Anda di halaman 1dari 21

TASAWUF DI INDONESIA

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar Tasawuf pada
semester lima, dengan dosen pengampu
Dr. H. Aceng Kosasih, M.Ag. dan Mokh. Iman Firmansyah, S.Pd.I., M.Ag.

Disusun oleh:

Reyza Farhatani (NIM. 1302089)

Vera Novayanti (NIM. 1301144)

IPAI B

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2015
KATA PENGANTAR
 
 
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan seluruh alam yang
telah memberikan kepada kami semua nikmat baik itu nikmat Islam, nikmat iman,
nikmat sehat rohani maupun jasmani, karena berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpah
kepada junjungan besar, penyempurna sekaligus penutup para nabi dan rasul,
Muhammad Saw. dan kepada para sahabat, tabi’ut tabi’in dan pada kita semua
selaku ummatnya.
Makalah ini disusun berdasarkan tugas yang di emban-kan kepada kami
untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Pengantar Tasawuf dengan
dosen pengampu mata kuliah yaitu Bapak Dr. H. Aceng Kosasih, M.Ag. dan
Mokh. Iman Firmansyah, S.Pd.I., M.Ag., makalah yang kami buat berjudul
“Tasawuf di Indonesia”.
Dalam makalah ini terdapat bahasan tentang bagaimana sejarah
munculnya tasawuf di Indonesia, lalu siapa sajakah tokoh-tokoh yang
membawanya, serta tarekat-tarekat apa saja yang berkembang di Indonesia.
Saya sangat menyadari bahwa dalam pembuatan dan penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran
dari rekan - rekan semua, sehingga bisa menjadi lebih baik dalam pembuatan
makalah yang selanjutnya. Atas segala kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini, saya sampaikan permohonan maaf dan semoga makalah
ini bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Bandung, Desember 2015

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i
DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan Makalah ...................................................................................... 1
D. Sistematika Penulisan Makalah .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Sejarah Munculnya Tasawuf di Indonesia .............................................................. 3
B. Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia ....................................................................... 4
1. Syaikh Hamzah Fansuri ...................................................................................... 4
2. Syaikh Syamsuddin As-Sumatrani...................................................................... 5
3. Syaikh Abdur Rauf Singkili ................................................................................ 6
4. Syaikh Burhanuddin Ulakkan ............................................................................. 6
5. Syaikh Nuruddin Ar-Raniri................................................................................. 7
6. Syaikh Yusuf Tajul Khalwati .............................................................................. 9
C. Beberapa Tarekat-Tarekat yang Berkembang di Indonesia .................................... 9
1. Tarekat Qadiriah ............................................................................................... 10
2. Tarekat Naqsyabandiah ..................................................................................... 11
3. Tarekat Rifaiah.................................................................................................. 11
4. Tarekat Shiddiqiyyah ........................................................................................ 12
5. Tarekat Idrisiah ................................................................................................. 13
6. Tarekat Syadziliyyah......................................................................................... 14
7. Tarekat Syattariyah ........................................................................................... 14
8. Tarekat Tijaniyyah ............................................................................................ 15
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 16
A. Simpulan ............................................................................................................... 16
B. Saran ..................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kajian tasawuf di Indonesia tidak terlepas dari kajian Islam di Indonesia.
Karena masuknya tasawuf ke Indonesia tidak luput dari proses mengislamisasi
Indonesia. Unsur tasawuf pun telah tampak di kehidupan masyarakat Indonesia
dalam beragama, setelah Islam itu sendiri masuk ke Indonesia.

Tasawuf terus mengalami perkembangan dan memberi pengaruh penting


di Indonesia. Tawawuf adalah faktor terpenting bagi tersebarnya Islam secara luas
di Indonesia, meski setelah itu terjadi perbedaan pendapat mengenai adanya
tarekat-tarekat, apakah bersamaan dengan masuknya Islam atau datang setelah
Islam masuk ke Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana sejarah munculnya tasawuf di Indonesia?


2. Siapa saja tokoh-tokoh pembawa tasawuf di Indonesia?
3. Apa saja beberapa tarekat yang berkembang di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan Makalah


Diharapkan dengan penyusunan makalah ini pembaca dapat:

1. Mengetahui bagaimana sejarah munculnya tasawuf di Indonesia.


2. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh pembawa tasawuf di Indonesia.
3. Mengetahui beberapa tarekat yang berkembang di Indonesia.

D. Sistematika Penulisan Makalah


Sistematika penulisan makalah ini terdiri dari 3 bab yaitu pada bab I
sebagai pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penulisan makalah, dan sistematika penulisan makalah. Bab
II berisikan pembahasan mengenai tasawuf di Indonesia, seperti sejarah
muncul, tokoh-tokoh tasawuf, dan beberapa tarekat yang berkembang di

1
2

Indonesia. Selanjutnya, yang terakhir pada bab III sebagai penutup berisi
simpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Tasawuf di Indonesia


Tasawuf mulai masuk di Indonesia bersamaan dengan masuknya agama
Islam di Indonesia. Dalam Amin (2002: 324), masuknya tasawuf ke Indonesia
tidak luput dari proses mengislamisasi Indonesia, karena tersebarnya Islam di
Indonesia sebagian besar adalah karena jasa para sufi. Bukti sejarah yaitu nisan
raja Aceh yang beragama Islam menunjukkan bahwa abad ke 13 Masehi atau
sekitar abad ke-7 Hijriah Islam telah menyebar di Indonesia. Para sastrawan
penyebar Islam itu adalah ulama-ulama sufi, seperi Hamzah Fansuri, Abdul Rauf
Singkili, dll. Menurut Simuh (Syukur, 2005: 97) bahwa era penyebaran Islam ke
Indonesia adalah abad dominasi ajaran tasawuf. Para ulama penyebar Islam di
Indonesia adalah para ulama sufi. Hal ini nampak dalam permunculan dan
perkembangan sastra Melayu Islam dan sastra Jawa Islam pada abad ke 16 dan 17
Masehi.

