Anda di halaman 1dari 10

GURU SENI

BUDAYA
Seni Menjadikan Indah, Ilmu Menjadikan Mudah, Agama Menjadikan Berkah.
Minggu, 26 Agustus 2012

Cerita Rakyat daerah Krian Sidoarjo


Legenda :

PUTRI  TERUNG
RADEN AYU PUTRI SUNDARI CEMPOKOWATI
(RADEN AYU PUTRI PECATTONDO TERUNG)
Dirangkum oleh Sugeng Rianto, S.Pd

A.    LEGENDA TUTUR TINULAR TERUNG PECATTONDO


Disusun oleh W. Soekaryadi Kertoatmodjo dari Bpk. Muslimin Kertodiwongso dari Mbah Tasim
Hadiwijaya dari Buyut Tasirah dari Canggah Duplong, masing-masing mantan Lurah/Kepala
Desa Terung Kec. Krian, Kab. Sidoarjo. Publikasi untuk kalangan terbatas.
a.       Prabu Brawijaya V (Prabu Kertobumi)-Raja Majapahit memiliki putra dari garwo selir, putra
laki-laki diberi nama Raden Haryo Damar (R. Aryo Damar), yang setelah dewasa dan karena
kesaktiannya bisa menumpas bajak laut di Selat Malaka (wilayah kekuasaan Majapahit) atas
perintah ayahandanya yakni Brawijaya V, maka R. Aryo Damar diberi kekuasaan menjadi
Adipati (Bupati) Palembang.
b.      Prabu Brawijaya V juga menikahi Putri Campa (Putri Cempo)-negeri
Campa/Kamboja,  bernama Putri Dwiworowati atau putri Dwarawati. Di saat hamil 3 bulan,
karena hasutan garwo selir yanglain, maka putri Cempo diungsikan ke Palembang dititipkan ke
Aryo Damar hingga melahirkan putra yang diberi nama Raden Patah. Secara hirarki keturunan,
maka R. Aryo Damar adalah kakaknya R. Patah sesama satu ayah yakni Brawijaya V.
c.       Saat R. Patah berusia 7 tahun, Prabu Brawijaya V “tilik sambang” ke Palembang sekaligus
menghadiahkan permaisuri putri Dwarawati kepada R. Aryo Damar agar menikahi putri Cempo.
Sabdo Pendito Ratu, R. Aryo Damar “sendiko dawuh” menerima, lalu Prabu Brawijaya V
berpisah di satu tempat dekat Palembang yang kemudian tempat tersebut diberi nama
Prabumulih (Sang Prabu mulih/pulang kembali ke Majapahit). Selanjutnya, Raden Aryo Damar
bersama putri Cempo memiliki putra yang diberi nama Raden Kusen. Secara hirarki keturunan,
maka Raden Kusen adalah adik dari Raden Patah (sesama ibu lain ayah).
d.      Saat usia remaja, Raden Patah dan Raden Kusen dipanggil menghadap Prabu Brawijaya V agar
keduanya belajar/berguru ke Kotaraja Majapahit. Raden Kusen bersedia dan menjadi asuhan
Prabu Brawijaya V, sedangkan Raden Patah menolak lalu belajar mendalami agama Islam yang
mulai berkembang saat itu dan berguru kepada Raden Rahmattullah yaitu Sunan Ampel di
Ngampeldento. Ngampel dari kata “ngampil” adalah  tempat pinjaman dari Prabu Brawijaya V
kepada R. Rahmat untuk mendirikan pesantren-padepokan pengajaran agama Islam yang
kemudian berkembang sebagai wilayah di Surabaya.
e.       Setelah dewasa, Raden Patah ditugaskan oleh R. Rahmat agar berdakwah kearah barat hingga
menemukan daerah di tengah hutan Bintoro yang memiliki glagah (bunga tebu) yang berbau
wangi, nama tersebut akhirnya dijuluki Glagahwangi. Tempat ini oleh para wali (Wali Songo)-
tokoh penyebar agama Islam di Tanah Jawa- kemudian menjadi pusat pemerintahan kesultanan
Islam yang pertama yaitu Demak Bintoro dengan Raden Patah sebagai Sultan Demak I. Saat
yang bersamaan, Kotaraja Majapahit tengah berkecamuk perebutan kekuasaan antara Brawijaya
