Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

SHORIH DAN KINAYAH


Diajukan Untuk Melengkapi Dan Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ushul Fiqh II

Dosen Pengampu :
Ismardi. Dr., H., M.Ag.

Disusun Oleh:
Kelompok 5 :
• Anisa Ramadhani
• Ardi Himawan Admaja
• Muhammad Rois Maulana

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (S1)

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1444 H/2023 M
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah kami
yang berjudul “Shorih dan Kinayah” ini dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan di dalamnya.

Sebelumnya kami, sebagai penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen
pengampu mata kuliah Ushul Fiqh II, Bapak Ismardi. Dr., H., M.Ag., kepada teman-
teman yang sudah terlibat, serta kepada kedua orang tua kami yang sudah banyak
memberi saran dan dukungannya sehingga makalah kami dapat terselesaikan.

Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan.

Pekanbaru, 5 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
BAB I .................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................. 1
1. Latar Belakang ............................................................................. 1
2. Rumusan Masalah........................................................................ 2
3. Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ................................................................................... 3
1. Shorih ........................................................................................... 3
a. Pengertian Sharih ..................................................................... 3
b. Ketentuan hukum lafaz shorih .................................................. 4
2. Kinayah ........................................................................................ 5
a. Pengertian Kinayah .................................................................. 5
b. Macam-macam Kinayah........................................................... 6
c. Tujuan kinayah ......................................................................... 7
d. Ketentuan hukum lafal kinayah ................................................ 8
BAB III................................................................................................ 10
PENUTUP ........................................................................................... 10
A. Kesimpulan ................................................................................ 10
B. Saran .......................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap lafal mengandung arti dan maksud tertentu yang dapat dipahami
seseorang ketika ia mendengar lafal itu diucapkan, atau ketika ia membaca lafal
itu dalam tulisan. Lafal dari segi penggunaannya para Ulama ushul fiqh
membagi suatu redaksi atau lafal yang ditinjau dari segi penggunaannya kepada
dua macam, yaitu : hakikat dan majas. Sedangkan ditinjau dari segi kejelasan
maknanya untuk menyampaikan tujuan penggunaannya, masing-masing lafal
hakikat dan majas dapat dibagi pula kepada sharih dan kinayah.

Adapun suatu lafal tersebut tidak dapat dinilai dan diberi predikat
sebagai hakikat atau majas, sebelum digunakan untuk menunjuk suatu
pengertian terminologi oleh penggunanya. Dengan kata lain, jika suatu
komunitas menggunakan suatu lafal sesuai dengan makna terminologi (istilah),
maka lafal tersebut diberi predikat “hakikat”. Tetapi jika yang mereka maksud
bukan makna terminologinya, maka lafal tersebut diberi predikat “majas”.
Dalam pada itu, pemberian sifat kepada suatu lafal sebagai hakikat atau majas,
tergantung pula kepada komunitas pengguna lafal tersebut.

Dari sudut pemakaian yang sesungguhnya, suatu kata dapat digunakan


dalam makna utamanya, makna harfiyah, makna teknis, ataukah maknanya
yang lazim, kata-kata juga diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama:
harfiyah (haqiqi) dan metaforsis (majazi). Maka dengan itu, di sini kita akan
membahas mengenai Sharih dan Kinayah.

1
2. Rumusan Masalah

A. Apa yang di maksud dengan shorih ?


B. Apa yang di maksud dengan kinayah?

3. Tujuan

A. Agar mengetahui dan memahami tentang shorih


B. Supaya mengetahui dan memahami tentang kinaya

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Shorih
a. Pengertian Sharih
Secara arti kata, sharih dari kata sharaha ( ‫ )صرح‬berarti terang. menjelaskan
apa yang ada dalam hatinya terhadap orang lain dengan ungkapan yang seterang
mungkin.

Dari Aspek kebahasaan, kata sharih mengungkapkan beberapa pengertian, di


antaranya adalah1:

1) Menampakkan atau mengemukakan dengan jelas dan terang


2) Bersih, murni dan terbebas dari unsur-unsur yang mencemari.

