Anda di halaman 1dari 13

Ushul fiqh

Materi pembahasan : Mantuq dan Mafhum

Dosen pengampu : Drs. M.Yusril Fuad, MA

Program studi : Pendidikan Agama Islam

Semester : 2(dua)

Penyusun makalah : KELOMPOK 7 :

1. Husnul Mawaddah
2. Inayati
KATA PENGANTAR

Ungkapan syukur tak terhingga penulis panjatkan kepada Allah swt, berkat rahmat Allah,
makalah ini dapat menambah khazanah keilmuan tentang ushul fiqh yang merupakan
metode hukum dalam menggali hukum islam.

Sudah tidak diragukan lagi bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang paling penting dalam
berinstibat hukum, seorang ahli hukum islam tidak disebut sebagai ahli kalau ia tidak
disebut ahli jika ia tidak menguasai ilmu ini. Maka keberadaan ilmu ushul fiqh merupakan
bagian terpenting dalam pengembangan ilmu hukum islam. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amin ya Rabbal Alamin.

Medan, Mei 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2

A. Manthuq .............................................................................................. 2
1. Pengertian Manthuq ..................................................................... 2
2. Pembagian manthuq .................................................................... 3-4
B. Mafhum .............................................................................................. 5
1. Pengertian Mafhum ...................................................................... 6
2. Pembagian Mafhum ...................................................................... 7-8

PENUTUP ......................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 10


BAB I

PENDAHULUAN

A . Latar Belakang Masalah

Ketika kita berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung didalam al-quran, sebenarnya
dari semua ayat yang ada didalam al-quran tersebut tidak semuanya memberikan arti dan
pemahaman yang jelas terhadap kita. Jika kita telusuri, ternyata banyak sekali ayat-ayat
yang masih butuh penjelasan yang lebih mendalam mengenai hukum yang tersimpan dalam
ayat tersebut.

Sebagai sumber hukum islam tidak membenarkan jika memahami al-quran hanya
denganmengandalkan pemahaman yang lebih sekedar teks. Dalam ilmu tafsir kita akan
menemukan sebuah pembahasan tentang manthuq dan mafhum.

B . Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diatas, maka kita rumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut :

Apa definisi Manthuq dan Mafhum?

Bagaimana contoh dan pembagaiannya?

C . Tujuan Penulisan

Mengetahui definisi Manthuq dan Mafhum dan segala sesuatu tentang Manthuq
dan Mafhum ini.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A . MANTHUQ

Pengertian Manthuq: manthuq berasal dari bahasa arab sebagai konjugasi dari kata
naqataha yang berarti berkata atau berbicaraa, manthuq berarti atau berbicara, manthuq
berarti sesuatu yang dikatakan atau dibicarakan.

Manthuq menurut istilah ulama ushul fiqh ialah: suatu makna yang ditunjuk langsung
oleh lafal yang diucapkan oleh si pengucapnya. Manthuq ini terbagi dua, yaitu: manthuq
yang tidak memiliki kemungkinan untuk ditakwilkan, yang disebut nash, dan manthuq yang
memiliki kemungkinan untuk ditakwilkan, atau mengandung makna yang marjuh(lemah)
disamping makna yang rajih(lebih kuat) yang disebut zahir.1

Selanjutnya, manthuq terbagi kepada dua macam, yaitu:

1. Manthuq sharih (yang jelas)


2. Manthuq ghairu sharih (yang tidak jelas)

Yang dimaksud dengan manthuq sharih ialah: lafal (manthuq) yang secara jelas
menunjuk kepada seluruh makna yang diperuntukkan baginya (muthabaqah) atau
menunjuk kepada sebagian maknanya saja (tadhamum). Dengan pengertian, maka dalalah
manthuq ada dua macam, yaitu :

a. Muthabaqah, yaitu: manthuq, jyang secara jelas, menunjuk kepada makna yang
diperuntukkan baginya secara lengkap, seperti kata “insan” (manusia) atau kata shalat
yang menunjukkan kata ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam .

Misalnya lagi, firman Allah swt :

‫فال تقل لهما اف وال تنهرهما‬


2

1
Ushul fiqh, Dr. h. Ahmad Sanusi hal.205-207
“maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka” (QS Al-isra [17] : 23)2

keharaman mengatakan “ah” dan membentak ibu dan ayah merupakan dalalah
Manthuq yang muthabaqah, karena sesuai dengan makna yang diperuntukkan baginya
secara utuh, tak kurang.

b. Taddhammuniyah, yaitu: lafal (manthuq), yang secara jelas.

Manthuq ghairu sharih: yang dimaksudkan dengan manthuq ghairu sharih ialah: lafal
yang menunjuk kepada suatu makna dengan tidak mempergunakan salah satu dari dua
dalalah: muthabaqah atau thadamum, sehingga makna yang ditunjukkannya tidak jelas.
Selanjutnya manthuq ghairu sharih terdiri dari tiga macam yaitu, :

a. Dalalah iqtidha’ yaitu: dalalah suatu lafal terhadap suatu makna yang tidak disebutkan
secara eksplisit dalam kalimat, akan tetapi keabsahan dan kebebnaran lafal itu mau harus
memperkirakan keberadaannya. Dengan kata lain, lafal itu tidak memberikan yang benar
tanpa mengikutkan kata yang tidak disebutkan itu. Yang benar tanpa mengikutkan kata yang
tidak disebutkan itu. Misalnya: sabda nabi saw :

‫رفع عن ا متي الطا والنسيان وما استكرهوا عليه‬

“diangkat dari umatku (dosa) ketersalahan,lupa,dan apa yang dipaksakan atas mereka untuk
melakukannya“ (HR. Bukhari dan lainnya dari Aisyah)3

Lafal hadis tersebut menjelaskan pengangkatan atau penghilangan perbuatan yang


terjadi karna ketersalahan, lupa atau terpaksa. Penghilangan ini bertentangan dengan
kenyataan, sebab semuanya telah terjadi dalam realitas, sesuatu yang telah terjadi tidak
mungkin dihapuskan.

2
QS Al-isra [17] : 23 mengucapkan kata “ah” kepada orangtua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi
memperlakukan mereka dengan lebih kasar
3
Lafal hadis tersebut menjelaskan pengangkatan dan penghilangan perbuatan yang terjadi karena
ketersalahan, lupa, atau terpaksa. (HR. Bukhari dan lainnya dari Aisyyah).
Oleh karena itu, harus ada lafal yang tidak disebutkan secara eksplisit yang
diperkirakanan keberadaannya, yaitu: dosa atau hukuman, agar sesuai dengan kenyataan
yang sebenarnya. Dengan demikian, yang diangkat atau dihilangkan bukanlah perbuatan
yang telah terjadi, akan tetapi dosa atau hukuman yang diakibatkan oleh perbuatan itu.

b. Dalah ima’, yaitu : dalalh suatu lafal yang menyertakan sifat tertentu yang
mengisyaratkannya sebagai ‘illat (alasan) hukum. Misalnya, perintah untuk memerdekakkan
budak yang digabungkan dengan persetubuhan pada siang hari di bulan Ramadhan. Ini
menunjukkan bahwa persetubuhan tersebut merupakan ‘illat hukum bagi kewajiban untuk
memerdekakan budak.

Misalnya lagi, firman Allah Swt :

‫الزا نيه والزاني فا جلد وا كل وحد منهما مائه جلده‬


Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus kali dera. (QS An-Nur [24]: 2)4

Ayat tersebut menunjukkan bahwa perzinaan adalah sifat menjadi illat hukuman
seratus kali dera. Kalau sekiranya perzinaan tidak menjadi illat hukumnya, niscaya tidak
perlu menyebutkannya bersama hukum itu. Illat hukum ini diketahui melalui isyarat sifat
yang menyertai hukum itu. Oleh karena itu, ia disebut dalalah ima’ yang secara harfiah
berarti tanda.

4
Hukuman bagi mereka seorang pezina adalah 100 kali dera
B . MAFHUM

1 . Pengertian Mafhum

Mafhum berasal dari kata fahima yang berarti : mengerti dan paham. Mafhum berarti:
sesuatu yang dimengerti dan dipahami.5

Mafhum menurut istilah ushul fiqh ialah: makna yang tidak langsung ditunjuki oleh lafal
yang diucapkan. Dengan kata lain, Mafhum ialah; dalalah lafal terhadap hukum sesuatu
yang tidak disebutkan dalam kalimatnya, akan tetapi dalalah itu dipahami darinya.

