Anda di halaman 1dari 17

ASAL-USUL KERAJAAN MATARAM KUNO

Istilah Wangsa Sanjaya diperkenalkan oleh sejarawan


bernama Dr. Bosch dalam karangannya yang berjudul
Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa
(1952). Ia menyebutkan bahwa, di Kerajaan Medang
terdapat dua dinasti yang berkuasa, yaitu dinasti Sanjaya
dan Sailendra.
Istilah Wangsa Sanjaya merujuk kepada nama pendiri
Kerajaan Medang, yaitu Sanjaya yang memerintah sekitar
tahun 732. Dinasti ini menganut agama Hindu aliran
Siwa, dan berkiblat ke Kunjaradari di daerah India.
Raja selanjutnya ialah Rakai Panangkaran yang
dikalahkan oleh dinasti lain bernama Wangsa Sailendra.
Pada tahun 778 raja Sailendra yang beragama Buddha
aliran Mahayana memerintah Rakai Panangkaran untuk
mendirikan Candi Kalasan.
Sejak saat itu Kerajaan Medang dikuasai oleh Wangsa
Sailendra. Sampai akhirnya seorang putri mahkota
Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah
dengan Rakai Pikatan, seorang keturunan Sanjaya, pada
tahun 840an. Rakai Pikatan kemudian mewarisi takhta
mertuanya. Dengan demikian, Wangsa Sanjaya kembali
berkuasa di Medang.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 1

Teori yang Menolak


Sejarawan Poerbatjaraka menolak keberadaan Wangsa
Sanjaya. Menurutnya, Wangsa Sanjaya tidak pernah ada,
karena Sanjaya sendiri adalah anggota Wangsa
Sailendra. Dinasti ini mula-mula beragama Hindu, karena
istilah Sailendra bermakna penguasa gunung yaitu
sebutan untuk Siwa.
Selain itu, istilah Sanjayawangsa tidak pernah dijumpai
dalam
prasasti
mana
pun,
sedangkan
istilah
Sailendrawangsa ditemukan dalam beberapa prasasti,
misalnya prasasti Ligor, prasasti Kalasan, dan prasasti
Abhayagiriwihara.
Poerbatjaraka berpendapat bahwa, Sanjaya telah
memerintahkan agar putranya, yaitu Rakai Panangkaran
pindah agama, dari Hindu menjadi Buddha. Teori ini
berdasarkan atas kisah dalam Carita Parahyangan bahwa
Rahyang Sanjaya menyuruh Rahyang Panaraban untuk
berpindah agama. Dengan demikian, yang dimaksud
dengan istilah raja Sailendra dalam prasasti Kalasan
tidak lain adalah Rakai Panagkaran sendiri.
Carita Parahyangan memang ditulis ratusan tahun
sesudah kematian Sanjaya. Meskipun demikian, kisah di
atas seolah terbukti dengan ditemukannya sebuah
prasasti yang mengisahkan tentang seorang pangeran
bernama Sankhara yang pindah agama karena ayahnya
meniggal dunia akibat menjalani ritual terlalu berat.
Sayangnya, prasasti ini tidak jelas angka tahunnya, serta
tidak menyebutkan nama ayah Sankhara tersebut.
Jadi, teori Poerbatjaraka menyebutkan bahwa hanya ada
satu dinasti saja yang berkuasa di Kerajaan Medang,
Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 2

yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Hindu Siwa.


Sejak pemerintahan Rakai Panangkaran, dinasti Sailendra
terpecah menjadi dua. Agama Buddha dijadikan agama
resmi negara, sedangkan cabang Sailendra lainnya ada
yang tetap menganut agama Hindu, misalnya seseorang
yang kelak menurunkan Rakai Pikatan.

Kalender Sanjaya
Meskipun istilah Sanjayawangsa tidak pernah dijumpai
dalam prasasti mana pun, namun istilah Sanjayawarsa
atau Kalender Sanjaya ditemukan dalam prasasti Taji
Gunung dan prasasti Timbangan Wungkal.
Kedua prasasti tersebut dikeluarkan oleh Mpu Daksa
dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah
keturunan asli Sanjaya, sang pendiri kerajaan. Tahun 1
Sanjayawarsa sama dengan tahun 717 Masehi. Tidak
diketahui dengan pasti apakah tahun 717 ini merupakan
tahun kelahiran Sanjaya, ataukah tahun berdirinya
kerajaan.