Dalam, terminologi Ushul Fiqh, sharih di artikan sebagai berikut :

‫ما ظهر به المعنى المراد ظهورا بينا بسبب كثرة الاستعمال حقيقة كان او مجازا‬

“lafal yang memiliki makna amat mengemukakan sebab banyaknya lafal


tersebut banyak di gunakan, baik secara hakiki atau majaz.” Atau lafal yang
maknanya tidak terselubung, samar.2

Dalam pengertian istilah hukum, sharih berarti:

‫كل لفظ مكشوف المعنى والمراد حقيقة كان او مجازا‬

“Setiap lafaz yang terbuka makna dan maksudnya, baik dalam bentuk haqiqah
atau majaz”.

1
Iffatin Nur, Terminologi Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Teras, 2013), hal. 194
2
Iffatin Nur, Ibid, hal. 194

3
Maksud yang dikehendaki oleh pembicara dapat diketahui dari lafaz yang
digunakan tanpa memerlukan penjelasan lain. Umpamanya pada waktu seseorang
ingin menceraikan istrinya, ia berkata kepada istrinya, “ Engkau saya ceraikan. ”3

Ucapan seorang suami kepada istrinya seperti yang di sebutkan ini cukup terang
dan jelas maksudnya, tidak perlu penjelasan karena ungkapan tersebut dapat
dipahami oleh semua orang yang mendengarnya. Dan lafal sharih ini wajib
diamalkan karena sudah jelas maksud tujuannya.4

Prinsip asal dari suatu ungkapan yang diucapkan adalah sharih karena itulah
yang dituju untuk memberikan pemahaman kepada orang yang mendengar. Ucapan
sharih disebut ucapan yang sempurna untuk maksud ini.

b. Ketentuan hukum lafaz shorih


lafal shorih menjadi dasar dalam pembentukan hukum tanpa perlu
mempertanyakan lebih jauh maksud orang yang mengucapkan lafal tersebut, baik
dari makna secara hakikat ataupun majaz. Dengan demikian, jika seorang suami
berkata “ saya ceraikan engkau “, maka hukum yang timbul adalah jatuh talaknya.
Sebab kalimat tersebut jelas maksud dan tujuannya.

Contoh lainnya, jika seorang berkata “ saya lepas mobil ini kepada engkau
dengan harga 50 juta “ , dan lawan bicaranya berkata “ saya terima “, maka telah
terjadi hukum jual beli di antara mereka, meskipun lafal yang di gunakan adalah
majaz. Sebab lafal tersebut jelas dan kata-kata “ lepas “ adalah bentukk majaz yang
biasa digunakan dalam dunia perdagangan untuk pengertian menjual.5

Lafal sharih bisa juga membatalkan dan menghilangkan dampak dari implikasi
tekstual. Oleh karenanya para pakar ushul fiqh mengatakan:

3
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II, (Jakarta: Kencana,2011), hal. 37.
4
Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, (Depok: Kencana, 2017), hal. 286
5
Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010), hal. 303.

4
‫لا عبرة للدلالة في مقابلة التصريح‬

“ implikasi tekstual suatu lafal menjadi tidak berlaku jika berhadapan dengan
yang bersifat shorih”(atau tashrih).

Penjelasannya sebagai berikut: penguasa atas sesuatu memberi makna


kepemilikan, sepanjang tidak ada pendakwa yang menggugat kepemilikan atasnya
sesuatu itu dengan bukti.

Jika bukti itu benar maka diputuskanlah kepemilikan pada penggugat. Sebab
dalam konteks tersebut, bukti berkedudukan sebagai tashrih, sedangkan penguasa
atas sesuatu yang di persengketakan berkedudukan sebagai dalalah sehingga
dengan begitu tidak dapat dijadikan alasan karena tashrih lebih kuat.6

2. Kinayah
a. Pengertian Kinayah
Secara arti kata, kinayah berarti mengatakan atau mengungkapkan sesuatu
untuk menunjukkan arti lain.