2 . Macam-macam Mafhum

Mafhum ada dua macam, yaitu:

a. mafhum Muwafaqah, yaitu: dalalah lafal terhadap tetapnya hukum suatu yang
disebutkan lafal itu, karena lafal sesuatu yang tidak disebutkan itu ada kesamaan ‘illat
hukum yang dipahami secara kebahasan. Disebut muwafaqah, karena makna dan dalalah
hukum yang dipahami untuk kasus lain sejalan dan sesuai dengan apa yang dinyatakan
secara ekspilisit dalam nash, dalam mazhab hanafi Mafhum muwafaqah ini disebut dalalah
al-nash, ia juga disebut fahwa al-kitab. Misalanya, firman Allah swt .

‫فال تقل لهما اف وال تنهرهما‬


Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan
janganlah kamu membentak mereka. (QS. Al-Isra [17]: 23)6

Maka manthuqnya ialah keharaman mengucapkan kata “ah” dan membentak ibu
dan bapak. Kemudian ayat itu dipahami bahwa memukul mereka juga haram, bahkan lebih
berat keharamannya dibandingkan sekaedar mengatakan “ah” . misalnya lagi. Forman Allah
swt:

5
Pt. RAJAGRAFINDO PERSADA , ushul fiqh hal. 200
6
QS Al-isra [17] : 23 mengucapkan kata “ah” kepada orangtua tidak dibolehkan oleh agama, apalagi
memperlakukan mereka dengan lebih kasar
‫ان الدين يا كلون امول اليتمي ظلما انما يا كلون في بطونهم نارا‬
“sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya
mereka itu menelan api sepenuh perutnya” (QS. An-nisa [4]: 10)

Makna ayat manthuqtersebut menunjukkan keharaman memakan harta anak


yatimsecara zalim.7

a. Mafhum mukhalafah, yaitu: menetapkan kebalikan hukum yang terdapat pada manthuq
bagi sesuatu yang tidak disebutkan dalam lafal itu. Penetapan kebalikan itu disebabkan tidak
adanaya batasan (qayad) yang membatasi manthuq pada sesuatu yang tidak disebutkan itu.
Penyebutyan mukhalafah disebabkan bahwa makna atau bertentangan dengan hukum dan
makna yang terdapat pada lafal yang diucapkan. Mafhum ini disebut juga dalil al-khitab.8

C . KEHUJJAHAN MAFHUM MUKHALAFAH

Ulama ushul fiqh berbeda pendapat tentang kehujjahn mafhum mukhalafah, jumhur
ulama menerimanya sebagai hujjah. Mazhab hanafi menolak sama sekali kehujjahannya.

JUMHUR MENGEMUKAKAN DALIL SEBAGAI BERIKUT :

1 ) Dalil Naqliy

Bahwa tokoh-tokoh besar, dan para iman mujtahid dan ahli bahasa berpegang
kepada mafhum mukhalafah, ibn abas, misalnya memahami dari firman Allah Swt :

‫ج‬ ‫ اخت فلها نصف ما تر ك‬,‫ و لد وله‬,‫ان امروا هلك ليس له‬
Artinya : jika seseorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya.

7
Dari ayat itu juga dipahami, bahwa memusnahkan harta anak yaatim juga haram hukumnya. Keharaman ini
sama dengan keharaman memakannya secara zalim.
8
Ushul fiqh Dr. Sohari, M.H., M.M
Bahwa saudara perempuan tidak mendapat bagian warisan, jika ada anak laki-laki
atau perempuan si mayyit. Ini merupakan mafhum mukhalaf dari manthuq ayat tersebut.

Selanjutnya fukaha sepakat tentang kebolehan mengawini budak perempuan


dengan syarat tidak mampu untuk untuk mengawini perempuan yang merdeka, dan tidak
boleh mengawini budak perempuan, jika seorang telah beristri wanita yang merdeka.
Hukum pertama didasarkan manthuq firman Allah swt yang artinya : “ dan barang siapa
diantara kamu (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita
merdeka lagi beriman, ia boleh mengawini wanita yang beriman, dari budak-budak yang
kamu miliki “ (QS An-Nisa : 25)

kemudian hukum yang kedua berdasarkan mafhummukhalafah ayat itu juga.

