Anda di halaman 1dari 12

Makna Visual dalam Ilustrasi Naskah Sajarah Banten

307

Makna Visual dalam Ilustrasi Naskah Sajarah Banten


Savitri Putri Ramadina, Yasraf Amir Piliang, dan Nuning Damayanti Adisasmito
Program Studi Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain,
Fakultas Seni Rupa dan Desain,
Institut Teknologi Bandung
Jl. Ganesha No. 10 Bandung
E-mail: sp.ramadina@gmail.com

ABSTRACT

Sajarah Banten refers to a group of manuscripts about Banten Sultanate which was made around the 17th
to 19th century. Among a total of 29 surviving manuscripts, there was only one with illustrations. The
visuals did not depict any living beings and only consisted of inanimated objects such as ships, furnitures,
buildings, and flags. Regardless, the objects’ compositions indicated certain events and activities mentioned
in the narration. This research aimed to scrutinize how the objects’ visualizations and compositions without
depictions of the characters were used to illustrate the story in Sajarah Banten. The method used in this
research was qualitative analysis with visual semiotic approach by C.S. Peirce to understand how the objects’
visual meanings were used to signify certain activities.

Keywords: Banten, illustration, manuscript, semiotics, visual.

ABSTRAK

Sajarah Banten merujuk pada kumpulan naskah tentang Kesultanan Banten yang dibuat sekitar
abad ke-17 hingga abad ke-19. Dari total 29 naskah yang bertahan dan sudah diteliti, hanya ada
satu naskah yang memiliki ilustrasi. Visualisasinya tidak menyertakan gambaran mahluk hidup
dan hanya terdiri dari benda mati seperti kapal, furnitur, bangunan, dan bendera. Meskipun
demikian, komposisi objek-objek tersebut menandakan peristiwa dan aktivitas tertentu yang
ada dalam narasi naskah. Penelitian ini bermaksud untuk menelaah bagaimana visualisasi dan
komposisi objek tanpa penggambaran karakter digunakan untuk mengilustrasikan cerita dalam
naskah Sajarah Banten. Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan pendekatan
semiotika visual C.S. Peirce untuk memahami bagaimana makna visual pada obyek digunakan
untuk menandai aktivitas tertentu.

Kata kunci: Banten, ilustrasi, naskah, semiotika, visual.

PENDAHULUAN dengan apa yang ingin disampaikan oleh


Ilustrasi merupakan gambar yang pembuatnya, terutama pada naskah kuno
memvisualisasikan konsep serta ide yang umumnya berisi petuah atau cerita
kepada audiens dan pada dasarnya bersifat sejarah sehingga ilustrasinya berfungsi untuk
objektif. Fungsi ilustrasi antara lain adalah menunjang aspek storytelling.
sebagai dokumentasi dan referensi visual, Tradisi pembuatan naskah di Indonesia
penyampaian cerita (storytelling), persuasi, telah dirintis sejak periode Hindu-Buddha
dan identitas (Male, 2007, hlm 98). Dengan pada abad ke-7 melalui prasasti-prasasti.
kata lain, ilustrasi memiliki hubungan erat Material yang umum digunakan adalah

