Anda di halaman 1dari 18

PENGERTIAN HISTORIOGRAFI ISLAM

Disusun Oleh :

Kelompok : 2 (Dua)

Kelas :D

Nama Anggota Kelompok : 1. Sergia Winarti (2220202106)

2. Aulia Azzahra (2220202115)

3. Muhammad Rizki (2220202122)

Dosen Pengampu : Romli, M.Pd

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN 2022/2023

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan historiografi Islam, menunjukkan dinamika yang sangat


kompleks dan dinamis. Kenyataan ini telah dibuktikan oleh munculnya sejumlah
karya sejarah Islam dengan berbagai jenis variasi, model, tipe, wujud, bentuk dan
karakter isinya. Realitas keragaman ini didorong oleh adanya berbagai motif dan
latar belakang sosio kultural dan struktur ideologi tertentu yang memengaruhi
para penulis sejarah. Momentum kemunculannya bisa saja akibat kondisi dan
situasi tertentu serta isu-isu yang mendominasi dan memainkannya, atau oleh
kualitas intelektualitas sejarawan sendiri saat melakukan proses perwujudannya.
Studi ketokohan pada berbagai karya sejarah Islam (historiografi Islam),
merupakan salah satu cara yang cukup efektif untuk mengukur kreativitas dan
kesadaran kultural masyarakat dalam memahami dan mengapresiasi kehidupan
ketokohan keagamaan (mazhab) pada masa lalunya.

Melihat berbagai model tulisan tentang sejarah tokoh dan mengklasifikasi


bagaimana bentuk, corak, struktur isi dan keunikannya adalah sesuatu yang sangat
memungkinkan untuk mengerti dan memahami sejauh mana sebuah
kecenderungan dan keberadaan intelektualitas seseorang mengisi dan mewarnai
corak- corak komunalitas keagamaannya. Perkembangan tulisan keagamaan baik
berupa teks doktrin (kalam, fikih dan tasawuf) maupun studi ketokohannya,
setidaknya dapat mewakili dan memposisikan diri dalam pengembangan
historiografi Islam secara umum, dan memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap
realitas pembentukan komunalitas berbagai mazhab. Mengkaji secara akademik
tentang model-model studi ketokohan dalam historiografi Islam merupakan salah
satu upaya untuk mengetahui realitas yang sesungguhnya bagaimana arti, posisi,
signifikansi dan keberadaan seorang tokoh dalam sejarah, serta memahami
seberapa besar nilai dan apresiasi sejarawan terhadap studi ketokohan dalam dunia
Islam.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian historiografi Islam?


2. Apa pengertian historiografi menurut para ahli?
3. Bagaimana hakikat historiografi Islam?
4. Apa tujuan historiografi Islam?
5. Apa saja sumber naskah historiografi Islam?
6. Bagaimana akar dan model penulisan historiografi Islam?
7. Bagaimana penyusunan historiografi Islam?
8. Bagaimana historiografi saat masa Islam

C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian historiografi Islam


2. Mengetahui pengertian historiografi menurut para ahli
3. Memahami hakikat historiografi Islam
4. Mengetahui tujuan historiografi Islam
5. Mengetahui sumber naskah historiografi Islam
6. Memahami akar dan model penulisan historiografi Islam
7. Memahami penyusunan historiografi Islam
8. Mengetahui historiografi saat masa Islam

2
BAB II

PENGERTIAN HISTORIOGRAFI ISLAM

A. Pengertian Historiografi Islam

Historiografi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu history yang berarti
sejarah dan grafi yang berarti deskripsi/penulisan. History berasal dari kata benda
Yunani istoria yang berarti ilmu.1 Secara umum, historiografi adalah salah satu
cabang ilmu sejarah yang merekam atau menggambarkan sejarah dalam bentuk
lisan maupun tulisan.2 Dalam pengertian yang lebih populer atau tinjauan
kekinian, para ahli sejarah mengenalkan pengertian historiografi lebih cenderung
untuk mengarah pada dimensi keilmuan yang memberikan gambaran tentang
berbagai model karya sejarah. Karna apa yang kemudian menjadi pokok
pembahasan adalah berkisar tentang sejarah dari penulisan sejarah, atau bisa
dipahami, dalam konteks yang praktis, mempelajari bagaimana manusia
menuliskan sejarahnya dari periode tertentu.

