Hindu Buddha
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
a.Raja Sanjaya
Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya adalah raja pertama Kerajaan Medang
periode Jawa Tengah (atau lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang
memerintah dari tahun 732 – 760 Masehi. Namanya dikenal melalui prasasti
Canggal dan prasasti Mantyasih, serta naskah Carita Parahyangan.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tanggal 6 Oktober 732 yang
berisi tentang pendirian sebuah lingga serta bangunan candi untuk memuja
Siwa di atas sebuah bukit. Candi tersebut kini hanya tinggal puing-puing
reruntuhannya saja, yang ditemukan di atas Gunung Wukir, dekat Kedu.
Pada zaman Kerajaan Medang terdapat suatu tradisi mencantumkan jabatan
lama di samping gelar sebagai maharaja. Misalnya, raja yang mengeluarkan
prasasti Mantyasih (907) adalah Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
Dharmodaya Mahasambhu.
Gelar Sanjaya sebagai raja adalah Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.
Disebutkan pula di prasasti Mantyasih bahwa Sanjaya adalah raja pertama
yang bertakhta di Kerajaan Medang yang terletak di Pohpitu (‘’rahyangta
rumuhun i Medang i Pohpitu’’). Dengan demikian, Pohpitu adalah ibu kota
Kerajaan Medang yang dibangun oleh Sanjaya, tetapi di mana letaknya belum
bisa dipastikan sampai saat ini.
h.Raja Watuhumalang
Sri Maharaja Rakai Watuhumalang adalah raja kedelapan Kerajaan Medang
periode Jawa Tengah yang memerintah sekitar tahun 890-an.
Rakai Watuhumalang menjadi raja kedelapan menggantikan Rakai Kayuwangi.
Prasasti tersebut dikeluarkan tahun 907 oleh Dyah Balitung, yaitu raja sesudah
Rakai Watuhumalang.
Rakai Watuhumalang sendiri tidak meninggalkan prasasti atas nama dirinya.
Sementara itu prasasti Panunggalan tanggal 19 November 896 menyebut
adanya tokoh bernama Sang Watuhumalang Mpu Teguh, namun tidak bergelar
maharaja, melainkan hanya bergelar haji (raja bawahan).
Rakai Watuhumalang memiliki putra bernama Mpu Daksa (prasasti Telahap)
dan menantu bernama Dyah Balitung (prasasti Mantyasih). Dyah Balitung
inilah yang mungkin berhasil menjadi pahlawan dalam menaklukkan Rakai
Gurunwangi dan Rakai Limus sehingga takhta pun jatuh kepadanya
sepeninggal Rakai Watuhumalang.
i.Raja Watukura
Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu
adalah raja Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim disebut
Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah sekitar tahun 899–911. Wilayah
kekuasaannya mencakup Jawa Tengah, Jawa Timur, bahkan Bali.
Pada masa pemerintahan Dyah Balitung, istana Kerajaan Medang tidak lagi
berada di daerah Mataram, ataupun Mamrati, melainkan sudah dipindahkan
ke daerah Poh Pitu yang diberi nama Yawapura. Hal ini dimungkinkan karena
istana Mamratipura (yang dulu dibangun oleh Rakai Pikatan) telah rusak akibat
perang saudara antara Rakai Kayuwangi melawan Rakai Gurunwangi.
Prasasti tertua atas nama Balitung yang berhasil ditemukan adalah Prasasti
Telahap tanggal 11 September 899. Namun bukan berarti ini adalah prasasti
pertamanya, atau dengan kata lain, bisa jadi Balitung sudah naik takhta
sebelum tahun 899.
Prasasti Taji beetarikh 823 Saka (901 M) berisi tentang peresmian tanah di
wilayah Taji menjadi daerah perdikan untuk bangunan suci “kuil Dewasabhā“
dan sawah di Taji dijadikan daerah perdikan untuk kuil itu oleh Rakryān Watu
Tihang Pu Sanggrāma dhurandhara atas perintah Srī Mahārāja Rake Watukura
Dyah Balitung.
j.Raja Mpu Daksa
Mpu Daksa adalah raja Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim
disebut Kerajaan Mataram Kuno yang memerintah sekitar tahun 913–919,
bergelar Sri Maharaja Daksottama Bahubajra Pratipaksaksaya Uttunggawijaya.
