Disusun Oleh :
Kelompok : 2 (Dua)
Kelas :D
TAHUN 2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
Historiografi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu history yang berarti
sejarah dan grafi yang berarti deskripsi/penulisan. History berasal dari kata benda
Yunani istoria yang berarti ilmu.1 Secara umum, historiografi adalah salah satu
cabang ilmu sejarah yang merekam atau menggambarkan sejarah dalam bentuk
lisan maupun tulisan.2 Dalam pengertian yang lebih populer atau tinjauan
kekinian, para ahli sejarah mengenalkan pengertian historiografi lebih cenderung
untuk mengarah pada dimensi keilmuan yang memberikan gambaran tentang
berbagai model karya sejarah. Karna apa yang kemudian menjadi pokok
pembahasan adalah berkisar tentang sejarah dari penulisan sejarah, atau bisa
dipahami, dalam konteks yang praktis, mempelajari bagaimana manusia
menuliskan sejarahnya dari periode tertentu.
3
atau masa ketika ia hidup. Mulai dari jatuh bangunnya kerajaan, peperangan,
wabah penyakit, silsilah dan lain sebagainya termaktub dalam penulisan sejarah.
Keberadaan penulisan sejarah adalah sejalan dengan urgensi (kepentingan) sejarah
itu sendiri.5
4
8. Secara terminologis, Rosenthal juga menyebutkan bahwa historiografi
Islam adalah karya sejarah yang ditulis oleh penganut agama Islam dari
berbagai alirannya.
9. Hamilton menyamakan pengertian historiografi Islam dengan ilmu
attarîkh, yang dalam literatur Arab mencakup bentuk analytic
(kronologis) maupun biografis.
8
Wahyu Iryana, “Historiografi Islam di Indonesia,” 2017,
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jat/article/view/1797. (Diakses pada tanggal 23 Februari
2023 Pukul 20.17 WIB)
9
Dr. Nyayu Soraya, M.Hum, Maryam, M.Hum, Dr. Maryamah, op. cit., hlm. 9.
10
Iryana, op. cit.
5
tersusun dalam kerangka kejujuran, orisinalitas autentisitas, objektivitas,
dan sejalan dengan asas logika realitas.11
4. Mampu melakukan rekonstruktif secara kritis, ilmiah, dan universal,
sesuai dengan motif dan orientasi norma spiritualitasnya (religiositas dan
eskatologis), dengan melakukan review kritis atas sejumlah karya sejarah
peradaban Islam, baik itu untuk kategori karya sejarah naratif
konvensional maupun analitis multidimensional. Dengan demikian, akan
jelas mana bibliografi sebagai wujud karya sejarah yang bernuansa
konvensional (kisah-kisah sederhana), bibliografi memori (sejarah atas
sumber riwayat kesaksian), dan bibliografi skema historis (analisis
teoretis atas fakta yang valid, autentik, real, dan faktual).12
5. Proses logika ini dalam etik Islam identik dengan proses makna berasas
kenabian, yaitu asas kejujuran (siddiq); asas kritis universalitas,
kapabilitas dan proporsionalitas (fathonal); asas kesesuaian dalam
menggeneralisasi fakta sehingga dapat menginformasikan makna-makna
hikmah dan 'ibrah-nya (tabligh) sehingga sejarah menjadi pedoman
pengalaman-pengalaman yang bermakna semua rekonstruksi sejarah
berorientasi pada asas keteguhan makna hak-hak kemanusiaan sebagai
makhluk spiritual, yaitu makhluk yang selalu berhikmat pada iman dan
pengabdian terdalam terhadap Tuhan Pencipta alam semesta (amanah).13
11
Fajriudin, Historiografi Islam Konsepsi dan Asas Epistemologi Ilmu Sejarah dalam Islam (Jakarta:
Prenada Media Group, 2018), hlm. 5.
12
Ibid., hlm. 5-6.
13
Ibid., hlm. 6.
6
sumber primer dilakukan oleh orang yang ada atau hadir pada peristiwa tersebut.
