Anda di halaman 1dari 8

KLIPING

HISTORIOGRAFI TRADISIONAL

D
I
S
U
S
U
N

Oleh:
NAMA : WORREN CHRIS TOVER
KELAS : X PM 2
SEKOLAH : SMK YAPENSU SUNGAILIAT
HISTORIOGRAFI TRADISIONAL

Historiografi merupakan tahap menceritakan kembali suatu peristiwa sejarah


sebagai sebuah bentuk catatan sejarah.

Historiografi berasal dari kata history yang berarti sejarah dan grafi yang berarti
deskripsi/penulisan jadi historiografi berarti penulisan sejarah. Menururt Kuntowijoyo
dalam buku Modul Pembelajaran SMA Sejarah Kelas X historiografi merupakan
tahap menceritakan kembali suatu peristiwa sejarah sebagai sebuah bentuk catatan
sejarah. Soedjatmiko dalam buku Manusia dan Ruang Lingkup Ilmu Sejarah
menyatakan bahwa historiografi tradisional Nusantara ditulis dalam bentuk pros
maupun puisi (syair), seperti babad, serat, kanda, sajarah, carita, hikayat, sejarah,
tutur, salsilah, dan cerita-cerita manurung. Historiografi di Indonesia terbagi atas
tradisional, kolonial, dan modern. Penulisan historiografi di Indonesia sudah dimulai
pada zaman kerajaan Hindu-Budha sampai berkembangnya Islam. Di Indonesia
historiografi diawali dari masa aksara atau tulisan dengan karya pertama berupa
prasasti oleh Mpu Prapanca yang menulis kitab Negarakertagama. Pada masa
tradisional buku dengan judul Cristische Beschouwing Van Sadjarah Van Banten
atau buku tentang sejarah Banten pada 1962 – 1963 dianggap sebagai titik balik
berakhirnya historiografi tradisional di Indonesia.
Historiografi Tradisional Masa Hindu-Budha Pada masa Kerajaan Hindu-Budha,
historiografi berkembang pesat yang dibuktikan dengan terciptanya 1.000 buah
naskah di seluruh Nusantara dengan beberapa di antaranya berupa penulisan kitab.
Contoh karya tulisan pada masa tradisional dari kerajaan Hindu-Budha berupa:

1. Babad Tanah Pasundan


2. Babad Parahiangan
3. Babad Tanah Jawa
4. Pararaton
5. Nagarakertagama
6. Babad Galuh
7. Babad Sriwijaya dll Historiografi Tradisional Masa Islam

Cerita sejarah yang dibuat sebagian merupakan penyesuaian kebudayaan Islam.


Contoh karya yang ditulis oleh pujangga pada saat kerajaan Islam di Nusantara
meliputi:

1. Kerajaan Islam Cirebon


2. Babad Banten dari Kerajaan Islam Banten
3. Babad Diponegoro yang menceritakan mengenai kehidupan Pangeran
Diponegoro
4. Babad Demak yang mengisahkan tentang Kerajaan Islam Demak
5. Babad Aceh dll

Ciri-ciri Historiografi Tradisional Menurut Hasnawati dalam buku Modul


Pembelajaran SMA Sejarah Kelas X menyatakan bahwa terdapat 6 (enam) ciri-
ciri historiografi tradisional, yaitu,

1. Istana sentris, yaitu karya hanya difokuskan pada kehidupan raja atau
keluarga istana jadi tidak ada cerita mengenai kehidupan masyarakat umum
2. Religius magis, yaitu sejarah yang berhubungan dengan kepercayaan dan
hal-hal gaib. Hal ini bertujuan agar rakyat patuh kepada raja karena seorang
raja dianggap sebagai penjelmaan Tuhan atau Dewa.
3. Bersifat feodalistis-aristokratis, yaitu cerita sejarah yang menceritakan tentang
bangsawan feodal, sama seperti istana sentris, cerita yang dikisahkan hanya
terpusat pada kaum bangsawan dan tidak ada sangkut paut mengenai
kehidupan sosial ekonomi masyarakat umum
4. Tidak ada perbedaan peristiwa nyata dan khayal karena semua dianggap
sama
5. Bersifat regio-sentris atau enocentrisme (kedaerahan), yaitu cerita sejarah
yang menekankan pada budaya dan suku bangsa di kerajaan tersebut 6.
Terdapat kesalahan-kesalahan dalam penguraiannya. Cerita yang ditulis tidak
seluruhnya berdasarkan fakta yang terjadi, melainkan dalam menulis nama,
fakta sejarah, penggunaan kosa kata, dan penulisan waktu pada cerita
berbeda.

Historiografi tradisional adalah penulisan sejarah yang eksis pada zaman kerajaan
Hindu-Buddha hingga kerajaan Islam di Nusantara. Umumnya historiografi
tradisional diciptakan oleh pujangga-pujangga di kalangan kerajaan sebagai
legitimasi dari raja atau penguasa yang sedah bertahta. Media yang digunakan
dalam historiografi tradisional berupa media tulis natural seperti batu prasasti, lontar,
kulit binatang, kertas dsb.

Ciri-ciri historiografi tradisional

Dalam buku Historiografi di Indonesia : Dari Magis Religius hingga Strukturis (2009)
karya Agus Mulyana dan Darmiati, ciri-ciri historiografi tradisional adalah:

1. Religio-magis, artinya unsur magis atau supranatural sangat kental dalam


narasi historiografi tradisional.