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Savitri Putri Ramadina, Yasraf Amir Piliang, dan Nuning Damayanti Adisasmito
308
bahan organik seperti kertas dari lontar, serta surat-surat diplomasi kesultanan
daluang, kulit kayu, bambu, rotan, dan menggunakan iluminasi, sementara ilustrasi
sebagainya (Kumar & McGlynn, 1996, hlm. 70). lebih sering digunakan pada naskah yang
Kegiatan pembuatan naskah kuno dilakukan bersifat sekuler.
di skriptorium (tempat pembuatan naskah) Naskah mulai dibuat untuk kepentingan
yang ada di lingkup keraton, pesisiran, dan komersil ketika Thomas Stamford Raffles mulai
mandala-mandala atau pusat keagamaan. Teks mengumpulkan naskah-naskah tradisional
pada naskah biasanya dibuat oleh juru tulis, pada awal abad ke-19. Permintaan akan
sementara jika ada gambar atau elemen naskah-naskah untuk dikoleksi dan dibawa ke
visual lain dibuat oleh juru gambar sehingga Eropa menjadikan banyaknya salinan naskah
antara teks dan visual seringkali tidak berilustrasi. Kegiatan pembuatan naskah
sama pembuatnya. Contohnya pada naskah mulai hilang sejak datangnya mesin cetak ke
kuno beriluminasi yang dibuat pada masa Indonesia pada abad ke-19, dan saat ini tradisi
pemerintahan Paku Alam II (1830-1858) di naskah yang masih bertahan terdapat di Bali
Yogyakarta yang dibuat oleh tim yang terdiri (Kumar & McGlynn, 1996, hlm. 151).
dari pemrakarsa, juru tulis, juru baca, dan juru
gambar (Saktimulya, 2016, hlm. 47). Ilustrasi Naskah Sajarah Banten
Naskah-naskah kuno Indonesia Kesultanan Banten merupakan
umumnya tidak disertai gambar dan hanya kerajaaan bercorak Islam di daerah yang
sedikit yang memiliki ilustrasi atau iluminasi sekarang menjadi provinsi Banten dan
(hiasan dekoratif). Gaya visualnya dibentuk sebagian Lampung. Pendirinya adalah Syarif
oleh semangat zaman, kondisi sosial budaya Hidayatullah atau yang biasa dikenal sebagai
serta sumber daya yang tersedia, sehingga Sunan Gunung Jati salah satu anggota Wali
ilustrasi juga memiliki fungsi sosial untuk Sanga, serta putranya Maulana Hasanuddin
bisa dipahami oleh masyarakat yang menjadi pada tahun 1526 (Guillot, 2011, hlm. 15).
audiensnya pada masa dibuatnya naskah Selama kurang lebih 3 abad dari tahun 1526
tersebut (Adisasmito, 2012, hlm. 314). Ilustrasi hingga 1813, Banten menjadi salah satu
pada naskah kuno Indonesia mulai ada sejak pelabuhan utama dan pusat perdagangan di
periode akhir Hindu-Buddha akhir, terutama pulau Jawa, serta salah satu pusat penyebaran
pada era Kerajaan Majapahit hingga abad ke- agama Islam. Banten mulai mengalami
15. Naskah yang dibuat di Jawa dan Bali pada penurunan setelah perang saudara antara
periode ini biasanya memiliki ilustrasi bergaya Sultan Ageng Tirtayasa dan anaknya yang
wayang beber. Selanjutnya pada abad ke-15 didukung Belanda, Sultan Haji pada tahun
yang merupakan periode penyebaran agama 1680-1683. Pada tahun 1808 sebagian wilayah
Islam di Indonesia, kebutuhan naskah untuk Kesultanan Banten dianeksasi oleh Belanda
kepentingan edukasi dan dakwah mendorong dan tahun 1813 Kesultanan Banten resmi
berkembangnya pembuatan naskah. Beberapa dihapus pemerintah kolonial Inggris yang
naskah terutama salinan mushaf Al-Quran masuk ke wilayah Indonesia.

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Makna Visual dalam Ilustrasi Naskah Sajarah Banten
309
Sumber utama sejarah Kesultanan Banten yang ditarik dari Nabi Muhammad
Banten berasal dari kumpulan naskah yang SAW, perang saudara antara Sultan Ageng
dibuat dalam rentang waktu yang beragam Tirtayasa dan Sultan Haji dan diakhiri
mulai dari awal berdirinya pada abad ke- pengasingan Sultan Ishaq ke Batavia (Abul
16 hingga setelah Banten menjadi bagian Nashar Muhammad Ishaq Zainulmuttaqin,
dari karesidenan Belanda pada abad ke-19. sultan kedua terakhir Banten) oleh Belanda
Kumpulan naskah tersebut secara kolektif pada tahun 1808; dengan fokus utama
disebut sebagai Sajarah Banten (selanjutnya naskah pada cerita Sultan Ageng Tirtayasa
disebut SB). SB kemudian dibagi lagi ke dan Sultan Haji. Berdasarkan jenis kertas
dalam dua kelompok sesuai dengan isi dan akhir ceritanya, diperkirakan naskah ini
naskah: Sajarah Banten Besar (selanjutnya dibuat paling cepat pada tahun 1808. Nama
disebut SBB) memuat cerita yang bersifat pembuat naskah atau patron yang menjadi
‘mayor’ dan mencakup sejarah Kesultanan pemrakarsa naskah tidak diketahui karena
Banten secara luas dan Sajarah Banten Kecil tidak dicantumkan.
(selanjutnya disebut SBK) yang lebih ringkas Ilustrasi SB dibuat dengan tinta hitam,
dan biasanya hanya berfokus pada peristiwa kuning, dan ungu atau biru yang sulit
tertentu. Jumlah naskah yang ada hingga diketahui karena telah pudar. Tidak ada
sekarang adalah 29 naskah, tersebar baik di penggambaran mahluk hidup meskipun
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, ceritanya berisi tentang tokoh-tokoh penting
perpustakaan luar negeri seperti KITLV Kesultanan Banten. Sejauh ini belum
Belanda, dan koleksi pribadi (Pudjiastuti, ada penelitian tentang ilustrasi SB yang
2015, hlm. 21-22). lebih detail. Kumar dan McGlynn dalam
Diantara 29 naskah SB tersebut, hanya Illuminations: The Writing Traditions of Indonesia
ada satu yang memiliki ilustrasi yaitu naskah (1996, hlm. 115) membahas naskah SB secara
kode KBG 183 koleksi Perpustakaan Nasional sepintas, lebih terkait dengan konten dan
Republik Indonesia. Naskah SB KBG 183 meskipun menggunakan foto halaman naskah
sebagai satu-satunya naskah yang memiliki SB KBG 183 sama sekali tidak menyinggung
ilustrasi diantara naskah SB lainnya akan ilustrasinya. Penelitian ini bermaksud untuk
menjadi fokus penelitian ini. Berdasarkan menelaah bagaimana cara penggambaran
hal tersebut, penelitian ini akan merujuk ilustrasi naskah SB, baik melalui gaya
pada naskah KBG 183 setiap kali membahas visual maupun komposisi gambar mampu
“ilustrasi naskah SB”. melakukan tugasnya sebagai ilustrasi yang
Naskah KBG 183 ditulis dengan aksara mendukung aspek storytelling naskah tersebut.
Arab Pegon di atas kertas Eropa berukuran
sekitar A5 dan terdiri dari 87 halaman. Secara
konten KBG 183 termasuk dalam kelompok METODE
SBK (Pudjiastuti, 2010, hlm. 4). Isinya Metode penelitian kualitatif tentang
menceritakan tentang silsilah para sultan karya seni memiliki dua strategi dasar. Pertama