Prasasti tertua atas nama Daksa sebagai maharaja yang sudah ditemukan
adalah prasasti Timbangan Wungkal yang mencantumkan tahun 196
Sanjayawarsa atau 913 Masehi.[2] Isinya tentang pengaduan Dyah Dewa, Dyah
Babru, dan Dyah Wijaya yang dulu mendapatkan hak istimewa dari Rakai
Pikatan, tetapi kemudian dipermasalahkan oleh Dang Acarya Bhutti yang
menjabat sebagai Sang Pamgat Mangulihi.
Selain itu ditemukan pula Prasasti Ritihang tanggal 13 September 914 tentang
persembahan hadiah dari Mpu Daksa untuk permaisurinya, dan Prasasti Er
Kuwing membebaskan desa di Poh Galuh dan Er Kuwing untuk bhaţāra di
Barāhāśrama di Serayu dari pajak-pajak yang membebani desa tersebut.
o.Raja Makuthawangsawardhana
Sri Makutawangsawardhana adalah raja Kerajaan Medang yang memerintah
sebelum tahun 990-an.
Jalannya pemerintahan Makutawangsawardhana tidak diketahui dengan pasti.
Namanya hanya ditemukan dalam Prasasti Pucangan sebagai kakek Airlangga.
Disebutkan bahwa, Makutawangsawardhana adalah putra pasangan Sri
Lokapala dan Sri Isana Tunggawijaya putri Mpu Sindok.
Prasasti Pucangan juga menyebut Makutawangsawardhana memiliki putri
bernama Mahendradatta, yaitu ibu dari Airlangga. Dalam prasasti itu juga
disebut adanya nama seorang raja bernama Dharmawangsa, tetapi
hubungannya dengan Makutawangsawardhana tidak dijelaskan.
Prasasti Wwahan berangka tahun 907 Saka (985 M) di duga masih peninggalan
Makutawangsawardhana, sedangkan Dharmawangsa Teguh baru memerintah
tahun 991. Airlangga mengaku sebagai anggota keluarganya. Berdasarkan hal
itu, para sejarawan pun sepakat bahwa Dharmawangsa adalah saudara dari
Mahendradatta, dan keduanya merupakan anak dari Makutawangsawardhana.
Teori yang berkembang ialah, Makutawangsawardhana memerintah sampai
tahun 991, dan digantikan oleh putranya yang bernama Dharmawangsa.
Sedangkan putrinya yang bernama Mahendradatta menikah dengan raja Bali
bernama Udayana dan kemudian melahirkan Airlangga.
1.Candi Borobudur
Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi
Borobudur di Jawa Tengah. Candi Sewu berusia lebih tua daripada Candi
Borobudur dan Prambanan. Meskipun aslinya memiliki 249 candi, oleh
masyarakat setempat candi ini dinamakan "Sewu" yang berarti seribu dalam
bahasa Jawa. Penamaan ini berdasarkan kisah legenda Loro Jonggrang.
Secara administratif, kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa
Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Berdasarkan Prasasti Kelurak yang berangka tahun 782 dan Prasasti
Manjusrigrha yang berangka tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama
asli candi ini adalah ”Prasada Vajrasana Manjusrigrha”. Istilah Prasada
bermakna candi atau kuil, sementara Vajrajasana bermakna tempat Wajra
(intan atau halilintar) bertakhta, sedangkan Manjusri-grha bermakna Rumah
Manjusri. Manjusri adalah salah satu Boddhisatwa dalam ajaran buddha. Candi
Sewu diperkirakan dibangun pada abad ke-8 masehi pada akhir masa
pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran (746–784) adalah raja
yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno.