Daftar Para Raja


Daftar para raja Medang sebelum Dyah Balitung yang
tertulis dalam prasasti Mantyasih menurut teori Bosch
adalah daftar para raja Wangsa Sanjaya, sekaligus juga
silsilah keluarga mulai dari Sanjaya sampai Balitung.
Para raja tersebut ialah:

Sanjaya
Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 3

Rakai
Rakai
Rakai
Rakai
Rakai
Rakai
Rakai

Panangkaran
Panunggalan
Warak
Garung
Pikatan
Kayuwangi
Watuhumalang

Sejarawan
Slamet
Muljana
berpendapat
lain.
Menurutnya, daftar tersebut bukan silsilah Wangsa
Sanjaya, melainkan daftar para raja yang pernah
berkuasa di Kerajaan Medang. Pendapatnya itu
berdasarkan atas julukan Rakai Panangkaran dalam
prasasti Kalasan, yaitu Sailendrawangsatilaka atau
permata Wangsa Sailendra. Jadi menurutnya tidak
mungkin apabila Rakai Panangkaran adalah putra
Sanjaya.
Analisis Slamet Muljana terhadap beberapa prasasti,
misalnya prasasti Kelurak, prasasti Nalanda, ataupun
prasasti Kayumwungan menyimpulkan bahwa Rakai
Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, dan
Rakai Garung adalah anggota Wangsa Sailendra,
sementara sisanya adalah anggota Wangsa Sanjaya,
kecuali Rakai Kayuwangi yang berdarah campuran.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 4

Raja Sesudah Balitung


Raja sesudah Dyah Balitung adalah Mpu Daksa yang
memperkenalkan pemakaian Kalender Sanjaya untuk
menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan asli sang
pendiri kerajaan. Selain itu, kemungkinan besar Daksa
juga merupakan cucu Rakai Pikatan sebagaimana yang
tertulis dalam prasasti Telahap.
Daksa digantikan oleh menantunya, bernama Dyah
Tulodhong, yaitu putra dari seseorang yang dimakamkan
di Turu Mangambil. Tidak diketahui dengan pasti apakah
Tulodhong ini merupakan keturunan Sanjaya atau bukan.
Menurut sejarawan Boechari, pemerintahan Tulodhong
berakhir akibat pemberontakan Dyah Wawa, putra
Rakryan Landhayan. Dalam hal ini juga tidak dapat
dipastikan apakah Wawa keturunan Sanjaya atau bukan.
Raja selanjutnya bernama Mpu Sindok yang diperkirakan
sebagai cucu Mpu Daksa. Jika benar demikian, maka Mpu
Sindok dapat disebut sebagai keturunan Sanjaya pula,
meskipun ia dianggap telah mendirikan dinasti baru
bernama Wangsa Isana.

Sanjaya, Rakai Mataram


Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya adalah raja pertama
Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau lazim
disebut Kerajaan Mataram Kuno), yang memerintah
sekitar tahun 730-an.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 5