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Savitri Putri Ramadina, Yasraf Amir Piliang, dan Nuning Damayanti Adisasmito
310
adalah dengan memperhatikan manifestasi dapat memahami bagaimana ilustrasi SB
fisik karyanya dan kedua melalui penjelajahan dapat mendukung narasi naskah tanpa
konteks latar yang terkait dengan faktor yang menggambarkan karakter tokoh ceritanya.
mendukung terwujudnya karya (Rohidi, 2011,
hlm. 75). Salah satu pendekatan yang dapat Semiotika Visual Peircean
digunakan dalam metode kualitatif analisis Tanda dalam konsep Peircean menjadi
karya seni adalah semiotika. mediasi antara apa yang direpresentasikan,
Semiotika menurut Umberto Eco adalah objeknya, dan interpretant (efek yang
“ilmu yang berhubungan dengan apapun yang diproduksi tanda pada individu yang mengin-
dapat menjadi tanda”; dimana tanda dapat terpretasikannya) (Jappy, 2013, hlm. 4). Model
berupa kata, gambar, suara, dan objek (dalam Peircean yang umum digunakan dalam kajian
Chandler, 2007, hlm. 2). Secara umum terdapat visual terdiri dari 3 jenis tanda:
dua model analisis semiotika: berdasarkan 1) Icon: pada tanda yang bersifat ikonis,
Ferdinand de Saussure yang disebut model penanda merepresentasikan petandanya
Saussurean dan berdasarkan Charles Sanders melalui ‘kemiripan’.
Peirce atau model Peircean. Karakteristik 2) Index: tanda yang bersifat indeksikal
Saussurean terdiri dari dua unsur (dyadic): (1) menunjukkan hubungan antarpenanda
signifier atau penanda yang merupakan bentuk dan petanda yang memiliki hubungan
dari tanda dan (2) signified atau penanda yang makna terkait kebudayaannya atau
merupakan konsep yang dirujuk oleh tanda. sebab-akibat.
Sementara model semiotika Peircean terdiri 3) Symbol: tanda simbolis menunjukkan
dari 3 bagian (triadic): (1) representamen yaitu hubungan antar penanda dan petanda
bentuk dari tanda; (2) interpretant yaitu ‘rasa’ berdasarkan persetujuan tertentu yang
yang dibangun oleh tanda tersebut; dan (3) bersifat arbitrer.
object yaitu sesuatu yang dirujuk tanda yang Analisis semiotika visual terdiri dari
berada di luar tanda itu sendiri. Tanda dalam dua langkah. Pertama dengan menganalisis
konsep Peircean merupakan kesatuan dari apa tanda secara individual. Tanda visual terlihat
yang direpresentasikan (object), bagaimana dari cara penggambaran: apakah secara
Ia direpresentasikan (representamen), dan ikonis, indeksikal, simbolis, dan bagaimana
bagaimana hasil interpretasinya (interpretant). cara menyampaikan kode sosial dan idiom
Model Peircean memungkinkan untuk estetiknya. Kedua adalah analisis tanda
memperhatikan bagaimana mode-mode yang membentuk teks. ‘Teks’ disini diartikan
penanda yang berbeda bekerja, sementara sebagai kombinasi tanda (Tinarbuko, 2016,
model Saussurean hanya memperhatikan hlm. 185). Langkah analisis semiotika visual
bagaimana sistem tanda bekerja (Iversen penelitian ini dipaparkan pada Gambar 1.
dalam Rose, 2016, hlm. 118). Berdasarkan
pertimbangan tersebut, penelitian ini
menggunakan model Peircean untuk