2 ) Dalil ‘Aqliy

Batasan yang terdapat dalm nash-nash syara’ , baik sifat, syarat,bilangan, batas akhir
dan lainnya tidak mungkin merupakan kebiasaan, tanpa maksud . ia haruslah memiliki
faedah tertentu. Apabila kita telah meneliti faedhnya, kemudian kita tidak menemukan
faedahnya kecuali mengkhususkan hukum pada sesuatu yang disebutkan dan menafikkan
dari yang lain, jika tidak maka batasan itu sia-sia, padahal tidak ada hal yang sia-sia dari Allah.

D . SYARAT-SYARAT MAFHUM MUKHALAFAH

Jumhur yang menegaskan kehujjahan mafhum mukhalafah menetapkan beberapa


syarat bagi pengamalannya sebagai berikut :

1) batasan yang terdapat dalam nash tidak mempunyai faedah lain seperti targhib
(dorongan untuk melakukannya) , atau tarhib (menakut-nakutinya) atau semisalnya .
misalnya, firman Allah swt :

7
‫يا يها الد ين ءا منوا ال تا كلوا الربوا اضعفا مضعفه‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat
ganda. ( QS Ali-Imran : 140 )9

Penafsiran riba yang berlipat ganda tidak dimaksudkan agar umat islam menjauhinya.
Penjelasan tersebut tidaak berarti bahwa riba yang tidak berlipat ganda tidak haram.
Buktinya diakhir ayat lain :

‫و ان تبتم فلكم رءوس امو لكم ال تظلمون وال تظلمون‬


Artinya :

Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. ( QS Al-Baqarah : 297)10

2) tidak adil khusus bagi kasus yang ditetapkan hukumnya berdasarkan mafhum mukhalafah.

9
Penafsiran riba yang berlipat ganda tidak dimaksudkan agar umat islam menjauhinya .
10
Dan penafsiran riba yang sedikit bukan berarti tidak haram, harus melalui proses taubat.
BAB III

PENUTUP

Jadi kesimpulan yang bias kita ambil dari mater diatas adalah sebagai berikut :

manthuq berasal dari bahasa arab sebagai konjugasi dari kata naqataha yang berarti
berkata atau berbicaraa, manthuq berarti atau berbicara, manthuq berarti sesuatu yang
dikatakan atau dibicarakan. Sedangkan Mafhum berasal dari kata fahima yang berarti :
mengerti dan paham. Mafhum berarti: sesuatu yang dimengerti dan dipahami.

Mafhum menurut istilah ushul fiqh ialah: makna yang tidak langsung ditunjuki oleh
lafal yang diucapkan. Dengan kata lain, Mafhum ialah; dalalah lafal terhadap hukum sesuatu
yang tidak disebutkan dalam kalimatnya, akan tetapi dalalah itu dipahami darinya

Dengan demikian dapat kami paparkan kesimpulan mengenai materi yang menjadi
pokok pembahasan makalah kami ini karena Mempelajari ushul fiqh memberikan manfaat
yang tidak sedikit. Dengan mempelajari ushul fiqh seorang dapat mengetahui dasar-dasar
dalam berdalil dan bagaimana yang tepat dan benar. semoga Makalah ini menjelaskan
kepada pembaca memahami seputar ushul fiqh. Tentang makalah kami yang membahas
“ MANTHUQ DAN MAFHUM “. Yang kelak bermanfaat bagi kalian pembaca. Amin ya Rabbal
alamin.

Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh

9
DAFTAR PUSTAKA

PT. GRAFINDO PERSADA, ushul fiqh

USHUL FIQH, Dr. H. Ahmad sanusi, M.A.

Ushul fiqih DR. Sohari, M.H M.M

Ushul fiqh, Prof. Dr. H. Amir Syaifuddin

Ushul fiqh, DR. Abdul Hayy Abdul ‘AL

10

Anda mungkin juga menyukai