V menghadapi Minakjinggo (adipati Wirobhumi) dari Blambangan (pemberontakan yang bisa
ditumpas oleh Damarwulan (suami Ratu Kusuma Wardhani putri Raja Hayam Wuruk). Juga dari
serangan Kerajaan Kediri dipimpin Prabu Girindra Wardhana.
f.       Sedangkan perjalanan Raden Kusen di Kotaraja Majapahit, ia langsung digembleng oleh
eyangnya yaitu Prabu Brawijaya V. karena ketekunan dan kepiawaian olah tanding, maka Raden
Kusen kemudian diangkat sebagai Adipati TERUNG (satu wilayah yang sekarang menjadi desa
Terung kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo, dan tahun 1927 semasa pemerintahan colonial
Belanda, Desa Terung dipecah menjadi Desa Terung Wetan dan Desa Terung Kulon. Perkiraan
penelitian sejarah, lokasi Kraton Kadipaten Terung berada di baratnya Monumen Garuda
pertigaan Desa Terung Wetan. Sebelah utaranya pertigaan Monumen Garuda, diyakini
masyarakat sekitar sebagai Pasar Kembang-tempat berjualan bunga yang menjadi inti dari Tutur
Tinular tentang Putri Terung ini.
g.      Akibat Perang Paregreg (perang saudara) antara Majapahit dengan wilayah kekuasaan yang
memberontak yaitu Kadipaten Blambangan pimpinan Minakjinggo, hal ini melemahkan situasi
Kotaraja Majapahit sehingga Raja Kediri  yaitu Prabu Girindra Wardhana dengan mudah
merebut tahta kekuasaan Majapahit. Brawijaya V melarikan diri dan mendalami jati diri
mendalami keyakinan Islam yang secara diam-diam telah dipeluknya, kemudian dengan para
abdi setianya mengasingkan diri ke puncak Gunung Lawu hingga wafat (konon dianggap
“muksa”/menghilang di puncak Lawu dan dijuluki Sunan Lawu/Hargo Dumillah/Argo Lawu,
abdi setianya di makamkan sedikit di bawahnya di tempat yang disebut Argo Dalem.
h.      Pasukan Demak Bintoro berniat menyerbu Majapahit yang telah dikuasai Girindra Wardhana
dengan mengutus Sunan Ngudung (ayahandanya Sunan Kudus) yaitu senopati perang
Kasultanan Demak. Karena loyalitasnya terhadap Majapahit, Raden Kusen (bergelar Raden
Husain Hadipati Terung Pecattondo) yang menghadapi serbuan tersebut dan akhirnya berhasil
membunuh Sunan Ngudung di Kadipaten Terung dengan tombak, sehingga darahnya berceceran
kemudian jasadnya dimakamkan di Troloyo-Trowulan dekat makam Syech Jumadil Qubro.
Sebagian ceceran darah sunan Ngudung berada di sebelah utara Masjid Baiturrachim (sekarang)
di Desa Terung Kulon, berada satu komleks dengan petilasan/pusaka Raden Kusen yang juga
dikebumikan di tempat tersebut yang hingga kini banyak peziarah saat-saat tertentu.
i.        Walisongo mengetahui senopatinya kalah oleh kesaktian Raden Kusen, segera memerintahkan
Raden Jakfar Shodiq (Sunan Kudus) putra Sunan Ngudung yang saat itu masih bocah agar
mengganti peran ayahnya yang tewas. Raden Jakfar Shodiq dengan pasukan yang dibantu oleh
kesaktian beberapa wali yaitu Sunan Kalihjaga, Sunan Giri, Sunan Gunungjati, membuat Raden
Kusen berkecil hati kemudian mengibarkan bendera putih tanda takluk. Mengetahui bahwa
Raden Kusen adalah adiknya sendiri, raden Patah sultan Demak memerintahkan kepada Raden
Kusen  agar masuk memeluk agama Islam dan menjalankannya serta tetap melanjutkan
memangku jabatan sebagai Adipati Terung Pecattondo di bawah pemerintahan Demak Bintoro.