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Makna Visual dalam Ilustrasi Naskah Sajarah Banten
311

Gambar 1. Langkah Analisis Gambar 2. Halaman 19 SB KBG 183


(Sumber: Ramadina, 2020) (Sumber: Ramadina, 2018)

HASIL DAN PEMBAHASAN ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji, SAT


Ilustrasi naskah SB yang dijadikan sampel berpesan agar ketika pulang PH tidak singgah
penelitian sejumlah 5 halaman berilustrasi yang kemanapun. Meskipun demikian, dalam
terdapat pada rentang halaman 19 hingga 30 perjalan pulang PH tertarik dengan seorang
pada naskah. Sampel diambil berdasarkan putri di pulau yang dilewatinya sehingga ia
pertimbangan isi cerita pada halaman terkait, singgah untuk melamar. Kakak sang putri,
serta hubungannya dengan ilustrasi pada Raja Pandita (selanjutnya disebut RP) bersedia
halaman tersebut. Pemaparan analisis ilustrasi merestui asalkan PH memberikan pakaian
berdasarkan semiotika visual dilakukan dengan hajinya. RP kemudian menggunakan pakaian
memaparkan obyek visual sebagai icon, lalu tersebut untuk menyamar dan mengaku
kaitan antara obyek dengan narasi cerita (index). sebagai PH. SAT yang menyadari bahwa itu
Jika tidak ada pada halaman yang berilustrasi, bukan putranya tidak bersedia menemui. RP
maka akan dicari kaitannya pada isi halaman kemudian meminta bantuan Belanda untuk
sebelum atau sesudahnya. Terakhir dilakukan menyerang SAT karena tidak diakui. SAT
interpretasi terhadap simbolisasi yang terdapat berupaya meminta bantuan Inggris, tetapi
pada obyek visual tersebut. ditolak karena tidak ingin ikut campur.
Cerita naskah pada halaman 19-30 Analisis pertama akan dilakukan pada
yang dijadikan sampel berfokus pada awal ilustrasi yang terdapat pada halaman 19
mula konflik antara Sultan Ageng Tirtayasa (perhatikan Gambar 2). Cerita pada halaman
(selanjutnya disebut SAT) dan anaknya yaitu ini adalah ketika PH meminta izin untuk
Sultan Haji atau Pangeran Haji (selanjutnya berangkat haji pada SAT. Terjemahan pada
disebut PH). Berawal dari keberangkatan PH halaman ini adalah sebagai berikut: “[…]

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Savitri Putri Ramadina, Yasraf Amir Piliang, dan Nuning Damayanti Adisasmito
312
(tekad)ku/asalkan hamba diijinkan/oleh ayahanda/
hamba mohon ayah/Hamba ingin bersujud di
hadapan Nabi/menyembah Yang Maha Agung/
mohon ikhlaskanlah /kepergianku/maka bingung
hati ayahnya. Ayahnya lalu berkata/dengan lirih
pada putranya/baiklah anakku/ayo pergilah segera/
bersiaplah segera/dan kapal/ penuhilah dengan
bekal/barang-barang dan makanan/ bekal orang
yang akan pergi haji/Semua bekal sudah disiapkan.
Tetapi ada pesanku/jika kau jadi pergi haji/jangan
singgah ke negeri/yang bernama Pulo Putri/disitu
ada putri/yang wajahnya sangat […] [cantik]”
(Pudjiastuti, 2010, hlm. 76):
1) Icon: Ilustrasi berupa kapal tampak
Gambar 3. Halaman 23 SB KBG 183
samping. Badan kapal dibagi 4 bagian (Sumber: Ramadina, 2018)
dengan urutan warna dari atas: ungu,
warna kerajaan atau kekayaan. Selain
kuning/biru (tidak jelas karena pudar),
itu, kapal bukanlah obyek yang
kuning, dan ungu. Kapal memiliki dua
murah untuk diproduksi. Kapal disini
tiang dengan tali layar, meski layar tidak
merepresentasikan karakter PH dan SAT
terlihat terkembang. Pada bagian bawah
yang merupakan penguasa Kesultanan
buritan terdapat dayung/propeller
Banten.
berwarna kuning.
Hal yang menarik pada halaman ini
2) Index: pada teks objek “kapal”
adalah komposisi ilustrasi yang diletakkan
disebutkan dengan jelas, sehingga
tanpa ada batas yang jelas dengan teks,
ilustrasi merujuk pada teks. Selain itu,
sehingga teks disusun mengikuti kontur
disebutkan bahwa PH sedang bersiap
obyek, dan ilustrasi terasa mendominasi
untuk pergi, kapal belum berangkat
halaman. Ada kemungkinan ilustrasi dibuat
sehingga layar digambarkan belum
lebih dulu dari teks.
terkembang.
Kelanjutan cerita pada halaman 20-22
3) Simbol: Kesultanan Banten dikenal
adalah kepulangan PH setelah menunaikan
sebagai salah satu poros maritim
haji, kemudian singgah untuk meminang putri
Nusantara pada masa kejayaannya.
di suatu pulau. PH kemudian menghadap
Kapal sendiri merupakan salah satu
RP untuk meminang putri. Adegan tersebut
objek yang cukup sering ditemui
dinarasikan pada halaman 23 (perhatikan
pada ilustrasi naskah SB. Warna yang
Gambar 3).
digunakan untuk badan kapal yaitu
Terjemahan pada halaman 23 adalah
ungu dan kuning merupakan warna
sebagai berikut: “Pangeran berkata pelan/kepada
yang sering diasosiasikan dengan