Dr. Alwi Shihab, M.A. dalam Ilmu Tasawuf (Amin, 2002: 324)
mengungkapkan, Islam sufistik adalah Islam yang pertama hadir di Indonesia.
Pendapat mayoritas peneliti pun mengakui bahwa berkat kontribusi tokoh-tokoh
tasawuf, sangat berjasa, hingga bisa mengembangkan Islam di kawasan Asia
Tenggara. Islam lebih mudah tersebar oleh kaum sufi karena sikap kaum sufi yang
lebih kompromis dan penuh kasih sayang.

Dimasa awal penyebaran Islam di Aceh Abdullah (1980: 10) pernah


tampil tokoh sufi bernama Syaikh Abdullah Arif, beliau adalah seorang pendatang
bersamaan dengan datangnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani ulama sufi pengasas
Tarekat Qadiriah. Sewaktu kerajaan Aceh Jaya, yang terkenal dimulai masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam Syah banyaklah ulama-ulama
intektelektual berdomilisi di kerajaan Aceh itu.

Banyaknya ulama-ulama yang berdomisili di Aceh, disebabkan oleh dua


faktor, yaitu:

3
4

a. Ditinjau dari kacamata geografi adalah mempunyai letak strategis sekali


dalam lalu lintas niaga di Asia Tenggara ini. Selat Malaka senantiasa
dilalui oleh kapal-kapal besar dan kecil yang sebagian besar banyak datang
dari negeri-negeri yang telah kuat pengaruh Islamnya.
b. Karena sultannya yang bernama Iskandar Muda Mahkota Alam Syah
adalah seorang sultan yang mencinta Islam, alim ulama dan berilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan saat itu menjadi perhatiannya, tempat
yang paling utama dari masalah-masalah lainnya.

Selain dari dua faktor tersebut, perniagaan menjadi cara yang dilakukan
untuk penyebaran agama Islam di Indonesia, karena orang-orang terdahulu ahli
dalam menjalankan siasat dan mendapatkan relasi-relasi baru. Bagi mereka
berniaga itu adalah sebagai alat untuk mencapai tujuan tersebarnya ajaran Islam
yang suci yang telah dipusakai dari Nabi Muhammad saw., dan dari Allah swt.,
tegak dan tersebarnya ajaran keislaman adalah tanggung jawab atas setiap insan
Islam yang benar-benar mengerti akan ajaran agama yang dianutnya itu.
(Abdullah, 1980: 31)

B. Tokoh-Tokoh Tasawuf di Indonesia

1. Syaikh Hamzah Fansuri


Hamzah Fansuri lahir di Sumatra Utara, akhir abad ke-16 awal abad ke-17.
Beliau merupakan tokoh tasawuf dari Aceh yang membawa paham wahdatul
wujud yang dicetuskan Ibnu Arabi. Menurut Syukur (Pengantar Ilmu Tasawuf,
2005: 97) riwayat hidupnya tidak banyak diketahui. Ia berasal dari keluarga
Fansuri, keluarga yang telah turun-temurun berdiam di Fansur (Barus), Kota
pantai di Sumatra Utara. Diperkirakan ia telah menjadi penulis pada masa
kesultanan Aceh diperintah oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammal
(1589-1604).

Paham Ibnu Arabi mengenai wahdah al-wujud dianut oleh beliau. Beliau
juga dikenal sebagai penyair pertama yang memperkenalkan syair ke dalam sastra
Melayu. Riwayat hidup dan pengembaraannya bisa diketahui melalui syair-
syairnya yang merupakan syair-syair Melayu yang tertua. Selain itu menjadi
5

penyair dan ulama tasawuf, beliau juga ialah seorang cendekiawan dan
budayawan pada abad XVI sampai awal abad XVII. (Amin, 2002: 335).

Beliau banyak melakukan perjalanan/mengembara, diantaranya ke Kudus,


Banten, Johor, Siam, India, Persia, Irak, Mekah dan Madinah. Pengembaraanya
bertujuan utnuk mencari ma’rifat Allah. Setelah pengembaraanya selesai, beliau
mendirikan dayah (pesantren) di Oboh Simpangkanan, Singkel (Amin, 2002:
335).