Historiografi Islam adalah studi yang menyangkut dengan berbagai ilmu


sejarah dan karya sejarah dalam kaitannya dengan hal-hal yang menyangkut
berbagai hasil tulisan yang diciptakan oleh kaum Muslim dalam menggambarkan
aktivitas manusia dalam setiap ruang dan waktunya.3 Historiografi Islam adalah
penulisan sejarah yang dilakukan oleh orang muslim yang sebagian besar ditulis
dalam bahasa arab, yang pada perkembangan selanjutnya lebih banyak digunakan
untuk pemaparan mengenai gejala-gejala, terutama tentang keadaan manusia,
dalam urutan kronologis. Historiografi Islam juga berkaitan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan agama islam dan kedudukan sejarah di dalam
pendidikan islam telah memberikan pengaruh yang menentukan tingkat
intelektual penulisan sejarah.4 Hampir dalam setiap zaman, terdapat segolongan
manusia yang mengkhususkan diri mencatat berbagai peristiwa dari masa lalu
1
Abdullah Taufik, Ilmu Sejarah dan Historiografi (Jakarta: Gramedia, 1985), hlm. 78.
2
Litalia, “Historiografi: Pengertian, Macam-macam, Ciri dan Contohnya,” n.d.,
https://www.jurnalponsel.com/historiografi/. (Diakses pada tanggal 23 Februari 2023 Pukul 19.57
WIB)
3
Ajid Thohir, “Historiografi Islam : Bio-biografi dan Perkembangan Mazhab Fikih dan Tasawuf,”
2012, hlm. 429.

3
atau masa ketika ia hidup. Mulai dari jatuh bangunnya kerajaan, peperangan,
wabah penyakit, silsilah dan lain sebagainya termaktub dalam penulisan sejarah.
Keberadaan penulisan sejarah adalah sejalan dengan urgensi (kepentingan) sejarah
itu sendiri.5

B. Pengertian Historiografi dan Historiografi Islam Menurut Ahli

1. Nisar Ahmed Faruqi mendefinisikan secara khusus yakni


“Historiography is the science of committing anecdotes and their causes
to writing with reference to the time of their occurance”.
2. Prof Dr Ismaun M.Pd menyebut historiografi sebagai penggambaran
sejarah atau kejadian yang terjadi di masa lalu.6
3. Soejatmoko : Historiografi atau penulisan sejarah dalam ilmu sejarah
merupakan titik puncak dari kegiatan penelitian oleh sejarawan. Dalam
metodologi sejarah, historiografi merupakan bagian terakhirnya. Langkah
terakhir, tetapi langkah tersebut adalah langkah terberat.
4. Prof Dr Helius Sjamsudin M.A, bentuk sintesis dari seorang sejarawan
yang didapatkan dari penelitian dan dan penemuan yang dituangkan
dalam sebuah tulisan utuh-lah yang disebut historiografi.7
5. Drs Sugiyanto, M Hum, historiografi adalah inti dari sebuah penelitian
sejarah yang mana sebelumnya telah dipilih subjeknya kemudian dicari
berbagai sumbernya dan ditafsirkan setiap informasi yang didapatkan
dalam sebuah tulisan.
6. Drs Haryono, M.Pd menyebut historiografi sebagai cerita yang berasal
dari masa lampau yang kemudian dibawakan ulang oleh sejarawan
berdasarkan fakta yang ada.
7. Louis Gottschalk, bentuk pengumuman baik berupa tulisan maupun lisan
yang berisikan informasi mengenai kejadian yang terjadi pada masa
lampau disebut sebagai hostoriografi.
4
M.Hum Dr. Nyayu Soraya, M.Hum, Maryam, M.Hum, Dr. Maryamah, Historiografi Islam &
Perkembangannya, ed. oleh Tutiek Pudjiastitu (Serang: Desanta Mulia Visitama, 2021), hlm. 9.
5
Ibid., hlm. 4.
6
Litalia, op. cit.
7
Ibid.

4
8. Secara terminologis, Rosenthal juga menyebutkan bahwa historiografi
Islam adalah karya sejarah yang ditulis oleh penganut agama Islam dari
berbagai alirannya.
9. Hamilton menyamakan pengertian historiografi Islam dengan ilmu
attarîkh, yang dalam literatur Arab mencakup bentuk analytic
(kronologis) maupun biografis.