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Makna Visual dalam Ilustrasi Naskah Sajarah Banten
313
sang putri/ayo kita sampaikan/pada kakakmu dia yang dimintai restu; kemungkinan
dinda/bahwa kita telah sepakat/kau mau aku nikahi. kursi paling besar di luar kiri adalah RP.
Ayo kita menghadap dulu/katakanlah bahwa aku/ Sementara kursi kedua terbesar ditengah
(yang) akan menikahimu/putra sultan Banten/ dan kursi yang dihadapannya adalah PH
yang bernama Pangeran Haji/putra Sultan Agung. dan putri yang sedang berbincang. Posisi
Pangeran Haji mendekat/kepada Raja Pandhita RP dan PH saling bertolak belakang
(dan) berkata/Anda […]” (Pudjiastuti, 2010, hlm. dihalangi dinding. Terdapat lampu diatas
79). Analisis pada ilustrasinya: RP, mengisyaratkan RP yang ‘terang’
1) Icon: obyek berupa bangunan seperti terhadap situasi; sementara PH dan putri
pendopo, di bagian atap terdapat lis berbagi ‘cahaya informasi’ yang sama.
dekoratif dengan warna kuning dan Seperti pada ilustrasi halaman 19, teks
ungu. Terdapat 3 buah lampu, 3 buah mengikuti kontur ilustrasi meskipun dengan
kursi dan 2 buah meja bergaya Eropa. susunan yang lebih rapi karena tidak ada teks
2 lampu menggantung dari atap dan diantara gambar.
1 menempel di tiang atau dinding Cerita berikutnya pada halaman 27
bangunan. 1 kursi terletak di bagian luar adalah ketika RP meminta bantuan Belanda
kiri dan 1 meja di bagian luar kanan. agar diakui sebagai PH. Terjemahan teksnya
Di bagian tengah/dalam 2 kursi saling adalah sebagai berikut: “[…] sudah mendarat/
berhadapan dengan 1 meja diantaranya, dari kapalnya di Betawi/lalu ia bertemu dengan/
1 lampu menggantung diatas meja. Gubernur Jenderal Idler Semit. Raja Pandhita
2) Index: 3 kursi kemungkinan merujuk berkata/kepada Jenderal Idler Semit/wahai tuan
pada teks yang menyebutkan 3 karakter aku/baru saja pulang dari haji/dan aku ini adalah
yaitu putri, PH, dan RP. Posisi kursi putra sultan/kerajaan Banten. Tuan aku datang
yang saling berhadapan menunjukkan (padamu)/(sebab) bagaimana aku ini/jika tidak
interaksi antar 2 orang, dan pada teks […]” (Pudjiastuti, 2010, hlm. 81). Berikut
disebut bahwa PH akan menghadap RP analisis ilustrasinya (perhatikan Gambar 4):
untuk melamar putri. 1) Icon: objek bangunan seperti pendopo
3) Simbol: bentuk, besar, dan posisi kursi, dengan ornamen di atapnya dan tiang
meja, lampu yang berbeda kemungkinan bendera di sebelah kanan. Bagian
menunjukkan ketiga karakter yang dalam bangunan terdapat 3 kursi, 1
disebut pada teks. Ada dua karakter meja, 1 lampu gantung dan 2 lampu
yang punya kekuatan, yaitu PH sebagai yang menempel di tembok, serta 2
penerus Kesultanan Banten, dan RP yang bentuk kotak yang kemungkinan adalah
dimintai restu oleh PH untuk menikahi jendela. Bagian bawah gambar terdapat
putri. Selain itu ada dua interaksi pada caption dengan aksara Pegon bertuliskan
teks: ketika PH berbicara dengan putri, “kantor jendral”.
dan ketika PH akan menghadap RP. Disini 2) Index: teks menceritakan adegan
RP memiliki posisi paling tinggi karena perundingan antara RP dengan