Candi ini rusak parah akibat gempa pada bulan Mei 2006 di Yogyakarta dan
Jawa Tengah bagian selatan. Kerusakan struktur bangunan sangat nyata dan
candi utama menderita kerusakan paling parah. Pecahan batu candi
berserakan di atas tanah, retakan dan rekahan antar sambungan batu terlihat.
Untuk mencegah keruntuhan bangunan, kerangka besi dipasang di keempat
sudut bangunan untuk menunjang dan menahan tubuh candi utama.
3.Candi Arjuna
Candi Arjuna adalah sebuah bangunan candi Hindu yang terletak di Dataran
Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia. Candi Arjuna
merupakan salah satu bangunan candi di Kompleks Percandian Arjuna, Dieng.
Candi Arjuna diperkirakan sebagai candi tertua, candi ini diperkirakan dibangun
pada abad 8 Masehi oleh Dinasti Sanjaya dari Mataram Kuno. Di kompleks ini
juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi
Sembadra. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian di
kompleks tersebut. Sementara itu, Candi Semar adalah candi perwara atau
pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua bangunan candi ini saling
berhadapan.Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan
nama tokoh pewayangan Mahabarata sebagai nama candi.
Di bagian dalam candi ini terdapat ruang untuk menaruh sesaji, atau yang biasa
disebut dengan yoni. Yoni tersebut berbentuk segi empat dengan bentuk mirip
seperti meja, di mana di bagian atas lebih menjorok keluar. Di bagian atas
terdapat lubang yang juga berbentuk segi empat, di mana lubang ini berfungsi
untuk menampung air dari atap candi. Apabila air di lubang ini sudah penuh,
air akan mengalir melalui jalur yang sudah disediakan, lalu dialirkan menuju
bagian lingga yang kemudian dialirkan menuju bagian luar candi.
Lingkungan sekitar candi juga kurang mendukung pemeliharaan. Lahannya
sudah lama digarap penduduk untuk lahan pertanian tanaman kentang, sayur-
mayur, dan bunga-bungaan.
Saat ini, para wisatawan yang mengunjungi Candi Arjuna atau juga candi-candi
lainnya tak akan menjumpai arca atau patung yang biasa dijumpai di dalam
candi. Sebagian besar arca-arca tersebut disimpan di Museum Kailasa.
4.Candi Bima
Candi Bima adalah salah satu peninggalan purbakala di kawasan Dataran Tinggi
Dieng.
Candi ini berada di Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten
Banjarnegara, Jawa Tengah,candi ini terletak paling selatan di kompleks
Percandian Dieng.
Pintu masuk berada di sisi timur. Candi ini cukup unik dibanding dengan candi-
candi lain, baik di Dieng maupun di Indonesia pada umumnya, karena
kemiripan arsitekturnya dengan beberapa candi di India. Bagian atapnya mirip
dengan shikara dan berbentuk seperti mangkuk yang ditangkupkan. Pada
bagian atap terdapat relung dengan relief kepala yang disebut dengan kudu.
Candi ini berada dalam kondisi buruk, antara lain karena beberapa kali kasus
pencurian arca Kudu yang unik pada bagian atap tersebut serta rusak akibat
solfatara dari Kawah Sikidang.
Pada tahun 2012, Candi Bima kembali dipugar oleh Balai Pelestarian
Peninggalan Purbakala Jawa Tengah. Pemugaran dilakukan karena susunan
batuan candi sudah banyak yang lapuk dan bergeser akibat dimakan usia dan
terkena getaran,juga karena terdapat rongga yang dapat menyebabkan
amblesnya bangunan.
5.Candi Kalasan
Candi Plaosan terletak kira-kira satu kilometer ke arah timur-laut dari Candi
Sewu atau Candi Prambanan. Adanya kemuncak stupa, arca Buddha, serta
candi-candi perwara (pendamping/kecil) yang berbentuk stupa menandakan
bahwa candi-candi tersebut adalah candi Buddha. Kompleks ini dibangun pada
abad ke-9 oleh Raja Rakai Pikatan dan Sri Kahulunan pada zaman Kerajaan
Medang, atau juga dikenal dengan nama Kerajaan Mataram Kuno.
