Anda di halaman 1dari 35

" TAREKAT "

KELOMPOK 7 :

1. Susi Rukmini (18103080089)

2. Syaiful Anam (18103080090)

3. M. Bastomi (18103080091)

4. Siti Lina F. (18103080092)

5. Linda Amala (18103080093

6. Habib Syilky (18103080094)

7. Nur Izzati (18103080095)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA
201l

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Puji dan syukur hanyalah milik Allah SWT yang memberikan taufiq dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Akhlak dan Tasawuf tentang Tarekat dari segi pengertian Tarekat,
macam - macam Tarekat, Tarekat mutabaroh dan ghoiru mutabaroh, dan pokok - pokok ajaran
Tarekat.

Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada baginda nabi


muhammad SAW. Beserta keluaga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti
ajarannya hingga akhir zaman, aamin.

Makalah ini kami telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
beberapa pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu,
kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Tarekat memberikan wawasan
tambahan terhadap pembaca.

Yogyakarta, 1 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i

DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH ..........................................................................1

B. RUMUSAN MASALAH ...........................................................................................2

C. TUJUAN ....................................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN

Pengertian Tarekat......................................................................................................3

Macam - macam Tarekat.............................................................................................5

Tarikat Mutabaroh dan Ghoiru Mutabaroh...............................................................6

Pokok - pokok ajaran Tarekat ....................................................................................7

BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN...........................................................................................................9

K DAN SARAN...............................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

3. Latar Belakang Masalah

4. Rumusan Masalah
Berhubung dengan latar belakang diatas maka penulis merumuskan beberapa
masalah yang akan diselesaiakan yaitu:

5. Apakah pengertian dari tarekat?


6. Apa saja macam-macam tarekat?
7. pengertian Tarekat Mutabarot dan Ghiru Mutabarot?
8. Bagamana pokok-pokok ajaran Tarekat?

9. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :

10. Mengetahui apa pengertian dari tarekat.


11. Mengetahui macam-macam tarekat.
12. Mengetahui pengertian Tarekat Mutabarot dan Ghiru Mutabarot.
13. Mengetahui pokok-pokok ajaran Tarekat.
BAB II

PEMBAHASAN

A.TAREKAT
Tarekat menurut bahasa artinya jalan,cara,garis,kedudukan dan agama. Adapun
tarekat menurut ulama Tasawuf adalah jalan kepada Allah dengan mengamalkan ilmu
tauhid,fikih dan tasawuf,dan cara mengerjakan sesuatu amalan untuk mencapai sutu tujuan.
Berdasarkan beberapa beberapa deinisi diatas, jelaslah bahwa tarekat adalah suatu
jalan atau cara untuk mendekati diri kepada Allah, dengan mengamalkan ilmu Tauhid, Fikih
dan Tasawuf.
Pada masa permulaan, setiap guru sufi dikelilingi oleh lingkaran murid mereka dan
beberapa dari murid mereka kelak akan menjadi guru pula. Boleh dikatakan bahwa tarekat itu
mensistematiskan ajaran dan metode tasawuf. Guru tarekan yang sama mengajarkan metode
yang sama, muraqabah yang sama. Seorang pengikut tarekat akan memperoleh kemajuan
melalui sederet amalan-amalan berdasarkan tingkat yang dilalui oleh semua pengikut tarekat
yang sama. Dari pengikut biasa (mansub) menjadi selanjutnya pembantu Saikh (khalifah-nya)
dan akhirnya menjadi guru yang mandiri (mursyid) .
Sebuah tarekat biasanya terdiri dari pensucian batin, kekeluargaan tarekat, upacara
keagamaan, dan kesadaran sosial. Yang dimaksud pensucian jiwa adalah meatih rohani dengan
hidup zuhud, menghilangkan sifat-sifat buruk dan mengisi dengan sifat-sifat terpuji, taubatb
atas segala dosa, taat menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan. Kekeluargaan
tarekat biasanya terdiridari syaikh tarekat,syaikh mursyid, mursyid sebagai guru tarekat, murid
dan pengikut tarekat serta ribath tempat latihan,kitab-kitab,system dan metode dzikir. Upacara
keagamaan bisa berupa baiat, ijazah atau khirqah,silsilah, latihan-latihan amalan-amalan,
talqin wasiat yang diberikan dan dialihkan seorang syaikh tarekat kepada murid-muridnya.
Dari semua unsur tarekat, salah satu yang sangat penting bagi sebuah tarekat adalah
silsilah. Silsilah bagaikan kartu nama dan legimitasi, yang akan menjadi tolak ukur sebuah
tarikat itu dianggab sah atau tidak. Silsilah tarikat adalah "nisbat" hubungan antara guru
sambung-menyambung sampai ke nabi. Hal ini harus ada sebab bimbingan keruhanian yang
diambil dari guru sampai ke Nabi, kalau tidak demikian berarti tarekat itu terputus dan palsu.
Silsilah biasanya tertulis rapi dalam bahasa arab di atas potongan kertas yang diserahkan
kepada murid tarikat setelah menerima amalan dan petunjuk dari sang guru.

B. Macam macam tarikat


Ada beberapa macam tarikat, diantaranya:

1.Tarekat Qadiriyyah
Qadiriyah Qodiriyah adalah nama sebuah tarekat yang didirikan oleh Syeikh
Muhyidin Abu Muhammad Abdul Qodir Jaelani Al Baghdadi QS. Tarekat Qodiriyah
berkembang dan berpusat di Iraq dan Syria kemudian diikuti oleh jutaan umat muslim yang
tersebar di Yaman, Turki, Mesir, India, Afrika dan Asia. Tarekat ini sudah berkembang
sejak abad ke-13. Namun meski sudah berkembang sejak abad ke-13, tarekat ini baru terkenal
di dunia pada abad ke 15 M. Di Makkah, tarekat Qodiriyah sudah berdiri sejak
1180 H/1669 M.
Di Indonesia, pencabangan tarekat Qodiriyah ini secara khusus oleh Syaikh Achmad
Khotib Al-Syambasi digabungkan dengan tarekat Naqsyabandiyah menjadi tarekat Qodiriyah
Wa Naqsyabandiyah . Kemudian garis salsilahnya yang salah satunya melalui Syaikh Abdul
Karim Tanara Al-Bantani berkembang pesat di seluruh Indonesia.

[Syaikh Ahmad Khatib memiliki banyak wakil, di antaranya adalah: Syaikh Abdul
Karim dari Banten, Syaikh Ahmad Thalhah dari Cirebon, dan Syaikh Ahmad Hasbullah dari
Madura, Muhammad Isma'il Ibn Abdul Rahim dari Bali, Syaikh Yasin dari Kedah Malaysia,
Syaikh Haji Ahmad dari Lampung dan Syaikh Muhammad Makruf Ibn Abdullah al-Khatib
dari Palembang. Mereka kemudian menyebarkan ajaran tarekat ini di daerah masing-masing.
Penyebaran ajaran Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah di daerah Sambas Kalimantan
Barat (asal Syaikh Ahmad Khatib) dilakukan oleh dua orang wakilnya yaitu Syaikh Nuruddin
dari Philipina dan Syaikh Muhammad Sa'ad putra asli Sambas. Baik di Sambas sendiri,
maupun di daerah-daerah lain di luar pulau Jawa, Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah tidak
dapat berkembang dengan baik. Keberadaan tarekat ini di luar pulau Jawa, termasuk di
beberapa negara tetangga berasal dari kemursyidan yang ada di pulau Jawa. Penyebab
ketidakberhasilan penyebaran tarekat ini di luar pulau Jawa adalah karena tidak adanya
dukungan sebuah lembaga permanen seperti pesantren.
Setelah Syaikh Ahmad Khatib wafat (1878), pengembangan Thariqah Qadiriyah
Naqsabandiyah dilakukan oleh salah seorang wakilnya yaitu Syaikh Tolhah bin Talabudin
bertempat di kampung Trusmi Desa Kalisapu Cirebon. Selanjutnya Dia disebut Guru Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah untuk daerah Cirebon dan sekitarnya. Salah seorang muridnya yang
bernama Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang kemudian dikenal sebagai Pendiri
Pondok Pesantren Suryalaya. Setelah berguru sekian lama, maka dalam usia 72 tahun ,dia
mendapat khirqah (pengangkatan secara resmi sebagai guru dan pengamal ) Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah dari gurunya Mama Guru Agung Syakh Tolhah Bin Talabudin
( dalam silsilah urutan ke 35 ). Selanjutnya Pondok Pesantren suryalaya menjadi tempat
bertanya tentang Thoreqat Qodiriyah Naqsabandiyah.
Dengan demikian , Syaikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad ra. dalam silsilah
Thariqah Qadiriyah Naqsabandiyah berada pada urutan ke 36 setelah Syaikh Tholhah bin
Talabudin ra.
Syaikh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad di kalangan para ikhwan (murid-
muridnya) lebih dikenal dengan panggilan "Abah Sepuh".karena usia dia memang sudah tua
atau sepuh, saat itu usianya sekitar 116 tahun. Di antara murid-murid dia ada yang paling
menonjol dan memenuhi syarat untuk melanjutkan kepemimpinan dia. Murid tersebut adalah
putranya sendiri yang ke-5 yaitu KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin diangkat sebagai (wakil
Talqin) dan sering diberi tugas untuk melaksanakan tugas-tugas keseharian dia, oleh karena itu
para ikhwan tarekat memanggil dia "Abah Anom " (Kyai Muda) karena usianya sekitar 35
tahun. Sepeninggal Syaikh Abdullah Mubarak bin Nur Muhammad sebagai mursyid Thariqah
Qadiriyah Naqsabandiyah yang berpusat di Pondok Pesantren Suryalaya dilanjutkan oleh
KH.A. Shohibulwafa Tajul Arifin ( Abah Anom) sampai sekarang, dia mempunyai wakil
talqin yang cukup banyak dan tersebar di 35 wilayah, termasuk Singapura dan Malaysia.

2.TAREKAT SYADZILIYAH
Tarekat Syadziliyah adalah tarekat yang dipelopori oleh Syekh Abul Hasan Asy-
Syadzili. Nama Lengkapnya adalah Abul Hasan Asy Syadzili al-Hasani bin Abdullah Abdul
Jabbar bin Tamim bin Hurmuz bin Hatim bin Qushay bin Yusuf bin Yusya' bin Ward bin
Baththal bin Ahmad bin Muhammad bin Isa bin Muhammad anak pemimpin pemuda ahli
surga dan cucu sebaik-baik manusia: Abu Muhammad Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a
dan Fatimah al-Zahra binti Rasulullah SAW.
Nama kecil Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili adalah Ali, gelarnya adalah Taqiyuddin,
Julukanya adalah Abu Hasan dan nama populernya adalah Asy Syadzili. al-Syadzili lahir di
sebuah desa yang bernama Ghumarah, dekat kota Sabtah pada tahun 593H (1197 M).
menghapal al-Quran dan pergi ke Tunis ketika usianya masih sangat muda. Ia tinggal di desa
Syadzilah. Oleh karena itu, namanya dinisbatkan kepada desa tersebut meskipun ia tidak
berasal dari desa tersebut.[2]
Secara pribadi Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf,
begitu juga muridnya, Syekh Abul Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran
lisan tasawuf, doa, dan hizib. Syekh Ibnu Atha'illah as-Sakandari atau nama lengkapnya Syekh
Ahmad ibnu Muhammad Ibnu Athaillah As-Sakandari]] (658 - 709 H )/
(1260 - 1309 M) [3] adalah orang yang pertama menghimpun ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa
dan biografi keduanya, sehingga khasanah tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibnu
Atha'illah juga orang yang pertama kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan
tareqat tersebut, pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.
Melalui sirkulasi karya-karya Ibnu Athaillah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar
sampai ke Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap merupakan
tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini tidak dipakai, yang menitik
beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili sendiri tidak mengenal atau menganjurkan
murid-muridnya untuk melakukan aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang
berbentuk kesalehan populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap
mempertahankan ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-
zawiyah yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.
Sebagai ajaran Tareqat ini dipengaruhi oleh Al-Ghazali dan Abu Talib al-Makki atau
al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian
mengajukan suatu permohonanan kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid Al-
Ghazali". Perkataan yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya Al-Ghazali, mewarisi
anda ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya Abu Talib al-Makki/ al-Makki, mewarisi anda
cahaya." Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim at-
Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya Qadhi 'Iyad, Ar-
Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn Atha'illah.