Sumber primer dapat berbentuk catatan harian, korespondensi, dan surat kabar.
Peninggalan atau naskah yang dibuat setelah kejadian oleh orang yang ada pada
peristiwa tersebut juga termasuk dalam jenis sumber primer. Sumber primer
memiliki tingkat keabsahan yang diragukan karena manusia memiliki sifat lupa
atau memiliki keinginan untuk menulis ulang sejarah. Sumber primer juga dapat
berupa bukti-bukti yang tak tertulis seperti temuan arkeologis.14
2. Sumber Sekunder
7
mengembangkan tradisi ketokohan seseorang. Karena salah satu keberadaan status
sosial seseorang terletak pada garis keturunannya. Bagi kebanyakan masyarakat
Arab, kebanggaan pada suku merupakan ciri dari keberadaan status sosial yang
memilikinya, meskipun pada saat itu (masa-masa pra Islam tradisi) al-ansâb hanya
cukup dengan dihafal saja. Bangkitnya penulisan al-ansâb dimulai oleh aliran
Irak, dan menjadi sesuatu yang sangat penting ketika Bani Umayyah di Damaskus
kembali melakukan legitimasi politik kearabannya dengan menempatkan posisi
status kesukuan Quraisy sebagai pewaris politik dunia Islam satu-satunya yang
sah saat itu. Kepentingan ini menjadi semakin kokoh ketika kebijakan arabisme
yang digulirkannya menjadi mainstream politik umum, yang ingin menempatkan
posisi orang-orang Arab menjadi sentral di pos-pos kekuasaan di wilayah-wilayah
luar arab dibanding bangsa-bangsa lainnya.17
17
Ibid., hlm. 436.
18
Ibid.
8
Islam telah dimulai dari tradisi penyanjungan pada seseorang yang berjasa di
kalangan masyarakat Arab pra Islam khususnya pada tokoh-tokoh yang muncul di
masing-masing kabilah. Mereka mengungkapkan tentang peran yang
dilakukannya, nasab keturunannya dan beberapa aspek keistimewaan yang
muncul dalam dirinya. Tradisi penyanjungan ini mereka ungkapkan dalam
berbagai cerita lisan (al-riwâyat al-syafawiyyat) hingga proses penyebarannya
cukup mudah untuk bisa dikenal di kalangan masyarakat luas.
19
Fajriudin, op. cit., hlm. 8.
9
Târîkh al-Khulafâ’, ‘Alî bin Munjib al-Shair (w. 1147 M), Wuzara‘ al-Khulafâ al-
Fâthimiyyîn (para menteri dari para Khalifah Dinasti Fatimiyah), Ibrâhîm al-Shabî
(w. 994 M) menulis Kitâb al-Tâj (buku tentang Mahkota kekuasaan) berisi tentang
biografi para penguasa Dinasti Bani Buwaihi, Hilâl al-Shabî (w.448 H/1056 M)
menulis Kitâb al-Wuzarâ‘ (buku tentang Para Menteri).20
Perbedaan yang paling mencolok antara model penulisan sîrah dan tarjamah,
jika yang pertama dalam menggambarkan biografi kehidupan seorang tokoh
diuraikan secara lebih luas dan mendalam, sehingga seringkali muncul dalam satu
buku tersendiri, hal ini terlihat misalnya dari berbagai bentuk sîrah al-Nabâwîyah
yang sangat lengkap dan dalam. Sedangkan tarjamah adalah model penulisan
tokoh yang polanya bersifat ensiklopedis, ringkas, padat dan mencakup aspek-
aspek penting tertentu dari tokoh yang digambarkannya. Tradisi penulisan
tarjamah tampaknya telah dimulai dan digunakan untuk mengisi berbagai materi
tentang ketokohan seseorang di berbagai kitab thabaqât. Kedua model penulisan
ini, sedikit banyak akan memengaruhi dan menginspirasi bagi penulisan manâqib
yang muncul pada masa-masa di belakangnya.21
Pola penulisan riwayat hidup yang muncul dalam kitab-kitab thabaqât, sedikit
banyak telah menginspirasi terhadap penulisan manâqib. Keunggulan yang
muncul karena ia memiliki klasifikasi yang jelas dalam mengurutkan posisi
seseorang. Arti kata thabaqât secara semantik adalah lapisan atau kurun. Pada
perkembangan awal pembentukan dan penulisannya, pengertian thabaqât berarti
sejumlah kumpulan tentang informasi berbagai biografi tokoh-tokoh periwayat
hadis yang didasarkan pada pelapisan generasinya. Sebuah konsekuensi dari
20
Badri Yatim, Historiografi Islam (Jakarta: Lagos Wacana Ilmu, 1977), hlm. 208.