Paham wahdah al-wujud Ibnu Arabi tidak sedikit mempengaruhi pemikiran


beliau ini. Sebagai seorang sufi, beliau mengajarkan bahwa Tuhan lebih dekat
daripada leher manusia sendiri. Walaupun pada hakikatnya Tuhan tidak
bertempat, sekalipun sering dikatakan bahwa Tuhan ada di mana-mana. Ketika
menjelaskan penggalan surat Al-Baqarah ayat 115 yang berbunyi “fa ainama
tuwallu fa tsamma wajhullah”, beliau mengatakan bahwa kemungkinan untuk
memandang wajah Allah di mana-mana merupakan wahdah al-wujud.
Al-Fansuri dalam syairnya berkata:
Mahbub-mu itu tiada berhasil
Pada ayna ma tuwadhu jangan kau ghafil,
Fatsamma wajhullah sempurna wasil,
Inilah jalan orang yang kamil.
Al-Fansuri menolak ajaran pranayama dalam agama Hindu yang
membayangkan Tuhan berada di bagian tertentu dari tubuh, layaknya ubun-ubun
yang dipandang sebagai jiwa dan dijadikan titik konsentrasi dalam usaha
persatuan.
Ajaran lain Al-Fansuri adalah berkaitan dengan hakikat wujud dan
penciptaan. Menurutnya, wujud itu hanyalah satu walaupun kelihatan banyak. Ia
menggambarkan wujud Tuhan bagaikan lautan dalam yang tidak bergerak,
sedangkan alam semesta merupakan gelombang lautan wujud Tuhan (Amin,
2002: 337-338).

2. Syaikh Syamsuddin As-Sumatrani


Syamsuddin As-Sumatrani atau yang lebih dikenal dengan nama Samsudin
Pase merupakan murid dari Hamzah Fansuri. Ia mencoba meneruskan paham
6

wujudiyah gurunya dan mengembangkan dengan mengubah kitab Tufah Mursalah


Ila al-Ruh al-Nabi karya Muhammad Ibnu Fadlilah al-Gujarati. Kitab Tufah
mengetengahkan teori penciptaan manusia dan alam semesta dengan jalan
penampakan (tajalli) keluar Dzat Tuhan sebanyak tujuh martabat, sehingga
teorinya di Aceh (dalam sastra Melayu) terkenal dengan Martabat tujuh. (Syukur,
2005: 99)

Kitab Tufah yang menyebarkan ajaran martabat tujuh, juga berpengaruh


besar dalam perkembangan sastra Islam Kejawen. Yaitu sastra Jawa yang
mengungkapkan unsur-unsur sufisme yang dipadu dengan warisan Budaya Jawa.
Bahkan begitu pentingnya kitab Tufah sehingga muncul gubahannya sekar
mencapai di daerah Tegal. Isi ajaran martabat tujuh menurut Syukur (2005: 99)
antara lain, sesuai dengan ajaran Ibnu ‘Arabi yang berpaham pantheisme
(wahdatul wujud), bahwa yang ada dan hakiki itu hanyalah Dzat Tuhan. Dalam
keadaan mutlak Dzat Tuhan tidak bisa diketahui. Sedang Tuhan ingin dikenal,
maka Dia ber-tajalli atau tanazul sebanyak tujuh martabat.

3. Syaikh Abdur Rauf Singkili


Dalam dunia tasawuf beliau merupakan seorang tokoh sufi yang
menyebarkan tarekat Syathariyah, selain itu beliau juga merupakan tokoh dari
madzab Syafi’i. Orde tarekat Syathariyah pembawa pertamanya ialah syaikh
Abdullah Asy Syathari. (Abdullah, 1980: 49)

Syaikh Abdur Rauf (w. 1415 M) telah boleh memakai Khirqah, yaitu
sebagai pertandaan telah lulus dalam pengujian secara suluk. Beliau telah diberi
selendang berwarna putih oleh gurunya. Bahwa beliau telah dilantik sebagai
Khalifah Mursyid dalam orde Tarekat Syathariyah, yang berati beliau boleh untuk
membai’at orang lain. Syaikh Abdur Rauf memiliki banyak murid salah satunya
yaitu Burhanuddin Ulakkan. (Abdullah, 1980: 50)

4. Syaikh Burhanuddin Ulakkan


Beliau adalah murid dari Syaikh Abdur Rauf As-Singkili. Namanya ketika
masih kecil ialah Si Pono, ayahnya bernama Pampak. Pada masa kanak-kanak
hobbinya adalah berdagang, bisa dikatakan sejak kecil ia belum mengenal seluk-
beluk mengenai Islam karena ayahnya saat itu merupakan seorang yang menganut
7

agama Budha. Kemudian Pono mengikuti ayahnya pindah ke Sintuk pada taun
1029 H atau 1559 M. Kemudian berpindah pula ke Ulakkan, dari Ulakkan dia
melanjutkan perjalanan di Aceh sehingga dia bertemu dengan Syaikh Abdur Rauf
ulama yang sedang tenar pada saat itu. Beliau wafat pada 10 Shafar 1111 H.
(Abdullah, 1980: 53)

5. Syaikh Nuruddin Ar-Raniri


Nuruddin Ar-Raniri (w. 1069 H/1658 M), seorang ulama besar, penulis,
ahli fiqh, dan syaikh tarekat Rifaiah di India yang merantau dan menetap di Aceh.
Nama lengkapnya Nuruddin Muhammad ibn Ali ibn Hanji ibn Muhammad ibn
Hamid ar-Raniri al-Quraisyi asy-Syafii. Ia lahir sekitar pertengahan kedua abad
ke-16 di Ranir, Gurajat India. (Syukur, 2005: 100)

Ia mulai belajar agama ditempat kelahirannya. Kemudian melanjutkan


pendidikan ke Tahim, Arab Selatan (masa itu, merupakan kota pusa studi ilmu
agama Islam). Sebelum kembali ke India ia menunaikan ibadah haji dan ziarah ke
makam Rasulullah saw di Madinah. Setelah beberapa tahun mengajar agama dan
diangkat sebagai syaikh Tarekat Rifaiah di India, ia mulai merantau ke Nusantara
dengan memilih Aceh sebagai tempat menetap. Setelah menetap di Aceh, Syaikh
Nuruddin ar-Raniri dalam Syukur (Pengantar Ilmu Tasawuf, 2005: 100) dikenal
sebagai seorang ulama dan penulis produktif. Ia banyak menulis dalam berbagai
seorang ulama dan penulis produktif. Ia banyak menulis dalam berbagai cabang
ilmu Islam.