Kompleks Candi Plaosan terdiri atas Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul.
Pada masa lalu, Kompleks percandian ini dikelilingi oleh parit berbentuk
persegi panjang. Sisa struktur tersebut masih bisa dilihat sampai saat ini di
bagian timur dan barat candi.
Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki dua candi utama. Candi yang terletak di
sebelah kiri (di sebelah utara) dinamakan Candi Induk Utara dengan relief yang
menggambarkan tokoh-tokoh wanita, dan candi yang terletak di sebelah kanan
(selatan) dinamakan Candi Induk Selatan dengan relief menggambarkan tokoh-
tokoh laki-laki. Di bagian utara kompleks terdapat masih selasar terbuka
dengan beberapa arca buddhis. Kedua candi induk ini dikelilingi oleh 116 stupa
perwara serta 50 buah candi perwara, juga parit buatan.
Pada masing-masing candi induk terdapat 6 patung/arca Dhyani Boddhisatwa.
Walaupun candi ini adalah candi Buddha, tetapi gaya arsitekturnya merupakan
perpaduan antara agama Buddha dan Hindu.
Candi Induk Selatan Plaosan Lor dipugar pada tahun 1962 oleh Dinas
Purbakala.
7.Candi Prambanan
Candi Mendut adalah Candi yang terletak di Desa Mendut, Jalan Mayor Kusen
Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah ini, letaknya berada sekitar
3 kilometer dari Candi Borobudur.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti
Syailendra. Di dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi,
disebutkan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama
wenuwana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh seorang ahli arkeologi
Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan dengan Candi Mendut.
Bahan bangunan candi sebenarnya adalah batu bata yang ditutupi dengan batu
alam. Bangunan ini terletak pada sebuah basement yang tinggi, sehingga
tampak lebih anggun dan kokoh. Tangga naik dan pintu masuk menghadap ke
barat-daya. Di atas basement terdapat lorong yang mengelilingi tubuh candi.
Atapnya bertingkat tiga dan dihiasi dengan stupa-stupa kecil. Jumlah stupa-
stupa kecil yang terpasang sekarang adalah 48 buah.Tinggi bangunan adalah
26,4 meter.
Ada beberapa Relief Relief Candi ini, antara lain:
Relief 1 (Brahmana dan seekor kepiting)
Relief 2 (Angsa dan kura-kura)
Relief 3 (Dharmabuddhi dan Dustabuddhi)
Relief 4 (Dua burung betet yang berbeda)
9.Candi Pawon
Candi Pawon adalah nama sebuah candi, peninggalan Masa Klasik, yang
terletak di Dusun Brojonalan, Desa Wanurejo, Kec. Borobudur, Kabupaten
Magelang.
Letak Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur,
tepat berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah timur dan 1150 m dari
Candi Mendut ke arah barat.
Nama Candi Pawon tidak dapat diketahui secara pasti asal-usulnya. Ahli
epigrafi J.G. de Casparis menafsirkan bahwa Pawon berasal dari bahasa Jawa
awu yang berarti 'abu', mendapat awalan pa- dan akhiran -an yang
menunjukkan suatu tempat. Dalam bahasa Jawa sehari-hari kata pawon berarti
'dapur', akan tetapi de Casparis mengartikannya sebagai 'perabuan' atau
tempat abu. Penduduk setempat juga menyebutkan Candi Pawon dengan
nama Bajranalan. Kata ini mungkin berasal dari kata bahasa Sanskerta vajra
=yang berarti 'halilintar' dan anala yang berarti 'api'. Candi Pawon dipugar
tahun 1903.
Di dalam bilik candi ini sudah tidak ditemukan lagi arca sehingga sulit untuk
mengidentifikasikannya lebih jauh. Suatu hal yang menarik dari Candi Pawon
ini adalah ragam hiasnya. Dinding-dinding luar candi dihias dengan relief
pohon hayati (kalpataru) yang diapit pundi-pundi dan kinara-kinari (mahluk
setengah manusia setengah burung/berkepala manusia berbadan burung).