3.TAREKAT NAQSABANDIYAH
Tarekat Naqsyabandiyah merupakan salah satu tarekat yang luas penyebarannya,
umumnya di wilayah Asia, Bosnia-Herzegovina, dan wilayah Dagestan, Russia.
Tarekat ini mengutamakan pada pemahaman hakikat dan tasauf yang mengandung
unsur-unsur pemahaman rohani yang spesifik, seperti tentang rasa atau "zok". Di dalam
pemahaman yang meng"isbat"kan zat ketuhanan dan "isbat" akan sifat "maanawiyah" yang
maktub di dalam "roh" anak-anak adam maupun pengakuan di dalam "fanabillah" mahupun
berkekalan dlam "bakabillah" yang melibatkan zikir-zikir hati (hudurun kalbu).
Bermula di Bukhara pada akhir abad ke-14, Naqsyabandiyah mulai menyebar ke
daerah-daerah tetangga dunia Muslim dalam waktu seratus tahun. Perluasannya mendapat
dorongan baru dengan munculnya cabang Mujaddidiyah, dinamai menurut nama Syekh
Ahmad Sirhindi Mujaddidi Alf-i Tsani ("Pembaru Milenium kedua"). Pada akhir abad ke-18,
nama ini hampir sinonim dengan tarekat tersebut di seluruh Asia Selatan,
wilayah Utsmaniyah, dan sebagian besar Asia Tengah. Ciri yang menonjol dari Tarekat
Naqsyabandiyah adalah diikutinya syari'at secara ketat, keseriusan dalam beribadah
menyebabkan penolakan terhadap musik dan tari[butuh rujukan], serta lebih mengutamakan
berdzikir dalam hati, dan kecenderungannya semakin kuat ke arah keterlibatan
dalam politik (meskipun tidak konsisten).
Kata Naqsyabandiyah/Naqsyabandi/Naqshbandi ‫ نقشبندی‬berasal dari Bahasa
Arab iaitu Murakab Bina-i dua kalimah Naqsh dan Band yang bererti suatu ukiran yang
terpateri, atau mungkin juga dari Bahasa Persia, atau diambil dari nama pendirinya yaitu Baha-
ud-Din Naqshband Bukhari. Sebagian orang menerjemahkan kata tersebut sebagai "pembuat
gambar", "pembuat hiasan". Sebagian lagi menerjemahkannya sebagai "Jalan Rantai", atau
"Rantai Emas". Perlu dicatat pula bahwa dalam Tarekat Naqsyabandiyah, silsilah spiritualnya
kepada Nabi Muhammad adalah melalui khalifah Hadhrat Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu
'Anhu, sementara kebanyakan tarekat-tarekat lain silsilahnya melalui khalifah Hadhrat
Sayyidina Ali bin Abu Thalib Karramallahu Wajhahu.

4.TAREKAT KHALWATIYAH
Tarekat Khalwatiyah adalah nama sebuah aliran tarekat yang berkembang di Mesir.
Pada umumnya, nama sebuah tarekat diambil dari nama sang pendiri tarekat bersangkutan,
seperti Qadiriyah dari Syekh Abdul Qadir Al-Jailani atau Naqsyabandiyahdari Baha Uddin
Naqsyaband. Tapi Tarekat Khalwatiyah justru diambil dari kata “khalwat”, yang artinya
menyendiri untuk merenung. Diambilnya nama ini dikarenakan seringnya Syekh Muhammad
Al-Khalwati, pendiri Tarekat Khalwatiyah, melakukan khalwat di tempat-tempat sepi.
Secara “nasabiyah”, Tarekat Khalwatiyah merupakan cabang dari Tarekat Az-
Zahidiyah, cabang dari Al-Abhariyah, dan cabang dari As-Suhrawardiyah, yang didirikan
oleh Syekh Syihabuddin Abi Hafs Umar as-Suhrawardi al-Baghdadi (539-632 H).
Tarekat Khalwatiyah dibawa ke Mesir oleh Musthafa al-Bakri (lengkapnya Musthafa
bin Kamaluddin bin Ali al-Bakri as-Shiddiqi), seorang penyair sufi asal Damaskus, Syria. Ia
mengambil tarekat tersebut dari gurunya yang bernama Syekh Abdul Latif bin Syekh
Husamuddin al-Halabi. Karena pesatnya perkembangan tarekat ini di Mesir, tak heran jika
Musthafa al-Bakri dianggap sebagai pemikir Khalwatiyah oleh para pengikutnya. Karena
selain aktif menyebarkan ajaran Khalwatiyah ia juga banyak melahirkan karya sastra sufistik.
Di antara karyanya yang paling terkenal adalah Tasliyat Al-Ahzan (Pelipur Duka).

5.TAREKAT SYATTARIYAH
Tarekat Syattariyah adalah aliran tarekat yang pertama kali muncul
di India pada abad ke-15. Tarekat ini dinisbahkan kepada tokoh yang memopulerkan dan
berjasa mengembangkannya, Abdullah asy-Syattar.
Awalnya tarekat ini lebih dikenal di Iran dan Transoksania (Asia Tengah) dengan
nama Isyqiyah. Sedangkan di wilayah Turki Usmani, tarekat ini disebut Bistamiyah.
Tarekat Syatariyah di Cirebon berkembang pesat melalui Para Bangsawan Keraton
dilingkungan keraton. Para bangsawan ini kemudian meninggalkan keraton dan mendirikan
pesantren-pesantren di sekitar wilayah Cirebon, hal ini mereka lakukan karena kebencian
mereka terhadap penjajah yang pada saat itu telah menguasai seluruh kerton Cirebon (Keraton
Kasepuhan dan Keraton Kanoman).
Pusat-pusat Tarekat Syatariyah di Cirebon pada saat itu (masa Kolonial abad ke 17-
19) yang bermula di Keraton Cirebon kemudian beralih ke pesantren-pesantren yang berada di
wilayah Cirebon [1] seperti Pesantren Al-Jauhriyah, Pesantren Kempek, Pesantren Buntet,
Pesantren Darul Hikam, dan lain-lain.
Jejak-jejak peninggalan Tarekat Syatariyah yang berkembang di Keraton Cirebon
masih bisa kita lihat dari Naskah Cirebon [2] yang hingga kini masih terawat. Di antara
Naskah Cirebon yang memuat ajaran Tarekat Syatariyah ini adalah Naskah Cirebon yang
berjudul Tarekat Syatariyah Ratu Raja Fatimah Sami, Tarekat Syatariyah Pangeran Raja
Abdullah Ernawa, Tarekat Syatariyah Pangeran Raja Wikantadirja, dan lain-lain.

6.TAREKAT SAMMANIYAH
Tarekat Sammaniyah merupakan salah satu cabang dari Tarekat Syadziliyah yang
didirikan oleh Syeh Abul Hasan Asy Syadzili (w. 1258). Pendiri Tarekat Sammaniyah
adalah Syaikh Muhammad bin Abdul Karim As-Samani Al-Hasani Al-Madani (1718-
1775 M).
Tarekat ini berhasil membentuk jaringan yang sangat luas dan mempunyai pengaruh
besar di kawasan utara Afrika, yaitu dari Maroko sampai ke Mesir. Bahkan, memperoleh
pengikut di Suriah dan Arabia. Aliran tarekat ini lebih banyak menjauhkan diri dari
pemerintahan dan penguasa serta lebih banyak memihak kepada penduduk setempat, di mana
tarekat ini berkembang luas. Salah satu negara Afrika yang banyak memiliki pengikut Tarekat
Sammaniyah adalah Sudan. Tarekat ini masuk ke Sudan atas jasa Syaikh Ahmad At-Tayyib
bin Basir yang sebelumnya belajar di Makkah sekitar tahun 1800-an.

C.PENGERTIAN THARIQAH MUTABARAH DAN GHAIRA MUTABARAH

Pada dasarnya thariqat yang berada di seluruh dunia dapat di bagi menjadi dua kategori besar
yakni:
1.Thariqat Mu'tabarah

2.Thariqat Ghairu Mu'tabarah

1.Thariqat Mu'tabarah atau Thariqat Ghairu Mutabarah


Di seluruh dunia terdapat banyak thariqat-thariqat mu'tabarah tetapi dari sisi keutamaan ibadah
thariqat mu'tabarah terdapat perbedaan yaitu:

Thariqat mu'tabarah dengan ibadah derajat (lebih utama)