Tarekat Rifa’iyyah yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Ar-Rifa’i adalah


tarekat yang dianut olehnya. Selain bertarekat Rifa’iyyah, pemikiran Ar-Raniri
pun dipengaruhi oleh Abu Nafs Sayyid Imam bin Abdullah Ba Syaiban, seorang
guru tarekat Rifa’iyyah keturunan Gujarat—India. Meskipun demikian, Ar-Raniri
juga memiliki silsilah dengan tarekat Al-Aydrusiyyah dan tarekat Qadiriyyah
(Amin, 2002: 340).

Pada tahun 1637 Ar-Raniri tiba di Aceh untuk memulai perantauannya ke


Nusantara. Beliau memilih Aceh karena wilayah tersebut berkembang menjadi
pusat perdagangan, kebudayaan, politik, dan agama Islam di kawasan Asia
Tenggara. Ar-Raniri pun berhasil menjadi mufti Kesultanan Aceh pada masa
8

Sultan Iskandar Tsani. Ar-Raniri pula dikenal sebagai seorang ulama yang
memiliki keilmuan yang amat sangat luas, sehingga memiliki pengaruh besar
dalam pengembangan Islam di wilayah Nusantara, dan merupakan ulama penulis
produktif (Amin, 2002: 340-341).

Dalam (Amin, 2002: 341-343) pemikiran Nurudin Ar-Raniri tentang


tasawuf, baik yang ditujukan kepada tokoh dan penganut wujudiyyah maupun
pemikirannya secara umum, sebenarnya dapat diklasifikasikan menjadi beberapa
bidang pembahasan, yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut.
Pertama, tentang Tuhan. Pendirian Ar-Raniri dalam hal ini beliau pada
umumnya bersifat kompromis, dan berupaya menyatakan paham mutakallimin
dengan paham para sufi yang diwakili Ibnu Arabi. Beliau berpendapat bahwa
ungkapan “wujud Allah dan alam esa” berarti bahwa alam ini merupakan isi
lahiriah dari hakikatnya yang batin yaitu Allah.

Kedua, tentang alam. Beliau berpendapat bahwa alam in diciptakan Allah


melalui tajalli dan menolak teori al-faidh (emanasi) Al-Farabi karena hal itu dapat
memunculkan pengakuan bahwa alam ini qadim sehingga menjerumuskan pada
kemusyrikan. Alam dan falak merupakan wadah tajalli asma dan sifat Allah
dalam bentuk yang konkret.

Ketiga, tentang manusia. Manusia merupakan makhluk Allah yang paling


sempurna, karena merupakan khalifah Allah di bumi ini yang dijadikan sesuai
dengan citra-Nya. Selain itu, karena manusia juga merupakan mazhar (tempat
kenyataan asma dan sifat Allah paling lengkap dan menyeluruh).

Keempat, tentang wujudiyyah. Inti paham ini berpusat pada wahdah al-
wujud yang disalahartikan kaum wujudiyyah dengan arti kemanunggalan Allah
dengan Alam. Menurutnya, pendapat Hamzah Al-Fansuri tentang wahdah al-
wujud dapat membawa kepada kekafiran.

Kelima¸ tentang hubungan syariat dan hakikat. Pemisahan antara syariat dan
hakikat merupakan sesuatu yang tidak benar. Kelihatannya Ar-Raniri sangat
menekankan syariat sebagai landasan esensi dalam tasawuf (hakikat). Untuk
menguatkan argumentasinyaa, ia mengajukan pendapat pemuka sufi, di antaranya
9

adalah Syaikh Abdullah Al-Aydrusi yang menyatakan bahwa jalan menuju Allah
hanya melalui syariat yang merupakan pokok Islam.

6. Syaikh Yusuf Tajul Khalwati


Beliau dilahirkan pada 8 Syawal 1036 H/3 Juli 1629 M. Ayahnya bernama
Abdullah. Sejak kecil kecintaannya terhadap Islam memang telah nampak, dalam
waktu singkat ia mampu menjadikan dirinya sebagai Hafidz 30 juz. Setelah itu ia
banyak meneruskan pengetahuannya dibidang Alquran dimulai dengan Ilmu
Nahwu, Ilmu Sharaf, kemudian meningkat hingga ke Ilmu Bayan, Maani, Badi’,
Balaghah, Manthiq, dan sebagainya. Beriringan dengan ilmu-ilmu tersebut beliau
juga belajar Ilmu Fiqh, Ilmu Ushuluddin, dan Ilmu Tasawuf. Selain itu juga,
Syaikh Yusuf juga mempelajari ilmu-ilmu lain seperti Ilmu Hadis dan sekte-
sektenya, juga ilmu tafsir dalam berbagai bentuk dan coraknya, termasuk Ilmu
Asbabun Nuzul, Ilmu Rijalut Tafsir, dll.