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Savitri Putri Ramadina, Yasraf Amir Piliang, dan Nuning Damayanti Adisasmito
314
dan Idler Semit); logikanya seharusnya
hanya ada 2 kursi. Posisi kursi ‘tipis’
menempel meja dan tepat dihadapan
kursi lainnya, bisa jadi menunjukkan
dualitas RP yang mengaku sebagai PH.
Ilustrasi dan caption pada halaman
27 ini ditempatkan secara vertikal dan teks
dibuat dengan mengikuti kontur gambar.
Pada baris ke-11 bahkan teks bersinggungan
langsung dengan outline gambar. Mungkin
gambar dibuat lebih dulu dengan posisi kertas
landscape atau horizontal sebelum ditulis teks
dan teks akhirnya berupaya menyesuaikan.
Kelanjutan cerita pada halaman 28
Gambar 4. Halaman 27 SB KBG 183
(Sumber: Ramadina, 2018. Foto diambil di Perpustakaan adalah tentang persetujuan kerjasama antara
Nasional RI pada 12 Mei 2018.)
Belanda dan RP yang mengaku sebagai Sultan

Gubernur Jendral Belanda yang bernama Haji/PH, serta kembalinya RP ke Banten.

Idler Semit, sehingga 2 kursi yang Berikut terjemahan teksnya: “[…] diakui/

berhadapan mungkin merujuk pada karena hamba sudah lama (pergi)/jika negara

aktivitas tersebut. Bendera pada tiang kacau/aku minta tolong. Tuan jenderal berkata

diwarnai (urutan dari atas) ungu, putih, manis/kepada Sultan Haji/jika tidak diakui/kau

dan hitam. Warna tersebut mewakili segera (datang padaku)/aku akan menolong/

value warna bendera Belanda (merah, jika aku dibayar. Sultan Haji berkata cepat/ya

putih, biru) karena pada naskah tidak akan kubayar/jika jenderal membantu/jika nanti

digunakan tinta merah; kemungkinan negara kacau/iyalah nanti akan/aku bayar dengan

ilustrator menggunakan tinta yang kerajaan. Sesudah menyepakati perjanjian/Sultan

tersedia. Pada 3 lampu ada bentuk 4 titik Haji segera/kembali ke kapalnya/tak lama tiba di

hitam yang menunjukkan nyala lampu. pelabuhan” (Pudjiastuti, 2010, hlm. 81). Analisis

3) Symbol: Posisi Idler Semit paling kuat ilustrasinya (perhatikan Gambar 5) adalah

karena dia yang dimintai bantuan oleh sebagai berikut:

RP dan karena perundingan dilakukan 1) Icon: objek berupa kapal dengan 2 tiang

diteritorinya (caption “kantor jendral”) bertali dan jangkar dengan rantai yang

sehingga mungkin diwakili kursi paling tersambung ke kapal. Terdapat semacam

besar. Hal yang menarik di sini adalah ornamen pada bagian buritan dan

2 kursi yang diberi outline tebal dan 1 dibawahnya terdapat dayung/propeller.

kursi dengan outline tipis. Teks halaman Badan kapal dibagi 4 bagian (dari atas):

hanya menunjukkan 2 karakter (RP warna ungu dengan motif elips warna
putih, biru yang sudah pudar, kuning,

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Makna Visual dalam Ilustrasi Naskah Sajarah Banten
315
Pada halaman 28 terlihat pemisahan
bagian antara teks dan gambar yang lebih jelas
karena teks tidak mengikuti kontur gambar
seperti pada ilustrasi-ilustrasi sebelumnya.
Meskipun demikian, teks baris terakhir masih
bersinggungan dengan gambar (bagian tiang
layar).
Ilustrasi selanjutnya pada halaman
29 memiliki sedikit hubungan dengan
teks pada halamannya, tetapi teks pada
halaman berikutnya yang tidak berilustrasi
menunjukkan aktivitas yang diwakili dalam
Gambar 5. Halaman 28 SB KBG 183 ilustrasi. Terjemahan teks halaman 29 adalah:
(Sumber: Ramadina, 2018)
“Lalu segera merapat/di pelabuhan, Sultan Haji/
dan hitam. Bagian bawah obyek terdapat ingin bertemu dengan ayahnya/yang bernama
caption beraksara Pegon bertuliskan Sultan Agung/tetapi nanti Sultan/tidak mau
“kapal”. tahu. (Sultan Haji) sudah berada di alun-alun/
2) Index: pada teks disebutkan aktivitas (tapi) Sultan Agung tidak mau menemui/sudah
kembalinya RP ke kapalnya yang ada beberapa hari/[…]”, sementara terjemahan
di pelabuhan. Teks tidak menyebutkan teks pada halaman 30 adalah: “[…] pintu
jika kapalnya sudah berlayar, karenanya Sultan tetap terkunci/para prajurit kebingungan/
layar tidak digambarkan dan jangkar melaporkan kepulangan Sultan Haji. Sudah lama
masih turun karena kapal masih dalam dia menunggu/tapi tidak ditemui/semua prajurit/
kondisi berlabuh. sudah ada yang ikut pada Sultan Haji/kemudian
3) Symbol: jika dibandingkan dengan pada suatu hari/Sultan Haji ke Betawi. Segera
kapal yang digunakan PH untuk dia mendekat/Sultan Haji ke Betawi/lalu bertemu
berangkat pada Gambar 2, kapal dengan jenderal/sudah berkata Sultan Haji/kepada
RP terlihat memiliki dekorasi dan tuan jenderal/kita sudah membuat perjanjian/
ornamen yang lebih mewah, seakan bahwa tuan akan menolongku. Aku sudah lama
menunjukkan perbedaan sifat PH yang duduk/tetapi aku tak ditemui/bahkan sudah
sederhana dan agamis ketika berangkat beberpa hari/aku tetap belum ditemui/jika jenderal
untuk menunaikan ibadah haji dan RP akan membantu/ inilah saatnya” (Pudjiastuti,
yang ambisius ingin mengambil posisi 2010, hlm. 82).
PH sebagai pewaris Kesultanan Banten Analisis ilustrasi pada halaman 29
melalui kerjasama dengan Belanda (perhatikan Gambar 6) adalah sebagai berikut:
dan kemewahan kapalnya merupakan 1) Icon: objek berupa bangunan dengan 2
cara untuk menunjukkan legitimasi dinding/pintu dekoratif di bagian kanan
kebangsawanan. dan kirinya. Atap berbentuk segitiga