Dilihat dari ajaran sufi Islam, ada tarekat yang dipandang sah dan ada pula yang tidak
sah. Suatu tarekat dikatakan sah atau mutabarah, jika amalan dalam tarekat itu dapat
dipertanggung-jawabkan secara syariat. Jika amalan tarekat tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara syariat, maka tarekat itu dianggap tidak memiliki dasar
keabsahan. Tarekat dalam bentuk ini disebut tarekat ghairu mutabarah (tidak sah).
Dalam pengertian yang lainnya dijelaskan bahwa tarekat yang memadukan antara
syariat dan hakikat, adanya silsilah (mata rantai sampai kepada Nabi Saw), dan pemberian
ijazah dari mursyid yang satu terhadap yang lainnya disebut tarekat mutabarah(absah), sedang
yang tidak sesuai dengan kriteria itu disebut tarekatghairu mutabarah (tidak absah).
Kategori utama yang dijadikan patokan untuk menilai sebuah tarekat, apakah
tergolong mutabarah atau tidak adalah al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad Saw, serta
amalan para sahabat, baik yang dibiarkan atau disetujui oleh Nabi Saw. Semangat yang
menjiwai tarekat mutabarah ini ialah keselarasan dan kesesuaian antara ajaran esoteris Islam
dan eksoteriknya.
Semangat seperti ini telah dirintis al-Qusyairi, lalu dirumuskan oleh al-Ghazali,
sehingga mencapai puncak kemapanannya. Dalam hal ini, al-Quran dan Sunnah Nabi Saw
senantiasa menjadi kriteria utama untuk menentukan keabsahan suatu tarekat.
Menurut Jamiyyah Ahli Thariqah Mutabarah, jumlah nama-nama tarekat mutabarah ada 44,
yaitu:
1. Umariyyah.
2. Naqsyabandiyyah.
3. Qodiriyyah.
4. Syadziliyyah.
5. Rifaiyyah.
6. Ahmadiyyah.
7. Dasuqiyyah.
8. Akbariyyah.
9. Maulawiyyah.
10. Kubrowardiyyah.
11. Suhrowardiyyah.
12. Khalwatiyyah.
13. Jalwatiyyah.
14. Bakdasyiyyah.
15. Ghuzaliyyah.
16. Rumiyyah.
17. Sadiyyah.
18. Justiyyah.
19. Syabaniyyah.
20. Kalsyaniyyah.
21. Hamzawiyyah.
22. Bairumiyyah.
23. Usy-Syaqiyyah.
24. Bakriyyah.
25. Idurusyyah.
26. 'Utsmaniyyah.
27. Alawiyyah.
28. Abbasiyyah.
29. Zainiyyah.
30. Isawiyyah.
31. Buhuriyyah.
32. Haddadiyyah.
33. Ghaibiyyah.
34. Kholidiyyah.
35. Syathoriyyah.
36. Bayuniyyah.
37. Malamiyyah.
38. Uwaisiyyah.
39. Idrisiyyah.
40. Akabiral Auliyah.
41. Matbuliyyah.
42. Sunbuliyyah.
43. Tijaniyyah.
44. Samaniyyah.
Nama-nama tarekat tersebut, sebagai wadah dan tidak kesemuanya ada di Indonesia.
Sedang dari tarekat ghairu mutabarah yang biasa dijadikan contoh di Indonesia ialah tarekat
Haqaq atau tarekat Haur Kuning di Jawa Barat.Di Indonesia wadah para pengamal
tarekatmutabarah itu bernaung di bawah organisasi yang dikenal dengan nama Jamiyyah Ahli
Thariqah Mutabarah (Perkumpulan Tarekat yang sah) yang resmi dibentuk pada tanggal 10
Oktober 1957.
Perkumpulan ini antara lain bertujuan untuk memberikan arahan agar pengamalan
tarekat di lingkungan organisasi para ulama itu tidak menyimpang dari ketentuan ajaran Islam.
Meskipun demikian, wewenang untuk mengawasi amalan sebuah tarekat tidak sepenuhnya
berada diatas pundak para ulama NU. Pengawasan dan pemberian label keabsahan bagi suatu
tarekat adalah tanggungjawab kaum Muslim pada umumnya yang pelaksanaannya
didelegasikan kepada ulama.
Dalam perkembanganya, karena ada faktor internal dan politis maka Jamiyyah Ahli
Thariqah Mutabarah ini belakangan dalam muktamar NU 1979 di Semarang, nama badan
diganti menjadiJamiyyah Thariqah Mutabarah an-Nadliyah, dengan penambahan kata “an-
Nadliyah”. Penambahan kata ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa badan federasi ini
harus tetap berafiliasi pada Nahdlatul Ulama.
Sejak berdirinya, pimpinan badan federasi ini adalah para Kyai ternama dari
pesantren-pesantren besar. Dalam anggaran dasarnya dinyatakan bahwa badan ini bertujuan:
1. Meningkatkan pengamalan syariat Islam di kalangan masyarakat;
2. Mempertebal kesetiaan masyarakat kepada ajaran-ajaran dari salah satu mazhab yang
empat;
3. Menganjurkan para anggota agar meningkatkan amalam-amalan ibadah dan muamalah,
sesuai dengan yang dicontohkan para ulama salihin.
Adapun alasan utama mendirikan badan federasi ini adalah :
1. Untuk membimbing organisasi-organisasi ta rekat yang dinilai belum mengajarkan amalan-
amalan yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadits;
2. Untuk mengawasi organisasi-organisasi tarekat agartidak menyalahgunakan pengaruhnya
untuk kepentingan yang tidak dibenarkan oleh ajaran-ajaran agama.
Dengan demikian, kini ada dua organisasi penganut tarekat mutabarah. Pertama
Jamiyyah Ahli Thariqah Mutabarah Indonesia(JATMI) yang berpusat di Pondok Pesantren
Darul Ulum RejosoPeterongan Jombang Jawa Timur dan kedua Jamiyyah Ahli Thariqah
Mutabarah an Nadliyah yang di bawah naungan Jamiyah Nahdlatul Ulama berpusat di Jakarta,
tepatnya di Pondok Pesantren Cipete.
Dengan adanya perkumpulan tarekat mutabarah itu maka tarekat-tarekat di Indonesia
dapat sejauh mungkin dihindarkan dari penyimpangan yang dapat merugikan masyarakat. Dan
dengan berpegang pada syariat maka tarekat-tarekat itu secara lahiriah dapat diawasi.
Thariqat mu'tabarah dengan ibadah hasanah

Pada dasarnya perbedaan dari dua thariqat mu'tabarah ini terdapat pada silsilah syaikh
mursyidnya lagi yaitu thariqat mu'tabarah dengan ibadah derajat di pimpim atau di bimbing
oleh Syaikh Mursyid yang mempunyai ijazah talqin zikir serta murid dan ijazah tarbiyah yang
menyambung hingga Rasulullah S.A.W. Selain itu juga Syaikh Mursyid tersebut adalah orang
yang dipilih atau pilihan (mustafa) oleh Allah S.W.T dan Rasulullah S.A.W sebagai Imam
atau Khalifah Rasul atau Rasul Rasulullah dimana figur Syaikh ini diberikan wewenang oleh
Allah S.W.T sebagai penjabar atau mejelaskan Al'Quran dan As-Sunnah kepada seluruh umat
manusia. Syaikh Mursyid seperti ini di kenal dengan banyak nama yaitu Al-Imam, Khalifah
Rasul, Rasul Rasulullah, Sulthan Auliya, Ghauts Al-'Azham, atau Asy-Syaikh Al-Akbar.
Penunjukan beliau pun harus jelas dan dapat di saksikan oleh murid-murid thaqirat secara
mukasyafah. Keutamaan murid yang bertemu dengan Syaikh Mursyid seperti ini adalah
seperti keutamaan sahabat dengan Rasulullah S.A.W dan ibadah yang dilakukan adalah
mencapat derajat kewalian.

D.POKOK- POKOK AJARAN TAREKAT

1.POKOK AJARAN TAREKAT QADIRIYAH


A. KESEMPURNAAN SULUK,
B. DAB KEPADA PARA MURSYID,
C. DZIKIR.
1. KESEMPURNAAN SULUK, Ajaran yang sangat ditekankan dalam Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah adalah suatu keyakinan bahwa kesempurnaan suluk (merambah jalan
kesufian dalam rangka mendekatkan diri dengan Allah), adalah jika berada dalam 3 (tiga)
dimensi keimanan, yaitu : Islam, Iman, dan Ikhsan. Ketiga term tersebut biasanya dikemas
dalam satu jalan three in one yang sangat populer dengan istilah syariat, tarekat,dan hakikat .

Syariat adalah dimensi perundang-undangan dalam Islam. Ia merupakan ketentuan yang telah
ditentukan oleh Allah, melalui Rasul-Nya Muhammad SAW. baik yang berupa perintah
maupun larangan. Tarekat merupakan dimensi pelaksanaan syariat tersebut. Sedangkan
hakikat adalah dimensi penghayatan dalam mengamalkan tarekat tersebut, dengan
penghayatan atas pengalaman syariat itulah, maka seseorang akan mendapatkan manisnya
iman yang disebut dengan marifat.

Para sufi menggambarkan hakikat suluk sebagai upaya mencari mutiara yang ada di dasar
lautan yang dalam. Sehingga ketiga hal itu (syariat, tarekat, dan hakikat) menjadi mutlak
penting karena berada dalam satu sistem. Syariat digambarkan sebagai kapal yang berfungsi
sebagai alat transportasi untuk sampai ke tujuan. Tarekat sebagai lautan yang luas dan tempat
adanya mutiara. Sedangkan hakikat adalah mutiara yang dicari-cari. Mutiara yang dicari oleh
para sufi adalah marifat kepada Allah. Orang tidak akan mendapatkan mutiara tanpa
menggunakan kapal.
Dalam Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah diajarkan bahwa tarekat diamalkan justru dalam
rangka menguatkan syariat. Karena bertarekat dengan mengabaikan syariat ibarat bermain di
luar sistem, sehingga tidak akan dapat mendapatkan sesuatu kecuali kesia-siaan.

Ajaran tentang prinsip kesempurnaan suluk merupakan ajaran yang selalu ditekankan oleh
pendiri tarekat Qadiriyah, yaitu Syekh Abdul Qadir al-Jailani, hal ini dapat dimaklumi, karena
beliau seorang sufi sunni dan sekaligus ulama fiqih.

2. ADAB KEPADA PARA MURSYID, Adab kepada mursyid (syekh), merupakan ajaran
yang sangat prinsip dalam tarekat. Adab atau etika murid dengan mursyidnya diatur
sedemikian rupa sehingga menyerupai adab para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW.
Hal ini diyakini karena muasyarah (pergaulan) antara murid dengan mursyid melestarikan
sunnah (tradisi) yang dilakukan pada masa nabi. Kedudukan murid menempati peran sahabat
sedang kedudukan mursyid menempati peran nabi dalam hal irsyad (bimbingan) dan talim
(pengajaran).

Seorang murid harus menghormati syekhnya lahir dan batin. Dia harus yakin bahwa
maksudnya tidak akan tercapai melainkan ditangan syekh, serta menjauhkan diri dari segala
sesuatu yang dibenci oleh syekhnya.

3. DZIKIR, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah adalah termasuk tarekat dzikir. Sehingga


dzikir menjadi ciri khas yang mesti ada dalam tarekat. Dalam suatu tarekat dzikir dilakukan
secara terus-menerus (istiqamah), hal ini dimaksudkan sebagai suatu latihan psikologis
(riyadah al-nafs) agar seseorang dapat mengingat Allah di setiap waktu dan kesempatan.
Dzikir merupakan makanan spiritual para sufi dan merupakan apresiasi cinta kepada Allah.
Sebab orang yang mencintai sesuatu tentunya ia akan banyak menyebut namanya.

Yang dimaksud dzikir dalam tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah adalah aktivitas lidah
(lisan) maupun hati (batin) sesuai dengan yang telah dibaiatkan oleh mursyid.

Dalam ajaran Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah terdapat 2 (dua) jenis dzikir yaitu
Dzikir nafi isbat yaitu dzikir kepada Allah dengan menyebut kalimat “lailahaillallah”. Dzikir
ini merupakan inti ajaran Tarekat Qadiriyah yang dilafadzkan secara jahr (dengan suara keras).
Dzikir nafi isbat pertama kali dibaiatkan kepada Ali ibn Abi Thalib pada malam hijrahnya
Nabi Muhammad dari Mekah ke kota Yasrib (madinah) di saat Ali menggantikan posisi Nabi
(menempati tempat tidur dan memakai selimut Nabi). Dengan talqin dzikir inilah Ali
mempunyai keberanian dan tawakaal kepada Allah yang luar biasa dalam menghadapi maut.
Alasan lain Nabi membaiat Ali dengan dzikir keras adalah karena karakteristik yang dimiliki
Ali. Ia seorang yang periang, terbuka, serta suka menentang orang-orang kafir dengan
mengucapkan kalimat syahadat dengan suara keras.
Dzikir ismu dzat yaitu dzikir kepada Allah dengan menyebut kalimat “Allah” secara sirr atau
khafi (dalam hati). Dzikir ini juga disebut dengan dzikir latifah dan merupakan ciri khas dalam
Tarekat Naqsyabandiyah. Sedangkan dzikir ismu dzat dibaiatkan pertama kali oleh Nabi
kepada Abu Bakar al-Siddiq, ketika sedang menemani Nabi di Gua Tsur, pada saat berada
dalam persembunyiannya dari kejaran para pembunuh Quraisy. Dalam kondisi panik Nabi
mengajarkan dzikir ini sekaligus kontemplasi dengan pemusatan bahwa Allah senantiasa
menyertainya.
Kedua jenis dzikir ini dibaiatkan sekaligus oleh seorang mursyid pada waktu baiat yang
pertama kali. Dapatlah difahami bahwa tarekat adalah cara atau jalan bagaimana seseorang
dapat berada sedekat mungkin dengan Tuhan. Diawal munculnya, tarekat hanya sebuah
metode bagaimana seseorang dapat mendekatkan diri dengan Allah dan masih belum terikat
dengan aturan-aturan yang ketat. Tetapi pada perkembangan berikutnya tarekat mengalami
perkembangan menjadi sebuah pranata kerohanian yang mempunyai elemen-elemen pokok
yang mesti ada yaitu: mursyid, silsilah, baiat, murid, dan ajaran-ajaran.

Tujuan seseorang mendalami tarekat muncul setelah ia menempuh jalan sufi (tasawuf) melalui
penyucian hati (Tasfiyatul Qalb). Pada prakteknya tasawuf merupakan adopsi ketat dari
prinsip Islami dengan jalan mengerjakan seluruh perintah wajib dan sunah agar mencapai
ridha Allah.

2.POKOK AJARAN TAREKAT SYADZILIYAH


      Taqwa kepada Allah SWT lahir batin, yaitu secara konsisten (istiqomah), sabar, dan
tabah dalam menjalankan segala perintah Allah SWT serta menjauhi semua larangan-
laranganNya dengan berperilaku waro (berhati-hati terhadap semua yang haram, makruh,
maupun syubhat), baik ketika sendiri maupun pada saat dihadapan orang lain.

