Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PEMBAHASAN

A. Terbentuknya Kerajaan Kediri

Lahirnya Kerajaan Kediri berkaitan dengan adanya pembagian kekuasaan di

Kerajaan Medang Mataram pada tahun November 1041. Airlangga membagi

kerajaan bertujuan untuk menghindari terjadinya perang saudara di Mataram.

Setelah Mataram dibagi 2 oleh Mpu Bharada seorang Brahmana yang

terkenalakan kesaktiannya, muncullah Panjalu dan Janggala yang dibatasi gunung

Kawidan sungai Brantas. Kerajaan barat yang bernama Panjalu diberikan pada

Samarawijaya (iparnya) yang berpusat di kota baru dengan ibukota Daha yang

meliputi Kediri, Madiun sedangkan kerajaan timur yang bernama Janggala

diberikan pada Mapanji Garasakan (anak keduanya) yang berpusat di kota

lamayang meliputi daerah Malang dan delta sungai Bantas, dengan pelabuhan

Surabaya, Rembang dan Pasuruan ibukotanya Kahuripan. Padahal airlangga telah

mempersiapkan putra sulungnya sebagai penggantinya, tapi tidak bersedia

danlebih memilih menjadi petapa yang bergelar Dewi Kilisuli. Sumber sejarah

yang menceritakan pembagian kerajaan ada dalam Prasasti Wurara ada juga yang

menyebut dengan nama Prasasti Mahaksubya (1289 M), Kitab

Negarakertagama(1365 M), Kitab Calon Arang (1540 M).

Dalam perkembangan selanjutnya, ibukota Kerajaan Panjalu di Daha

dipindahkan ke wilayah Kediri sehingga nama kerajaan lebih dikenal sebagai

Kerajaan Kediri. Pada awalnya, nama Panjalu memang lebih sering dipakai

1
daripada nama Kediri. Hal ini dapat dijumpai dalam prasasti-prasasti yang

diterbitkan oleh Raja-raja Kediri. Bahkan nama Panjalu juga dikenal sebagai Pu-

Chia-Lung dalam kronik Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta (1178)

Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di

desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan

patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.

Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi

kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang

Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan

tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) danPanjalu

(Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam

prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab

Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi

pertikaian.

Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan

pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan,

sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri,

Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan

masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga

sehingga terjadilah peperangan.

2
B. Dinamika Kerajaan Kediri

1. Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh

menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga

Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak jenggala

mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum

ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayan Kerajaan

Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan

golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul

Ametung. Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas

Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan

Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada dibawah

pemerintahan Kertanegara (1268-1292), terjadilah pergolakan didalam kerajaan.

Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung

dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kartanegara. Akhirnya

pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kartanegara dan membangun

kembali kejayaan Kerjaan Kediri

2. Sistem Birokrasi Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri yang termasyhur pernah diperintah 8 raja dari awal berdirinya

sampai masa keruntuhan kerajaan ini. Dari kedelapan raja yang pernah

memerintah kerajaan ini yang sanggup membawa Kerajaan Kediri kepada masa

3
keemasan adalah Prabu Jayabaya, yang sangat terkenal hingga saat ini. Adapun 8

raja Kediri tersebut urutannya sebagai berikut:

1. Sri Jayawarsa

Sri Jayawarsa memerintah di tahun 1104 M. Sri Jayawarsa bergelar Sri

Maharaja Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu. Tidak diketahui kapan pastinya Raja

Jayawarsa naik takhta sebagai raja Kerajaan Kediri.

Kisah Raja Jayawarsa tercatat dalam prasasti Sirah Keting tahun 1104 M.

Dalam prasasti ini dikisahkan jika Sri Jayawarsa sangat mencintai semua

rakyatanya. Bahkan dirinya selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan

seluruh rakyat. Prasasti Sirah Keting berisi tentang pengesahan desa Marjaya

sebagai tanah perdikan atau sima swatantra.  Tidak diketahui secara pasti kapan

Raja Jayawarsa turun takhta. Dari prasasti Panumbangan (tahun 1120 M) hanya

menyebut makamnya yakni di daerah Gajapada.