Dalam pengertian hukum, kinayah adalah :

‫ما يكون المراد باللفظ مستورا الى ان يتبين باالدليل‬

“Apa yang dimaksud dengan suatu lafaz bersifat tertutup sampai dijelaskan
oleh dalil”

Setiap lafaz yang pemahaman artinya melalui lafaz lain dan tidak dari lafaz itu
sendiri, pada dasarnya termasuk dalam arti kinayah, karena masih memerlukan
penjelasan.7

Dalam terminologi ushul fiqh, kinayah berarti sebagai berikut :

6
Iffatin Nur, Op. Cit, hal. 195-196
7
Amir Syarifuddin, Op. Cit., hal. 38.

5
‫ فلا يفهم الا بقرينة‬, ‫لفظ استتر المراد منه في نفسه‬

“Lafal yang memiliki makna (maksud) yang samar, sehingga tidak dapat
dipahami selain dengan qarinah”

Tidak berbeda apakah makna yang di maksud berupa majaz ataupun haqiqah.
Seperti pada perkataan suami kepada istrinya "‫( "اعتدي‬beriddah lah) dengan
maksud menceraikan istrinya adalah kinayah. Boleh jadi yang di maksud si
pembicara dengan lafal tersebut adalah lafal majaz dari talak yang menyebabkan
timbulnya konsekuensi dan sebab terjadinya ‘iddah.8

b. Macam-macam Kinayah
1) Kinayah ‘An Shifah

Kinayah ‘an shifah adalah kinayah yang berupa sifat yang menetap pada
maushuf. Maushuf yang disebutkan itu disebutkan zatnya (makna hakiki) tetapi
yang dimaksudkan adalah sifat dari zat tersebut. Selanjutnya kinayah ‘an shifat
terbagi 2, yaitu:

a. Kinayah qaribah

Yaitu kinayah yang perpindahan makna mukanna ‘anhu kepada mukanna bih
tanpa melalui perantara.

Contoh : “ Fulan panjang bajunya ”

Tanpa penjelasan panjang lebar bahwa sekilas dapat dipahami bahwa yang
dimaksud adalah seseorang yang berbadan tinggi.

b. Kinayah ba’idah

8
Iffatin Nur, Terminologi Ushul Fiqh vol. 2, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2013), hal.
40

6
Yaitu kinayah yang perpindahan maknanya melalui perantara. Perantara di sini
tidaklah seperti adat dalam tasybih, melainkan sebab atau peristiwa tertentu yang
menghubungkan kedua makna tersebut.

Contoh: “ Jihad berjalan dengan tongkat “

Maksudnya adalah Jihad sudah tua. Perantaranya adalah karena orang yang
sudah tua biasanya berjalan dengan menggunakan tongkat untuk membantu
berjalan.

2) Kinayah ‘An Maushuf

8Kinayah ‘an maushuf adalah kinayah yang mukanna ‘anhunya berupa maushuf
atau sesuatu yang disifati.

Contoh: “ Dia penjaga hartanya “

Maksudnya adalah orang yang kikir.

3) Kinayah ‘An Nisbah

Kinayah ‘an nisbah adalah kinayah yang disebutkan sifatnya namun


tidak disandarkan kepada zat/orang yang memiliki sifat tersebut tetapi disandarkan
kepada sesuatu yang berkaitan erat atau merupakan kemestian dari zat tersebut.
Kinayah ‘an nisbah adalah yang mukanna ‘anhunya atau lafadz-lafadz yang di
kinayah kan adalah maushuf.