C. Beberapa Tarekat-Tarekat yang Berkembang di Indonesia


Sebelum mengetahui tarekat-tarekat yang ada di Indonesia, kita harus
ketahui dulu tarekat –tarekat apa saja yang berkembang dalam dunia Islam.
Tarekat-tarekat itu antara lain:

No. Nama Tarekat Pendiri Berpusat di


1. Adhamiah Ibrahim ibn Adham Damasus, Suriah
2. Ahmadiyah Mirza Ghulam Ahmad Qadiah, India
3. Alawiyah Abu Abbas Ahmad ibn Mustafa Al- Mostaganem, Aljazair
Alawi
4. Alwaniyah Syaikh Alwan Jiddah, Arab Saudi
5. Ammariah Ammar Bu Senna Constantine, Aljazair
6. Asyaqiah Hassanuddin Istambul, Turki
7. Asyrafiah Asyraf Rumi Chin Iznik, Turki
8. Babaiah Abdul Gani Adrianopel,Turki
9. Bahramiah Hajji Bahrami Ankara, Turki
10. Bakriah Abu Bakar Wafai Aleppo, Suriah
11. Bektasyi Bektasyi Veli Kir Sher, Turki
12. Bistamiyah Abu Yazid Al-Bustami Jabal Bistam, Iran
13. Gulsyaniah Ibrahim Gulsyani Cairo, Mesir
14. Haddadiah Sayid Abdullah ibn Alawi ibn Hedzjaz, Arab Saudi
Muhammad al-Haddad
15. Idrisiah Sayid Ahmd ibn Idris ibn Muhammad Asir, Arab Saudi
ibn Ali
16. Ighitbasyiah Syamsuddin Magnesia, Yunani
17. Jalwatiah Pir Uftadi Bursa, Turki
18. Jamaliah Jamaluddin Istambul, Turki
19. Kabrawiah Najmuddin Khurasan, Iran
10

20. Kadiriah Abdul Qadir al-Jailani Bagdad, Irak


21. Khalwatiah Umar al-Khawalti Kayseri, Turki
22. Maulawiyah Jalaluddin ar-Rumi Konya, Anatolia
23. Muradiah Murad Syami Istambul, Turki
24. Naqsyabandiah Muhammad ibn Muhammad ibn al- Qasri Arifan, Turki
Uwaisi al-Bukhari Naqsyabandi
25. Niyaziah Muhammad Niyaz Lemnos, Yunani
26. Ni’matalahiah Syah wali Ni’matillah Kirman, Iran
27. Nurbakhsyiah Muhammad Nurbakh Khurasan, Iran
28. Nuruddiniah Nuruddin Istambul, Turki
29. Rifaiah Sayid Ahmad ar-Rifa’i Bagdad, Iran
30. Sadiyah Sa’duddin Jibawi Damascus, Suriah
31. Safawiah Safiuddin Ardebil, Iran
32. Sanusiah Sidi Muhammad ibn Ali as-Sanusi Tripoli, Libia
33. Saqatiah Sirri Saqati Bagdad, Irak
34. Siddiqiah Kiai Mukhtar Mukti Jombang, Jawa Timur
35. Sinan Ummiah Alim Sinan Ummi Alwali, Turki
36. Suhrawardiah Abu an-Najib as-Suhrawardi dan Bagdad, Irak
Syihabuddin Abu Hafs Umar ibn
Abdullah as-Suhrawardi
37. Sunbuliah Sunbul Yusuf Bulawi Istambul, Turki
38. Syamsiah Syamsuddin Madinah, Arab Saudi
39. Syattariah Abdullah asy-Syattar India
40. Syaziliah Abu Hasan Ali Asy-Syazilli Mekah, Arab Saudi
41. Tijaniah Abu al-Abbas Ahmad ibn Muhammad Fes, Maroko
at-Tijani
42. Umm Sunaniah Syaikh Umm Sunan Istambul,Turki
43. Wahabiah Muhammad ibn Abdul Wahhab Nejd, Arab Saudi
44. Zainiah Zainuddin Kufah, Irak
Sumber: (Pengantar Ilmu Tasawuf, 2005: 85)

Dari tabel di atas ada beberapa tarekat yang perkembangannya sampai ke


Indonesia, beberapa tarekat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tarekat Qadiriah
Tarekat Qadiriah, didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Nama
lengkapnya Muhiddin Abu Muhammad Abdul Qadir ibn Abi Salih Zangi Dost al-
Jailani (470-561 H). Dalam mengembangkan ajarannya, syaikh Abdul Qadir al-
Jailani memimpin suatu madrasah di Bagdad, yang didirikan pada tahun 521 H
hingga ia wafat.

Ajaran dasar yang ditetapkan dalam tarekatnya adalah aqidah yang benar,
seperti aqidah para salaf saleh yang mengamalkan Alquran dan sunnah Rasulullah
saw., dengan sungguh-sungguh, sehingga ia mendapat petunjuk dalam menapaki
jalan (thariq) yang menyampaikan ke hadirat Allah Ta’ala. Murid dituntut untuk
11

mempunyai sikap mubtadi, bersikap mengikuti dengan berbagai sifat, yakni


bersih hati, muka jernih, berbuat kebajikan, menolak kemungkaran dan kejahatan,
fakir, menjaga kehormatan para syaikh, bergaul dengan baik sesama ikhwan,
memberi nasihat kepada sesama mukmin, menjauhkan permusuhan, dan memberi
bantuan dalam masalah agama dan dunia. (Syukur, 2005: 86)

2. Tarekat Naqsyabandiah
Tarekat ini didirikan oleh Muhammad ibn Muhammad Bahauddin al-
Uwaisi al-Bukhari Naqsabandi. Tarekat ini bersumber dari Abu Ya’kub Yusuf al-
Hamadi. Ajaran-ajaran al-Hamadi disebarluaskan oleh Abdul Khaliq Gudjwani,
salah seorang murid sekaligus khalifahnya. Cara pengajaran yang dilakukan
olehnya disebut tariqatikhwajagan (cara guru).