B.     RADEN AYU PUTRI SUNDARI CEMPOKOWATI yaitu RADEN AYU PUTRI TERUNG
PECATTONDO
a.       Raden Kusen yang bergelar Raden Haryo Terung Pecattondo memiliki putri bernama Raden
Ayu Putri Sundari Cempokowati yang juga diberi gelar Raden Ayu Putri Terung Pecattondo.
Gadis berusia 10 tahun ini memiliki jiwa mandiri dibuktikan dengan kebiasaan berjualan bunga
di pasar. Diyakini oleh masyarakat sekitar bahwa pasar kembang tersebut berlokasi di sebelah
utaranya pertigaan monument Garuda Desa Terung Wetan sekarang.
b.      Suatu ketika, Raden Haryo Terung Pecattondo (Raden Kusen) diberi tugas agar ke Kadipaten
Blambangan oleh Kesultanan Demak Bintoro untuk mencari pusaka kerajaan yaitu pusaka Dapur
Sangkelat yang hilang dicuri oleh Blambangan. Saat ramandanya berada di Blambangan, Raden
Ayu Putri Sundari Cempokowati tetap berjualan bunga di pasar kembang Terung (kira-kira di
rumah Mbah Matelat, sekarang). Namun sang putri lupa tidak membawa belati (pangot) untuk
mengiris/memotong bunga (daun Pandan). Kebingungan tidak membawa belati, saat menoleh ke
kanan-ke kiri, tiba-tiba sudah berdiri seorang pemuda tampan (konon diyakini adalah R.
Makdum Ibrahim/Kanjeng Sunan Bonang/putra Sunan Ampel) sepertinya hendak membeli
bunga. RAP Sundari Cempokowati menyapa lebih dulu:  “Apakah kisanak membawa
pangot/belati? R. Makdum Ibrohim menjawab: “Betul Raden Ayu, saya membawa pangot”.
“Bolehkah saya meminjamnya untuk memotong daun Pandan ini?”, tanya RAP Sundari
Cempokowati kemudian. Si pemuda menjawab: “Silakan, asalkan pangotnya jangan dipangku
(diletakkan di atas paha saat duduk)”. Di saat asyik dan sibuknya memotong-motong bunga,
RAP Sundari lupa pangot/belati tersebut dipangku dan secepat kilat secara gaib hilanglah
pangot/belati tersebut.  Secara bersamaan, saat kebingungan dengan lenyapnya pangot secara
tiba-tiba, RAP Sundari mencari si pemuda yang tiba-tiba juga telah menghilang.
c.       Selang beberapa bulan, seiring kedatangan ramandanya yaitu Raden Kusen kembali dari
memerangi Prabu Siunglaut dan patihnya Caluring dari Blambangan atas utusan dari kakandanya
yaitu Raden Patah, RAP hamil dan tampak mulai membesar kehamilannya. Betapa terkejut dan
marahnya Raden Kusen melihat kenyataan kehamilan sang putri secara misterius. Kendatipun
sudah dijelaskan ikhwal kejadian saat berjualan bunga lalu lupa tidak membawa belati kemudian
dipinjami pisau oleh pemuda misterius serta RAP Sundari sendiri selama ini tidak pernah
berhubungan dengan lelaki manapun, sang Adipati Terung tetap tidak percaya, serta merta demi
menahan malu bersumpah (Sabdo Pandito Ratu) akan menghukum sang putri dengan hukuman
yang layak yaitu membunuhnya dengan pusaka Korowalang. Dalam hati kecil sang Adipati
meskipun berat, namun karena telah “nibakno sabdo”, pendapat garwo adipati sendiri bahwa
sang putrid tetap suci selama ini, tetap sumpah adipati harus dilaksanakan yaitu hokum bunuh
kepada RAP Sundari Cempokowati.
Demi kesetiaan terhadap prinsip dan ketulusan hati serta kerelaan, juga demi dharma bhakti anak
kepada orang tua, RAP Sundari Cempokowati rela dibunuh dengan permohonan:
a.       Hari eksekusi, sang putri memohon di hari Anggoro Kasih (Selasa Kliwon).
b.      Jika nanti setelah dieksekusi darahnya berbau wangi dan berwarna putih, pertanda ananda tetap
suci dan tidak bersalah.
c.       Karena matinya dengan cara dibunuh ayahandanya sendiri, RAP Sundari Cempokowati
memohon agar jasadnya dibuang saja ke Bengawan Terung.
Konon, tepat saat eksekusi mati di hari Anggoro Kasih, tiba-tiba darahnya berwarna putih dan
berbau harum (wangi). Betapa terkejut/“getun” dan rasa bersalah yang luar biasa menghinggapi
perasaan Adipati Terung melihat kejadian tersebut, yang ternyata sebenarnya RAP Sundari
Cempokowati memang masih suci meskipun hamil secara gaib. Maka, demi memenuhi amanat
sang putri, jasad RAP Sundari Cempokowati segera dilempar ke Bengawan Terung, dan ajaibnya
air bengawan yang semula deras mengalir tiba-tiba terhenti seketika kendati dalam sekejap hal
itu semakin membuktikan bahwa RAP Sundari Cempokowati benar-benar tidak bersalah.
Tempat tepat jasad RAP Sundari Cempokowati yang tiba-tiba “gasik”/surut airnya, kemudian
segera diberi batu nisan oleh para kerabatnya sebagai penanda pusara RAP Sundari
Cempokowati. Tempat itulah yang hingga kini sering dikunjungi peziarah yang mengagumi akan
nilai-nilai keluhuran budi yang diwariskan oleh RAP Sundari Cempokowati.
Setelah kejadian tersebut, Adipati Terung dijuluki Hadipati Pecattondo Terung. Begitu pula RAP
Sundari Cempokowati diberi julukan Raden Ayu Putri Pecattondo Terung. Sebutan Pecattondo
dimaknai : andaikata kehamilan RAP Sundari Cempokowati sampai 9 bulan 10 hari sebagaimana
lazimnya, kelahirannya berwujud apa? Apakah ular naga? Pusaka? Atau Jabang bayi? Maka
setelah dibunuh sulit ditebak atau tondonya PECAT/ONCAT/WURUNG. Alhasil juga diberi
sebutan Raden Ayu Putri Oncat Tondo Wurung. Wallahu a’lam bissawab…