C. Hakikat Historiografi Islam

Historiografi pada hakikatnya merupakan tepresentasi dari kesadaran


sejarawan dalam zamanya dan lingkungan kebudayaan di tempat sejarawan itu
hidup. Pandangan sejarawan terhadap peristiwa sejarah yang dituangkan didalam
tulisannya akan dipengaruhi oleh situasi zaman dan lingkungan kebudayaan
dimana sejarawan itu hidup. Dengan kata lain, pandangan sejarawan itu selalu
mewakili zaman dan kebudayaannya.8

D. Tujuan Historiografi Islam

1. Menunjukkan perkembangan konsep sejarah baik dalam pemikiran


maupun dalam pendekatan ilmiah yang dilakukan disertai dengan uraian
mengenai pertumbuhan, perkembangan kemunduran dan bentuk-bentuk
sikap yang dipergunakan dalam pengujian bahan-bahan sejarah.9
2. Mengetahui ciri-ciri, identitas serta kekhasan dari penulisan sejarah
dalam setiap periodenya. Hal tersebut bertujuan mengetahui sejauh mana
latar sosial menyokong kelahiran dari suatu penulisan sejarah.10
3. Menjelaskan akar-akar historiografi Islam sebagai bagian dari analisis
jejak-jejak penulisan atau rekonstruksi sejarah Islam dan memaknai
identitas kesadaran sejarah keislaman masa lalu untuk penghayatan umat
pada masa depan sehingga perkembangan sejarah umat Islam senantiasa

8
Wahyu Iryana, “Historiografi Islam di Indonesia,” 2017,
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jat/article/view/1797. (Diakses pada tanggal 23 Februari
2023 Pukul 20.17 WIB)
9
Dr. Nyayu Soraya, M.Hum, Maryam, M.Hum, Dr. Maryamah, op. cit., hlm. 9.
10
Iryana, op. cit.

5
tersusun dalam kerangka kejujuran, orisinalitas autentisitas, objektivitas,
dan sejalan dengan asas logika realitas.11
4. Mampu melakukan rekonstruktif secara kritis, ilmiah, dan universal,
sesuai dengan motif dan orientasi norma spiritualitasnya (religiositas dan
eskatologis), dengan melakukan review kritis atas sejumlah karya sejarah
peradaban Islam, baik itu untuk kategori karya sejarah naratif
konvensional maupun analitis multidimensional. Dengan demikian, akan
jelas mana bibliografi sebagai wujud karya sejarah yang bernuansa
konvensional (kisah-kisah sederhana), bibliografi memori (sejarah atas
sumber riwayat kesaksian), dan bibliografi skema historis (analisis
teoretis atas fakta yang valid, autentik, real, dan faktual).12
5. Proses logika ini dalam etik Islam identik dengan proses makna berasas
kenabian, yaitu asas kejujuran (siddiq); asas kritis universalitas,
kapabilitas dan proporsionalitas (fathonal); asas kesesuaian dalam
menggeneralisasi fakta sehingga dapat menginformasikan makna-makna
hikmah dan 'ibrah-nya (tabligh) sehingga sejarah menjadi pedoman
pengalaman-pengalaman yang bermakna semua rekonstruksi sejarah
berorientasi pada asas keteguhan makna hak-hak kemanusiaan sebagai
makhluk spiritual, yaitu makhluk yang selalu berhikmat pada iman dan
pengabdian terdalam terhadap Tuhan Pencipta alam semesta (amanah).13

E. Sumber Naskah Historiografi Islam


1. Sumber Primer

Sumber primer merupakan bukti-bukti dalam bentuk tulisan tangan pertama


mengenai sejarah yang dibuat pada waktu peristiwa terjadi. Penulisan sejarah dari

11
Fajriudin, Historiografi Islam Konsepsi dan Asas Epistemologi Ilmu Sejarah dalam Islam (Jakarta:
Prenada Media Group, 2018), hlm. 5.
12
Ibid., hlm. 5-6.
13
Ibid., hlm. 6.

6
sumber primer dilakukan oleh orang yang ada atau hadir pada peristiwa tersebut.
Sumber primer dapat berbentuk catatan harian, korespondensi, dan surat kabar.
Peninggalan atau naskah yang dibuat setelah kejadian oleh orang yang ada pada
peristiwa tersebut juga termasuk dalam jenis sumber primer. Sumber primer
memiliki tingkat keabsahan yang diragukan karena manusia memiliki sifat lupa
atau memiliki keinginan untuk menulis ulang sejarah. Sumber primer juga dapat
berupa bukti-bukti yang tak tertulis seperti temuan arkeologis.14

2. Sumber Sekunder

Sumber sekunder merupakan tulisan mengenai sejarah yang sesuai dengan


bukti-bukti dari sumber primer. Bentuk sumber sekunder dapat berupa tulisan
pada buku sejarah yang mengacu kepada buku harian atau arsip surat kabar.
Sumber sekunder merujuk pada karya sejarah yang ditulis sesuai sumber-sumber
primer dan merujuk pula pada sumber-sumber sekunder lainnya. Sebagian besar
tulisan ilmiah yang diterbitkan pada masa sekarang adalah sumber sekunder.
Sumber sekunder yang ideal memuat laporan peristiwa di masa lampau. Peristiwa
yang disampaikan telah mengalami generalisasi, analisis, sintesis, interpretasi, dan
evaluasi terlebih dahulu.15