Kesatu:  Mengikuti sunnah-sunnah Rasullulah SAW dalam ucapan dan perbuatan,


yaitu dengan cara selalu berusaha sekuat-kuatnya untuk senantiasa berucap dan beramal
seperti yang telah dicontohkan Rasullulah SAW, serta selalu waspada agar senantiasa
menjalankan budi pekerti luhur(akhlaqul karimah).

Di sisi lain, menurut K. H. Aziz Masyhuri,  ajaran-ajaran dan amalan dalam tarekat
Syadziliyah adalah sebagai berikut:

Pertama: Istighfar. Maksud dari istighfar adalah memohon ampun kepada Allah dari segala
dosa yang telah dilakukan seseorang. Esensi istighfar adalah tobat dan kembali kepada Allah,
kembali dari hal-hal yang tercela menuju hal-hal yang terpuji.

            Kedua: Shalawat. Nabi Membaca shalawat Nabi Muhammad SAW dimaksudkan
untuk memohon rahmat dan karunia bagi Nabi SAW agar pembacanya juga mendapatkan
balasan limpahan rahmat dari Allah SWT.

Ketiga: Dzikir. Dzikir adalah perintah Allah pertama kali yang diwahyukan melalui
malaikat Jibril kepada Muhammad, ketika ia menyepi (khalwat) di gua Hira. Dzikir yang
diamalakan ahli tarekat Syadziliyah adalah dzikir nafi itsbat yang berbunyi “la ilaha illa
Allah”, dan diakhiri dengan mengucapkan “Sayyiduna Muhammad Rasulullah SAW”, dan
diamalkan pula dzikir ism dzat yang dengan mengucap dzikir nafi itsbat yang dibunyikan
secara perlahan dan dibaca panjang, dengan mengingat maknanya yaitu tiada dzat yang dituju
kecuali hanyalah Allah, dibaca sebanyak tiga kali, dan diakhiri dengan mengucapkan
“Sayyidina Muhammad rasulullah SAW”. Kemudian diteruskan dzikir nafi itsbat tersebut
sebanyak seratus kali.
Keempat: Wasilah dan Rabithah. Dalam tradisi tarekat Syadziliyah, orang-orang yang
dipandang paling dekat dengan Allah adalah Nabi Muhammad SAW, kemudian disusul para
nabi lain, al-khulafa al-rasyidun, tabiin, tabi al-tabiin, dan masyayikh atau para mursyid.
Diantara bentuk-bentuk tawassul yang diajarkan dan biasa dilakukan pada tarekat Syadziliyah
adalah membaca surat al-fatihah yang ditujukan kepada arwah suci (arwah al-muqaddasah)
dari Nabi Muhammad saw sampai mursyid yang mengajar atau menalqin dzikir.
Adapun rabithah yang dipraktekkan dalam tarekat Syadziliyah adalah dengan menyebut ism
dzat, yaitu lafadz “Allah, Allah” dalam hati.

Kelima: Wirid, Adapun wirid yang dianjurkan adalah penggalan ayat al-Qura surat
atTaubah/9: 128-129 dan wirid ayat Kursi yang dibaca minimal 11 kali setelah shalat fardlu.
Dan wirid-wirid lain, yang antara murid yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda sesuai
dengan kebijaksanaan mursyid.

Keenam: Adab. (etika murid) Adab murid dapat dikategorikan ke dalam empat hal,
yaitu adab murid kepada Allah, adab murid kepada mursyidnya, adab murid kepada dirinya
sendiri dan adab murid kepada ikhwan dan sesam muslim.

 Ketujuh: Hizib. Hizib yang diajarkan tarekat Syadziliyah jumlahnya cukup banyak,
dan setiap murid tidak menerima hizib yang sama, karena disesuaikan dengan situasi dan
kondisi ruhaniyah murid sendiri dan kebijaksanaan mursyid.

Adapun hizib-hizib tersebut antara lain hizib al-Asyfa, hizib al-Aafiatau al-Autad, hizib al-


Bahr, hizib al-Baladiyah, atau al-Birhatiyah, hizib al-Barr, hizib an-Nasr, hizib al-Mubarak,
hizib as-Salamah, hizib an-Nur, dan hizib al-Kahfi. Hizib-hizib tersebut tidak boleh diamalkan
oleh semua orang, kecuali telah mendapat izin atau ijazah dari mursyid atau seorang murid
yang ditunjuk mursyid untuk mengijazahkannya.

Kedelapan: Zuhud, Pada hakikatnya, zuhud adalah mengosongkan hati dari selain


Tuhan. Mengamalkan tarekat tidak harus meninggalkan kepentingan duniawi secara lahiriah.

 Keesembilan: Uzlah dan Suluk Uzlah adalah mengasingkan diri dari pergaulan


masyarakat atau khalayak ramai, untuk menghindarkan diri dari godaan-godaan yang dapat
mengotori jiwa, seperti menggunjing, mengadu domba, bertengkar, dan memikirkan
keduniaan. Dalam pandangan Syadziliyah, untuk mengamalkan thoriqot seorang murid tidak
harus mengasingkan diri(uzlah) dan meninggalkan kehidupan duniawi (al-zuhud) secara
membabi buta.

Suluk adalah suatu perjalanan menuju Tuhan yang dilakukan dengan berdiam diri di
pondok atau zawiyah. Suluk di pondok pesulukan dalam tradisi tarekat Syadziliyah dipahami
sebagai pelatihan diri (training centre) untuk membiasakan diri dan menguasai kata hatinya
agar senantiasa mampu mengingat dan berdzikir kepada Allah, dalam keadaan bagaimana,
kapan, dan dimanapun.

 Adapun amalan-amalan yang diajarkan tarekat Syadziliyah adalah membaca


istighfar, membaca shalawat Nabi, membaca dzikir yang didahului dengan wasilah dan
rabithah. Juga membaca hizib, antara lain hizib al-Asyfa,al-Aafi atau al-Autad, al-Bahr, hizib
al-Baladiyah, atau al-Birhatiyah, al-Barr,  hizib an-Nasr, hizib al-Mubarak, hizib as-Salamah,
an-Nur, al-Falah, al-Lutf, al-Jalalah, ad-Dairah dan al-Kahfi.

 Dari beberapa uraian tentang ajaran-ajaran dan amalan dalam tarekat Syadziliyah,
maka penulis menyimpulkan bahwa ajaran-ajaran dan amalan dalam tarekat Syadziliyah itu
adalah istighfar, shalawat Nabi, dzikir, wasilah dan rabithah, wirid, adab, hizib, zuhud, uzlah
dan suluk.

3.POKOK AJARAN TAREKAT NAQSABANDIYAH

Penganut Naqsyabandiyah mengenal sebelas asas Thariqah. Delapan dari asas itu
dirumuskan oleh Abd al-Khaliq Ghuzdawani, sedangkan sisanya adalah penambahan oleh
Baha al-Din Naqsyaband. Asas-asas ini disebutkan satu per satu dalam banyak risalah,
termasuk dalam dua kitab pegangan utama para penganut Khalidiyah, Jami al-Ushul Fi al-
Auliya. Kitab karya Ahmad Dhiya al-Din Gumusykhanawi itu dibawa pulang dari Makkah
oleh tidak sedikit jamaah haji Indonesia pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Kitab
yang satu lagi, yaitu Tanwir al-Qulub oleh Muhammad Amin al-Kurdi dicetak ulang di
Singapura dan di Surabaya, dan masih dipakai secara luas. Uraian dalam karya-karya ini
sebagian besar mirip dengan uraian Taj al-Din Zakarya (“Kakek” spiritual dari Yusuf
Makassar) sebagaimana dikutip Trimingham. Masing-masing asas dikenal dengan namanya
dalam bahasa Parsi (bahasa para Khwajagan dan kebanyakan penganut Naqsyabandiyah
India).[12]

Asas-asasnya Abd al-Khaliq adalah:

Hush dar dam: “sadar sewaktu bernafas”. Suatu latihan konsentrasi: sufi yang
bersangkutan haruslah sadar setiap menarik nafas, menghembuskan nafas, dan ketika berhenti
sebentar di antara keduanya. Perhatian pada nafas dalam keadaan sadar akan Allah,
memberikan kekuatan spiritual dan membawa orang lebih hampir kepada Allah; lupa atau
kurang perhatian berarti kematian spiritual dan membawa orang jauh dari Allah (al-Kurdi).

Nazar bar qadam: “menjaga langkah”. Sewaktu berjalan, sang murid haruslah
menjaga langkah-langkahnya, sewaktu duduk memandang lurus ke depan, demikianlah agar
supaya tujuan-tujuan (ruhani)-nya tidak dikacaukan oleh segala hal di sekelilingnya yang tidak
relevan.

Safar dar watan: “melakukan perjalanan di tanah kelahirannya”. Melakukan


perjalanan batin, yakni meninggalkan segala bentuk ketidaksempurnaannya sebagai manusia
menuju kesadaran akan hakikatnya sebagai makhluk yang mulia. Atau, dengan penafsiran lain:
suatu perjalanan fisik, melintasi sekian negeri, untuk mencari mursyid yang sejati, kepada
siapa seseorang sepenuhnya pasrah dan dialah yang akan menjadi perantaranya dengan Allah.

Khalwat dar anjuman: “sepi di tengah keramaian”. Berbagai pengarang memberikan


bermacam tafsiran, beberapa dekat pada konsep “innerweltliche Askese” dalam sosiologi
agama Max Weber. Khalwat bermakna menyepinya seorang pertapa, anjuman dapat berarti
perkumpulan tertentu. Beberapa orang mengartikan asas ini sebagai “menyibukkan diri dengan
terus menerus membaca dzikir tanpa memperhatikan hal-hal lainnya bahkan sewaktu berada di
tengah keramaian orang”; yang lain mengartikan sebagai perintah untuk turut serta secara aktif
dalam kehidupan bermasyarakat sementara pada waktu yang sama hatinya tetap terpaut
kepada Allah saja dan selalu wara. Keterlibatan banyak kaum Naqsyabandiyah secara aktif
dalam politik dilegitimasikan (dan mungkin dirangsang) dengan mengacu kepada asas ini.

Yad kard: “ingat”, “menyebut”. Terus-menerus mengulangi nama Allah, dzikir tauhid
(berisi formula la ilaha illallah), atau formula dzikir lainnya yang diberikan oleh guru
seseorang, dalam hati atau dengan lisan. Oleh sebab itu, bagi penganut Naqsyabandiyah, dzikir
itu tidak dilakukan sebatas berjamaah ataupun sendirian sehabis shalat, tetapi harus terus-
menerus, agar di dalam hati bersemayam kesadaran akan Allah yang permanen.

Baz gasyt: “kembali”, “memperbarui”. Demi mengendalikan hati supaya tidak


condong kepada hal-hal yang menyimpang (melantur), sang murid harus membaca setelah
dzikir tauhid atau ketika berhenti sebentar di antara dua nafas, formula ilahi anta maqsudi wa
ridlaka mathlubi (Ya Tuhanku, Engkaulah tempatku memohon dan keridlaan-Mulah yang
kuharapkan). Sewaktu mengucapkan dzikir, arti dari kalimat ini haruslah senantiasa berada di
hati seseorang, untuk mengarahkan perasaannya yang halus kepada Tuhan semata.

Nigah dasyt: “waspada”. Yaitu menjaga pikiran dan perasaan terus-menerus sewaktu
melakukan dzikir tauhid, untuk mencegah agar pikiran dan perasaan tidak menyimpang dari
kesadaran yang tetap akan Tuhan, dan untuk memlihara pikiran dan perilaku seseorang agar
sesuai dengan makna kalimat tersebut. Al-Kurdi mengutip seorang guru (anonim): “Kujaga
hatiku selama sepuluh hari; kemudian hatiku menjagaku selama dua puluh tahun.”

