Anda di halaman 1dari 5

BABAD DAYEUHLUHUR

De MrJons SiBolang em Segunda-feira, 29 de dezembro de 2014 às 01:34


Dayeuhluhur, akulturasi Sunda Pajajaran dan Jawa Mataram Kontroversi
pembubaran Dayeuhluhur dan Berdirinya Cilacap sejarah Dayeuhluhur dari awal
sampai akhir

CERITERA SEJARAH DAYEUHLUHUR DARI MASA KE MASA

Memahami sejarah Dayeuhluhur berikut ini harus berkenan mengikuti sejarah


Sunda dan juga sejarah Demak, Banyumas, Pajang serta Mataram yang sangat
mempengaruhi sejarah Dayeuhluhur Penggunaan kata Dayeuhluhur yang
digunakan sekarang, pada awalnya terdapat beberapa ejaan, mulai dari Dayaloehoer
(Hallewijn), Dayoloehoer (Vitalis), Daijoe-Loehoer (surat keputusan tanggal 18
Desember 1830 no 1) dan Dayoe-Loehoer (Mr. van Lawick van Pabst dan Resolusi
tanggal 27 Agustus 1831 no 1).Menurut Mr. Vitalis, dayo artinya desa, luhur artinya
ketinggian atau gunung. Jadi Dayu-Luhur artinya desa yang terletak di ketinggian
atau gunung 1. Dayeuhluhur Masa Hindu-Buddha Sekitar tahun 1490-an Arya
Gagak Ngampar (Banyak Ngampar) dijadikan Adipati Dayeuhluhur oleh Kakaknya
Banyak Cotro (Prabu Kamandaka) Adipati Pasirluhur di Karanglewas (Barat Kota
Purwokerto sekarang) sebagai daerah bawahan Pasirluhur. Wilayah Kadipaten
Dayeuhluhur ini meliputi wilayah yang jauh lebih luas dibandingkan wilayah
Kec.Dayeuhluhur saat ini, jika dibandingkan saat ini meliputi : Seluruh
wil.Kab.Cilacap saat ini sampai Daerah Ayah Kesugihan dan Wangon. Adipati
Gagak Ngampar setelah meninggal digantikan putranya Candi Kuning dengan
gelar Adipati Gagak Ngampar II. 1.a. Latar Belakang Arya Gagak Ngampar Dalam
ceritera Babad Pasirluhur, pada awalnya Dayeuhluhur merupakan salah satu
wilayah dari Kadipaten Pasirluhur yang dipimpin oleh adipati Kandadaha. Pada
saat putri kandadaha yang terakhir yang bernama Dewi Ciptoroso (anak adipati
kandadaha berjumlah 25 orang semuanya putri) dilamar oleh Prabu Pulebahas,
Adipati dari Kadipaten Nusakambangan yang disertai tekanan akan adanya invasi
Nusakambanngan atas Pasirluhur, maka atas bantuan Pasukan Pajajaran yang
dipimpin kakak beradik Banyak Cotro (Kamandaka) dan Banyak Ngampar
(silihwarni) pasukan Nusakambangan dapat dikalahkan dan Prabu Pulebahas pun
tewas dalam pertempuran. Kakan beradik itu dari Nusakambangan dan Pasir luhur
masing-masing mendapatkan 40 putri boyongan ditambah Banyak Cotro
dinikahkan dengan Dewi Ciptoroso dan Banyak Ngampar menikahi Dewi
Purwati/Dewi Pringgisari adik dari Adipati Pulebahas, kesemuanya diboyong ke
Pajajaran sebagai prasarat untuk menjadi putra mahkota Pajajaran. Kejadian ini
berlangsung pada kisaran tahun 1485. Hal ini berkaitan dengan sejarah sunda dan
Pajajaran. Bahwa pada tahun 1375 Raja Pajajaran Prabu Linggabuana bersama istri
dan anaknya Dyah Ayu Pitaloka dan seluruh prajurit yang mengiringinya gugur
dalam perang Bubat akibat tipu muslihat Mahapatih Majapahit Gadjah Mada yang
merubah pertemuan antar calon pengantin Dyah Pitaloka dengan Raja Majapahit
Hayam Wuruk menjadi penundukan raja Pajajaran pada Majapahit yang ditolak
oleh Prabu Linggabuana yang lebih baik bertempur mati-matian daripada harus
tunduk pada Majapahit apalagi dengan tipu muslihat dan ingkar janji, kekuatan
Prabu Linggabuana yang mempertahankan harga diri dan keharuman Bangsa
Pajajaran ini diabadikan dengan sebutan PRABU WANGI artinya Raja yang
menjaga keharuman nama bangsa Pajajaran. Karena putra mahkota masih kecil
maka kerajaan dijalankan oleh adik prabu Linggabuana yaitu Patih
Bunisora/Borosngora sampai dengan tahun 1371 M. Patih Gadjah Mada merasa
bersalah dan gagal dalam peristiwa Bubat sehingga mengasingkan diri bertahun-