2. Sri Bameswara

Raja Bameswara disebut sebagai raja yang berkuasa selanjutnya di Kerajaan

Kediri. Hal ini diketahui dari isi prasasti Pikatan tahun 1117 M. Masa pemerintahan

Raja Bameswara banyak catatan yang ditemukan. Prasasti-prasasti ini ditemukan di

wilayah Tulungagung dan Kertosono.

Dalam prasasti tersebut banyak memuat masalah keagamaan. Dari kondisi ini

bisa diketahui kondisi pemerintahan yang sangat baik. Tidak diketahui, kapan raja

Brameswara turun takhta. Berdasarkan Prasasti Ngantang, raja selanjutnya yang

berkuasa adalah Raja Sri Jayabaya.

3. Prabu Jayabaya

4
Dari catatan yang ada, Sri Jayabaya berkuasa sekitar tahun 1135 M hingga 1157

M. Raja ini bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara

Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.

Pada masa pemerintahan Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai puncaknya.

Pada masa tersebut, Panjalu mampu mengalahkan Jenggala dan menguasai

seluruh takhta Airlangga. Dalam pemerintahan Jayabaya, seluruh wilayah Kediri

bisa bersatu.

Banyak catatan prasasti yang ditinggalkan pada masa ini. Catatan prasasti

yang ditemukan yakni prasasti Hantang (tahun 1135 M), prasasti Talan (tahun

1136 M), dan prasasti Jepun (tahun 1144 M). Tidak hanya itu, terdapat juga karya

sastra berupa kakawin Bharatayuddha (tahun 1157 M).

Dalam babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa disebut jika Raja Jayabaya

merupaka titisan Dewa Wisnu. Raja ini memimpin negara yang bernama Widarba

dengan ibu kota di Mamenang. Ayah Jayabaya adalah Gendrayana. Gendrayana

merupakan putra dari Yudayana, putra dari Parikesit, putra dari Abimanyu, putra

dari Arjuna dari keluarga Pandawa.

Permaisuri Raja Jayabaya bernama Dewi Sara. Jayabaya diketahui

memiliki 4 anak yakni Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni dan Dewi

Sasanti. Jayaamijaya menurunkan raja-raja di tanah Jawa, bahkan sampai

Kerajaan Majapahit dan juga Kerajaan Mataram Islam. Sedangkan Pramesti

menikah dengan Astradarma raja dari Yawastina, melahirkan seorang anak

bernama Anglingdarma raja dari Malawapati.

5
Dalam pemerintahannya Jayabaya menerapkan strategi untuk mewujudkan

kesejahteraan dan kemakmuran bagi seluruh rakyatnya. Kerajaan pada masa ini

sangat makmur, baik dari pertanian maupun perdagangan. Secara ekonomi rakyat

Kediri kehidupannya terjamin. Kekuasaan kerajaan juga meluas hingga seluruh

pulau Jawa dan Sumatera.

Jayabaya turun takhta dengan cara muksa atau hilang tanpa meninggalkan

jasad. Sebelum menghilang, Jayabaya bertapa terlebih dahulu di Desa Menang

Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Setelahnya, mahkota (kuluk) dan juga

pakaian kebesarannya (ageman) dilepas, kemudian raja Jayabaya menghilang.

Jayabaya terkenal dengan ramalannya, Jangka Jayabaya. Ramalan ini beberapa

sudah terbukti kebenarannya di era peradaban modern saat ini.

4. Sri Sarwaswera

Raja Sri Sarweswara memerintah pada tahun 1159 – 1161. Raja ini bergelar Sri

Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama

Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa. Sri Sarwaswera

adalah salah satu raja Kediri yang terkenal sebagai raja yang sangat religius dan

juga berbudaya. Hal ini dikisahkan dalan Prasasti Padelegan II tahun 1159 M dan

Prasasti Kahyunan tahun 1161 M.