Mendirikan Kerajaan Medang


Ratu Sanjaya alias Rakai Mataram menempati urutan
pertama dalam daftar para raja Kerajaan Medang versi
prasasti Mantyasih, yaitu prasasti yang dikeluarkan oleh
Maharaja Dyah Balitung tahun 907.
Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti Canggal tanggal 6
Oktober 732 tentang pendirian sebuah lingga serta
bangunan candi untuk memuja Siwa di atas sebuah
bukit. Candi tersebut kini hanya tinggal puing-puing
reruntuhannya saja, yang terletak di atas Gunung Wukir,
dekat Kedu.
Prasasti Canggal juga mengisahkan bahwa, sebelum
Sanjaya bertakhta sudah ada raja lain bernama Sanna
yang memerintah pulau Jawa dengan adil dan bijaksana.
Sepeninggal Sanna keadaan menjadi kacau. Sanjaya
putra Sannaha (saudara perempuan Sanna) kemudian
tampil sebagai raja. Pulau Jawa pun tentram kembali.
Prasasti Canggal tidak menyebutkan nama kerajaan yang
dipimpin oleh Sanna dan Sanjaya. Sementara itu prasasti
Mantyasih menyebut Sanjaya sebagai raja pertama
Kerajaan Medang, sedangkan Sanna sama sekali tidak
disebut. Mungkin Sanna memang bukan raja Kerajaan
Medang. Dengan kata lain, Sanjaya mewarisi takhtanya
namun mendirikan sebuah kerajaan baru yang berbeda.
Kisah yang serupa terjadi pada akhir abad ke-13, yaitu
Raden Wijaya raja pertama Majapahit adalah pewaris
takhta Kertanagara raja terakhir Singhasari.
Pada zaman Kerajaan Medang terdapat suatu tradisi
mencantumkan jabatan lama di samping gelar sebagai
maharaja. Misalnya, raja yang mengeluarkan prasasti
Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 6

Mantyasih (907) adalah Sri Maharaja Rakai Watukura


Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu. Itu artinya,
jabatan lama Dyah Balitung sebelum menjadi raja
Kerajaan Medang adalah kepala daerah Watukura.
Sementara itu gelar Sanjaya sebagai raja adalah Rakai
Mataram Sang Ratu Sanjaya. Mungkin ketika Sanna
masih berkuasa, Sanjaya menjabat sebagai kepala
daerah Mataram (daerah Yogyakarta sekarang).
Kemudian, karena Sanjaya dianggap mendirikan kerajaan
baru bernama Medang, maka istananya mungkin terletak
di daerah kekuasaannya, yaitu Mataram sebagai ibu kota.
Adapun pada masa pemerintahan Dyah Balitung, ibu kota
Kerajaan Medang sudah berpindah ke Poh Pitu.
Kapan tepatnya Kerajaan Medang berdiri tidak diketahui
dengan pasti. Seorang keturunan Sanjaya bernama Mpu
Daksa memperkenalkan pemakaian Sanjayawarsa atau
kalender Sanjaya. Menurut analisis para sejarawan,
tahun 1 Sanjaya bertepatan dengan tahun 717 Masehi.
Angka tahun tersebut menimbulkan dua penafsiran, yaitu
tahun penobatan Sanjaya sebagai raja, atau bisa juga
merupakan tahun kelahiran Sanjaya.
Apabila Sanjaya naik takhta tahun 717, berarti saat
prasasti Canggal (732) dikeluarkan, Kerajaan Medang
sudah berusia 15 tahun. Sementara itu apabila 717
adalah
tahun
kelahiran
Sanjaya,
berarti
saat
mengeluarkan prasasti Canggal ia masih berusia 15
tahun dan sudah menjadi raja. Dengan kata lain, Sanna
mengangkat Sanjaya sebagai kepala daerah Mataram
sejak masih anak-anak (sama seperti Jayanagara pada
zaman Majapahit).