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Savitri Putri Ramadina, Yasraf Amir Piliang, dan Nuning Damayanti Adisasmito
316

model dan posisi yang berbeda. Dalam


teori Bahasa Rupa yang dipaparkan
oleh Primadi Tabrani (Tabrani, 2009,
hlm. 8), objek yang digambarkan
secara berulang-ulang menandakan
adanya perubahan kegiatan. Perbedaan
tersebut bisa menunjukkan adanya
perubahan pergerakan RP dari waktu
ke waktu ketika sedang menunggu
SAT. Alternatifnya adalah adanya
dua kegiatan yang dilakukan RP;
pertama menunggu SAT, kedua adalah
diskusinya dengan ‘tuan jenderal’ yang
Gambar 6. Halaman 29 SB KBG 183 diwakili dua set kursi yang berhadap-
(Sumber: Ramadina, 2018)
hadapan.
dengan ornamen berupa tiang yang 3) Symbol: set kursi berhadapan di bagian
di atasnya terdapat 3 bendera/objek kiri memiliki perbedaan model, besar,
bentuk segitiga masing-masing dengan dan jarak yang cukup signifikan,
2 warna: segitiga kanan warna putih seakan mewakili SAT sebagai penguasa
dan ungu, segitiga kiri warna putih Banten dan RP yang hanya berpura-
dengan 2 garis dan ungu, segitiga atas pura menjadi PH. Sementara set kursi
warna ungu atau biru yang sudah pudar di bagian kanan memiliki model yang
(kiri) dan kuning (kanan). Bagian dalam hampir serupa dan posisinya saling
bangunan terdapat 4 kursi 1 meja, 1 bersentuhan, menunjukkan kedekatan
lampu gantung di tengah, dan 2 objek dan kerjasama RP dengan Belanda.
yang kemungkinan lampu cempor/ Ilustrasi halaman 29 memiliki dua
minyak. Bagian bawah gambar terdapat alternatif interpretasi: apakah ilustrasi
caption beraksara Pegon bertuliskan mewakili satu aktivitas, atau ilustrasi
“panenjoan” atau tempat melihat. mewakili hubungan antar karakter. Teks
2) Index: teks halaman 29 menunjukkan mengikuti kontur ilustrasi bangunan seperti
aktivitas RP dilakukan di alun-alun, pada halaman 23 dan 27 (Gambar 3 dan 4).
sementara ilustrasi menunjukkan
gambar bangunan “panenjoan”.
Meskipun demikian teks pada halaman SIMPULAN
30 menceritakan bahwa RP “sudah Ilustrasi pada naskah Sajarah Banten
duduk lama menunggu”. Kegiatan menggunakan penempatan objek pada posisi
duduk lama menunggu tersebut diwakili tertentu untuk memaknai aktivitas yang
dengan 4 kursi, masing-masing memiliki dilakukan oleh karakter pada teks yang ada