Diposting oleh Sugeng Rianto, S.Pd di 09.45 


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest
Label: Cerita Rakyat

17 komentar:
1.

Andra Virdianto7 Mei 2013 22.59

Wah sejarah yang hilang perlu dicari, Uri uri budaya jawi, dan mengenal akan jati diri...
saya anak krian pak Sugeng Rianto, S.Pd mohon ijin Copas, matur nuwun
Balas
Balasan

1.

Andra Virdianto7 Mei 2013 23.01

Monggo mampir http://lurustok.blogspot.com

2.

Sugeng Rianto, S.Pd24 Mei 2013 12.03


monggo...
Balas
2.

Unknown21 Mei 2013 10.11

Saya pernah dengar cerita tersebut dari kakek dan nenek saya, tapi ga lengkap dan konon
anak laki2 pertama, yg ada hubungan sanak saudara dari ratu oncat, di suruh datang atau
nyekar di makam ratu oncat tondo wurung, karena konon ada yg bilang bahwa anak yg
dikandungnya berjenis kelamin laki2. hubunganya kenapa mesti kesana juga tidak tau dan
saya adalah orang yg pernah ke makam ratu oncat, dan katanya juga, saya ada hubungan
silsilah dari keturunan keluarga ratu oncat. waktu ke sana jg ada buku tamu yg harus di isi,
dan menyebutkan dari garis keturunan siapa. benar atau tidaknya juga saya kurang tau.
Balas
Balasan

1.

Sugeng Rianto, S.Pd24 Mei 2013 12.05


pemangku kepentingan yg kini mantan kades memiliki literatur yg bisa
dirujuk

2.

Unknown17 Maret 2019 17.02

Salam kenal Saya ada sedikit cerita tentang apa yang anda ceritakan disini.
Mungkin ada yang cocok. Kalau anda berkenan silahkan hubungi saya.
Terima kasih.
Balas

3.

edlin dahniar24 Juni 2013 00.03

Kok Putri Campa ibunda Raden Patah pak? Setahu saya, Putri Campa bukan ibunda
Raden Patah, dan meninggal di Trowulan, bukan di Palembang. Versi itu saya baca
sebelumnya (dari Buku Slamet Muljana yang banyak menyadur tulisan Poortman yang
mengambil sumber dari naskah-naskah Klenteng Sam poo Kong Semarang) mengatakan
bahwa putri Cina ibunda Raden Patah adalah putri peranakan pedagang Cina. Wah,
menarik sekali kalau ternyata ada versi lain Pak..