Versi Carita Parahyangan


Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 7

Naskah Carita Parahyangan ditulis sekitar abad ke-16,


jadi berselang ratusan tahun sejak kematian Sanjaya.
Dikisahkan, nama asli Sanjaya adalah Rakeyan Jambri,
sedangkan Sanna disebut dengan nama Bratasenawa,
atau disingkat Sena.
Sena adalah raja Kerajaan Galuh yang berhasil
dikalahkan oleh saudara tirinya, bernama Purbasora.
Putra Sena, yaitu Rahyang Sanjaya alias Rakeyan Jambri
telah menjadi menantu Tarusbawa raja Kerajaan Sunda.
Dengan bantuan mertuanya itu, Sanjaya berhasil
mengalahkan Purbasora tujuh tahun kemudian.
Sanjaya kemudian menyerahkan takhta Kerajaan Galuh
kepada Demunawan, adik Purbasora. Hal ini ditolak oleh
Rahyang Sempakwaja, ayah Purbasora karena takut
kelak Demunawan akan ditumpas pula oleh Sanjaya.
Sanjaya terpaksa menduduki sendiri takhta kerajaan
tersebut.
Karena Sanjaya juga bertakhta di Kerajaan Sunda, maka
pemerintahannya di Galuh diserahkan kepada Premana
Dikusumah, cucu Purbasora. Sedangkan putra Sanjaya
yang bernama Rahyang Tamperan dijadikan sebagai
patih untuk mengawasi pemerintahan Premana.
Karena merasa tertekan, Premana akhirnya memilih pergi
bertapa. Istrinya yang bernama Pangreyep, seorang putri
Sunda, berselingkuh dengan Tamperan sehingga
melahirkan Rahyang Banga. Tamperan kemudian
mengirim utusan untuk membunuh Premana.
Setelah Sanjaya menjadi raja di Mataram, wilayah Sunda
dan Galuh pun dijadikan satu di bawah pemerintahan
Tamperan. Kemudian terjadi pemberontakan Manarah
Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 8

putra Premana yang berhasil menewaskan Tamperan.


Sedangkan putranya, yaitu Banga lolos dari kematian.
Mendengar berita kematian putranya, Sanjaya pun
menyerang Manarah. Perang besar terjadi akhirya
didamaikan oleh Demunawan (adik Purbasora). Akhirnya
dicapai sebuah kesepakatan, yaitu Banga sebagai raja
Sunda, sedangkan Manarah sebagai raja Galuh.
Carita Parahyangan terlalu berlebihan dalam memuji
kekuatan Sanjaya yang diberitakan selalu menang dalam
setiap peperangan. Konon, Sanjaya bahkan berhasil
menaklukkan Melayu, Kamboja, dan Cina. Padahal
sebenarnya, penaklukan Sumatra dan Kamboja baru
terjadi pada pemerintahan Dharanindra, raja ketiga
Kerajaan Medang.
Sanjaya di Jawa Barat juga dikenal dengan sebutan
Prabu Harisdarma. Ia meninggal dunia karena jatuh sakit
akibat terlalu patuh dalam menjalankan perintah guru
agamanya. Dikisahkan pula bahwa putranya yang
bernama Rahyang Panaraban diperintah untuk pindah ke
agama lain, karena agama Sanjaya dinilai terlalu
menakutkan.

Hubungan dengan Rakai Panangkaran


Menurut prasasti Mantyasih, Sanjaya digantikan oleh
Maharaja Rakai Panangkaran sebagai raja berikutnya.
Raja kedua ini mendirikan sebuah bangunan Buddha,
yaitu Candi Kalasan atas permohonan para guru raja
Sailendra pada tahun 778. Berdasarkan berita tersebut,
muncul beberapa teori tentang hubungan Sanjaya
dengan Rakai Panangkaran.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 9

Teori
pertama
dipelopori
oleh
van
Naerssen
menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra
Sanjaya yang beragama Hindu. Ia dikalahkan oleh
Wangsa Sailendra yang beragama Buddha. Jadi,
pembangunan Candi Kalasan ialah atas perintah raja
Sailendra terhadap Rakai Panangkaran yang menjadi
bawahannya.
Teori kedua dipelopori oleh Porbatjaraka yang
menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra
Sanjaya, dan keduanya merupakan anggota Wangsa
Sailendra. Dengan kata lain, Wangsa Sanjaya tidak
pernah ada karena tidak pernah tertulis dalam prasasti
apa pun. Menurut teori ini, Rakai Panangkaran pindah
agama atas perintah Sanjaya sebelum meninggal. Tokoh
ini dianggap identik dengan Rahyang Panaraban dalam
Carita Parahyangan. Jadi, yang dimaksud dengan istilah
para guru raja Sailendra dalam prasasti Kalasan tidak
lain adalah para guru Rakai Panangkaran sendiri.
Teori ketiga dipelopori oleh Slamet Muljana bertentangan
dengan kedua teori di atas. Menurutnya, Rakai
Panangkaran bukan putra Sanjaya, melainkan anggota
Wangsa Sailendra yang berhasil merebut takhta Kerajaan
Medang dan mengalahkan Wangsa Sanjaya. Teori ini
didasarkan pada daftar para raja dalam prasasti
Mantyasih di mana hanya Sanjaya yang bergelar Sang
Ratu, sedangkan penggantinya tiba-tiba begelar
Maharaja. Selain itu, Rakai Panangkaran tidak mungkin
berstatus sebagai raja bawahan, karena ia dipuji sebagai
Sailendrawangsatilaka dalam prasasti Kalasan.
Jadi, menurut teori pertama dan kedua, Rakai
Panangkaran adalah putra Sanjaya. Sedangkan menurut