F. Akar dan Model Penulisan Historiografi Islam

Dalam batas-batas tertentu, ketokohan di dunia Islam sangat diapresiasi oleh


mereka-mereka yang berada di bawahnya, baik itu sebagai pengikutnya,
muridnya, atau sebatas sebagai pengagumnya. Berikut ini beberapa model dan
akar-akar tradisi penulisan sejarah tokoh dalam historiografi Islam, yang pada
akhirnya sedikit banyak memberi pengaruh pada penulisan model kitab manâqib
sebagai sebuah model mutakhir dari studi ketokohan sejarah di dunia Islam.16

1. Tradisi Penulisan Model al-Ansâb

Pengagungan terhadap keberadaan nasab (garis keturunan) merupakan tradisi


Arab Jahiliyah yang diwarisi kaum Muslim dan menjadi cikal-bakal dalam
14
Nisar Ahmad Faruqi, Early Muslim Historiography (Delhi: Idarah-i Adabite Delli, 1979), hlm. 2.
15
Ibid.
16
Thohir, op. cit., hlm. 435.

7
mengembangkan tradisi ketokohan seseorang. Karena salah satu keberadaan status
sosial seseorang terletak pada garis keturunannya. Bagi kebanyakan masyarakat
Arab, kebanggaan pada suku merupakan ciri dari keberadaan status sosial yang
memilikinya, meskipun pada saat itu (masa-masa pra Islam tradisi) al-ansâb hanya
cukup dengan dihafal saja. Bangkitnya penulisan al-ansâb dimulai oleh aliran
Irak, dan menjadi sesuatu yang sangat penting ketika Bani Umayyah di Damaskus
kembali melakukan legitimasi politik kearabannya dengan menempatkan posisi
status kesukuan Quraisy sebagai pewaris politik dunia Islam satu-satunya yang
sah saat itu. Kepentingan ini menjadi semakin kokoh ketika kebijakan arabisme
yang digulirkannya menjadi mainstream politik umum, yang ingin menempatkan
posisi orang-orang Arab menjadi sentral di pos-pos kekuasaan di wilayah-wilayah
luar arab dibanding bangsa-bangsa lainnya.17

Meskipun pola penulisan ansâb ini terus berlanjut dalam menggunggulkan


ketokohan seseorang, namun setelah abad ke 9 M. kepentingannya lebih bersifat
melunak, karena etnik lain di luar Arab dalam tubuh pemerintahan Dinasti
Abbasiyah terutama Persia dan Turki cukup dominan. Fungsinya lebih melebar
dan mengembang bukan hanya dalam kepentingan politik saja, tapi juga masuk
dan membentuk pada garis geneologi keilmuan. Tradisi penulisan al-ansâb ini,
kelak akan memberikan pengaruh dalam membentuk jalur-jalur genelogi
keilmuan atau sanad-sanad keilmuan serta telah menunjang bagi pola penulisan
biografi dan hagiografi dalam sejarah Islam. Kesan ini akan terasa nampak, bila
tendensi pengagungan tokoh selalu dimulai dari cikal-bakal keluarga besar atau
geneologi keluarga besarnya, guru-guru sebagai sanad (geneologi) periwayatan
keilmuan dan sebagainya.18

2. Tradisi Penulisan Model Sîrah dan Tarjamah

Kata al-sîrah secara semantik adalah perjalanan. Dalam kajian historiografi,


al-sîrah berarti studi tentang perjalanan kehidupan seseorang, atau biografi
seorang tokoh. Nampaknya, munculnya studi tentang sejarah ketokohan di dunia

17
Ibid., hlm. 436.
18
Ibid.

8
Islam telah dimulai dari tradisi penyanjungan pada seseorang yang berjasa di
kalangan masyarakat Arab pra Islam khususnya pada tokoh-tokoh yang muncul di
masing-masing kabilah. Mereka mengungkapkan tentang peran yang
dilakukannya, nasab keturunannya dan beberapa aspek keistimewaan yang
muncul dalam dirinya. Tradisi penyanjungan ini mereka ungkapkan dalam
berbagai cerita lisan (al-riwâyat al-syafawiyyat) hingga proses penyebarannya
cukup mudah untuk bisa dikenal di kalangan masyarakat luas.

