Anda di halaman 1dari 13

Kerajaan Kediri sama Singosari

DOSEN PENGAMPU:

Arfandiansyah S.Pd, M.pd

Ammar Zhafran Ryanto, M.pd

Disusun oleh:
KELOMPOK 6

Atikah Rahmi (3221121021)

Desman Poulin Sitohang (3223121004)

Gracea Melvasari Aritonang (3223121057)


Muhammad fahrijal tanjung (3222421005)

PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Rumusan masalah

1. Bagaimana sejarah perkembangan sampai runtuhnya kerajaan


Kediri dan kerajaan Singasari ?
2. Siapa raja raja yang pernah memerintah kerajaan Kediri dan
Singasari
3. Dimana letak lokasi kerajaan Kediri dan Singasari
4. Apa saja sumber sejarah kerajaan Kediri dan Singasari

B. Tujuan Masalah

1. Mengetahui perkembangan sampai runtuhnya kerajaan kediri dan


kerajaan Singasari
2. Mengetahui raja raja yang pernah memerintah Kerajaan Kediri dan
Singasari
3. Mengetahui letak lokasi kerajaan Kediri dan Singasari
4. Mengetahui sumber sejarah kerajaan Kediri dan Singasari

C. Manfaat masalah

1. Untuk menambah wawasan kita mengenai sejarah perkembangan


sampai runtuhnya kerajaan Kediri dan Singasari
BAB II

PEMBAHASAN
Perkembangan kerajaan Kediri

Berdirinya Kerajaan Kediri

Pada tahun 1019, Airlangga berhasil naik menjadi raja Medang Kamulan.
Saat sedang memerintah, Airlangga berhasil mengembalikan kewibawaan
Medang Kamulan dan akhirnya memindahkan pusat pemerintahannya ke
Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga memerintahkan kerajaan untuk dibagi
menjadi dua bagian. Pembagian itu dilakukan oleh Mpu Bharada, Brahmana yang
terkenal sakti. Dua kerajaan yang terbelah tadi lalu dikenal sebagai Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dan dipisahkan oleh gunung Kawi dan Sungai
Brantas. Kejadian ini kemudian dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat
Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Meskipun tujuan awal Airlangga
memecah kerajaan menjadi dua adalah agar tidak ada perebutan kekuasaan, pada
praktiknya kedua putra Airlangga tetap bersaing bahkan setelah mereka masing-

masing diberi kerajaan sendiri.

https://images.app.goo.gl/GxNq22hei8noGJFy8 https://images.app.goo.gl/5AgQSbDQxBVnDpQA7

Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas


dengan pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya
Kahuripan, sedangkan Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi
Kediri, Madiun, dan ibu kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang
ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta
Airlangga sehingga terjadilah peperangan.Pada akhir November 1042. Airlangga
terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena kedua putranya bersaing
memperebutkan takhta. Putra yang bernama SriSamarawijaya mendapatkan
kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kotabaru,yaitu Daha. Sedangkan
putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkankerajaan timur bernama
Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.Panjalu dapat dikuasai
Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan(1042 1052 M) dalam
prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda
Mukha.Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji
Alanjung (1052 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri
Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan
Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua
kerajaan tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116-1135 M) dari
Kediri. Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri
sehingga kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri.Pada awalnya
perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada perkembangan
selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai
seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan
Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain
ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak
menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra. Hasil
karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu Sedah
dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas
Jenggala.
Raja-raja Kediri

1. Sri Samarawijaya

Sri Samarawijaya adalah raja pertama dari Kerajaan Kadiri.


Pemerintahannya dimulai dari tahun 1042. Sri Samarawijaya memiliki gelar
lengkap Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa.Dalam
prasasti Pucangan (tahun 1041) Samarawijaya memiliki jabatan sebagai Rakryan
Mahamantri. Pada masa kekuasan Raja Airlangga dan raja-raja sebelum
Airlangga, jabatan ini yang paling tinggi setelah raja. Jabatan ini mirip dengan
status putra mahkota, pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.

Pemerintahan Raja Samarawijaya dikenal sebagai masa kegelapan karena


pada masa ini tidak ada bukti prasasti sama sekali. Berdasarkan cerita dalam
prasasti Pamwatan dan prasasti Gandhakuti, Raja Samarawijaya naik takhta di
saat Airlangga turun takhta menjadi seorang pendeta.Akhir pemerintahan dari
Raja Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti. Prasasti yang menceritakan
nama raja Kadiri selanjutnya adalah prasasti Sirah Keting tahun 1104 M. Prasasti
ini dibuat oleh Raja Sri Jayawarsa. Tidak diketahui apakah Raja Sri Jayawarsa
merupakan pengganti dari Raja Sri Samarawijaya, ataukah masih ada raja lainnya
di antara keduanya

2. Sri Jayawarsa

Sri Jayawarsa memerintah di tahun 1104 M. Sri Jayawarsa bergelar Sri


Maharaja Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu. Tidak diketahui kapan pastinya Raja
Jayawarsa naik takhta sebagai raja Kerajaan Kediri.Kisah Raja Jayawarsa tercatat
dalam prasasti Sirah Keting tahun 1104M.Dalam prasasti ini dikisahkan jika Sri
Jayawarsa sangat mencintai semua rakyatanya. Bahkan dirinya selalu berusaha
untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat. Prasasti Sirah Keting berisi
tentang pengesahan desa Marjaya sebagai tanah perdikan atau sima
swatantra.Tidak diketahui secara pasti kapan Raja Jayawarsa turun takhta. Dari
prasasti Panumbangan (tahun 1120 M) hanya menyebut makamnya yakni di
daerah Gajapada.