Salam
Balas

4.

Dawud Tan18 April 2015 06.25

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.


Balas
5.

Unknown15 Agustus 2016 07.58

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.


Balas

6.

Unknown15 Agustus 2016 07.59

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.


Balas

7.

Unknown6 Desember 2016 07.36

saya pernah membaca artikel yang menjelaskan bahwa 2 orang Majapahit yg bernama
Arya Damwr danmasa hidup keduanya terpaut 100 tahunan.

Arya Damar yang pertama adalah Panglima penakluk Malaka itu. Beragama Hindu.

Arya Damar yang kedua keturunan dari Prabu Wikramawardhana Raja kelima Majapahit.
Dijadikan Adipati di Palembang, lalu masuk Islam karena dakwah Sunan Ampel. Dan
merubah namanya menjadi Arya Abdillah. Dan dikatakan beliau inilah Arya Damar yang
dimaksud sebagai Bapak Raden Husen, yang menikahi bekas Permaisuri Prabu
Kertabhumi itu.

Wallohu A'lam...
Balas

8.

Unknown2 Juni 2019 19.04

Wah bagus sekali ya ternyata dikrian juga ada cerita rakyat yang sangat baik sekali untik
diketahui oleh generasi generasi beriktnya agar tidak melupakan selarah desa kita sendiri
Balas

9.

Unknown15 September 2019 00.42

Assalamualaikum,Pak Sugeng Riyanto cikal bakal desa saya Raden yudo tali grantung
yang konon sakti beliau turunan dari R.Husen Kerajaan Majapahit yang mengembara ke
barat wilayah Purworejo Jateng, yang saya tanyakan nama asli nya siapa ya karena saya
termasuk cucu buyut canggahnya beliau.
Balas
10.

Unknown15 September 2019 13.40

Assalamu'alaikum Pak Sugeng Riyanto..tepangaken kulo rukin kulo sanget remen belajar
sejarah tlatah jawi nuswantoro khususipun sejarah kerajaan2 di nuswantoro.mathur nuwon
sanget kagem bpk sugeng riyanto ingkang sampun maringi pangertos dumateng sedanten
sanak kadang nuswantoro.Salam Rahayu...Bpk Sugeng Riyanto.
Balas

11.

Unknown15 September 2019 13.42

Assalamu'alaikum Pak Sugeng Riyanto..tepangaken kulo rukin kulo sanget remen belajar
sejarah tlatah jawi nuswantoro khususipun sejarah kerajaan2 di nuswantoro.mathur nuwon
sanget kagem bpk sugeng riyanto ingkang sampun maringi pangertos dumateng sedanten
sanak kadang nuswantoro.Salam Rahayu...Bpk Sugeng Riyanto.
Balas

12.

Unknown10 Oktober 2019 14.45

Assalamualaikum, pak Sugeng Riyanto. Tulis cerita rakyat Jawa timur yang lain lagi yaa
pak..
Konten ini sangat bermanfaat sekali pak.
Balas

13.

Unknown10 Maret 2020 21.28

sae sanget mas... kulo penggemar Adipati Terung


Balas

Posting Lebih BaruPosting LamaBeranda


Langganan: Posting Komentar (Atom)
Lukisan Kalligrafi
Basmallah

Arsip Blog
▼  2012 (4)
▼  Agustus (4)
Guru Era Reformasi
Cerita Rakyat daerah Krian Sidoarjo
Radio Pendidikan Spendaka FM 103,2 MHz
Juara Lomba Seni HUT RI Ke 67 Th 2012

Mengenai Saya

Sugeng Rianto, S.Pd


an
Lihat profil lengkapku
My Painting
"Perjuangan"

Follow by Email sugengriantospd@gmail.com


Submit

Anugerah-Amanah laskar pelangi


 gerr kumpulan ce

Bonus"Ruju" yg lucu
Sugeng Rianto, S.Pd SMPN 2 Krian Sidoarjo. Tema Tanda Air. Gambar tema oleh molotovcoketail.
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai