Anda di halaman 1dari 6

13 RAJA PALING BERPENGARUH SEPANJANG SEJARAH KERAJAAN DITANAH

JAWA

Berdasarkan catatan sejarah,munculnya kerajaan ditanah jawa dimulai sejak kerajaan kalingga
sehingga berlanjut pada kerajaan medang atau mataram kuna (periode jawa Tengah dan periode
jawa Timur, kahuripan, janggala, kandiri, singhasari. majapahit, kesultanaan Demak,
kesultanaan panjang, mataram baru (Mataram Islam), kesunaan kastura, kesunanan Surakarta,
Kesultanan Yogyakarta, praja mengkunegaran, dan kadipaten Pakualaman.
Setiap kerajaan senantiasa memiliki catatan sejarahnya sendiri. Catatan sejarah,baik
berkaitan dengan raja raja yang berkuasa maupun berkaitan dengan politik (kebijakan) raja yang
sangat mempengaruhi puncak kejayaan atau runtuhnya kerajaan tersebut, Dari sini dapat
disimpulkan bahwa peran raja sangat penting didalam menentukan nasib kerajaan dan wilayah
kekuasaannya.

1. RATU SANJAYA

Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan bernama Dr. Bosch dalam karangannya
yang berjudul Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952). Ia menyebutkan
bahwa, di Kerajaan Medang terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti Sanjaya dan
Sailendra. Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri Kerajaan Medang,
yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar tahun 732. Berdasarkan Prasasti Canggal (732 M)
diketahui Sanjaya adalah penerus raja Jawa Sanna, menganut agama Hindu aliran Siwa, dan
berkiblat ke Kunjarakunja di daerah India, dan mendirikan Shivalingga baru yang menunjukkan
membangun pusat pemerintahan baru.Menurut penafsiran atas naskah Carita Parahyangan yang
disusun dari zaman kemudian, Sanjaya digambarkan sebagai pangeran dari Galuh yang akhirnya
berkuasa di Mataram. Ibu dari Sanjaya adalah Sanaha, cucu Ratu Shima dari Kerajaan
Kalingga diJepara. Dikemudian hari, Sanjaya yang merupakan penerus Kerajaan Galuh yang sah,
menyerang Galuh dengan bantuan Tarusbawa, raja Sunda. Penyerangan ini bertujuan untuk
melengserkan Purbasora. Saat Tarusbawa meninggal pada tahun 723, kekuasaan Sunda dan
Galuh berada di tangan Sanjaya. Di tangannya, Sunda dan Galuh bersatu kembali. Tahun 732,
Sanjaya menyerahkan kekuasaan Sunda-Galuh kepada putranya Rakryan Panaraban (Tamperan).
Di Kalingga, Sanjaya memegang kekuasaan selama 22 tahun (732-754), yang kemudian diganti
oleh puteranya dari Déwi Sudiwara, yaitu Rakai Panangkaran.

2. SAMARATUNGGA

Sri Maharaja Samarottungga, atau kadang ditulis Samaratungga, adalah raja Kerajaan
Medang dari Wangsa Syailendra yang memerintah pada tahun 792 – 835. Tidak seperti
pendahulunya yang ekspansionis, pada masa pemerintahannya, Smaratungga lebih
mengedepankan pengembangan agama dan budaya. Pada tahun 825, dia menyelesaikan
pembangunan candi Borobudur yang menjadi kebanggaan Indonesia. Untuk memperkuat aliansi
antara wangsa Syailendra dengan penguasa Sriwijaya terdahulu, Samaratungga menikahi Dewi
Tara, putri Dharmasetu.Dari pernikahan itu Samaratungga memiliki seorang putra pewaris
tahta, Balaputradewa, dan Pramodhawardhani yang menikah dengan Rakai Pikatan, putra Sri
Maharaja Rakai Garung, raja kelima Kerajaan Medang Nama Samaratungga terdapat
dalam prasasti Kayumwungan atau prasasti Karangtengah yang dikeluarkan pada tanggal 26
Mei 824. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa, Samaratungga memiliki seorang putri
bernama Pramodawardhani yang meresmikan sebuah jinalaya yang sangat indah. Prasasti ini
dianggap berhubungan dengan pembangunan Candi Borobudur.Prasasti Kayumwungan terdiri
atas dua bagian.

3. MPU MANUKU

Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu Manuku adalah raja keenam Kerajaan Medang periode
Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno) yang memerintah sekitar tahun 840-
an – 856.Rakai Pikatan terdapat dalam daftar para raja versi prasasti Mantyasih. Nama aslinya
menurut prasasti Argapura adalah Mpu Manuku. Pada prasasti Munduan tahun 807diketahui
Mpu Manuku menjabat sebagai Rakai Patapan. Kemudian pada prasasti Kayumwungan
tahun 824 jabatan Rakai Patapan dipegang oleh Mpu Palar. Mungkin saat itu Mpu Manuku
sudah pindah jabatan menjadi Rakai Pikatan.Akan tetapi, pada prasasti Tulang Air
tahun 850 Mpu Manuku kembali bergelar Rakai Patapan. Sedangkan menurut prasasti
Gondosuli, Mpu Palar telah meninggal sebelum tahun832. Kiranya daerah Patapan kembali
menjadi tanggung jawab Mpu Manuku, meskipun saat itu ia sudah menjadi maharaja. Tradisi
seperti ini memang berlaku dalam sejarahKerajaan Medang di mana seorang raja mencantumkan
pula gelar lamanya sebagai kepala daerah, misalnya Maharaja Rakai Watukura Dyah
Balitung.Menurut prasasti Wantil, Mpu Manuku membangun ibu kota baru di desa Mamrati
sehingga ia pun dijuluki sebagai Rakai Mamrati. Istana baru itu bernama Mamratipura, sebagai
pengganti ibu kota yang lama, yaitu Mataram.Prasasti Wantil juga menyebutkan bahwa Rakai
Mamrati turun takhta dan menjadi brahmana bergelar Sang Jatiningrat pada tahun 856.

4. DYAN BALITUNG
Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu adalah
raja Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang
memerintah sekitar tahun 899–911. Wilayah kekuasaannya mencakup Jawa Tengah, Jawa
Timur, bahkan Bali. Kemungkinan besar raja tersebut adalah Rakai Watuhumalang yang
menurut prasasti Mantyasih memerintah sebelum Balitung. Mungkin alasan Dyah Balitung bisa
naik takhta bukan hanya itu, mengingat raja sebelumnya ternyata juga memiliki putra
bernama Mpu Daksa (prasasti Telahap). Alasan lain yang menunjang ialah keadaan Kerajaan
Medang sepeninggal Rakai Kayuwangi mengalami perpecahan, yaitu dengan ditemukannya
prasasti Munggu Antan atas nama Maharaja Rakai Gurunwangi dan prasasti Poh Dulur atas
nama Rakai Limus Dyah Dewendra. Jadi, kemungkinan besar Dyah Balitung yang merupakan
menantu Rakai Watuhumalang (raja Medang pengganti Rakai Kayuwangi) berhasil menjadi
pahlawan dengan menaklukkan Rakai Gurunwangi dan Rakai Limus sehingga kembali mengakui
kekuasaan tunggal di Kerajaan Medang. Maka, sepeninggal Rakai Watuhumalang, rakyat pun
memilih Balitung sebagai raja daripada iparnya, yaitu Mpu Daksa.

5. MPU SINDOKMpu Sindok adalah raja pertama Kerajaan Medang periode Jawa Timur
yang memerintah sekitar tahun 929 – 947, bergelar Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana
Wikramadharmottunggadewa.Mpu Sindok dianggap sebagai pendiri dinasti baru
bernama Wangsa Isana. Mpu Sindok pada masa pemerintahan Dyah Tulodhong menjabat
sebagai Rakai Mahamantri Halu, sedangkan pada masa pemerintahan Dyah Wawa, naik
pangkat menjadi Rakai Mahamantri Hino. Kedua jabatan tersebut merupakan jabatan tingkat
tinggi yang hanya dapat diisi oleh keluarga raja. Dengan demikian, Mpu Sindok merupakan
seorang bangsawan kelas tinggi dalam Kerajaan Medang.Mpu Sindok memiliki permaisuri
yang bernama Sri Parameswari Dyah Kebi putri Rakai Bawa. Sejarawan Poerbatjaraka
menganggap Rakai Bawa sama dengan Dyah Wawa. Dengan demikian, Mpu Sindok
dianggap sebagai menantu Dyah Wawa. Namun, Rakai Bawa adalah nama suatu jabatan,
sedangkan Dyah Wawa adalah nama orang, sehingga keduanya tidak bisa disamakan.
Stutterheim menemukan tokoh Rakai Bawang Mpu Dyah, yaitu seorang pejabat zaman
pemerintahan Mpu Daksa.Menurutnya, Mpu Partha ini lebih tepat dianggap sebagai ayah
Dyah Kebi daripada Dyah Wawa.Selain itu ditemukan pula nama Rakryan Bawang Dyah
Srawana yang bisa juga merupakan ayah Dyah Kebi.

6. AIRLANGGA
Airlangga (Bali, 990 - Belahan, 1049) atau sering pula ditulis Erlangga, adalah
pendiri Kerajaan Kahuripan, yang memerintah 1009-1042 dengan gelar abhiseka Sri Maharaja
Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa. Sebagai seorang raja, ia
memerintahkan Mpu Kanwa untuk mengubah Kakawin Arjunawiwaha yang menggambarkan
keberhasilannya dalam peperangan. Di akhir masa pemerintahannya, kerajaannya dibelah dua
menjadi Kerajaan Kadiri dan Kerajaan Janggala bagi kedua putranya. Nama Airlangga sampai
saat ini masih terkenal dalam berbagai cerita rakyat, dan sering diabadikan di berbagai tempat di
Indonesia.Nama Airlangga berarti "Air yang melompat". Ia lahir tahun 990. Ayahnya
bernama Udayana, raja Kerajaan Bedahulu dari Wangsa Warmadewa. Ibunya bernama
Mahendradatta,seorang putri Wangsa Isyana dari Kerajaan Medang. Waktu itu Medang menjadi
kerajaan yang cukup kuat, bahkan mengadakan penaklukan ke Bali, mendirikan koloni di
Kalimantan Barat,serta mengadakan serangan ke Sriwijaya.Airlangga memiliki dua orang adik,
yaitu Marakata (menjadi raja Bali sepeninggal ayah mereka) dan Anak Wungsu (naik takhta
sepeninggal Marakata). Dalam berbagai prasasti yang dikeluarkannya, Airlangga mengakui
sebagai keturunan dari Mpu Sindok dari Wangsa Isyana dari kerajaan Medang Mataram di Jawa
Tengah.

7. MAPANJI JAYABHAYAMaharaja Jayabhaya adalah raja Kadiri yang memerintah


sekitar tahun 1135-1157. Nama gelar lengkapnya adalah Sri Maharaja Sang Mapanji
Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama
Uttunggadewa.Pemerintahan Jayabhaya dianggap sebagai masa kejayaan Kediri.
Peninggalan sejarahnya berupa prasasti Hantang (1135), prasasti Talan (1136), dan prasasti
Jepun (1144), serta Kakawin Bharatayuddha (1157).Pada prasasti Hantang, atau biasa juga
disebut prasasti Ngantang, terdapat semboyan Panjalu Jayati, yang artinya Kediri menang.
Prasasti ini dikeluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk desa
Ngantang yang setia pada Kediri selama perang melawan Jenggala. Dari prasasti tersebut
dapat diketahui kalau Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan
mempersatukannya kembali dengan Kediri.Kemenangan Jayabhaya
atas Jenggala disimbolkan sebagai kemenangan Pandawa atas Korawa dalam kakawin
Bharatayuddha yang digubah oleh empu Sedah dan empu Panuluh tahun 1157.

8. KERTANAGARA
Sri Maharaja Kertanagara (meninggal tahun 1292), adalah raja terakhir yang memerintah
kerajaan Singhasari. Masa pemerintahan Kertanagara dikenal sebagai masa kejayaan Singhasari,
dan ia dipandang sebagai penguasa Jawa pertama yang berambisi ingin menyatukan
wilayah Nusantara. Menantunya Raden Wijaya, kemudian mendirikan kerajaanMajapahit sekitar
tahun 1293 sebagai penerus dinasti Singhasari. tahun 1248-1268. Ibunya bernama Waning
Hyun yang bergelar Jayawardhani. Waning Hyun adalah putri dariMahisa Wunga
Teleng (putra sulung Ken Arok, pendiri Singhasari, dari Ken Dedes).Istri Kertanagara
bernama Sri Bajradewi. Dari perkawinan mereka lahir beberapa orang putri.