Yad dasyt: “mengingat kembali”. Penglihatan yang diberkahi: secara langsung


menangkap Zat Allah, yang berbeda dari sifat-sifat dan nama-namanya; mengalami bahwa
segalanya berasal dari Allah Yang Esa dan beraneka ragam ciptaan terus berlanjut ke tak
berhingga. Penglihatan ini ternyata hanya mungkin dalam keadaan jadzbah: itulah derajat
ruhani tertinggi yang bisa dicapai.

Asas-asas Tambahan dari Baha al-Din Naqsyabandi:

Wuquf-i zamani: “memeriksa penggunaan waktu seseorang”. Mengamati secara


teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini
dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam
dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterimakasih kepada Allah, jika
seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia
meminta ampun kepada-Nya.

Wuquf-i adadi: “memeriksa hitungan dzikir seseorang”. Dengan hati-hati beberapa


kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana).
Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.
Wuquf-I qalbi: “menjaga hati tetap terkontrol”. Dengan membayangkan hati
seseorang (yang di dalamnya secara batin dzikir ditempatkan) berada di hadirat Allah, maka
hati itu tidak sadar akan yang lain kecuali Allah, dan dengan demikian perhatian seseorang
secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk
membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya.

2). Zikir dan Wirid

Teknik dasar Naqsyabandiyah, seperti kebanyakan tarekat lainnya, adalah dzikir yaitu
berulang-ulang menyebut nama Tuhan ataupun menyatakan kalimat la ilaha illallah. Tujuan
latihan itu ialah untuk mencapai kesadaran akan Tuhan yang lebih langsung dan permanen.
Pertama sekali, Tarekat Naqsyabandiyah membedakan dirinya dengan aliran lain dalam hal
dzikir yang lazimnya adalah dzikir diam (khafi, “tersembunyi”, atau qalbi,“dalam hati”),
sebagai lawan dari dzikir keras (dhahri) yang lebih disukai tarekat-tarekat lain. Kedua, jumlah
hitungan dzikir yang mesti diamalkan lebih banyak pada Tarekat Naqsyabandiyah daripada
kebanyakan tarekat lain.

Dzikir dapat dilakukan baik secara berjamaah maupun sendiri-sendiri. Banyak


penganut Naqsyabandiyah lebih sering melakukan dzikir secara sendiri-sendiri, tetapi mereka
yang tinggal dekat seseorang syekh cenderung ikut serta secara teratur dalam pertemuan-
pertemuan di mana dilakukan dzikir berjamaah. Di banyak tempat pertemuan semacam itu
dilakukan dua kali seminggu, pada malam Jumat dan malam Selasa; di tempat lain
dilaksanakan tengah hari sekali seminggu atau dalam selang waktu yang lebih lama lagi.

Tarekat Naqsabandiyah mempunyai dua macam zikir yaitu:

Dzikir ism al-dzat, “mengingat yang Haqiqi” dan dzikir tauhid, ” mengingat


keesaan”. Yang duluan terdiri dari pengucapan asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan
kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Tuhan semata.

Dzikir Tauhid (juga dzikir tahlil atau dzikir nafty wa itsbat) terdiri atas bacaan
perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat la ilaha illa llah, yang dibayangkan seperti
menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi la permulaan digambar dari daerah pusar terus
ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan.
Di situ, kata berikutnya, illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung,
dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang
membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala
kotoran.

Variasi lain yang diamalkan oleh para pengikut Naqsyabandiyah yang lebih tinggi
tingkatannya adalah dzikir lathaif. Dengan dzikir ini, orang memusatkan kesadarannya (dan
membayangkan nama Allah itu bergetar dan memancarkan panas) berturut-turut pada tujuh
titik halus pada tubuh.

7 Tingkatan zikir ini adalah :


Mukasyah. Mula-mula zikir dengan nama Allah dalam hati sebanyak 5000 kali sehari
semalam. Kemudian melaporkan kepada syeikh untuk di naikkan zikirnya menjadi 6000 kali
sehari-semalam. Zikir 5000 dan 6000 itu dinamakan maqam pertama.

lathifah (jamak lathaif), zikir ini antara 7000 hingga 11.000 kali sehari-semalam. Terbagi
kepada tujuh macam yaitu qalb (hati), ruh (jiwa), sirr (nurani terdalam), khafi (kedalaman
tersembunyi), akhfa (kedalaman paling tersembunyi), dan nafs nathiqah (akal budi),. Lathifah
ketujuh, kull jasad sebetulnya tidak merupakan titik tetapi luasnya meliputi seluruh tubuh. Bila
seseorang telah mencapai tingkat dzikir yang sesuai dengan lathifah terakhir ini, seluruh tubuh
akan bergetar dalam nama Tuhan. Ternyata lathaif pun persis serupa dengan cakra dalam teori
yoga. Memang, titik-titik itu letaknya berbeda pada tubuh, tetapi peranan dalam psikologi dan
teknik meditasi seluruhnya sama saja.

Nafi Itsbat, pada tahap ini, atas pertimbangan syeikh, diteruskan zikirnya dengan kalimat la
ilaha illa Allah. Merupakan maqam ke-tiga

Waqaf Qalbi

Ahadiah

Maiah

Tahlil, Setelah samapat pada maqam terakhir ini maka sang murid tersebut akan
memperolah gelar Khalifah, dengan ijazah dan berkewajiabn menyebarluaskan ajaran tarekat
ini dan boleh. Mendirikan suluk yang dipimpin oleh mursyid.

Ajaran tarekat naqsabandiyah

Ajaran dasar Tarekat Naqsyabandiyah pada umumnya mengacu kepada empat aspek
pokok yaitu: syariat, thariqat, hakikat dan marifat. Ajaran Tarekat Naqsyabandiyah ini pada
prinsipnya adalah cara-cara atau jalan yang harus dilakukan oleh seseorang yang ingin
merasakan nikmatnya dekat dengan Allah. Ajaran yang nampak kepermukaan dan memiliki
tata aturan adalah suluk atau khalwat. Suluk ialah mengasingkan diri dari keramaian atau ke
tempat yang terpencil, guna melakukan zikir di bawah bimbingan seorang syekh atau
khalifahnya selama waktu 10 hari atau 20 hari dan sempurnanya adalah 40 hari. Tata cara
bersuluk ditentukan oleh syekh antara lain; tidak boleh makan daging, ini berlaku setelah
melewati masa suluk 20 hari. Begitu juga dilarang bergaul dengan suami atau istri; makan dan
minumnya diatur sedemikian rupa, kalau mungkin sesedikit mungkin. Waktu dan semua
pikirannya sepenuhnya diarahkan untuk berpikir yang telah ditentukan oleh syekh atau
khalifah.

Sebelum suluk ada beberapa tahapan yaitu; Talqin dzikir atau baiat dzikir, tawajjuh,
rabithah, tawassul dan dzikir. Talqin dzikir atau baiat dzikir dimulai dengan mandi taubat,
bertawajjuh dan melakukan rabithah dan tawassul yaitu melakukan kontak (hubungan) dengan
guru dengan cara membayangkan wajah guru yang mentalqin (mengajari dzikir) ketika akan
memulai dzikir.
Dzikir ada 5 tingkatan, murid belum boleh pindah tingkat tanpa ada izin dari guru.
Kelima tingkat itu adalah (a) dzikir ism al-dzat, (b) dzikr al-lataif, (c) dzikir naïf wa isbat, (d)
dzikir wuquf dan ( e) dzikir muraqabah.

Ajaran Asasnya:

Ismu Zat (Allah), Nafi Isbat  (La ilaha Illa Allah)

2. Baz Ghast — kembali kpd Allah  

3. Nigah Dasyat  

— menjaga, mengawasi, memelihara , bersungguh-sungguh. 

4. Yad Dasyat 

— mengingati Allah secara bersungguh

- Zikir memelihara hati dalam setiap nafas 

5. Hosh Dar Dam  

— sadar dalam nafas/berzikir secara sedar dalam nafas/empat ruang nafas,

-2 ruang nafas keluar masuk, dua ruangan antara nafas keluar masuk/zikirnya adalah ALLAH  

6. Nazar Bam Qadar 

— Bila berjalan sentiasa memandang ke arah kakinya, jangan melebihkan pandang , duduk
pandang ke hadapan, merendahkan pandangan, jangan toleh kiri dan kanan  

7. Safar dar watan — Bersiar-siar dalam kampong dirinya/ meningkatkan dirinya kpd sifat
malaikat:
- Taubat
- Inabat
- Sabar
- Syukur
- Qanaah
- Wara
- Taqwa
- Taslim
- Tawakkal
- Ridha
Perjalanan ada dua jenis:
a) Perjalanan luar: dari satu tempat ke satu tempat mencari pembimbing Rohani
b) Perjalanan dalam- tinggalkan segala tabiat buruk kepada adab tertib yang baik dan
mengeluarkan segala isi hainya dari keduniaan (Dalam hatinya akan muncul segala apa yang
diperlukan olehnya dalam kehidupan ini dan kehidupan mereka yang berada di sampaingnya) 
8. Khalwat dar Anjuman
Bersendirian dalam keramaian/Khalawt kabir dan jalwat (Apabila sudah mencapai
fana menerusi zikir fikir dan semua dari luaran difanakan, pada waktu itu deria dalam
bebas meneroka ke alam kebesaran dan keagungan kerajaan Allah SWT.) 

9. Wukuf Qalbi 

— Tumpuan hati dan hati pula tumpu pada Allah  

10. Wuquf Abadi  

— memerhatikan bilangan ganjil dalam zikir naïf  isbat 

11. Wuquf zamani 

— Selepas solat lakukan beberapa minit sentiasa memerhatikan hati bertawajjuh kepada Allah
swt

- Selang beberapa jam/setiap jam semak semula kedaan hati , mempastikan hati sentiasa ingat
kepada Allah

Cabang:
Yasawi — Kwajagan
Sidiqiyah — Saidina Abu Bakar as Siddiq
Taifuriyah — Abu Yazid Bustami
Khawajahganiyah — Abdul Khaliq Ghudjuwani
Naqsyabandiyah — Muhammad Bahauddin
Ahrariyah — Ubaidullah Ahrar Ragamatullah
Mujaddidiyah — Syekh Ahmad Faruqi Sirhindi
Mazhariyah — Mirza Mashar Jan janan Syahid
Aliyah — Shah Abdullah Ghulam Ali Dehlawi
Khalidiyah — Syekh Ziauuddin  Muahammad Khalid Uthmani Kurdi

4.POKOK AJARAN TAREKAT KHALWATIYAH

Al-makassari adalah seorang ulama yang luar biasa, terutama adalah seorang sufi,
juga seorang mujadid dalam sejarah islam nusantara. Tasaufnya tidak menjauhkan dari
masalah-masalah keduniawian, ajaran dan amalan-amalannya menunjukkan aktivitas yang
berjangkauan luas, ia banyak memainkan peranan dalam bidang politik di banten, bahkan
memimpin perlawanan terhadap belanda setelah sultan ageng tirtayasa tertangkap.

Dalam bidang ilmiah al-makassari menulis karya-karyanya dalam bahasa arab yang
sempurna. Hampir semua karyanya membicarakan tentang tasauf, kaitannya dengan ilmu
kalam. Dalam mengembangkan ajarannya al-makassari sering mengutip sufi al-ghazali,
junaidi al-baghdadi, ibnu al-arabi, al-jilli, ibnu athaAllah, dan lain-lain.
Konsep utama tasawuf al-makassari adalah pemurnian kepercayaan (aqidah) pada
keesaan Tuhan. Ini merupakan usahannya dalam menjelasan transendensi tuhan atas ciptaan-
Nya, al-makassari menekankan keesaan tuhan, keesannya-Nya tidak terbatas dan mutlak.
Tauhid adalah komponen penting dalam ajaran islam, yang tidak percaya pada tauhid menjadi
kafir.