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 10

teori ketiga, Rakai Panangkaran adalah musuh yang


berhasil mengalahkan Sanjaya.
Sementara
itu
menurut
teori
pertama,
Rakai
Panangkaran adalah bawahan raja Sailendra. Sedangkan
menurut teori kedua dan ketiga, Rakai Panangkaran
adalah raja Sailendra itu sendiri. Prasasti Kalasan
menyebut
Rakai
Panangkaran
sebagai
Sailendrawangsatilaka (permata Wangsa Sailendra) serta
bergelar maharaja, jadi tidak mungkin ia seorang
bawahan.

Rakai Panangkaran
Sri Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana adalah
raja kedua Kerajaan Medang periode Jawa Tengah (atau
yang lazim disebut Kerajaan Mataram Kuno). Ia
memerintah sekitar tahun 770-an.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 11

Pembangunan Candi Kalasan


Maharaja Rakai Panangkaran adalah raja kedua dalam
daftar raja-raja Kerajaan Medang versi prasasti
Mantyasih, yang naik takhta menggantikan Sanjaya.
Prasasti atas nama Rakai Panangkaran yang sudah
ditemukan adalah Prasasti Kalasan tahun 778 tentang
pembangunan sebuah candi Buddha untuk memuja Dewi
Tara. Pembangunan ini atas permohonan para guru raja
Sailendra. Dalam prasasti itu ia dipuji sebagai
Sailendrawangsatilaka atau permata Wangsa Sailendra.
Candi peninggalan Rakai Panangkaran tersebut sekarang
dikenal dengan sebutan Candi Kalasan.

Hubungan dengan Sanjaya dan


Dharanindra
Sanjaya merupakan raja pertama Kerajaan Medang yang
beragama Hindu aliran Siwa, sedangkan Rakai
Panangkaran mendirikan sebuah candi Buddha aliran
Mahayana. Sehubungan dengan berita tersebut, muncul
beberapa teori seputar hubungan antara mereka berdua.
Teori pertama dipelopori oleh van Naerssen yang
menyebutkan bahwa, Rakai Panangkaran adalah putra
Sanjaya. Ia kemudian dikalahkan oleh raja Wangsa
Sailendra yang beragama Buddha. Pembangunan Candi
Kalasan sendiri merupakan perintah dari raja Sailendra
sebagai atasan Rakai Panangkaran. Nama raja tersebut
kemudian ditemukan dalam prasasti Kelurak, yaitu
Dharanindra.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 12