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Makna Visual dalam Ilustrasi Naskah Sajarah Banten
317

pada halaman tersebut. Contohnya pada dan kapal yang digunakan oleh Kesultanan
adegan perundingan (Gambar 3, Gambar Banten.
4, dan Gambar 6), kursi ditempatkan Hal lain yang menarik untuk
berhadapan karena secara umum itulah posisi diperhatikan dan dapat dielaborasi untuk
yang dilakukan ketika ada dua pihak yang penelitian selanjutnya adalah posisi Banten
berdiskusi. sebagai salah satu pusat penyebaran agama
Pada ilustrasi kapal meskipun tidak Islam di pulau Jawa. Salah satu karakteristik
terlihat laut atau pelabuhan, layar yang seni rupa Islam adalah anikonisme atau
tidak dikembangkan (Gambar 2) dan jangkar kecenderungan untuk tidak menggambarkan
yang masih diturunkan (Gambar 5) dapat mahluk hidup (Al-Faruqi, 2000, hlm. 209),
mengindikasikan bahwa kapal masih dalam sehingga ada kemungkinan ilustrasi naskah
posisi berlabuh atau belum berlayar. SB tidak menggambarkan karakter sebagai
Penggunaan caption untuk menjelaskan manifestasi karakteristik tersebut.
objek pada naskah SB bersifat arbitrer
karena beberapa ilustrasi menggunakannya
sementara ilustrasi lain tidak. Bisa saja UCAPAN TERIMA KASIH
caption digunakan hanya untuk menerangkan Terima kasih penulis haturkan kepada
pertama kali dan selanjutnya tidak digunakan, promotor dan pembimbing penelitian
tetapi di sini contohnya ilustrasi kapal yang disertasi: Prof. Dr. Yasraf Amir Piliang, MA.;
muncul lebih dulu pada halaman 19 (Gambar Dr. Nuning Damayanti Adisasmito, Dipl.Art.;
2) tidak menggunakannya, sementara ilustrasi Dr. Pindi Setiawan, M.Si. Terima kasih pula
berikutnya di halaman 28 menggunakan teruntuk Prof. Dr. Titik Pudjiastuti, M.Hum.,
caption ‘kapal’. selaku narasumber penelitian ini.
Makna simbolis pada ilustrasi naskah SB
ditunjukkan melalui perbedaan tipe bendanya.
Misalnya bentuk kursi yang berbeda-beda ***
pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar
6 digunakan untuk menunjukkan siapa
karakter yang dimaksud berdasarkan status DAFTAR PUSTAKA
dan kepentingan mereka dalam aktivitas Adisasmito, Nuning Y. D. (2012). Wujud Visual
Gambar pada Naskah Tua Nusantara
yang dipaparkan dalam teks terkait; atau
Sebagai Refleksi Intelektualitas Leluhur
pada perbedaan jenis kapal yang digunakan Bangsa. Panggung, 22 (3), 306–318.
oleh PH dan RP. Meskipun demikian, tidak Al-Faruqi, I. & Al-Faruqi, Lois L. (1986). The
Cultural Atlas of Islam. Diterjemahkan
tertutup kemungkinan bahwa ilustrator
oleh Hasan, I. (2000). Atlas Budaya Islam.
naskah hanya sekedar menggambarkan objek Bandung: Mizan.
sesuai yang dia bayangkan ketika membuat Chandler, D. (2007). Semiotics: The Basics (2nd
Edition). New York: Routledge.
halaman tersebut. Hal ini membutuhkan Guillot, C. (2011). Banten: Sejarah dan Peradaban
penelitian lebih lanjut terkait jenis perabot Abad X-XVII. Jakarta: Kepustakaan

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021


Savitri Putri Ramadina, Yasraf Amir Piliang, dan Nuning Damayanti Adisasmito
318
Populer Gramedia.
Jappy, T. (2013). Introduction to Peircean Visual
Semiotics. London: Bloomsbury.
Kumar, A. & McGlynn, John H. (1996).
Illuminations: The Writing Traditions of
Indonesia. Jakarta: Lontar Foundation.
Male, A. (2007). Illustration: A Theoretical &
Contextual Perspective. Switzerland:
AVA Publishing SA.
Pudjiastuti, T. (2010). Sajarah Banten: Suntingan
dan Terjemahan Teks KBG 183. Jakarta:
Perpustakaan Nasional RI.
Pudjiastuti, T. (2015). Menyusuri Jejak
Kesultanan Banten. Jakarta: Penerbit
Wedatama Widya Sastra.
Rohidi, Tjetjep R. (2011). Metodologi Penelitian
Seni. Semarang: Penerbit Cipta Prima
Nusantara.
Rose, G. (2016). Visual Methodologies: An
Introduction to Researching with Visual
Materials (4th Edition). London: SAGE
Publications Ltd.
Saktimulya, Sri R. (2016). Naskah-naskah
Skriptorium Pakualaman: Periode
Paku Alam II (1830-1858). Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia.
Tabrani, P. (2009). Bahasa Rupa. Bandung:
Penerbit Kelir.
Tinarbuko, S. (2016). Semiotika Tanda Verbal
dan Tanda Visual Iklan Layanan
Masyarakat. Panggung, 26 (2), 181-194.

Jurnal Panggung V31/N3/09/2021

Anda mungkin juga menyukai