Meskipun berpegang teguh pada transendensi tuhan, al-makassari percaya tuhan itu
mencakup segalanya (al-ahattah) dan ada di mana-mana  (al-maiyyah) atas ciptann-nya tetapi
al-makassari berpendapat meski tuhan mengungkapkan dirinya dalam ciptaan-nya, hal itu
tidak berarti bahwa ciptaan-Nya itu adalah tuhan itu sendiri, ssemua ciptaan adalah semata-
mata wujud alegoris (al-mawjud al-majazi). Dengan demikian seperti al-alsingkili, ia percaya
ciptaan hanyalah bayangan tuhan bukan tuhan itu sendiri. Menurut al-makassari “ungkapan”
tuhan dalam ciptaan-Nya bukanlah berarti kehadiran “fisik” tuhan dalam diri mereka.

Dengan konsep al-ahathah dan al-maiyah tuhan turun (tanazzul), sementara manusia


naik (taraqqi), suatu proses spiritual yang membawa keduanya semakin dekat. Namun proses
itu tidak akan mengambil bentuk dalam kesatuan akhir antara manusia dan tuhan; sementara
keduanya menjadi semakin dekat berhubungan dan pada akhirnya manusia tetap manusia dan
tuhan tetap tuhan. Dengan demikian al-makassari kelihatan-nya menolak konsep wahdat al-
wujud (kesatuan wujud) dan al-hulul (inkarnasi ilahi).

Tuhan tidak dapat diperbandingkan dengan apa pun (laisa ka mitslihi syai). Beliau
mengambil konsep konsep wahdat al-syuhud (kesatuan kesadaran atau monisme
fenomenologis). Dengan hati-hati beliah merenggangkan diri dengan dokrin wahdat al-
wujud ibnu-arabi dan doktrin al-hulul abu manshur al-hallaj serta mengambil doktrin wahdat
al-syuhud yang dikembangkan ahmad al-sirhindi dan syah wali Allah.

Ciri yang paling menonjol dari teologi al-makassari mengenai keesaan tuhan adalah
usahanya untuk mendamaikan sifat-sifat tuhan yang tampaknya saling bertentangan. Tuhan,
misalnya, mempunyai sifat yang pertama (al-awwal) dan yang terakhir (al-akhir), sifat-sifat
yang lahir (al-zhahir) dan yang batin (al-batin), yang memberi petunjuk (al-hadi) tetapi yjuga
yang membiarkan manusia tersesat (al-mudhil). Semua sifat-sifat ini tampaknya saling
bertentangan. Ini harus dipahami sesuai dengan keesaan tuhan sendiri. Jika menekankan yang
satu dengan mengabaikan yang lain akan membawa kepada keyakinan dan amalan-malan yang
salah. Hakikat tuhan adalah kesatuan dari pasangan sifat-sifat yang saling bertentangan itu dan
tak seorang pun memahami rahasianya, kecuali mereka yang telah diberi pengetahuan oleh
tuhan sendiri. Dalam teologinya al-makassari sangat patuh kepada doktrin asyariyah. Dalam
hubungannya dengan keyakinan yang sempurna pada keseluruhan rukun iman beliau
mengimbau kaum muslimin untuk sepenuhnya menerima makna yang mendua dari beberapa
ayat al-Quran (al-ayat al-mutsyabihat).

Al-makassari membagi kaum beriman ke dalam empat kategori. Pertama, orang yang
hanya mengucapkan syahadat (pernyataan iman) tanpa benar-benar beriman, dinamakan orang
munafik. Kedua, orang yang mengucapkan syahadat dan menanamkannya dalam jiwa mereka
dinamakan kaum beriman yang awam (al-mumin al-awamm). Ketiga, orang yang beriman
yang benar-benar menyadari implikasi lahir dan batin dari pernyataan keimanan dalam
kehidupan mereka, dinamakn golongan elit (ahl-khawashsh). Keempat, adalah kategori
tertinggi orang beriman yang keluar dari golongan ketiga dengan jalan
mengintensifkan syadat mereka terutama dengan mengamalkan tasawuf dengan tujuan
menjadi lebih dekat dengan tuhan, mereka dinamaka “yang terpilih dari golongan elit”
(khashsh al-khawashsh).

Ajaran-ajaran dasar tarekat khalwatiyah

Yaqza : kesadaran akan dirinya sebagai makhluk yang hina di hadapan Allah SWT. Yang
maha agung.

Taubah : memohon ampunan atas segala dosa.

Muhasabah : introspeksi diri.

Inabah : berhasarat kebali kepada Allah.

Tafakkur: merenung tentang kebesaran Allah.

Itisam : selalu bertindak sebagai khalifah Allah di bumi.

Firar : lari dari kehidupan jahat dan keduniawian yang tidak berguna

Riyadah : melatih diri dengan beramal sebanyak-banyaknya.

Tasyakur: selalu bersyukur kepada Allah dengan mengabdi dan memuji-Nya.

Sima: mengonsentrasikan seluruh anggota tubuh dalam mengikuti perintah-perintah Allah


terutama pendengaran.

Murid harus tawajjuh, yaitu murid bertemu dan menerima pelajaran-pelajaran dasar khusus


dari guru secara berhadap-hadapan. Di sini mursyid mengajarkan juga zikir-zikir tertentu,
silsilah diberikan, sesudah itu diadakan baiat, talkin. Tahap awal yang harus dilakukan seorang
calon murid menjelah pembaiatan adalah harus mengadakan penyucian batin, sikap dan
perilaku yang tidak baik seperti:

Hasad: sikap dengki terhadap nikmat Allah yang diberikan kepada orang lain.

Riya: mempertontonkan kekayaan atau amal supaya mendapat pujian dari orang lain.

Ghibah: membicarakan orang lain yang bersifat celaan dan hinaan.

Sesudah suci batinnya diisi dengan sikap dan perilaku terpuji seperti:

Husn al-zhan: berbaik sangka kepada Allah dan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya

Husn al-khuluq: berakhlak baik terhadap Allah dan segala ciptaan-Nya


Husn al-adab: bersopan santun terhadap Allah sebagai bukti taslim

Para anggota tarekat (murid) dibedakan menurut tingkatan-tingkatan (maqam-maqam) sebagai


berikut:

Maqam bidayah atau permulaan

Pada maqam ini ditempuh jalan akhyar (orang terbaik), yaitu cara untuk lebih


melatih, untuk memperbaiki dan memperbanyak ibadah seperti shalat, shalat sunnat, puasa,
membaca al-quran, zakat, naik haji, dan jihad. Pada maqam ini mulai diajarkan zikir nafi
itsbat, yaitu kalimat la ilaha illa Allah dengan jumlah yang ditetapkan dalam latihannya
(biasanya antara 10-100-300 kali setiap hari)

maqam tawassut/khawashsh atau tingkat khusus

pada maqam ini ditempuh mujahadah, yaitu cara latihan batin yang keras untuk
mengubah khlak menjadi islami dengan melipatgandakan amal lahir dan batin. Latihan
dzikirnya ditambah lagi dengan zikir Allah-Allah dengan jumlah tertentu (biasanya antara 40-
101-300 kali setiap hari)

maqam nihayah atau al-khash al-khawashsh

maqam ini merupakan maqam ahli zikir, yaitu jalan bagi golongan yang sangat cinta
kepada Allah dan merupakan golongan yang tertinggi, baik dari kesungguhan pelaksanaan
syariat maupun latihan-latihan jiwanya sehingga terbuka hijab antara hamba dan tuhannya. Ini
berarti dia sudah tenggelam dan dekat sekali dengan tuhan. Latihan zikir yang diamalkan
adalah zikir ism al-isyarah yaitu huwa-huwa dan ah-ah. Zikir ah-ah adalah zikir yang khusus
diberikan dan diamalkan oleh syaikh mursyid atau murid tertentu yang terpilih.

Silsilah tarekat khalwatiyah

Wasilah adalah mediasi melalui seorang pembimbing spiritual (mursyid) sebagai


sesuatu yang sangat diperlukan demi kemajuan spiritual. Untuk sampai kepada perjumpaan
dengan yang mutlak sesorang tidak hanya memerlukan bimbingan tetapi campur tangan aktif
dari pihak pembimbing spiritualnya dan pra pendahulu sang pembimbing, termasuk yang
paling penting nabi Muhamad. Inilah arti penting dari silsilah : ia menunjukkan rantai yang
menghubungkan seseorang dengan nabi dan melalui beliau sampai ke tuhan. Oleh karena itu,
bagian yang penting dalam pencarian spiritual adalah menemukan seorang mursyid yang dapat
diandalkan. Seseorang harus mengikuti bimbingan sang guru tanpa syarat, patuh mutlak
seperti mayat di tangan orang yang memandikan.

Karya-karya al-makassari

Menurut azyumardi azra ada delapan di antara karya tulis al-makassari yang ditulis di ceylon,
yaitu:

Al-barakat al-saylaniyah
 Al-nafahat al-saylaniyah

Al-manhat al-saylaniyah fi manhat al-rahmaniyah

Kayfiyah al-mughni fi al saadat al-murid

Habl al-warit li saadat al-murid

Safinah a-najah

Mathalib al-salikin

Risalah al-ghayat al-ikhtishar wa al-nihayat al-intizhar

5.POKOK AJARAN TAREKAT SATTARIYAH

Tuhan menurut Tarekat Satariyah adalah satu tidak ada sekutu bagiNya. Dzat Wajibul
Wujud yakni Dzat yang hakekatnya nyata wujudnya, jelas ujudNya. Bahkan sebenarnya Dia
yang ada dan maujud, Esa. Allah Allah asmaNya, namun gaib. Dalam halaman lain disebutkan
bahwa Allah adalah dzat yang ghaib dan yang sebenarnya hanyalah Dia yang ada dan wujud.
Satu yang disenangi dan juga hanya Dia yang Maha satu yang dituju di dalam hidupnya. Allah
adalah Tuhan yang tidak lain adalah Hu, yakni Dzat yang sebenarnya wujud.

Dalam tarekat Satariyah ada Dzikir yang Hua dibaca Hu. Hu ini diucapkan dengan
sirri yakni dengan mulut dikatupkan dan mata dipejamkan. Hu ini adalah isim ghaib yaitu
wujudnya Tuhan. Dasarnya ialah surat al-Ikhlas ayat 1 yang berbunyi : Qul Huallahu Ahad.
Yang artinya : katakanlah bahwa sesungguhnya Dia adalah Allah yang Maha satu.

Allah tidak mempunyai sifat tetapi mempunyai asma. Asma Allah berjumlah 99
seperti yang tertera dalam al-Quran. Selain itu ada lagi asma Allah yang ghaib (isim Ghaib)
yaitu Hua.

Tuhan dapat dilihat di alam Dunia ini, cara melihat Tuhan ini ialah dengan membaca
dzikir yang diajarkan Tarekat Syatariyah, alat untuk melihat Tuhan adalah rasa (sir).  Jadi
ilmu-ilmu Syathoriyah adalah ilmu-ilmu yang membahas marifat kepada Allah swt karena
kata “syathor” artinya ialah pintu. Pintu untuk marifat kepada Allah atau ilmu untuk melihat
Allah. Tempat atau alat untuk melihat Tuhan adalah mata hati atau rasa. Rasa sendiri adalah
sebagai intinya manusia. Manusia sulit sekali untuk mencapai tingkatan dapat marifat (melihat
Tuhan). Manusia yang dapat marifat dengan Tuhan hanyalah hamba pilihan.

Adapun hubungan Tuhan dengan alam, bahwa alam adalah ciptaan Tuhan. Semua
gerak gerik alam adalah di bawah pengawasan Tuhan dan digerakkan oleh Tuhan. Khusus
hubungan Tuhan dengan manusia, bahwa manusia diciptakan Tuhan dengan diberi nur
Muhammad yang dimasukan langsung ke dalam tubuh manusia. Nur Muhammad berasal dari
Tuhan dan nanti bila manusia mati, ia akan kembali kepada Tuhan.