Bagi kalangan masyarakat Arab Utara, tradisi penyanjungan ketokohan serta


berbagai dinamika kabilah (suku), pada akhirnya lebih dikenal dengan sebutan
“ayyâm al-‘Arab” yang menjadi bagian integral dari carita rakyat Arab atau
folklor Arab secara umum. Namun pada akhirnya isi dari folklor yang ada, bukan
lagi hanya cerita tentang ketokohan seseorang di tiap-tiap kabilah, melainkan pula
tentang berbagai cerita dan dinamika peperangan antar kabilah itu sendiri.
Meskipun pada akhirnya cerita-cerita ini banyak dibumbui dengan berbagai unsur
khayal yang bernuansa fiktif dan imajinatif.19

Dengan demikian, sebagian dari akar-akar tradisi penyanjungan tokoh ini


secara tidak langsung cukup berpengaruh pada historiografi Islam pada masa-
masa awal Islam, terutama dalam menempatkan Nabi Muhammad SAW. sebagai
pemimpin umat dengan enuh sanjungan. Karena keberadaan dan keteladanan Nabi
Muhammad SAW. telah menempati ruang tersendiri secara khusus di mata
pengikutnya yang untuk selanjutnya bisa mendorong bagi terciptanya pembuatan
dan penulisan sîrah Nabâwî. Dalam perkembangan berikutnya, tradisi penulisan
sejarah semakin lama semakin berpusat pada orang-orang yang memegang
kekuasaan. Karena itu, penulisan biografi para khalifah sebagai pengganti Nabi
Muhammad SAW. dan orang-orang yang berpengaruh pula dalam memimpin
umat sepertinya telah menjadi kecenderungan khusus yang cukup kuat dalam
historiografi Islam. Apalagi pada masa Klasik, masyarakat sangat bergantung
pada kepemimpinan para seorang tokoh. Kumpulan biografi (siyâr wa tarâjim)
tokoh-tokoh politik, misalnya ditulis oleh Jalâl al-Dîn al-Suyuthî (w. 1505 M),

19
Fajriudin, op. cit., hlm. 8.

9
Târîkh al-Khulafâ’, ‘Alî bin Munjib al-Shair (w. 1147 M), Wuzara‘ al-Khulafâ al-
Fâthimiyyîn (para menteri dari para Khalifah Dinasti Fatimiyah), Ibrâhîm al-Shabî
(w. 994 M) menulis Kitâb al-Tâj (buku tentang Mahkota kekuasaan) berisi tentang
biografi para penguasa Dinasti Bani Buwaihi, Hilâl al-Shabî (w.448 H/1056 M)
menulis Kitâb al-Wuzarâ‘ (buku tentang Para Menteri).20

Perbedaan yang paling mencolok antara model penulisan sîrah dan tarjamah,
jika yang pertama dalam menggambarkan biografi kehidupan seorang tokoh
diuraikan secara lebih luas dan mendalam, sehingga seringkali muncul dalam satu
buku tersendiri, hal ini terlihat misalnya dari berbagai bentuk sîrah al-Nabâwîyah
yang sangat lengkap dan dalam. Sedangkan tarjamah adalah model penulisan
tokoh yang polanya bersifat ensiklopedis, ringkas, padat dan mencakup aspek-
aspek penting tertentu dari tokoh yang digambarkannya. Tradisi penulisan
tarjamah tampaknya telah dimulai dan digunakan untuk mengisi berbagai materi
tentang ketokohan seseorang di berbagai kitab thabaqât. Kedua model penulisan
ini, sedikit banyak akan memengaruhi dan menginspirasi bagi penulisan manâqib
yang muncul pada masa-masa di belakangnya.21

3. Tradisi Penulisan Model Thabaqât

Pola penulisan riwayat hidup yang muncul dalam kitab-kitab thabaqât, sedikit
banyak telah menginspirasi terhadap penulisan manâqib. Keunggulan yang
muncul karena ia memiliki klasifikasi yang jelas dalam mengurutkan posisi
seseorang. Arti kata thabaqât secara semantik adalah lapisan atau kurun. Pada
perkembangan awal pembentukan dan penulisannya, pengertian thabaqât berarti
sejumlah kumpulan tentang informasi berbagai biografi tokoh-tokoh periwayat
hadis yang didasarkan pada pelapisan generasinya. Sebuah konsekuensi dari

20
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Lagos Wacana Ilmu, 1977), hlm. 208.
21
Thohir, op. cit., hlm. 437.

10
konsep penghormatan akan keberadaan orang-orang yang berada di sekitar Nabi
Muhammad SAW setingkat generasi para sahabat, tabiin, tabiin-tabiin dan
seterusnya, yang berkedudukan sebagai perawi hadis. Keberadaan mereka
menjadi sesuatu yang sangat penting bagi keberadaan status hadis, sehingga para
ahli hadis perlu menuliskannya secara lengkap seluruh informasi tentang status
ketokohan dan keberadannya. Karena jumlah biografi para tokoh ini sangat
banyak, maka sejak awal perkembangannya pun dalam penulisan thabaqât sudah
mengenal pembagian tokoh yang akan diceritakannya berdasarkan wilayah
domisilinya dan profesi kelompoknya semacam Thabaqât Syâfi‘iyyah, Thabaqât
Hanâbilah, Thabaqât al-Shûfiyyah, Thabaqât al-Thibba’, Thabaqât al-Syu’arâ, dan
Thabaqât al-Nahwiyyîn.

Dalam historiografi Islam, penulisan model thabaqât merupakan model yang


paling terus bertahan dan cukup digemari para ahli hingga kini, karena telah
memberikan sumbangan yang sangat jelas dalam menginformasikan kedudukan
tokoh-tokoh Islam, baik sebagai perawi hadis, ulama mazhab (baik fikih dan
tasawuf) maupun sebagai tokoh-tokoh lain dalam posisi keilmuan tertentu. Kitab
thabaqât lebih memudahkan dalam pencarian indeks ketokohan, keahlian dan
posisi sosialnya. Bahkan dalam klasifikasi al-Dzahabî dan al-Sakhawî, masuk
pula klasifikasi biografi tokoh-tokoh lainnya, seperti kelompok orang kaya,
kelompok para pengemis, kelompok para pemberani, dan kelompok para ahli
nujum. Penulisan tentang tokoh-tokoh sufi dan fikih telah menempati posisi yang
cukup sentral pula dalam tradisi penulisan thabaqât ini, al-Ishfahânî menulis
Hilyat al-Awliyâ’ wa Thabaqât al-Ashfiya’, al-Sya’ranî menulis Thabaqât al-
Kubrâ yang juga berisi riwayat hidup para sufi dari generasi ke generasi.

Tradisi penulisan kitab manâqib di kalangan ahli kalam dan filsafat Islam,
kurang populer, meskipun di antara tokoh-tokoh mereka memiliki popularitas dan
pengaruh keilmuan yang cukup tinggi. Mereka tampaknya lebih senang
mengembangkan penulisan sejarah tokohnya dalam bentuk yang relatif datar atau
sederhana, seperti halnya karya sejarah model kitab tarjamah. Realitas semacam
ini nampaknya sebagai akibat pengaruh rasionalisme dalam menggambarkan atau

11
menjelaskan setiap tokoh sebagai objek ilmu. Sehingga hampir sulit ditemukan
jenis-jenis karya biografi setingkat kitab manâqib yang menggambarkan tokoh-
tokoh kalam atau ahli tafsir sekalipun. Kitab-kitab manâqib seolah-olah sejak abad
ke 13 M, telah menjadi milik para kalangan imam-imam atau syaikh-syaikh
terkenal dari kalangan sufi atau fikih saja. Selama ini meskipun mereka banyak
dikenal seperti halnya Imam al-Asy‘ârî, Imam al-Gazâlî atau yang lainnya sebagai
tokoh Islam yang berlatar belakang sebagai filosof, biografinya dan penjelasannya
digambarkan sebagai sesuatu yang datar dan sederhana, tidak banyak melibatkan
kekarâmahannya. Pola kehidupan al-Gazâlî banyak ditemukan hanya dengan
penjelasan yang biasa saja, tidak menampilkan hal-hal yang ‘khawâriq’ dan
aneh.22

G. Penyusunan Historiografi Islam

Historiografi merupakan penulisan hasil penelitian dari susunan kejadian


masa lampau. Penyusunan historiografi dilakukan dengan memberikan imajinasi
terhadap kejadian masa lampau. Tiap kejadian dibentuk melalui pengolahan data
yang telah diperoleh sebelumnya. Historiografi disusun dalam bentuk serialisasi
dengan pendekatan kronologi, kausalitas dan imajinasi. Keteraturan penulisan
sejarah peristiwa-peristiwa ditentukan oleh pendekatan kronologis. Dalam ilmu
sejarah, urutan kronologi sangat penting dalam menjelaskan perubahan sosial.
Kajian sejarah secara menyeluruh melibatkan kajian filosofis dan kajian
historiografi. Kajian filosofis berkaitan dengan situasi masa lalu. Penjelasan
mengenai masa lalu disampaikan melalui berbagai jenis tulisan yang memberikan
gambaran mengenai peristiwa-peristiwa masa lalu. Sedangkan kajian historiografi
berupa keterlibatan para sejarawan dalam berbagai kajian masa lalu tersebut.23

H. Historigrafi Arab Masa Islam Menurut Husain Nashar

Menurut Husain Nashar, penulisan sejarah di awal kebangkitan Islam bisa


dibagi menjadi tiga aliran yaitu : Aliran Yaman, Aliran Madinah dan Aliran Irak.24
22
Ibid., hlm. 439.
23
Ibid., hlm. 340.
24
Rosenthal, Islamic Historiography (New York: The Macmillan Company & The Free Press, 1972),
hlm. 407.

