah bila didera kurang atau lebih dari 100 kali harus pas
100 kali.
5) Mafhum dengan gelar (‫)مفهوم الكتب‬
Adalah penunjukan suatu lafadh yang menjelaskan
berlakunya suatu hukum untuk suatu nama atau sebutan tertentu
atas tidak berlakunya hukum itu untuk orang-orang lain.
Umpanya firman Allah yang berbunyi :
)29 : ‫محمدرسول هللا (الفتح‬
Muhamamad itu adalah utusan Allah (Q.S. Al-Fat : 29)
Mafhum mukholafahnya adalah selain nabi Muhammad
bukan Utusan Allah.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hukum biasanya menuntut pemenuhan, tidak saja dengan makna
teksnya yang terbaca jelas, tetapi juga dengan makna-makna yang dicakupnya
dan petunjuk-petunjuk serta inferensi-inferensi yang bersifat tidak langsung
yang ditarik darinya. Metode-metode diatas umumnya disusun untuk
mendukung penelitian rasional dalam deduksi ahkam dari sumber –sumber
wahyu Allah.
Al-dalalah merupakan sesuatu yang di ambil dari hukum syara'
mengenai perbuatan manusia. Dalam klasifikasi Al-dalalah kaidah dasar yang
harus di kemukakan adalah bahwa nash syar'i tidak pernah mensyariatkan
makna sebaliknya, dan interpretasi yang berusaha membaca makna
sebaliknya kedalam nash yang ada tidaklah teruji dan dapat dipertahankan.
Jika dibutuhkan lagi nash tersendiri untuk mengesahkannya tetapi upaya
untuk mempertahankan dua makna yang berlawanan dalam sebuah nash yang
sama berarti menentang esensi dasar dan tujuan interpretasi.
B. Saran
Kami sebagai penulis makalah ini menyadari bahwa kami adalah yang
dhoif tidak luput dari kesalahan dan kekeliruan oleh karena itu kami
mengharap kritik dan saran dari semua pembaca demi kesempurnaan dan
memperbaiki pada penyusunan makalah berikutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Miftahul, Haq, Faishal. Ushul Fiqh. Surabaya : Citra Media, 1997.

Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta : Kecana, 2008.

Hasyim Kamali Ahmad. Prinsip Dan Teori-Teori Hukum Islam. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar, 1996.

10

Anda mungkin juga menyukai