Sebagai raja yang taat agama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh

dengan prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah itu. Pemikiran ini berarti

dikaulah (semuanya) itu, semua makhluk ialah engkau. Tujuan hidup manusia

menurut dari prabu Sarwaswera yang terakhir ialah moksa, yaitu pemanunggalan

6
jiwatma dengan paramatma. Jalan menuju benar ialah sesuatu yang menuju kearah

kesatuan dan segala sesuatu yang menghalangi kesatuan ialah tidak benar.

Tidak diketahui secara pasti kapan Raja Sri Sarweswara turun takhta.

Berdasarkan isi prasasti Angin tahun 1171 M, raja selanjutnya yang memimpin

Kerajaan Kediri adalah Raja Sri Aryeswara.

5. Sri Aryeswara

Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang berkuasa pada tahun 1171 M. Raja ini

bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.

Pemerintahan Sri Aryeswara diketahui dari prasasti Angin, tanggal 23 Maret

1171.

Prasasti tersebut menyebut bahwa raja yang kelima dari Kerajaan Kediri adalah

Sri Aryeswara yang bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara

Madhusudanawatara Arijamuka. Sementara lambang dari pemerintahannya adalah

Ganesha.

Hanya sedikit catatan yang bisa diketahui tentang raja ini. Dari prasasti Jaring

disebut, kekuasaan Sri Aryeswara dilanjutkan oleh raja Sri Gandra.

6. Sri Gandra

Raja Sri Gandra berkuasa pada 1811 M. Gelar yang dipangkunya adalah Sri

Maharaja Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya

Uttunggadewa Sri Gandra.

Masa kepemimpinan raja Sri Gandra terkutip dalam prasasti Jaring (1181 M).

Prasasti tersebut menceritakan sang raja yang mengabulkan keinginan rakyat Desa

7
Jaring tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud. Pengabulan

permohonan ini disampaikan melalui senapati Sarwajala.

Di prasasti tersebut juga diceritakan adanya nama hewan yang digunakan untuk

menunjukkan tinggi rendahnya kepangkatan dalam istana. Nama yang tersebut

misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra dan Macan Kuning. Tidak diketahui

kapan pastinya berakhirnya pemerintahan Raja Sri Gandra. Raja dari Kadiri ini

selanjutnya berdasarkan isi dari prasasti Semanding pada tahun 1182 adalah Raja

Sri Kameswara.

7. Sri Kameswara

Sri Kameswara adalah raja ketujuh dari Kerajaan Kediri, hal ini tercantum

dalam Prasasti Ceker tahun 1182 M serta Prasasti Kakawin Smaradhan. Masa

pemerintahan raja Sri Kameswara sekitar tahun 1180 M – 1190 M. Raja ini

bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwariwirya Anindhita

Digjaya Uttunggadewa.

Di masa pemerintahan Sri Kameswara seni sastra berkembang sangat pesat.

Salah satunya adanya Kitab Smaradhana karangan dari Mpu Dharmaja. Kitab ini

berkisah tentang cerita rakyat seperti cerita Panji Semirang. Mpu Dharmaja juga

menuliskan kisah tentang kelahiran dari Dewa Ganesha, yaitu dewa berkepala

gajah yang merupakan anak dari Dewa Siwa. Ganesha menjadi lambang dari

Kerajaan Kadiri sebagaimana yang tercatat dalam prasasti-prasasti.

Beberapa peninggalan sejarah pada masa pemerintahan ini diantaranya, prasasti

Semanding (1182 M) dan prasasti Ceker (1185 M).

8
8. Sri Kertajaya

Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja ini

berkuasa pada tahun 1194 M – 1222 M. Di masa raja Kertajaya, Kediri jatuh

karena serangan kerajaan Tumapel atau Singashari.

Raja Kertajaya memiliki gelar Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara

Anindita Srenggalancana Digjaya Uttunggadewa.

Nama Raja Kertajaya tercatat dalam teks Nagarakertagama (tahun 1365) yang

ditulis setelah zaman Kerajaan Kadiri. Sementara dalam teks Pararaton Raja

Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis.