12
1. Aliran Yaman

Riwayat-riwayat tentang Yaman di masa silam kebanyakan dalam bentuk


hikayat (cerita). Isinya adalah cerita-cerita khayal dan dongeng-dongeng
kesukuan. Aliran ini merupakan kelanjutan dari corak sejarah sebelum Islam.
Penulis pada aliran ini bisa dijuluki tukang hikayat sementara hasilnya bisa
disebut sebagai novel sejarah. Karenanya para sejarawan tidak menilai hikayat-
hikayatnya memiliki nilai sejarah. Diantara penulis yang termasuk pada golongan
ini adalah Ka’ab al Akhbar (wafat 32 H), Wahb ibn Munabbih (wafat 114 H) dan
Abid Ibn Syariyyah al Jurhu.

2. Aliran Madinah

Ilmu pengetahuan keagamaan Islam yang pertama kali berkembang adalah


ilmu hadits. Karena melalui ilmu hadits inilah kaum muslimin pertama-tama
mengetahui hukum- hukum Islam, penafsiran al Qur’an, sunnah Rasulullah,
keteladanan Rasulullah, dan lain sebagainya. Perkembangan ilmu hadits ini
berlangsung melalui periwayatan. Dari penulisan hadits-hadits Nabi lah para
sejarawan mengembangkan cakupannya sehingga membentuk satu tema sejarah
tersendiri, yaitu al maghazy (perang-perang yang dipimpin langsung oleh
Rasulullah). Dan sirah an Nabawiyah (riwayat hidup Nabi Muhammad SAW).
Aliran yang muncul ini kemudian disebut dengan aliran Madinah, yaitu alirah
sejarah ilmiah yang mendalam yang banyak memfokuskan pada al-maghazi dan
biografi Rasulullah saw. Dengan penekanan sisi sanad sebagaimana pola ilmu
hadits yang berkembang.25 Dengan riwayat perkembangannya, para sejarawan
dalam aliran ini terdiri dari para ahli hadits dan hukum fiqih.

Perkembangan dan orientasi aliran Madinah ini sangat ditentukan oleh usaha-
usaha dari dua ulama dalam bidang ilmu fiqh dan hadits yaitu Urwan bin az
Zubair dan Az-Zuhri muridnya. Ditangan Az-Zuhri aliran Madinah semakin
berkembang. Murid-murid Az-Zuhri seperti Musa ibn Uqbah dan Ibnu Ishaq
melanjutkan langkahnya, tetapi sangat disayangkan bahwa Ibnu Ishak banyak

25
Eka Martini, Historiografi (Palembang: Noer Fikri, 2012), hlm. 64-66.

13
mengambil bahan sejarahnya dari isroiliyat, sehingga nilai sejarah menjadi
merosot kembali. Sangat jelas bahwa penulisan sejarah bermula dan sangat erat
hubungannya dengan ilmu hadits, bahkan dapat dikatakan bahwa sejarah
merupakan cabang dari ilmu hadits itu sendiri. Langgamnya juga menggunakan
langgam hadits. Dimana pemaparan sejarahnya berkaitan tentang keadaan,
peristiwa-peristiwa penting sejarah dalam kehidupan Nabi dan kaum muslimin
pertama. Dalam hal ini ada gagasan tentang pentingnya pengetahuan tentang sirah
dan nabawiyah dan pengalaman umat Islam. Adapun orang yang pertama kali
membuat kerangka jelas bagi penulisan as sirah adalah al-Zuhri. Ia telah
menggariskan dengan jelas sehingga para sejarawan yang datang setelahnya
tinggal menyempurnakan kerangka tersebut dengan rinci. Dalam penulisannya ini
al-Zuhri sangat memperhatikan kerangka kronologis sehingga ia menjelaskan
semenjak pra kenabian, periode Mekkah dan Madinah, selanjutnya ia juga
melengkapi karyanya dengan tahun kejadian sehingga mempermudah untuk
merekonstruksi kembali kerangka karang buku al-Zuhri.