21
Thohir, op. cit., hlm. 437.
10
konsep penghormatan akan keberadaan orang-orang yang berada di sekitar Nabi
Muhammad SAW setingkat generasi para sahabat, tabiin, tabiin-tabiin dan
seterusnya, yang berkedudukan sebagai perawi hadis. Keberadaan mereka
menjadi sesuatu yang sangat penting bagi keberadaan status hadis, sehingga para
ahli hadis perlu menuliskannya secara lengkap seluruh informasi tentang status
ketokohan dan keberadannya. Karena jumlah biografi para tokoh ini sangat
banyak, maka sejak awal perkembangannya pun dalam penulisan thabaqât sudah
mengenal pembagian tokoh yang akan diceritakannya berdasarkan wilayah
domisilinya dan profesi kelompoknya semacam Thabaqât Syâfi‘iyyah, Thabaqât
Hanâbilah, Thabaqât al-Shûfiyyah, Thabaqât al-Thibba’, Thabaqât al-Syu’arâ, dan
Thabaqât al-Nahwiyyîn.
Tradisi penulisan kitab manâqib di kalangan ahli kalam dan filsafat Islam,
kurang populer, meskipun di antara tokoh-tokoh mereka memiliki popularitas dan
pengaruh keilmuan yang cukup tinggi. Mereka tampaknya lebih senang
mengembangkan penulisan sejarah tokohnya dalam bentuk yang relatif datar atau
sederhana, seperti halnya karya sejarah model kitab tarjamah. Realitas semacam
ini nampaknya sebagai akibat pengaruh rasionalisme dalam menggambarkan atau
11
menjelaskan setiap tokoh sebagai objek ilmu. Sehingga hampir sulit ditemukan
jenis-jenis karya biografi setingkat kitab manâqib yang menggambarkan tokoh-
tokoh kalam atau ahli tafsir sekalipun. Kitab-kitab manâqib seolah-olah sejak abad
ke 13 M, telah menjadi milik para kalangan imam-imam atau syaikh-syaikh
terkenal dari kalangan sufi atau fikih saja. Selama ini meskipun mereka banyak
dikenal seperti halnya Imam al-Asy‘ârî, Imam al-Gazâlî atau yang lainnya sebagai
tokoh Islam yang berlatar belakang sebagai filosof, biografinya dan penjelasannya
digambarkan sebagai sesuatu yang datar dan sederhana, tidak banyak melibatkan
kekarâmahannya. Pola kehidupan al-Gazâlî banyak ditemukan hanya dengan
penjelasan yang biasa saja, tidak menampilkan hal-hal yang ‘khawâriq’ dan
aneh.22
12
1. Aliran Yaman
2. Aliran Madinah
Perkembangan dan orientasi aliran Madinah ini sangat ditentukan oleh usaha-
usaha dari dua ulama dalam bidang ilmu fiqh dan hadits yaitu Urwan bin az
Zubair dan Az-Zuhri muridnya. Ditangan Az-Zuhri aliran Madinah semakin
berkembang. Murid-murid Az-Zuhri seperti Musa ibn Uqbah dan Ibnu Ishaq
melanjutkan langkahnya, tetapi sangat disayangkan bahwa Ibnu Ishak banyak
25
Eka Martini, Historiografi (Palembang: Noer Fikri, 2012), hlm. 64-66.