tahun di hutan Tarik, Raja Majapahit Hayam Wuruk sangat terpukul atas peristiwa
Bubat dan memohon maaf pada Bunisoro, namun Bunisora tetap waspada dan
memperkuat pertahanan di sisi timur Pajajaran dari Cipamali sampai Cijolang. Patih
Bunisora adalah Mangkubumi Suradipati atau Prabu Kuda Lalean atau Batara Guru
Jampang (dalam babad Panjalu, ia dimakamkan di Geger Omas). Pada tahun 1371
Putra Mahkota naik tahta dengan nama Niskala Wastu Kencana sebagai raja
Pajajaran ke 26 sampai dengan tahun 1475. Prabu Niskala Wastu Kencana menikahi
saudara sepupunya anak dari Buni sora yaitu Dewi Mayangsari dan dikarunia anak
bernama Dewa Niskala dan Ki Gedeng Sindangkasih. Perkawinan kedua dengan
Dewi Lara Sukarti dikaruniai anak bernama Susuk Tunggal. Pemerintahan Niskala
Wastu Kencana 1371-1475 (105 tahun) mengalami kejayaan, sehingga diberi gelar
PRABU WANGISUTAH raja yang meneruskan keharuman ayahandanya prabu
wangi, sebaliknya selama dekade itu Majapahit mengalami perang saudara
(paregreg) dan perebutan kekuasaan antara Brawijaya V dan VI dan munculnya
kerajaan Demak yang melemahkan Majapahit. Pada tahun 1475 Pajajaran dibagi 2
kerajaan untuk kedua anaknya, Kerajaan Sunda untuk Prabu Susuk Tunggal dan
Kerajaan Galuh Untuk Prabu Dewa Niskala. Pada saat Prabu Niskala Wastu
Kencana masih berkuasa, Susuk Tunggal telah memiliki putri bernama
Kentringmanik mayang sunda dan Amuk marugul, sedangkan Dewa Niskala telah
memiliki putra bernama PAMANAH RASA yang menjadi cucu kesayangan Niskala
Wastu Kencana. Pamanah Rasa sangat sakti dan mewarisi ilmu dan kebijaksanaan
kakeknya, ia menikahi sepupunya putri Ki GedengKasih yang bernama Dewi
Ambetkasih dan memiliki 3 orang anak, Banyak Cotro, Banyak Ngampar dan Dewi
Ratna Pamekas. Karena Dewi Ambetkasih meninggal Pamanah rasa mengawini
gadis muslim Dewi Subanglarang saat diutus kakeknya menghancurkan Pondok
Quro (kawasan ponpes syech Hasanudin di Kerawang yang bermazhab Hanafi)
alih-alih menghancurkan pondok malah menikah dengan salah satu santriwatinya
Dewi Subanglarang yang merupakan anak dari Ki Gedeng Tapa Cirebon. Dari
perkawinanannya dengan gadis muslimah melahirkan 3 anak muslim yaitu anak
pertama bernama Walangsungsang yang menjadi Adipati Cirebon dengan nama
Pangeran Cakrabuana, anak kedua putri Rara Santang yang menikah dengan raja
Mesir menurunkan Sunan Gunung Jati dan anak ketiga Raja sangara atau Kian
Santang yang menjadi Senopati Perang Cirebon dan akhirnya menjadi wali
penyebar Islam dengan nama Sunan Godog. Perkawinan ini menyalahi perintah
sang Kakek sehingga berlangsung di luar istana, saat kembali ke istana Pamanah
rasa dinikahkan dengan sepupunya putri Prabu Susuk Tunggal raja Sunda, Dewi
Kentringmanik Mayang sunda dengan janji kelak anak yang lahir harus menjadi
putra mahkota jika kelak Pamanah rasa menjadi Raja Galuh menggantikan Dewa
Niskala (perjanjian ini tidak diketahui oleh anak-anak lainya dari istri pertama
Banyak Cotro, Banyak Ngampar, Ratna Pamekas). Dari perkawinanya dengan
Mayang Sunda dikarunia anak lelaki bernama Banyak Blabur dan Surasowan yang
menjadi adipati Banten dan anak putri Surawati yang menikah dengan adipati
Sunda Kelapa. Pada tahun 1482 Bangsawan Majapahit utamanya saudara-saudara
Brawijaya V, diantaranya adiknya Arya Baribin dan rombongan mengungsi ke
Galuh, diterima Dewa Niskala dan Arya Baribin dinikahkan dengan cucunya / anak
Pamanah rasa, Dewi Ratna Pamekas, dan Dewa Niskala menikahi salah satu putri
pelarian Majapahit yang telah memiliki tunangan, hal ini dianggap sebagai
pelanggaran berat atas pamali dari dampak Perang Bubat menikahi putri Majapahit
dan menikahkan putrinya dengan pria Majapahit serta menikahi orang yang sudah