Menurut Syukur (Pengantar Ilmu Tasawuf, 2005: 89) di Indonesia,


penyebaran tarekat ini terjadi pada abad ke 19, masuk melalui pelajar-pelajar
Indonesia yang belajar di Mekah atau melalui jemaah haji yang pulang ke
Indonesia. Pada saat itu terdapat pusat Tarekat Naqsyabandiah dibawah pimpinan
Sulaiman Efendi yang bermarkas di kaki gunung Abu Qubais. Di pulau Jawa ada
lima organisasi tarekat yang merupakan tarekat yang paling berpengaruh, yang
semuanya bernama tarekat Naqsyabandiah. Adapun pusatnya terletak di lima
pesantren besar, yaitu Pesantren Pegentongan di Bogor, Pesantren Suryalaya di
Tasik, Pesanntren Mranggen di Semarang, Pesantren Rejoso di Jombang, dan
Pesantren Tebuireng di Jombang.

Di Indonesia dikenal pula nama tarekat Qadiriah Naqsyabandiah. Tarekat


ini merupakan penggabungan antara kedua tarekat tersebut, yang dipelopori oleh
Syaikh Ahmad Khatib Sambasi yang berasal dari Sambas Kalimantan Barat. Ia
seorang ulama besar yang mengajar di Masjidil Haram Mekah dan memiliki
banyak murid terkenal, antara lain Syaikh Nawawi al-Batani terkenal karena
banyak karya tulis yang ditinggalkan. (Syukur, 2005: 90)

3. Tarekat Rifaiah
Tarekat Rifaiah didirikan oleh Ahmad ibn Ali Abul Abbas ar-Rifai (500-
578 H) berpusat di Irak pada abad ke 6 H. Ia seorang sufi besar yang saleh, ahli
hukum Islam. Ia hidup sejaman dengan syaikh Abdul Qadir al-Jailani. Ajaran
12

dasar tarekat Rifaiah ada tiga, yaitu tidak memina sesuatu, tidak menolak, dan
tidak menunggu.

Indonesia terkenal dengan permainan debus dan tabuhan rebana yang


terkenal di Aceh dengan nama rapa’i dan di Sumatra Barat dengan nama
dababuih, yang berarti debus adalah permainan yang dilakukan oleh para pengikut
tarekat Rifaiah dalam bentuk menikam diri mereka dengan benda tajam sambil
berdzikir. Ketika berdzikir tersebut mereka diiringi dengan suara gemuruh
tabuhan rebana. Meskipun tubuh mereka ditikam dengan benda tajam, mereka
tidak terluka. (Syukur, 2005: 91)

Selain itu, tarekat ini juga mempunyai ciri berupa dzikir yang nyaring dan
lantang. Jika para darwis Rifaiah berdzikir, mereka berdzikir dengan suara yang
sangat keras dan meraung-raung. Karena itu, mereka dikenal dengan sebutan
“darwis yang meraung”. Kadang-kadang mereka disebut juga “darwis yang
menangis” karena suara-suara ganjil yang mereka hasilkan ketika berdzikir.
Dalam Rifaiah zuhud merupakan suatu maqam dari berbagai tingkatan maqam
yang disunnahkan. Zuhud merupakan langkah pertama yang harus ditempuh oleh
siapa pun yang ingin berjalan menuju Tuhan. Orang yang belum menguasai
kezuhudan, tidak akan benar untuk melakukan langkah tasawuf berikutnya.
(Pengantar Ilmu Tasawuf, 2005:. 91) Adapun, ajaran lain yang diberikan yakni
mengenai makrifat dan cinta Ilahi. Makrifat adalah menyaksikan kehadiran dalam
makna kedekatan Tuhan disertai ilmu yakin dan tersingkapnya hakikat realitas
secara benar-benar yakin. Cinta mengantarkan pada kerinnduan dan makrifat
mengantar pada kefanaan atau ketiadaan diri.

4. Tarekat Shiddiqiyyah
Tarekat Shiddiqiyah adalah tarekat lokal yang muncul di Jawa Timur
setelah kemerdekaan. Tarekat ini didirikan oleh Kiai Mukhtar Mu’thi dari Ploso,
Jombang, Jawa Timur. Sebelumnya, ia sudah belajar berbagai tarekat dan dikenal
luas sebagai ahli pengobatan batin. Ia mengaku bahwa ajaran tarekat Shiddiqiyyah
ini berdasarkan ajaran yang diterimanya pada pertengahan tahun 1950-an dari
seseorang yang bernama Syuaib Jamal dari Banten, Syuaib Jamal merupakan ahli
waris spiritual Syaikh Yusuf al-Makasari. (Ilmu Tasawuf, 2012: 320) Tarekat
13

Shiddiqiyyah mengajarkan tauhid yang disesuaikan dengan budaya Jawa kepada


masyarakat setempat. Selain itu, tarekat ini mengajarkan pula membaca ratib-ratib
panjang yang diikuti dengan latihan pengaturan nafas.