3. Aliran Irak

Aliran ini lahir sesudah dua aliran sebelumnya dengan bahasan yang lebih luas
karena mencakup arus sejarah pra Islam dan masa Islam. Dalam karya-karya
sejarawan aliran ini, sejarah Irak biasanya diuraikan lebih terperinci dan panjang,
sedangkan yang berkenaan dengan kota-kota lain. hanya dibahasa sepintas.
Kelahiran aliran sejarah ini sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek politik, sosial
dan budaya Islam yang sedang tumbuh di kota-kota dan komunitas-komunitas
baru.

14
Langkah pertama yang sangat menentukan perkembangan penulisan sejarah di
Irak dilakukan oleh bangsa Arab adalah pembukuan tradisi lisan sebagaimana
yang dilakukan oleh Ubaidullah ibn Abi Rifa'i. Karena cakupan informasi dan
subyek kajiannya lebih luas daripada dua aliran sebelumnya, aliran Irak ini dapat
diaktakan sebagai kebangkitan sebenarnya penulisan sejarah sebagai ilmu sejarah
pada masa ini mulai melepaskan diri dari pengaruh ilmu hadits dan bersamaan
dengan itu terlihat adanya upaya meninggalkan pengaruh pra Islam yang
mengandung banyak ketidakbenaran, sepeti dongeng dan cerita khayal. Aliran ini
selanjutnya melahirkan sejarawan-sejarawan besar dan diikuti oleh hampir seluruh
sejarawan yang datang kemudian. Diantara para sejarawan yang berasal dari aliran
ini adalah Awanah bin al Hakam (wafat 147 H), Sayf bin Umar al Asadi at
Tamimi (wafat 180 H) dan Abu Mikhnaf (wafat 157 H)."26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Historiografi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu history yang berarti
sejarah dan grafi yang berarti deskripsi/penulisan. History berasal dari kata benda
Yunani istoria yang berarti ilmu. Secara umum, historiografi adalah salah satu
cabang ilmu sejarah yang merekam atau menggambarkan sejarah dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Historiografi Islam adalah studi yang menyangkut dengan

26
Ibid., hlm. 67.

15
berbagai ilmu sejarah dan karya sejarah dalam kaitannya dengan hal-hal yang
menyangkut berbagai hasil tulisan yang diciptakan oleh kaum Muslim dalam
menggambarkan aktivitas manusia dalam setiap ruang dan waktunya.

Historiografi pada hakikatnya merupakan tepresentasi dari kesadaran


sejarawan dalam zamanya dan lingkungan kebudayaan di tempat sejarawan itu
hidup. adapun tujuan dari historiografi islam yakni menguraikan secara kritis
perbedaan ciri-corak-struktur yang menjadi dasar orientasi bibliografi dan
historiografi Islam sesuai dengan periode perkembangannya, sehingga sejarah
Islam dapat dipahami secara logis, teoretis dan sistematis, sesuai dengan jiwa
zamannya.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Nyayu Soraya, M.Hum, Maryam, M.Hum, Dr. Maryamah, M.Hum.


Historiografi Islam & Perkembangannya. Diedit oleh Tutiek Pudjiastitu.
Serang: Desanta Mulia Visitama, 2021.

Fajriudin. Historiografi Islam Konsepsi dan Asas Epistemologi Ilmu Sejarah


dalam Islam. Jakarta: Prenada Media Group, 2018.

Faruqi, Nisar Ahmad. Early Muslim Historiography. Delhi: Idarah-i Adabite

16
Delli, 1979.

Iryana, Wahyu. “Historiografi Islam di Indonesia,” 2017.


https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jat/article/view/1797. (Diakses pada
tanggal 2 Maret 2023 pukul 21.50 WIB)

Litalia. “Historiografi: Pengertian, Macam-macam, Ciri dan Contohnya,” n.d.


https://www.jurnalponsel.com/historiografi/.(Diakses pada tanggal 2 Maret
2023 pukul 21.58 WIB)

Martini, Eka. Historiografi. Palembang: Noer Fikri, 2012.

Rosenthal. Islamic Historiography. New York: The Macmillan Company & The
Free Press, 1972.

Taufik, Abdullah. Ilmu Sejarah dan Historiografi. Jakarta: Gramedia, 1985.

Thohir, Ajid. “Historiografi Islam : Bio-biografi dan Perkembangan Mazhab Fikih


dan Tasawuf,” 2012, 429.

Yatim, Badri. Historiografi Islam. Jakarta: Lagos Wacana Ilmu, 1977.

17

Anda mungkin juga menyukai