bertunangan. Sebagai hukuman, Dewi Ratna Pamekas dan Arya Baribin diungsikan
keluar istana dan Dewa Niskala harus turun tahta dan digantikan oleh Pamanah
Rasa dengan permaisurinya Dewi Kentringmanik Mayang Sunda. Karena Amuk
Marugul satu-satunya anak lelaki dari Susuk Tunggal telah tewas di tangan
Pamanah Rasa saat memperebutkan Dewi Subang Larang di Kerawang saat
penyerbuan Pondok Quro (keduanya jatuh cinta pada Dewi Subanglarang sehingga
terjadi perang tanding) maka Susuk Tunggal memberikan tahta sunda kepada
Pamanah Rasa menantunya, sehingga Pamanah Rasa Menyatukan Kembali sunda
dan Galuh menjadi Pajajaran Baru. Penobatan Pamanah Rasa tahun 1482 dengan
Gelar Prabu JAYADEWATA, karena kepemimpinannya yang memajukan Pajajaran
sangat pesat maka dijuluki sebagai PRABU SILIHWANGI, artinya raja yang
menggantikan dan meneruskan kejayaan Prabu Wangi dan Prabu Wangisutah
(Kakek dan buyutnya).Kata silihwangi secara aksen berubah menjadi Siliwangi.
Ketiga anak Pamanahrasa dari Dewi Subanglarang yang menikah di luar istana dan
beragama islam tidak akan menjadi putra mahkota dan kesemuanya telah
mendirikan dinasti sendiri membuat kerajaan Cirebon dan Banten, dimana
Walangsungsang mendirikan Cirebon dan digantikan keponakannya Sunan
Gunungjati yang sejak 1482 berotonomi sendiri tidak tunduk lagi kepada Pajajaran,
dan anak cucu Sunan Gunungjati menyerang keturunan Surasowan mendirikan
kerajaan di Banten serta menundukan Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dibawah
Fatahilah. Tinggalah 3 orang calon putra mahkota yaitu Banyak Cotro, Banyak
Ngampar dan Banyak Blabur. Saat ketiganya membawa masing-masing 40 putri
boyongan, Siliwangi menerima ketiga calon putra mahkota dan mengajukan syarat
disamping 40 putri boyongan maka putra mahkota harus berbadan mulus dan tanpa
cacat, karena Banyak Cotro dan Banyak Ngampar tubuhnya terluka saat peperangan
di Pasir luhur maka putra mahkota jatuh kepada Banyak Blabur (sebagai suatu
siasat untuk memenuhi janji kepada Susuk Tunggal dan Dewi Kentringmanik
Mayangsunda). Keputusan ini menyebabkan ketiga anak dari istri Pamanah rasa
Dewi Ambetkasih itu (Banyak Cotro dan Banyak Ngampar) serta Dewi Ratna
Pamekas yang dihukum usir dari istana karena dinikahkan dengan arya Baribin
Pandita putra, ketiganya meninggalkan Pajajaran dan kembali ke Pasir Luhur. Oleh
mertuanya Kandadaha, Banyak Cotro diangkat menjadi Adipati Pasir luhur dan
menurunkan adipati Pasir Luhur Selanjutnya. Banyak Cotro kemudian mengangkat
Banyak Ngampar menjadi Adipati Dayeuhluhur sebagian wilayah Pasir luhur di
Barat yang kelak menurunkan keturunan Dayeuhluhur dan menempatkan serta
menerima Ratna Pamekas dan Arya Baribin yang kelak menurunkan Adipati
Mrapat (Joko Kaiman) sebagai leluhur para adipati Banyumas. Dari ketiga kakak
beradik inilah kelak menurunkan para leluhur orang-orang di wilayah Banyumas
dan Dayeuhluhur serta Cilacap melalui perkawinan antar saudara diantara mereka.
Rangkaian peristiwa ini diperkirakan terjadi tahun 1485-1490. 1.b. Arya Gagak
Ngampar I - III Raden Banyak Ngampar alias Arya Gagak Ngampar alias
Panembahan Haur yang menikahi Dewi Purwati atau Dewi Peringgi atau
Panembahan Biang (adik Pule Bahas, Putri Boyongan dari Nusakambangan)
dikarunia 2 anak yaitu anak lelaki bernama Candi Kuning dan anak Putri bernama
Dewi Ratnasari atau Niken Rantamsari, dan mendirikan astana di Salangkuning
Dayeuhluhur. Arya Gagak Ngampar berbesanan dengan Kakaknya Arya
Kamandaka (Banyak Cotro) dengan menikahkan putrinya Niken Rantamsari
dengan Banyak Wirata yang menjadi Adipati Pasir Luhur kelak menggantikan
ayahnya Kamandaka.

Anda mungkin juga menyukai