10.Candi Puntadewa
Seperti candi lainnya di kelompok Candi Arjuna, ukuran Candi Puntadewa tidak
terlalu besar, namun candi ini tampak lebih tinggi. Tubuh candi berdiri di atas
batur bersusun setinggi sekitar 2,5 m. Tangga menuju pintu masuk ke dalam
ruang dalam tubuh candi dilengkapi pipi candi dan dibuat bersusun dua, sesuai
dengan batur candi. Atap candi mirip dengan atap Candi Sembadra, yaitu
berbentuk kubus besar. Puncak atap juga sudah hancur, sehingga tidak terlihat
lagi bentuk aslinya. Di keempat sisi atap juga terdapat relung kecil seperti
tempat menaruh arca.
Pintu dilengkapi dengan bilik penampil dan diberi bingkai yang berhiaskan
motif kertas tempel. Ruang dalam tubuh candi sempit dan terdapat sebuah
Yoni yang patah pada bagian ceratnya. Di ketiga sisi lainnya terdapat jendela
yang bingkainya diberi hiasan mirip dengan yang terdapat di pintu. Sekitar
setengah meter di luar kaki candi terdapat batu yang disusun berkeliling
memagari kaki candi.Di depan candi terdapat batu yang disusun berkeliling
membentuk ruangan berbentuk bujur sangkar. Di tengah ruangan terdapat
dua buah susunan tumpukan dua buah batu bulat yang puncaknya berujung
runcing. Di utara candi terdapat batu yang disusun berkeliling membentuk
ruangan berbentuk persegi panjang. Di tengah ruangan terdapat dua buah
batu berbentuk mirip tempayan yang lebar.
11.Candi Semar
Di hadapan Candi Arjuna berdiri sebuah candi yang berdenah empat persegi
panjang berukuran 7 x 3.50 meter, dengan pintu menghadap ke timur. Seperti
candi-candi lainnya, Candi Semar memiliki kaki-tubuh dan atap. Alas kaki candi
dan alas tubuh candi dihias dengan perbingkaian berupa bingkai padma (sisi
genta) dan bingkai rata. Pintu dihias dengan kala-makara, tubuh candi diberi
bidang penghias yang kosong. Atap candi bentuknya sangat unik, karena tidak
berlapis seperti halnya Candi Arjuna dan candi-candi lainnya, namun hanya
satu lapis melengkung ke atas, bentuknya seperti padma yang besar. Puncak
atap berbentu apa, sudah tidak diketahui karena telah hilang. Candi Semar ini
berfungsi sebagai candi perwara, atau candi pengiring, namun yang diletakkan
di ruangan candi tidak jelas.
Apabila dibandingkan dengan kompleks kuil di India, bangunan yang
berhadapan dengan bangunan utama, biasanya dipakai untuk menempatkan
arca Nandi, vahana (kendaraan) Siwa. Candi Semar. Candi ini letaknya
berhadapan dengan Candi Arjuna. Denah dasarnya berbentuk persegi empat
membujur arah utara-selatan. Batur candi setinggi sekitar 50 cm, polos tanpa
hiasan. Tangga menuju pintu masuk ke ruang dalam tubuh candi terdapat di
sisi timur. Pintu masuk tidak dilengkapi bilik penampil. Ambang pintu diberi
bingkai dengan hiasan pola kertas tempel dan kepala naga di pangkalnya. Di
atas ambang pintu terdapat Kalamakara tanpa rahang bawah. Pada dinding di
kiri dan kanan pintu terdapat lubang jendela kecil. Di dinding utara dan selatan
tubuh candi terdapat, masing-masing, dua lubang yang berfungsi sebagai
jendela, sedangkan di dinding barat (belakang) candi terdapat 3 buah lubang.
12.Candi Srikandi