9. HYAM WURUK

Hyam Wuruk adalah raja keempat Kerajaan Majapahit yang memerintah tahun 1350-1389,
bergelar Maharaja Sri Rajasanagara. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan
Majapahit mencapai puncak kejayaannya.Nama Hayam Wuruk artinya "ayam yang terpelajar". Ia
adalah putra pasangan Tribhuwana Tunggadewi dan Sri Kertawardhana alias Cakradhara. Ibunya
adalah putri Raden Wijaya pendiri Majapahit, sedangkan ayahnya adalah raja bawahan
di Singhasari bergelar Bhre Tumapel. Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334. Peristiwa
kelahirannya diawali dengan gempa bumi di Pabanyu Pindah dan meletusnya Gunung Kelud.
Pada tahun itu pula Gajah Mada mengucapkan Sumpah Palapa.

10. RADEN PATAH

Adipati Raden Patah alias 靳卟嗯 Jin Bun bergelar Senapati


Jimbun atau Panembahan Jimbun[2](lahir: Palembang, 1455; wafat: Demak, 1518) adalah
pendiri dan raja Demak pertama dan memerintah tahun 1500-1518. Menurut kronik
Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong Semarang, ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa
nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah Tionghoa. Jin Bun artinya orang
kuat.[3] Nama tersebut identik dengan nama Arabnya "Fatah (Patah)" yang berarti kemenangan.
Pada masa pemerintahannya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana.
Kenyataan tokoh Raden Patah berbenturan dengan tokoh Trenggana, raja Demak ketiga, yang
memerintah tahun 1521-1546.

11. SULTAN AGUNG


Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas
Rangsang. Merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah
Banawati. Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran
Benawa raja Pajang.Versi lain mengatakan, Sultan Agung adalah putra Pangeran Purbaya (kakak
Prabu Hanyakrawati). Konon waktu itu, Pangeran Purbaya menukar bayi yang dilahirkan istrinya
dengan bayi yang dilahirkan Dyah Banawati. Versi ini adalah pendapat minoritas sebagian
masyarakat Jawa yang kebenarannya perlu untuk dibuktikan. Sebagaimana umumnya raja-raja
Mataram, Sultan Agung memiliki dua orang permaisuri utama. Yang menjadi Ratu Kulonadalah
putri sultan Cirebon, melahirkan Raden Mas Syahwawrat atau "Pangeran Alit".

12. SUNAN PAKUBUWANA IV

Nama aslinya adalah Raden Mas Subadya (Bahasa Jawa: Raden Mas Subadyo),
putra Pakubuwana III yang lahir dari permaisuri GKR. Kencana, keturunan Sultan Demak. Ia
dilahirkan tanggal 2 September 1768 dan naik tahta tanggal 29 September 1788, dalam usia 20
tahun.Pakubuwana IV adalah raja Surakarta yang penuh cita-cita dan keberanian, berbeda
dengan ayahnya yang kurang cakap. Ia adalah pemeluk Islam yang taat dan mengangkat para
ulama dalam pemerintahan. Hal ini tentu saja ditentang para pejabat berkecenderungan mistik
yang sudah mapan di istana.Para ulama tersebut mendukung Pakubuwana IV untuk bebas
dari VOC dan menjadikan Surakarta sebagai negeri paling utama diJawa,
mengalahkan Yogyakarta.

13. SRI SULTAN HAMENGKUBUWANA IX

Lahir di Yogyakarta dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun di Ngasem,


Hamengkubuwana IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwana VIII dan permaisuri
Kangjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegara. Di umur 4 tahun Hamengkubuwana IX
tinggal pisah dari keluarganya Hamengkubuwana IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada
tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun
Kangjeng Sultan Hamengkubuwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin
Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing Ngayogyakarta
Hadiningrat". Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan
mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi
status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".

Anda mungkin juga menyukai