Teori kedua dikemukakan oleh Poerbatjaraka bahwa,


Rakai Panangkaran adalah putra Sanjaya namun
keduanya sama-sama berasal dari Wangsa Sailendra.
Jadi, teori ini tidak mengakui keberadaan Wangsa
Sanjaya. Sebelum meninggal, Sanjaya berwasiat agar
Rakai Panangkaran berpindah agama Buddha. Teori ini
didasarkan pada tokoh Rahyang Panaraban putra
Sanjaya dalam naskah Carita Parahyangan yang juga
dikisahkan pindah agama. Jadi, yang dimaksud dengan
para guru raja Sailendra tidak lain adalah guru Rakai
Panangkaran sendiri.
Teori ketiga dikemukakan oleh Slamet Muljana bahwa,
Rakai Panangkaran bukan putra Sanjaya. Dalam prasasti
Mantyasih tokoh Sanjaya bergelar Sang Ratu, sedangkan
Rakai Panangkaran bergelar Sri Maharaja. Perubahan
gelar ini membuktikan terjadinya pergantian dinasti yang
berkuasa di Kerajaan Medang. Jadi, Rakai Panangkaran
adalah raja dari Wangsa Sailendra yang berhasil merebut
takhta Kerajaan Medang serta mengalahkan Wangsa
Sanjaya. Menurutnya, Rakai Panangkaran tidak mungkin
bawahan Wangsa Sailendra karena dalam prasasti
Kalasan ia disebut sebagai Sailendrawangsatilaka.
Dengan demikian, Slamet Muljana menolak teori bahwa
Rakai Panangkaran adalah bawahan Dharanindra. Tokoh
Dharanindra dalam prasasti Kelurak (782) juga tidak
mungkin sama dengan Rakai Panangkaran, karena nama
asli Rakai Panangkaran dalam prasasti Kalasan (778)
adalah Dyah Pancapana. Mungkin, Dharanindra adalah
nama asli dari Rakai Panunggalan, yaitu raja ketiga
Kerajaan Medang.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 13

Dharanindra
Dharanindra Sri Sanggrama Dhananjaya, atau kadang
disingkat Indra, adalah seorang raja dari Wangsa
Sailendra yang memerintah sekitar tahun 782. Salah satu
pendapat menganggapnya identik dengan Sri Maharaja
Rakai Panunggalan raja ketiga Kerajaan Medang periode
Jawa Tengah (atau yang lazim disebut Mataram Kuno).

Penumpas Musuh-Musuh Perwira


Nama Dharanindra terdapat dalam prasasti Kelurak tahun
782.
Dalam
prasasti
itu
ia
dipuji
sebagai
Wairiwarawiramardana, atau penumpas musuh-musuh
perwira. Julukan yang mirip terdapat dalam prasasti
Nalanda, yaitu Wirawairimathana, dan prasasti Ligor B
yaitu Sarwwarimadawimathana.
Sejarawan Slamet Muljana menganggap ketiganya
adalah julukan untuk orang yang sama, yaitu
Dharanindra. Dalam prasasti Nalanda, Wirawairimathana
berputra Samaragrawira ayah dari Balaputradewa.
Dengan kata lain, Balaputradewa raja Kerajaan Sriwijaya
adalah cucu Dharanindra.
Sementara itu prasasti Ligor B menurut pendapat
Sejarawan George Coedes dikeluarkan oleh Maharaja
Wisnu raja Sriwijaya, sama seperti prasasti Ligor A, yaitu
tahun 775. Teori ini ditolak Slamet Muljana yang
berpendapat bahwa, hanya prasasti A saja yang ditulis
tahun 775, sedangkan prasasti B ditulis sesudah Kerajaan
Sriwijaya jatuh ke tangan Wangsa Sailendra.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 14

Perbedaan tata bahasa antara prasasti A dan B membuat


Slamet Muljana berpendapat bahwa, kedua prasasti itu
ditulis dalam waktu yang tidak bersamaan. Ia juga
memadukannya dengan prasasti Po Ngar, bahwa Jawa
pernah menjajah Kamboja (Chen-La) sampai tahun 802.
Selain itu, Jawa juga pernah menyerang Campa tahun
787.
Jadi, Dharanindra sebagai raja Jawa telah berhasil
menaklukkan Kerajaan Sriwijaya, termasuk daerah
bawahannya di Semenanjung Malaya, yaitu Ligor.
Prasasti Ligor B ditulisnya sebagai pertanda bahwa
Wangsa Sailendra telah berkuasa atas Sriwijaya. Prasasti
tersebut berisi puji-pujian untuk dirinya sebagai
penjelmaan Wisnu. Daerah Ligor kemudian dijadikannya
sebagai pangkalan militer untuk menyerang Campa
tahun 787 dan juga Kamboja.
Penaklukan terhadap Sriwijaya, Ligor, Campa, dan
Kamboja ini sesuai dengan julukan Dharanindra, yaitu
penumpas musuh-musuh perwira. Kamboja sendiri
akhirnya berhasil merdeka di bawah pimpinan
Jayawarman tahun 802. Mungkin saat itu Dharanindra
telah meninggal dunia.
Dalam teorinya, George Coedes menganggap Maharaja
Wisnu merupakan ayah dari Dharanindra. Sementara itu,
Slamet Muljana menganggap Wisnu dan Dharanindra
merupakan orang yang sama. Selain karena kemiripan
julukan, juga karena kemiripan arti nama. Wisnu dan
Dharanindra
menurutnya
sama-sama
bermakna
pelindung jagad.