Bukti sejarah masa pemerintahan Raja Kertajaya diantaranya tertuang dalam

prasasti Galunggung (tahun 1194), prasasti Kamulan (tahun 1194), prasasti Palah

(tahun 1197), dan prasasti Wates Kulon (tahun 1205).

Kestabilan pemerintahan Kerajaan Kediri pada pemerintahan raja Kertajaya

mulai menurun. Kondisi ini karena raja bermaksud mengurangi hak-hak kaum

Brahmana. Sang prabu ingin disembah sebagai dewa, kaum Brahmana menentang

keputusan tersebut. Mereka memilih lari dan meminta bantuan dari kerajaan

Tumapel dibawah kepemimpinan Ken Arok.

Mengetahui hal ini, Raja Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk

menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dan dukungan kaum Brahmana

9
melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu telah bertemu di

dekat Ganter (1222 M).

Dalam pertempuran tersebut pasukan Kediri berhasil dikalahkan. Raja

Kertajaya berhasil meloloskan diri, namun sayang nasibnya tidak diketahui. Sejak

saat itu kekuasaan Kerajaan Kediri berakhir dan menjadi kekuasaan Tumapel.

Itu tadi silsilah raja-raja yang memimpin Kerajaan Kediri. Hingga saat ini

beberapa peninggalan besar Kerajaan Kediri ditemukan di sejumlah wilayah di

luar Kediri. Hal ini membuktikan jika Kerajaan Kediri merupakan kerajaan besar

di Nusantara.

Aspek Kehidupan Kerajaan Kediri

Adapun kehidupan politik, agama, ekonomi, sosial dan budaya pada masa

Kerajaan Kediria dalah sebagai berikut :

a. Kehidupan Politik

Raja pertama Kediri adalah Samarawijaya. Selama menjadi Raja Kediri,

Samarawijaya selalu berselisih paham dengan saudaranya, Mapanji Garasakan

yang berkuasa di Jenggala. Keduanya merasa berhak atas seluruh takhta Raja

Airlangga (Kerajaan Medang Kamulan) yang meliputihampir seluruh wilayah

Jawa Timur dan sebagian Jawa Tengah. Akhirnya perselisihan tersebut

menimbulkan perang saudara yang berlangsung hingga tahun 1052. Peperangan

tersebut dimenangkan oleh Samarawijaya dan berhasil menaklukan Jenggala.

Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan

Jayabaya. Saat itu wilayah kekuasaan Kediri meliputi seluruh bekas wilayah

Kerajaan Medang Kamulan. Selama menjadi Raja Kediri, Jayabaya berhasil

10
kembali menaklukan Jenggala yanga sempat memberontak ingin memisahkan diri

dari Kediri. Keberhasilannya tersebut diberitakan dalam prasasti Hantang yang

berangka tahun 1135. Prasasti ini memuat tulisan yang berbunyi Panjalu jayati

yang artinya Panjalu menang. Prasasti tersebut dikeluarkan sebagai piagam

pengesahan anugerah dari Jayabaya untuk penduduk Desa Hantang yang setia

pada Kediri selama perang melawan Jenggala.Sebagai kemenangan atas Jenggala,

nama Jayabaya diabadikan dalam kitab Bharatayuda. Kitab ini merupakan kitab

yang digubah oleh Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bharatayuda memuat kisah

perang perbutan takhta Hastinapura antara keluarga Pandhawa daan Kurawa.

Sejarah pertikaian anatar Panjalu dan Jenggala mirip dengan kisah tersebut

sehingga kitab Bharatayu dadianggap sebagai legitimasi (klaim) Jayabaya untuk

memperkuat kekuasaannya atas seluruh wilayah bekas Kerajaan Medang

Kamulan. Selain itu, untuk menunjukkan kebesaran dan kewibawaan sebagai Raja

Kediri, Jayabaya menyatakan dirinya sebagai keturunan Airlangga dan titisan

Dewa Wisnu. Selanjutnya ia mengenakan lencana narasinga sebagai lambang

Kerajaan Kediri. Pada masa pemerintahan Ketajaya Kerajaan Kediri mulai

mengalami kemunduran. Raja Kertajaya membuat kebijakan yang tidak populer

dengan mengurangi hak-hak brahmana. Kondisi ini menyebabkan banyak

brahmana yang mengungsi ke wilayah Tumapel yang dikuasai oleh Ken Arok.