5. Tarekat Idrisiah
Tarekat ini diberi nama Idrisiah, dinisbatkan kepada Idris, ayah dari
Ahmad ibn Idris, dan juga dinamai tarekat Muhammadiyah, dinisbatkan kepada
Nabi Muhammad. Ini untuk menunjukkan bahwa tarekat ini ingin menjalankan
tarekat sesuai dengan apa yang dijalankan Nabi Muhammad saw., atau ingin
mencapai persatuan dengan roh Nabi Muhammad saw., melalui dzikir.

Ahmad ibn Idris berasal dari keluarga yang saleh. Tarekat Idrisiah
menurut pendiriannya bertujuan mengamalkan praktek tasawuf yang berdasarkan
Alquran dan sunnah Rasulullah saw., serta amalan para sahabat yang bersumber
pada sunnah Nabi. Tarekat ini tidak mengajarkan wirid-wirid tertentu dan dzikir-
dzikir tertentu seperti yang biasa diajarkan tarekat lain, dan tidak mengharuskan
pengikut tarekatnya untuk beruzlah dari masyarakat ramai. Uzlah ditentang karena
dianggap hanya bermanfaat bagi pengembangan diri secara individu, tidak sesuai
dengan cita-cita tertinggi Islam, yaitu persatuan umat Islam yang harus
diusahakan bersama-sama. Demikian pula, tarekat Idrisiah ini tidak menyetujui
dengan adanya praktek pengkultusan wali dan ziarah ke kuburan wali untuk
memohon pertolongan.

Aspek batin dan aspek lahir dari Islam sangat diperhatikan. Tarekat ini
tidak mengenal ajaran seperti ittihad, hulul, wahdatul wujud dan ajaran yang ingin
dicapai oleh tarekat ini bukan persatuan secara mistik dengan Tuhan, tetapi hanya
persatuan dengan Roh Nabi saw., melalui perenungan dan dzikir.

Di Indonesia, Tarekat Idrisiah dibawa oleh Abdul Fattah (1884-1947),


ulama kelahiran Cidahu, Tasikmalaya. Sekembalinya dari Mekah pada tahun
1932, Abdul Fattah mengajarkan tarekat ini di Tasikmalaya. Ia diberi panggilan
kehormatan Syaikh al-Akbar (guru agung). Sepeninggal Abdul Fattah, Tarekat
Idrisiah dipimpin oleh Syaikh Muhammad Dahlan dan berpusat di Pesantren
Fathiyah di Pagendingan Tasikmalaya. Para pengikut Tarekat Idrisiah biasanya
14

memelihara jenggot, berpakaian gamis putih, memakai serban, dan selendang


hijau. Sedangkan, wanitanya menggunakan cadar.

6. Tarekat Syadziliyyah
Tarekat Syadziliyyah adalah aliran tarekat yang dinisbahkan kepada
pendirianya yaitu Abu Hasan Ali Asy-Syadzili (593-656 H). Beliau mempunyai
nama lengkap Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar Abu Hasan Asy-Syadzilli,
beliau adalah seorang sufi Sunni yang berasal dari kota Syadziliyyah, Tunisia.
Secara umum, tarekat ini dipengaruhi oleh ajaran dan pemikiran Imam Al-
Ghazali. Tarekat ini pula mempunyai silsilah sampai kepada Hasan putra Ali bin
Abi Thalib dari Nabi Saw. (Amin, 2012: 310).

Tarekat ini berkembang pesat, antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan,
Syiria, Semenanjung Arab, dan Indonesia (khususnya di wilayah Jawa Timur dan
Jawa Tengah) (Amin, 2012: 310).

Tarekat ini terkenal dengan variasnya hizbnya. Hizb ialah bacaan wirid
tertentu yang dibaca oleh para pengikut tarekat dengan tujuan taqarrub kepada
Allah. Inti ajaran dari tarekat ini terbagi menjadi lima hal, sebagai berikut.

1. Bertakwa kepada Allah


2. Konsisten mengikuti sunnah
3. Berbuat baik kepada makhluk
4. Ridha kepada Allah
5. Kembali kepada Allah pada waktu senang atau susah

7. Tarekat Syattariyah
Tareka Syattariyah adalah tarekat yang didirikan oleh Syaikh Abdullah
Syattar (w. 890 H/148 M) di India. Beliau adalah seorang ulama yang masih
memiliki hubungan kekeluargaan dengan As-Suhrawardi, ulama sufi pendiri
tarekat As-Suhrawardiyyah. Beliau menetap di Mandu, sebuah desa di India
bagian tenah, dan mendirikan khanaqah pertama bagi para penganut tarekatnya.
Beliau menulis kita berjudul Latha’if Al-Gha’ibiyyah, di mana isi tarekat tersebut
mengenai prinsip-prinsip dasar ajaran tarekat Syattariyyah dan disebut sebagai
cara tercepat dengan maqam ma’rifah (Amin, 2012: 311).
15

Amalan praktis tarekat ini antara lain ditekankan pada dzikir, baiat, dan
talkin. Secara keseluruhan ada tujuh kalimat dzikir yang harus diucapkan oleh
seorang calon murid dalam tahap talkin dzikir, yaitu la ilaha illallah, ya Allah, ya
Huwa, ya Haqq, ya Hayy, ya Qayyum, dan ya Qadhar (Amin, 2012: 311).