1. DUNIA
Dunia diciptakan karena adanya Nur Muhammad. Dunia ini diciptakan dari tidak ada
menjadi ada tidak dengan bahan apapun. Langit, Bumi, matahari, dan bintang diciptakan
secara bersama-sama.

Dunia ini dikendalikan oleh para malaikat atas perintah Tuhan. Tuhan memerintahkan
kepada para malaikat untuk mengendalikan dunia inin sesuai dengan tugas-tugasnya. Khusus
untuk manusia, semua perbuatannya yang mengendalikan adalah Tuhan sendiri.

Manusia hidup di dunia ini tidak dilarang memiliki harta benda yang banyak. Mereka
diperbolehkan memiliki rumah yang bagus, mobil, perhiasan atau kekayaan lainnya.
Pemilikan harta benda tersebut harus digunakan untuk kepentingan Allah atau agama.
Disamping itu pemilikan harta benda tersebut harus pula dilandasi dengan lillahi taala artinya
harta benda yang dimiliki hakikatnya milik Allah. Jadi seumpama hilang atau rusak harus
berserah diri atau tawakkal kepada Allah.

Bumi dan planet-planet yang lain akhirnya akan hancur semua. Kehancuran itu tidak
diketahui waktunya. Kehancuran ini terjadi karena umurnya sudah habis. Dalil dari
kehancuran ini ialah surat Ar-Rahman ayat 26-27.

2. MANUSIA

Manusia yang diciptakan pertama kali oleh Allah swt ialah Adam, terbuat dari tanah
yang dibawa dari empat penjuru, tanah yang dibawa dari timur berwarna putih, tanah yang
dibawa dari selatan berwarna merah, tanah yang dari barat berwarna kuning dan tanah yang
dari utara berwarna hitam. Tanah ini diambil oleh malaikat dicampur dan dibentuk wujud
manusia. Setelah dibentuk ujud manusia lalu di beri air, api dan angin, lalu hiduplah Adam.
Penciptaan manusia dari tanah, air, angin dan api menjadikan manusia terpengaruh
kehidupannya oleh bahan-bahan tersebut. Oleh karena itu manusia dibekali Allah swt dengan
tujuh macam nafsu, diantara nafsu-nafsu tersebut, nafsu yang paling kuatlah yang akan banyak
mempengaruhi kehidupan dunia. Tujuh macam nafsu tersebut ialah:

a)      Nafsu Amarah

b)      Nafsu Lawamah

c)      Nafsu Mulhimah

d)     Nafsu Mutmainah

e)      Nafsu Rodhiyah

f)       Nafsu Mardhiyah

g)      Nafsu Kamilah

Ruh manusia terbuat dari angin. Dengan begitu ruh manusia adalah nafas manusia
yang keluar masuk ke dalam tubuh manusia. Apabila seorang manusia di dalam hidupnya
selalu taat kepada Allah, ia akan diberi keistimewaan oleh Allah swt. Bisa berupa mujizat
yang diberikan kepada para Nabi dan Rasul, karomah kepada para wali, dan maunah diberikan
kepada manusia biasa. Karomah atau maunah dapat diperoleh dengan usaha, yaitu dengan cara
senang mengosongkan perut dan senang terjaga di waktu malam hari.

Perbuatan manusia di dunia ini baik maupun buruk semua berasal dari Tuhan. Namun
demikian Tuhan tidak akan memperlakukan perbuatan-perbuatan manusia kecuali dari
kehendak manusia itu. Perbuatan baik akan dibantu malaikat, sedangkan perbuatan jelek atau
buruk akan dibantu oleh jin.

3. AJARAN DZIKIR

Dzikir adalah alat untuk membuka beberap hati. dikatakan beberapa sebab hati
manusia itu bersap-sap. Dari hati nurani, didalamnya ada roh. Roh juga berlapis-lapis.
Kemudian di dalam Roh, ada lagi rasa.

Dzikir yang diajarkan pada tharikat Syatariyah di Jawa Tengah ada tujuh macam: Dzikir
Thowaf, Itsbat, Itsbat faqod, Ismu Zat, Tanzul (Ghoibun fi Syahadah) dan Dzikir Isim Ghoib
(Dzikir Ghoibin fi Ghoib).

Rumusan mengenai hakikat Dzikir Syatariyah di Sumatra Barat, cenderung agak


berbeda dengan ajaran al-Qushashi maupun Abdurrauf sebelumnya. Jika naskah-naskah
Syatariyah karangan al-Qushashi dan Abdurrauf masih mewacanakan konsep fana. Yakni
peniadaan diri atau hilangnya batas-batas individu seseorang dan menjadi satu dengan Allah,
bahkan fana an al-fana atau fana an fanaih, yakni fana dari fana itu sendiri, sebagai hakikat
atau tujuan akhir dari dzikir. Maka naskah-naskah Syatariyah di Sumatera Barat menegaskan
bahwa hakikat Zikir adalah “sekedar” untuk membersihkan jiwa agar memperoleh kedekatan
dengan Tuhan, serta untuk membuka rasa agar memperoleh keyakinan dan kesaksian akan
hakikat dan wujudNya.

6.POKOK AJARAN TAREKAT SAMANIYAH

Pentingnya Mempelajari Ilmu Hati (Ilmu Tarekat)

Hati memegang peranan penting bagi manusia. Baik dan buruknya seseorang ditentukan oleh
hati sebagaimana Hadis Nabi:

... ُ‫آآلو ِه َي ْالقَ ْلب‬


َ ُ‫َت فَ َس َد ْال َج َس ُد ُكلُّه‬
ْ ‫صلَ َح ْال َج َس ُد ُكلُّهُ َواِ َذافَ َسد‬ َ ‫اَالَ َواِ َّن فِى ْال َج َس ِد ُم ْد َغةً ِا َذا‬
ْ ‫صلُ َح‬
َ ‫ت‬

“Ingatlah bahwa di dalam tubuh itu ada segumpal darah, bila ia telah baik maka baiklah
sekalian badan.Dan bila ia rusak, maka rusaklah sekalian badan. Dan bila ia rusak maka
binasalah sekalian badan, itulah yang dikatakan hati”.

Demikianlah pentingnya peranan hati bagi manusia, oleh sebab itu manusia wajib
menjaga kesucian hatinya. Adapun yang menjadi penyebab kotornya hati manusia itu adalah
disebabkan berbagai penyakit yang terdapat padanya sebagaimana dijelaskan oleh firman
Allah:

ٌ‫فِى قُلُوْ بِ ِه ْم َم َرض‬

“Di dalam hati mereka ada penyakit”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)

Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin terdapat 6666 ayat Al-Quran dan 6666 urat di
dalam tubuh manusia, demikian halnya dengan hati manusia, ada 6666 penyakit di dalam hati
manusia. Dari sekian banyak penyakit yang ada di dalam hati manusia, ada beberapa penyakit
hati yang paling berbahaya, di antaranya: hawa nafsu, cinta dunia, loba, tamak, rakus,
pemarah, pengiri, dendam, hasad, munafiq, ria, ujub, takabbur. Jadi bila tidak diobati, maka
sambungan ayat mengatakan:

‫فَزَا َدهُ ُم هللاُ َم َرضًا‬

“Lalu ditambah Allah penyakitnya”. (Q.S. 2 Al-Baqarah: 10)

            Demikianlah bahayanya apabila manusia itu tidak segera membersihkan hatinya,
maka Allah akan terus menambah penyakitnya. Oleh sebab itu kewajiban pertama bagi
manusia adalah terlebih dahulu ia harus mensucikan hatinya sebagaimana firman Allah:

َ َ‫قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن تَ َز َّكى َو َذ َك َر ا ْس َم َربِّ ِه ف‬


‫ص َّل‬

“Beruntunglah orang yang mensucikan hatinya dan mengingat Tuhan-Nya, maka didirikannya
sembanhyang”. (Q.S. 87 Al-Ala: 14-15)

            Dari penjelasan surah Al-Ala di ayat 14 dan 15 di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa ada tiga kewajiban yang dibebankan oleh Allah kepada manusia:

1. Kewajiban Mensucikan Hati

            Di dalam surah Al-Ala ayat 14 Allah menyatakan bahwa orang-orang yang telah
mensucikan hatinya sesungguhnya telah memperoleh keberuntungan. Lalu dibenak kita timbul
beberapa pertanyaan:

-Apa yang dimaksud dengan hati yang bersih?

-Bagaimana cara membersihkan hati?

-Mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?

-Apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?

Pertama, apa yang dimaksud dengan hati yang bersih? Menurut Syekh Muda ahmad
Arifin yang dimaksud dengan hati yang bersih yaitu tidak ada di dalam hati itu selain Allah.
Artinya seseorang yang disebut hatinya bersih adalah orang yang senantiasa selalu mengingat
Allah. Itulah sebabnya para sufi berkata:
ُ ‫قَ ْلبُ ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ بَي‬
ُ‫ْت هللا‬

“Hati orang mukmin itu adalah rumah Allah”.

            Kedua, bagaimana cara membersihkan hati? Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin


satu-satunya cara membersihkan hati yaitu dengan mempelajari ilmu hati. Ilmu hati ini lazim
disebut dengan beberapa nama di antaranya: ilmu batin, ilmu hakikat, ilmu tarekat.
Menurutnya tujuan mempelajari ilmu hati adalah untuk mengenal Allah, sebab hati merupakan
sarana yang telah ditetapkan oleh Allah untuk dapat menyaksikan-Nya sebagaimana firman
Allah:

َ ‫ب ْالفَُؤ ا ُد َم‬
‫ارآى‬ َ ‫َما َك َذ‬

“Tidak dusta apa yang telah dilihat oleh mata hati”. (Q.S. An-Najm: 11)

            Jadi hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat mengenal Allah. Apabila
kita telah dapat mengenal Allah, barulah kita dapat mengingat-Nya. Dan mengingat Allah
merupakan satu-satunya cara untuk membersihkan hati sebagaimana Hadis Nabi:

ُ‫صقَلَةُ ْالقَ ْلبُ ِذ ْك ُرهللا‬


َ ‫صقَلَةٌ َو‬
َ ‫لِ ُك ِّل َش ْي ٍء‬

“Segala sesuatu ada alat pembersihnya dan alat pembersih hati yaitu mengingat Allah”.

            Ketiga, mengapa orang yang mensucikan hatinya disebut orang yang beruntung?


Menurut Syekh Ahmad Arifin penyebab Allah menyebut orang-orang yang telah mensucikan
hatinya sebagai orang-orang yang beruntung adalah disebabkan karena sesungguhnya hanya
orang-orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah. Menurut al-
Ghazali hati manusia berfungsi sebagai cermin yang hanya bisa menangkap cahaya ghaib
(Allah) apabila tida tertutup oleh kotoran-kotoran keduniaan. Sesungguhnya hanya orang-
orang yang telah mensucikan hatinyalah yang dapat mengenal Allah dan merekalah yang
disebut sebagai orang-orang yang beruntung.

            Keempat, apa keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah mensucikan hatinya?
Menurut Syekh Muda Ahmad Arifin keuntungan yang diperoleh oleh orang yang telah
mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Tuhannya. Itulah sebabnya Allah berfirman:

َ َ‫قَ ْد َأ ْفلَ َح َم ْن زَ َّكهَا َوقَ ْد خ‬


‫اب َم ْن َد َّسهَا‬

“Beruntunglah orang yang telah mensucikan hatinya dan merugilah orang yang telah
mengotorinya”. (Q.S. 91 As-Syamsi: 9-10)

            Itulah sebabnya pada ayat di atas Allah memuji orang-orang yang telah mensucikan
hatinya, sebab hanya orang-orang yang telah mensucikan hatinya yang dapat mengenal Allah.
Adapun orang-orang yang mengotorinya adalah orang-orang yang merugi, karena
sesungguhnya orang-orang yang hatinya kotor tidak akan pernah dapat mengenal Tuhannya.