Melihat kejadian ini Kertajaya memutuskan untuk menyerang Tumapel. Akan

tetapi pertempuran di Desa Ganter, pasukan Kediri mengalami kekalahan dan

Kertajaya terbunuh. Sejak saat itu Kerajaan Kediri berakhir dan kedudukannya

digantikan oleh Singasari.

11
b. Kehidupan Agama

Masyarakat Kediri memiliki kehidupan agama yang sangat religius.

Mereka menganut ajaran agama Hindu Syiwa. Hal ini terlihat dari berbagai

peninggalan arkeolog yang ditemukandi wilayah Kediri yakni berupa arca-arca di

candi Gurah dan Candi Tondowongso. Arca-arca tersebut menunjukkan latar

belakang agama Hindu Syiwa. Para penganut agama Hindu Syiwa menyembah

Dewa Syiwa, karena merekaa mempercayai bahwa Dewa Syiwa dapat menjelma

menjadi Syiwa Maha Dewa (Maheswara), Dewa Maha Guru, dan Makala. Salah

satu pemujaan yang dilakukan pendeta adalah dengan mengucapkan mantra yang

disebut Mantra Catur Dasa Syiwa atau empat belas wujud Syiwa.

c. Kehidupan Ekonomi

Perekonomian di Kediri bertumpu pada sektor pertanian dan perdagangan.

Sebagai kerajaan agraris, Kediri memiliki lahan pertanian yang baik di sekitar

Sungai Brantas. Pertanian menghasilkan banyak beras dan menjadikannya

komoditas utama perdagangan. Sektor perdagangan Kediri dikembangkan melalui

jalur pelayaran Sungai Brantas. Selain beras, barang- barang yang diperdagangkan

di Kediri antara lian emas, perak, kayu cendana, rempah-rempah, dan pinang.

Pedagang Kediri memiliki peran penting dalam perdagangan di wilyah Asia.

Mereka memperkenalkan rempah-rempah diperdagangan dunia. Mereka

membawa rempah-rempah kesejumlah Bandar di Indonesia bagian barat, yaitu

Sriwijay daan Ligor. Selanjutnya rempah-rempah dibawa ke India, Teluk Persia,

Luat Merah. Komoditas ini kemudian diangkut oleh kapal-kapal Venesia menuju

12
Eropa. Dengan demikian, melalui Kediri wilayah Maluku mulai dikenal dalam

lalu lintas perdagangan dunia.

d. Kehidupan Sosial Budaya

Pada masa pemerintahan Raja Jayabaya, struktur pemerintahan Kerajaan

Kediri sudah teratur. Berdasarkan kedudukannya dalam pemerintahan, masyarakat

Kediri dibedakan menjadi tiga golongan sebagai berikut :

1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat

dalam lingkunganraja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok

pelayannya.

2. Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang

terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilyah thani

(daerah).

Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak

mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi.Kehidupan

budaya Kerajaan Kediri terutama dalam bidang sastra berkembang pesat.

Padamasa pemerintahan Jayabaya kitab Bharatayuda berhasil digubah oleh Mpu

Sedah dan Mpu Panuluh. Selain itu Mpu Panuluh menulis kitab Hariwangsa dan

Gatotkacasrayaa. Selanjutnya pada masa pemerintahan Kameswara muncul kitab

Smaradhahana yang ditulis oleh Mpu Dharmaja serta kitab Lubdaka dan

Wertasancaya yang ditulis oleh Mpu Tanakung. Pada masa pemerintahan

13
Kertajaya terdapat Pujangga bernama Mpu Monaguna yang menulis kitab

Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis kitab Kresnayana.

C. Runtuhnya Kerajaan Kediri

Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya,

terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya

telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa. Kemudian

kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok, akuwu Tumapel. Perseteruan

memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam

pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya, pada masa itu menandai

berakhirnya kerajaan Kediri.

Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali

di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari,

Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang

baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik

sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang

dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara.

Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia

bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan

Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan

Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan

Kediri.

14
Peninggalan kerajinan Kerajaan Kediri

Peninggalan Kerajinan Kediri salah satunya yang diyakini yaitu Situs

Tondowongso pada awal tahun 2007. Sejumlah arca kuno peninggalan Kerajaan

Kediri yang ditemukan di Desa Gayam, Kediri tersebut tergolong langka karena

untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Siwa Catur Muka atau bermuka

empat. Prasasti Kerajaan Kediri juga menjadi peninggalan di antaranya, yaitu:

1. Prasasti Sirah Keting, berisi pemberian hadiah pada rakyat oleh Raja

Jayawarsa

2. Prasasti Tulungagung dan Kertosono, berisi masalah keagamaan yang

ditulis Raja Bameswara (1117-1130 M)

3. Prasasti Ngantang, menerangkan pemberian hadiah pada rakyat Ngantang.

Hadiahnya berupa sebidang tanah yang telah dibebaskan pajaknya oleh

Raja Jayabaya (1135 M)

4. Prasasti Jaring, memuat nama seperti Kebo Waruga dan Tikus Jinada

5. Prasasti Kamula, menerangkan keberhasilan Raja Kertajaya, memerangi

musuh-musuhnya di Katang.

15
BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Lahirnya Kerajaan Kediri berkaitan dengan adanya pembagian kekuasaandi

Kerajaan Medang Mataram pada tahun November 1041. Airlangga

membagikerajaan bertujuan untuk menghindari terjadinya perang saudara di

Mataram.Setelah Mataram dibagi 2 oleh Mpu Bharada seorang Brahmana yang

terkenalakan kesaktiannya, muncullah Panjalu dan Janggala yang dibatasi gunung

Kawidan sungai Brantas.

16
Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan dan

pertanian untuk masyarakat yang hidup di daerah perdalaman. Sedangkan yang

berada di pesisir hidupnya bergantung dari perdagangan dan pelayaran. Mereka

telah mengadakan hubungan dagang dengan Maluku dan Sriwijaya. Ekdiri

terkenal sebagai penghasil beras, kapas, dan ulat sutra.

Kertajaya adalah raja terakhir Kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda

Mukha seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak

disukai oleh rakyat terutama kaum Brahmana. Dalam masa pemerintahannya,

terjadi pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi

penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.

B. SARAN

Saran untuk para siswa agar jangan melupakan sejarah bangsa kita, dan

berusaha menjaga dan melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Indonesia.

Semoga dengan makalah Kerajaan Kediri ini dapat bermanfaat bagi para siswa.

17
DAFTAR PUSTAKA
 
Hidayat Yoedoprawiro, 2000.
  Relevansi Ramalan Jayabaya dan Indonesia Abad XXI 
.Jakarta : Balai Pustaka.
 
Meinsma, 1903.
Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ingTahun 1647 
.
S’Gravenhage.
 
Moedjanto, 1994.
  Konsep Kekuasaan Jawa, Penerapannya oleh Raja-raja Mataram
.Yogyakarta: Kanisius.
 
Pigeaud, 1924.
  De Tantu Panggelaran Uitgegeven, Vertaald en  Toegelicht 
. DisertasiLeiden.
 

18
Poerbatjaraka, 1957.
  Kapustakan Jawi
. Jakarta : Djambatan.
 
Rassers, 1959.
  De Panji Roman,
 Leiden : Dissertatie.
 
Stutterheim, 1930.
  Rama Legenden und  Rama Reliefs in Indonesia
, Munchen :Kulturkreis der Indische.
 
Teeuw, 1946.
  Het Bhomakawya
, Leiden : Dissertatie.
 
Zoetmulder, 1985.
  Kalangwan: Sastra Jawa Kuna Selayang Pandang 
. Jakarta:Djambatan.

19

Anda mungkin juga menyukai