Tareka Syattariyah berpengaruh di India, Pakistan, dan Indonesia pada abad


ke XVI dan XVII. Syaikh Abdurrauf As-Sinkili adalah seorang ulama sufi yang
mempelopori tarekat ini ke Indonesia lebih tepatnya di daerah Aceh. Murid-
muridnya adalah Syaikh Burhanuddin Ulakan dari Pariaman—Sumatera Barat,
kemudian Syaikh Abdul Muhyi di Pamijahan—Jawa Barat (Amin, 2012: 312).

8. Tarekat Tijaniyyah
Tarekat ini didirikan oleh Abu Al-Abbas Ahmad bin Muhammad bin
Mukhtar At-Tijani (1150-1230 H/1737-1815 M). seorang ulama Aljazair yang
lahir di Ain Madi, Al-jazair Selatan dan meniggal di Fez, Maroko pada usia 80
tahun (Amin, 2012: 315).

Dalam tarekat Tijaniyyah, terdapat beberapa macam teknik dzikir, sebagai


berikut.

1. Dzikir khafi, dzikir yang diucapkan dalam hati


2. Dzikir jahr, dzikir yang diucapkan dengan suara keras
3. Dzikir iqtishadi, dzikir yang diucapkan dengan suara sedang

Menurut Amin (Ilmu Tasawuf, 2012: 315) Tarekat Tijaniyyah masuk ke


Indonesia sekita tahun 1920-an dan banyak mendapat pengikut, terutama di Jawa.
Dalam bukunya Mastapala (Mastapala, Research Paper Tarekat Tijaniyah, 2012)
Muktamar Jam’iyyah Nahdlatul Ulama ke 3 tahun 1928 di Surabaya memutuskan
bahwa tarekat Tijaniyah adalah Muktabarah dan sah. Diperkuat lagi dengan
Muktamar NU ke VI tahun 1931 di Cirebon yang intinya tetap memutuskan
bahwa Tijaniyah adalah Muktabaroh. Jadi ditinjau dari keputusan NU
maka tarekat Tijaniyah sudah ada di Indonesia sebelum tahun 1928, karena jikalau
belum hadir di Indonesia maka tidak mungkin NU akan membahas dalam
Muktamarnya.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Dari pembahasan di atas penyusun memberikan simpulan yang dimasukan
pada beberapa point, yaitu sebagai berikut:

1. Sejarah muncul Tasawuf mulai masuk di Indonesia bersamaan dengan


masuknya agama Islam di Indonesia. Era penyebaran Islam ke Indonesia
adalah abad dominasi ajaran tasawuf. Para ulama penyebar Islam di
Indonesia adalah para ulama sufi. Hal ini nampak dalam permunculan dan
perkembangan sastra Melayu Islam dan sastra Jawa Islam pada abad ke 16
dan 17 Masehi. Dimasa awal penyebaran Islam di Aceh pernah tampil
tokoh sufi bernama Syaikh Abdullah Arif, beliau adalah seorang
pendatang bersamaan dengan datangnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
ulama sufi pengasas Tarekat Qadiriah. Sewaktu kerajaan Aceh Jaya, yang
terkenal dimulai masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam
Syah banyaklah ulama-ulama intektelektual berdomilisi di kerajaan Aceh
itu. Alasan para ulama berdomilisi di Aceh yaitu karena ditinjau dari
kacamata geografi adalah mempunyai letak strategis sekali dalam lalu
lintas niaga di Asia Tenggara, karena sultannya yang bernama Iskandar
Muda Mahkota Alam Syah adalah seorang sultan yang mencinta Islam,
alim ulama dan berilmu pengetahuan. Selain dari dua faktor tersebut,
perniagaan menjadi cara yang dilakukan untuk penyebaran agama Islam di
Indonesia, karena orang-orang terdahulu ahli dalam menjalankan siasat
dan mendapatkan relasi-relasi baru.
2. Tokoh-tokoh pembawa tasawuf di Indonesia adalah Syaikh Hamzah
Fansuri, Syaikh Syamsuddin As-Sumatrani, Syaikh Abdur Rauf Singkili ,
Syaikh Burhanuddin Ulakkan, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, Syaikh Yusuf
Tajul Khalwati.

16
17

3. Beberapa tarekat yang berkembang di Indonesia, yaitu Tarekat Qadiriah,


Tarekat Naqsyabandiah, Tarekat Rifaiah, Tarekat Shiddiqiyyah, Tarekat
Idrisiah, Tarekat Syadziliyyah, Tarekat Syattariyah, dan Tarekat
Tijaniyyah.

B. Saran
Dalam Islam semua sudah diatur sesuai dengan hukum yang Allah
berikan, kitapun telah diberi petunjuk berupa Alquran dan Sunnah yang
dicontohkan langsung oleh Rasulullah saw., segala apa yang telah kita dapatkan
haruselah melalui pemikiran panjang diawal.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, H. (1980). Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di


Nusantara. Surabaya: Al Ikhlas.

Amin, S. M. (2012). Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah.

Mastapala, M. (2012). Research Paper Tarekat Tijaniyah. Peran Tarekat Tijaniah


terhadap penganutnya di Desa Prenduan Sumenep Madura.

Syukur, D. S. (2005). Pengantar Ilmu Tasawuf. Bandung: Fakultas Tarbiyah


Universitas Islam Bandung.

18

Anda mungkin juga menyukai