2. Istana-sentris, artinya subyek, obyek, dan ruang lingkup historiografi


tradisional hanya seputar kehidupan istana kerajaan.

3. Historiografi tradisional digunakan sebagai alat legitimasi (pengesahan)


kekuasaan raja.

4. Bersifat feodalistik-aristokratis, artinya historiografi tradisional hanya


membahas tentang sejarah dari kaum bangsawan dan keturunan raja.

5. Region-sentris atau kedaerahan, artinya historiografi tradisional banyak


dipengaruhi oleh budaya masyarakat di daerah setempat.
Kelemahan historiografi tradisional

Dalam buku Pengantar Ilmu Sejarah (2005) karya Kuntowijoyo, historiografi


tradisional memiliki kelemahan sebagai berikut:

1. Memiliki subyektifitas yang tinggi, sehingga cenderung dibuat berdasarkan


kepentingan dari sang penulis atau penguasa. Hal tersebut menjadikan
beberapa peristiwa sejarah dalam historiografi tradisional diragukan
obyektifitas dan netralitasnya.

2. Tidak menggunakan metodologi yang jelas

3. Hanya mengungkapkan peristiwa sejarah dalam aspek kehidupan yang


terbatas.

4. Tidak memiliki sumber sejarah yang jelas

5. Menggabungkan unsur supranatural dan realitas, sehingga mempersulit


pembaca untuk mencari kebenaran sejarah.

Historiografi tradisional juga memiliki kelebihan, seperti:

1. Menggunakan romantisme klasik dalam penulisan sejarah sehingga menarik


untuk dibaca.

2. Mampu menunjukan legitimasi raja dan keadaan politik kerajaan.

3. Historiografi tradisional menggunakan konsep genealogi (silsilah) secara


runtut dan kronologis.
Contoh Historiografi Tradisional

Berikut merupakan contoh-contoh karya historiografi tradisional :

1. Kitab Pararaton

2. Kitab Negarakertagama

3. Babad Tanah Jawi

4. Babad Tanah Pasundan

5. Hikayat Raja-Raja Pasai

Saat ini sudah banyak sekali buku atau referensi yang memberikan kita
pengetahuan tentang kerajaan-kerajaan beserta tokohnya. Tahukah kamu dari mana
sejarawan mengumpulkan informasi-informasi tersebut lalu menjadikannya sebuah
buku? Sumber-sumber tersebut salah satunya didapat dari sebuah historiografi
tradisional.
Historiografi tradisional adalah sebuah karya tulis atau penulisan sejarah tradisional
oleh para pujangga yang dimulai sejak masa kerajaan Hindu/Buddha sampai masa
masuk dan berkembangnya Islam di Nusantara.

Isi dari sebuah historiografi bersifat subjektif karena berfokus pada hal-hal yang
berkaitan dengan sosok raja. Selain itu, isi historiografi tradisional dibumbui dengan
mitos, legenda serta kekuatan magis. Kekuatan magis biasanya ditunjukkan dengan
sosok raja yang sakti, dapat menghilang dan sebagainya.
Karakteristik Historiografi Tradisional

Dalam buku Historiografi Islam yang ditulis oleh Fajriudin (2018), dijelaskan
beberapa karakteristik historiografi tradisional adalah:

1. Historiografi tradisional ditulis bersifat istana/keraton-sentris yang berarti


karyanya banyak mengungkapkan kehidupan seputar keraton/ istana
2. Historiografi tradisional ditulis bersifat religio-magis yang berarti sosok raja
digambarkan sebagai seseorang memiliki kelebihan secara batiniah dan
punya kekuatan gaib
3. Historiografi tradisional ditulis bersifat regio-sentrisme yang berarti lebih
menonjolkan wilayah kekuasaan kerajaan
4. Historiografi tradisional ditulis bersifat etnosentrisme atau ditulis
menggunakan penekanan terhadap suku bangsa atau budaya dalam sebuah
wilayah
5. Historiografi tradisional sifatnya psikopolitis yang berarti ditulis oleh para
pujangga yang isinya bermuatan psikologis raja sehingga fungsi dari
historiografi tradisional terkadang digunakan untuk keperluan politik dalam
mempertahankan wilayah kekuasaan raja
Fungsi Historiografi Tradisional

Pada umumnya, historiografi tradisional punya fungsi besar dan banyak digunakan
sebagai sumber penulisan sejarah. Hal tersebut dikarenakan dalam sebuah
historiografi tradisional berisikan informasi tentang nama orang, nama daerah
sampai tahun kejadian.

Misalnya bisa ditemui pada historiografi tradisional Babad Galuh, Banten, dan
Cirebon yang di dalamnya terdapat informasi tentang nama raja atau tokoh terkait
lainnya. Selain itu kita bisa menemukan informasi tentang nama daerah hingga
kejadian dalam cerita babad tersebut.

Oleh karena itu, keberadaan tulisan historiografi tradisional perlu disimpan baik-baik
untuk menjadi catatan sejarah yang berguna dalam menuliskan dan mengaitkan
penemuan-penemuan saat ini dengan zaman dahulu.

Contoh-contoh lain dari tulisan historiografi tradisional yang menjadi sumber


penulisan sejarah saat ini antara lain adalah Babad Parahiangan, Babad Tanah
Pasundan, Babad Tanah Jawa, Babad Galuh, Babad Sriwijaya, dan Babad
Negarakertagama.

Anda mungkin juga menyukai