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 15

Hubungan dengan Rakai Panangkaran


Rakai Panangkaran adalah raja kedua Kerajaan Medang
periode Jawa Tengah versi prasasti Mantyasih. Pada
tahun 778 ia membangun Candi Kalasan atas
permohonan para guru raja Sailendra.
Menurut teori van Naerrsen, Rakai Panangkaran adalah
anggota Wangsa Sanjaya yang menjadi bawahan raja
Sailendra. Nama raja Sailendra itu kemudian ditemukan
dalam prasasti Kelurak (782), yaitu Dharanindra. Dengan
kata lain, Dharanindra adalah atasan Rakai Panangkaran.
Menurut teori Pusponegoro dan Notosutanto, Wangsa
Sanjaya tidak pernah ada, karena tidak pernah
disebutkan dalam prasasti mana pun. Sanjaya dan Rakai
Panangkaran merupakan anggota Wangsa Sailendra
namun berbeda agama. Sanjaya beragama Hindu Siwa,
sedangkan Rakai Panangkaran adalah putranya yang
berpindah menjadi penganut Buddha Mahayana.
Teori ini menolak anggapan bahwa Rakai Panangkaran
adalah bawahan Wangsa Sailendra karena ia sendiri
dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka (permata Wangsa
Sailendra) dalam prasasti Kalasan (778). Jadi, yang
dimaksud dengan para guru raja Sailendra tidak lain
adalah para guru Rakai Panangkaran sendiri. Prasasti
Kalasan dan prasasti Kelurak hanya berselisih empat
tahun, jadi kemungkinan besar dikeluarkan oleh raja
yang sama. Dengan kata lain, Dharanindra adalah nama
asli Rakai Panangkaran.
Menurut teori Slamet Muljana, Rakai Panangkaran bukan
putra Sanjaya. Keduanya berasal dari dua wangsa yang
berbeda. Rakai Panangkaran adalah anggota Wangsa
Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 16

Sailendra yang berhasil merebut takhta Kerajaan Medang


dan mengalahkan Wangsa Sanjaya. Jika ia hanya
menjadi raja bawahan saja, maka ia tidak mungkin
bergelar
maharaja
dan
dipuji
sebagai
Sailendrawangsatilaka. Sementara itu, menurut prasasti
Kalasan, nama asli Rakai Panangkaran adalah Dyah
Pancapana, jadi tidak mungkin sama dengan
Dharanindra. Dengan kata lain, Dharanindra adalah raja
pengganti Rakai Panangkaran.
Dalam prasasti Mantyasih diketahui nama raja Kerajaan
Medang sesudah Rakai Panangkaran adalah Rakai
Panunggalan. Jadi, menurut teori Slamet Muljana,
Dharanindra adalah nama asli dari Rakai Panunggalan.
Balai Pustaka:

Aca. 1968. Carita Parahiyangan: naskah titilar


karuhun urang Sunda abad ka-16 Mashi. Yayasan
Kabudayaan Nusalarang, Bandung.
Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto.
1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta:
Balai Pustaka.
Slamet Muljana. 2006. Sriwijaya (terbitan ulang
1960). Yogyakarta: LKIS
Read more:

http://riefjournal.blogspot.com/2010/02/asal-usulkerajaan-mataram-kuno.html#ixzz0mmTN7I9d

PDF By. MatrawiRakuti

Asal usul Kerajaan Mataram Kuno| 17

Anda mungkin juga menyukai