13
mengambil bahan sejarahnya dari isroiliyat, sehingga nilai sejarah menjadi
merosot kembali. Sangat jelas bahwa penulisan sejarah bermula dan sangat erat
hubungannya dengan ilmu hadits, bahkan dapat dikatakan bahwa sejarah
merupakan cabang dari ilmu hadits itu sendiri. Langgamnya juga menggunakan
langgam hadits. Dimana pemaparan sejarahnya berkaitan tentang keadaan,
peristiwa-peristiwa penting sejarah dalam kehidupan Nabi dan kaum muslimin
pertama. Dalam hal ini ada gagasan tentang pentingnya pengetahuan tentang sirah
dan nabawiyah dan pengalaman umat Islam. Adapun orang yang pertama kali
membuat kerangka jelas bagi penulisan as sirah adalah al-Zuhri. Ia telah
menggariskan dengan jelas sehingga para sejarawan yang datang setelahnya
tinggal menyempurnakan kerangka tersebut dengan rinci. Dalam penulisannya ini
al-Zuhri sangat memperhatikan kerangka kronologis sehingga ia menjelaskan
semenjak pra kenabian, periode Mekkah dan Madinah, selanjutnya ia juga
melengkapi karyanya dengan tahun kejadian sehingga mempermudah untuk
merekonstruksi kembali kerangka karang buku al-Zuhri.
3. Aliran Irak
Aliran ini lahir sesudah dua aliran sebelumnya dengan bahasan yang lebih luas
karena mencakup arus sejarah pra Islam dan masa Islam. Dalam karya-karya
sejarawan aliran ini, sejarah Irak biasanya diuraikan lebih terperinci dan panjang,
sedangkan yang berkenaan dengan kota-kota lain. hanya dibahasa sepintas.
Kelahiran aliran sejarah ini sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek politik, sosial
dan budaya Islam yang sedang tumbuh di kota-kota dan komunitas-komunitas
baru.
14
Langkah pertama yang sangat menentukan perkembangan penulisan sejarah di
Irak dilakukan oleh bangsa Arab adalah pembukuan tradisi lisan sebagaimana
yang dilakukan oleh Ubaidullah ibn Abi Rifa'i. Karena cakupan informasi dan
subyek kajiannya lebih luas daripada dua aliran sebelumnya, aliran Irak ini dapat
diaktakan sebagai kebangkitan sebenarnya penulisan sejarah sebagai ilmu sejarah
pada masa ini mulai melepaskan diri dari pengaruh ilmu hadits dan bersamaan
dengan itu terlihat adanya upaya meninggalkan pengaruh pra Islam yang
mengandung banyak ketidakbenaran, sepeti dongeng dan cerita khayal. Aliran ini
selanjutnya melahirkan sejarawan-sejarawan besar dan diikuti oleh hampir seluruh
sejarawan yang datang kemudian. Diantara para sejarawan yang berasal dari aliran
ini adalah Awanah bin al Hakam (wafat 147 H), Sayf bin Umar al Asadi at
Tamimi (wafat 180 H) dan Abu Mikhnaf (wafat 157 H)."26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Historiografi merupakan gabungan dari dua kata, yaitu history yang berarti
sejarah dan grafi yang berarti deskripsi/penulisan. History berasal dari kata benda
Yunani istoria yang berarti ilmu. Secara umum, historiografi adalah salah satu
cabang ilmu sejarah yang merekam atau menggambarkan sejarah dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Historiografi Islam adalah studi yang menyangkut dengan
26
Ibid., hlm. 67.
15
berbagai ilmu sejarah dan karya sejarah dalam kaitannya dengan hal-hal yang
menyangkut berbagai hasil tulisan yang diciptakan oleh kaum Muslim dalam
menggambarkan aktivitas manusia dalam setiap ruang dan waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
16
Delli, 1979.
Rosenthal. Islamic Historiography. New York: The Macmillan Company & The
Free Press, 1972.
17