2. Kewajiban Mengingat Allah


            Kewajiban yang kedua adalah mengingat Allah, sebab mustahil kita dapat mengingat
Allah kalau kita belum mengenal-Nya dan mustahil kita dapat mengenal-Nya kalau kita belum
pernah berjumpa. Dan mustahil kita dapat berjumpa dengan Allah tanpa terlebih dahulu
menyertakan diri dan belajar kepada orang yang telah dapat beserta Allah. Itulah sebabnya
Nabi memerinthakan kepada kita agar menyertakan diri kepada orang yang telah serta Allah
sebagaimana sabda Nabi:

ِ‫صلُكَ اِلَى هللا‬


ِ ْ‫ُك ْن َم َع هللاُ َواِ ْن لَ ْم تَ ُك ْن َم َع هللاِ فَ ُك ْن َم َع َم ْن َكانَ َم َع هللاِ فَِإنَّهُ يُو‬

“Sertakanlah kepada Allah, apabila kamu tidak dapat beserta Allah maka sertakanlah dirimu
kepada orang yang telah serta Allah, maka ia akan mengenalkan kamu kepada Allah”.

            Berdasarkan Hadis di atas, maka kewajiban pertama bagi manusia adalah mencari guru
(wasilah) agar ia dapat memperoleh pengenalan kepada Tuhannya. Setelah manusia itu dapat
mengenal Allah maka kewajiban kedua baginya adalah mengingat Tuhan-Nya.

3. Kewajiban Mengerjakan Shalat

            Shalat merupakan tiang agama yang dilaksanakan apabila kita telah melaksanakan
kewajiban pertama dan kedua, sebab tujuan shalat adalah untuk mengingat-Nya sebagaimana
firman Allah:

َّ ‫اِنَّنِى َأنَاهللاُ الَِإلَهَ اِالَّ َأنَا فَا ْعبُ ْدنِى َوَأقِ ِم ال‬
‫صلَوةَ لَ ِذ ْك ِرى‬

“Sesungguhnya Aku inilah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. (Q.S. 20 Thaha: 14)

            Firman Allah di atas senada dengan firman Allah pada surat Al-Ala ayat 14 dan 15
yang telah diuraikan sebelumnya. Untuk mengetahui secara jelas persamaan makna yang
terdapat pada kedua ayat tersebut penulis akan menguraikan kalimat perkalimat
pada surat Thaha ayat 14 serta membandingkannya dengan surat Al-Ala ayat 14.

             Pertama, pada bagian awal surat Thaha ayat 14 Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku


ini Allah”.Bila kita menganalisis firman Allah tersebut maka dapatlah kita ketahui bahwa
sesungguhnya Allah itu ingin dikenal. Firman Allah pada surat Thaha tersebut senada dengan
firman Allah pada surat Al-Ala ayat 14: “Beruntunglah orang-orang yang mensucikan
hatinya”. Makna beruntung pada ayat ini adalah bahwa keuntungan yang diperoleh oleh
orang-orang yang mensucikan hatinya adalah dapat mengenal Allah. Bahkan bila kita analisis
lebih jauh selain memiliki persamaan makna, kedua ayat tersebut juga memiliki kaitan di
mana ayat yang satu berfungsi sebagai penjelas bagi yang lain. Pada surah Thaha Allah
berfirman: “Sesungguhnya Aku ini Allah”. Ayat tersebut mengintruksikan kepada manusia
kewajiban untuk mengenal Allah. Pada surah al-Ala ayat 14 Allah berfirman: “Beruntunglah
orang-orang yang mensucikan hatinya”. Pada ayat ini Allah memuji orang-orang yang
mensucikan hatinya, sebab hanya orang-orang yang mensucikan hatinyalah yang dapat
mengenal Allah dan merekalah yang dinyatakan Allah sebagai orang-orang yang beruntung.
Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa firman Allah pada surat Thaha ayat 14
keduanya mengindikasikan bahwa kewajiban pertama bagi manusia adalah terlebih dahulu
mensucikan hatinya agar ia dapat mengenal Tuhannya.

             Kedua, pada bagian tengah surat Thaha Allah berfirman: “Tiada Tuhan selain


Aku”. Bila kita analisis firman Allah di atas, maka dapat kita ketahui bahwa maksud yang
terkandung di dalamnya adalah perintah untuk mengingat-Nya, sebab kalimat  “Tiada Tuhan
selain Allah”, bermakna tidak ada yang boleh diingat selain Allah. Firman Allah pada surat al-
Ala ayat 15: “Dan mengingat Tuhannya”. Dari uraian singkat di atas dapat disimpulkan bahwa
kewajiban yang kedua bagi manusia adalah mengingat Tuhannya.

             Ketiga, pada bagian akhir surat Thaha Allah berfirman: “Sembahlah Aku dan


dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. Bila kita analisis pada ayat di atas bahwa printah
sembah datang setelah terlebih dahulu Allah memerintahkan untuk mengenal dan
mengingatnya. Perintah sembah tersebut diwujudkan dengan mendirikan shalat yang
tujuannya adalah untuk mengingat-Nya. Firman Allah tersebut senada dengan firman Allah
pada surat al-Ala ayat 15: “Maka dirikanlah shlalat”. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa
kedua ayat tersebut sama-sama mengindikasikan bahwa shalat merupakan kewajiban ketiga.

            Dari penjelasan di atas dapatlah kita ketahui mengapa para sufi menaruh perhatian
besar terhadap hati (qalb) dan menempatkan shalat sebagai kewajiban ketiga. Karena
sesungguhnya perintah shalat itu diterima setelah terlebih dahulu Jibril mensucikan hati Nabi
Muhammad sebelum ia menghadap Allah. Sebab Allah itu tidak dapat dilihat oleh mata kepala
Nabi Muhammad tetapi hanya dapat dilihat oleh mata hati Nabi Muhammad. Oleh sebab itu
sebelum Nabi Muhammad berjumpa dengan Allah, terlebih dahulu Jibril mensucikan hatinya,
agar nur yang ada di dalam mata hatinya itu dapat memancar, sebab dengan nur itulah Nabi
Muhammad dapat menyaksikan Allah. Itulah sebabnya di dalam surah al-Isra ayat 1 Allah
menggunakan kalimat Maha Suci, sebab Allah itu Maha Suci dan hanya dapat dilihat oleh
hamba-hamba-Nya apabila mereka telah mensucikan hati mereka.

            Adapun makna Jibril mensucikan hati Nabi Muhammad menurut Syekh Muda Ahmad
Arifin pada hakikatnya adalah sesungguhnya Malaikat Jibril menyampaikan pengenalan
kepada Allah dalam istilah ilmu tarekat lazim disebut dengan baiat. Praktik baiat yang
diterima oleh Nabi dari gurunya Malaikat Jibril diteruskan kepada Ali ibn Abi Thalib dan
praktik seperti ini terus berlanjut dari guru ke murid dalam rangkaian silsilah hingga saat ini.
Praktik baiat yang diterapkan di kalangan ahli tarekat sesungguhnya mengacu pada pola yang
dilaksanakan oleh Nabi. Jadi berdasarkan tradisi baiat inilah muncul istilah
bahwa “Barangsiapa yang tidak mempunyai syekh maka gurunya adalah setan” sebab Nabi
sendiri tidak dapat mengenal Allah tanpa berguru kepada Malaikat Jibril, apalagi kita sebagai
manusia biasa yang hina dan dhaif yang tidak mempunyai kedudukan apa-apa di sisi Allah
maka mustahil dapat mengenal Allah tanpa guru. Oleh sebab itu Nabi bersabda:

‫ان فَ ِع ْل ُم بَ ِط ِن فِى قَ ْلبِى فَ َذالِكَ هُ َو نَفِ ِعى‬


ِ ‫اَ ْل ِع ْل ُم ِع ْل َم‬
“ilmu itu ada dua macam, adapun ilmu batin yang di dalam hati itu jauh lebih bermanfaat”.
            Dari penjelasan Hadis di atas dapatlah kita ketahui bahwa tidak hanya para sufi yang
menaruh perhatian besar terhadap hati, bahkan Nabi sendiri lewat Hadisnya secara tegas
menyatakan keutamaan ilmu hatilah manusia dapat mengenal Allah.

            Menurut Syekh Ahmad Arifin kekeliruan umat Islam saat ini adalah tidak mau
mempelajari ilmu hati dan lebih mengutamakan ilmu syariat. Oleh sebab itu menurutnya
mayoritas umat Islam saat ini tidak mengenal yang mereka sembah dan sesungguhnya mereka
berada dalam kesesatan yang nyata sebagaimana firman Allah:

َ ‫فَ َو ْي ٌل لِ ْلقَ ِسيَ ِة قُلُوْ بُهُ ْم ِم ْن ِذ ْك ِرهللاِ ُألَِئكَ فِى‬


‫ضلَ ٍل ُّمبِي ٍْن‬

“Maka celakalah bagi orang yang hatinya tidak dapat mengingat Allah, mereka itu dalam
kesesatan yang nyata”. (Q.S. 39 az-Zumar: 22)

            Demikianlah celaan Allah terhadap orang-orang yang tidak dapat mengingat-Nya,
yang kesemuanya itu disebabkan karena mereka tidak mempelajari soal hati. Namun
kebanyakan umat Islam saat ini tidak tahu kalau mereka itu tidak tahu. Mereka menganggap
bahwa amal ibadah mereka dapat diterima oleh Allah SWT, karena merasa bahwa tauhid
mereka telah sempurna, padahal sesungguhnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.
Sesungguhnya orang-orang yang bertauhid si sisi Allah adalah orang-orang yang telah
mempelajari ilmu hati. Sebab hanya dengan mempelajari ilmu hatilah kita baru dapat
mengenal Allah. Jadi sesungguhnya orang-orang yang tidak mempelajari ilmu hati adalah
orang-orang yang bertauhid di sisi manusia tetapi sesungguhnya kafir di sisi Allah, sebab
tauhid mereka hanya di lidah, namun hatinya tidak pernah menyaksikan Allah. Mereka
menganggap bahwa dengan mengucap dua kalimah syahadat dan percaya dalam hati berarti
telah Islam dan beriman di sisi Allah. Padahal keislaman dan keimanan mereka itu barulah
sebatas percaya kepada Allah. Oleh sebab itu orang-orang yang mengabaikan atau tidak
mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat) sesungguhnya adalah orang-orang yang mengabaikan
tauhid.

            Dari uraian di atas dapatlah kita ketahui betapa pentingnya mempelajari ilmu hati
(ilmu tarekat). Jadi dapat disimpulkan bahwa ilmu tauhid yang sesungguhnya adalah dengan
mempelajari ilmu hati (ilmu tarekat).
DAFTAR PUSTAKA

https://bayualhafs44.wordpress.com/2012/05/07/mengenal-tarekat-khalwatiyah/

https://www.facebook.com/kebenarantasawuf/photos/apa-itu-tarekat-mutabarahdilihat-dari-ajaran-
sufi-islam-ada-tarekat-yang-dipanda/916351178389348

https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Qodiriyah

Ibn Abi-Qasim al-Humairi: "Jejak-jejak Wali Allah", halaman 2-4. Penerbit ERLANGGA, 2009
ISBN (13)978-979-033-319-2
https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Naqsyabandiyah

https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Khalwatiyah

https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Syattariyah

https://id.wikipedia.org/wiki/Tarekat_Samaniyah

http://sammaniyah.blogspot.com/2011/01/ajaran-dasar-tarekat-sammaniyah-syekh_654.html

http://izzkimoni.blogspot.com/2015/04/ajaran-tarekat-sattariyah.html

http://al-asfa.blogspot.com/2015/08/tarekat-naqsabandiyah-dan-ajarannya.html

http://kajianumum313.blogspot.com/2016/01/ajaran-dan-amalan-tarekat-syadziliyah.html

https://plus.google.com/116183762684792119774/posts/PNdLTUx99o3

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/tasawuf/12/05/24/lmxtj1-tokoh-sufi-syekh-ibnu-
athaillah-penulis-kitab-alhikam

Anda mungkin juga menyukai