Contoh: “ Kemuliaan mengikuti bayangannya “

Sifat atau kemuliaan tidak disandarkan kepada orang yang memiliki sifat mulia
tapi disandarkan kepada sesuatu yang berkaitan dengannya yaitu bayangannya.9

c. Tujuan kinayah
Adapun tujuan dari kinayah adalah:

9
https://hahuwa.blogspot.com/2017/09/pengertian-kinayah-dan-macam-macamnya.html
diakses1maret2023

7
a) Menjelaskan
kinayah ini di gunakan untuk memberikan gambaran yang tampak
dan terlihat.
Contoh : “ Ahmad menghentakkan gigi “ (marah).

b) Meringkas kalimat
Ungkapan kinayah bisa di gunakan untuk meringkas suatu kalimat
atau ungkapan yang panjang.
Contoh: “ Si Fulan itu kurus anak sapinya “ (dermawan).

c) Menghindari ungkapan yang di anggap jelek atau buruk.


Penggunaan kinayah dalam mengungkapkan suatu ide bisa juga
bertujuan untuk mengganti suatu kata yang di anggap jelek untuk di
ucapkan.
Contoh: “ dia berat pendengarannya “ (tuli)

d) Memelihara kesopanan
Menghindari kata-kata yang di anggap tabu atau malu untuk di
ungkapkan.
Contoh: “ atau kalian menyentuh perempuan “ (berhubungan suami istri).

e) Menyembunyikan
Contoh: “ Penghuni rumah (istrinya).10

d. Ketentuan hukum lafal kinayah


Adapun pada lafal kinayah, maka hukum tidak dapat ditetapkan secara langsung
terhadapnya, kecuali terdapat penjelasan dari pembicaranya. Dengan demikian,
orang yang berkata kepada istrinya “ pulanglah ke rumah ibumu “ belum dapat

10
https://hahuwa.blogspot.com/2017/09/pengertian-kinayah-dan-macam-macamnya.html
diakses1maret2023

8
diputuskan jatuh talaknya sebelum ada penjelasan maksud dari suaminya mengenai
maksud dari ucapannya tersebut.

Demikian pula dalam tindak pidana yang di ancam dengan hukuman had .
misalnya, seorang berkata “ saya menyaksikan si Fulan bergaul dengan si Fulanah
“. Ucapan tersebut tidak bisa di jatuhi hukuman had al-qazaf (hukum menuduh
berzina), karena kalimat tersebut mengandung syubhat (samar), mungkin bisa saja
yang di maksudkannya berzina atau bercengkerama. Sedangkan hukum had tidak
boleh dijatuhkan jika ada syubhat.11

11
Abd. Rahman Dahlan, Loc. Cit, hal. 303.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemahaman dalam prinsip dasar dari ucapan yang keluar dari mulut seseorang
adalah sharih karena hal tersebut dimaksud dalam katanya untuk memberi
pemahaman kepada lawan bicara, baik itu bentuknya tunggal maupun jamak.
Ucapan sharih adalah bentuk sempurna dari suatu kalimat. sedangkan Setiap lafaz
yang pemahaman artinya berlainan dari yang diucap untuk membentuk makna
tersirat dari yang di ucap, pada dasarnya termasuk dalam arti kinayah, karena masih
memerlukan penjelasan. Dalam kaidah ushul fiqh dikatakan “maqosiddulafzi ‘ala
niatillafizz” maksud yang diucapkannya tergantung dari makna dan tujuan pada
yang pengucapannya. Baik itu bersifat shorih (jelas) atau pun kinayah (tersirat)

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat ,semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca. Dalam penulisan ini kami sadari masih banyak kekurangan, saran dan kritik
yang membangun sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah kami ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta: Amzah, 2010).


Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II, (Jakarta: Kencana,2011).
https://hahuwa.blogspot.com/2017/09/pengertian-kinayah-dan-macam-
macamnya.html diakses1maret2023
Iffatin Nur, Terminologi Ushul Fiqh vol. 2, (Tulungagung: STAIN Tulungagung
Press, 2013)
Iffatin Nur, Terminologi Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Teras, 2013).
Romli, Pengantar Ilmu Ushul Fiqh, (Depok: Kencana, 2017).

11

Anda mungkin juga menyukai