3. Raja Bameswara

Raja Bameswara disebut sebagai raja yang berkuasa selanjutnya di Kerajaan


Kediri. Hal ini diketahui dari isi prasasti Pikatan tahun 1117 M. Masa
pemerintahan Raja Bameswara banyak catatan yang ditemukan. Prasasti-prasasti
ini ditemukan di wilayah Tulungagung dan Kertosono.Dalam prasasti tersebut
banyak memuat masalah keagamaan. Dari kondisi ini bisa diketahui kondisi
pemerintahan yang sangat baik.Tidak diketahui, kapan raja Brameswara turun
takhta. Berdasarkan Prasasti Ngantang, raja selanjutnya yang berkuasa adalah
Raja Sri Jayabaya.

4. Sri jayabaya

Dari catatan yang ada, Sri Jayabaya berkuasa sekitar tahun 1135 M hingga
1157 M.Raja ini bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara
Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.Pada masa
pemerintahan Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai puncaknya. Pada masa
tersebut, Panjalu mampu mengalahkan Jenggala dan menguasai seluruh takhta
Airlangga. Dalam pemerintahan Jayabaya, seluruh wilayah Kediri bisa
bersatu.Banyak catatan prasasti yang ditinggalkan pada masa ini. Catatan prasasti
yang ditemukan yakni prasasti Hantang (tahun 1135 M), prasasti Talan (tahun
1136 M), dan prasasti Jepun (tahun 1144 M). Tidak hanya itu, terdapat juga karya
sastra berupa kakawin Bharatayuddha (tahun 1157 M).Dalam babad Tanah Jawi
dan Serat Aji Pamasa disebut jika Raja Jayabaya merupaka titisan Dewa Wisnu.
Raja ini memimpin negara yang bernama Widarba dengan ibu kota di
Mamenang.Ayah Jayabaya adalah Gendrayana. Gendrayana merupakan putra dari
Yudayana, putra dari Parikesit, putra dari Abimanyu,putra dari Arjuna dari
keluarga Pandawa.Permaisuri Raja Jayabaya bernama Dewi Sara. Jayabaya
diketahui memiliki 4 anak yakni Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni dan
Dewi Sasanti.Jayaamijaya menurunkan raja-raja di tanah Jawa, bahkan sampai
Kerajaan Majapahit dan juga Kerajaan Mataram Islam. Sedangkan Pramesti
menikah dengan Astradarma raja dari Yawastina, melahirkan seorang anak
bernama Anglingdarma raja dari Malawapati.Dalam pemerintahannya Jayabaya
menerapkan strategi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyatnya. Kerajaan pada masa ini sangat makmur, baik dari pertanian
maupun perdagangan. Secara ekonomi rakyat Kediri kehidupannya terjamin.
Kekuasaan kerajaan juga meluas hingga seluruh pulau Jawa dan
Sumatera.Jayabaya turun takhta dengan cara muksa atau hilang tanpa
meninggalkan jasad. Sebelum menghilang, Jayabaya bertapa terlebih dahulu di
Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Setelahnya, mahkota (kuluk)
dan juga pakaian kebesarannya (ageman) dilepas, kemudian raja Jayabaya
menghilang.Jayabaya terkenal dengan ramalannya, Jangka Jayabaya. Ramalan ini
beberapa sudah terbukti kebenarannya di era peradaban modern saat ini.

5. Sri Sarweswara

Raja Sri Sarweswara memerintah pada tahun 1159 – 1161. Raja ini bergelar Sri
Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama
Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa.Sri Sarwaswera adalah
salah satu raja Kediri yang terkenal sebagai raja yang sangat religius dan juga
berbudaya. Hal ini dikisahkan dalan Prasasti Padelegan II tahun 1159 M dan
Prasasti Kahyunan tahun 1161 M.Sebagai raja yang taat agama dan budaya, prabu
Sarwaswera memegang teguh dengan prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah
itu.Pemikiran ini berarti dikaulah (semuanya) itu, semua makhluk ialah engkau.
Tujuan hidup manusia menurut dari prabu Sarwaswera yang terakhir ialah moksa,
yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan menuju benar ialah
sesuatu yang menuju kearah kesatuan dan segala sesuatu yang menghalangi
kesatuan ialah tidak benar.Tidak diketahui secara pasti kapan Raja Sri Sarweswara
turun takhta. Berdasarkan isi prasasti Angin tahun 1171 M, raja selanjutnya yang
memimpin Kerajaan Kediri adalah Raja Sri Aryeswara.

6. Sri Aryeswara

Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang berkuasa pada tahun 1171 M. Raja ini
bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Pemerintahan Sri Aryeswara diketahui dari prasasti Angin, tanggal 23 Maret
1171.Prasasti tersebut menyebut bahwa raja yang kelima dari Kerajaan Kediri
adalah Sri Aryeswara yang bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara
Madhusudanawatara Arijamuka.

Sementara lambang dari pemerintahannya adalah Ganesha.Hanya sedikit


catatan yang bisa diketahui tentang raja ini. Dari prasasti Jaring disebut,
kekuasaan Sri Aryeswara dilanjutkan oleh raja Sri Gandra.

7. Sri Gandra

Raja Sri Gandra berkuasa pada 1811 M. Gelar yang dipangkunya adalah Sri
Maharaja Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya
Uttunggadewa Sri Gandra.Masa kepemimpinan raja Sri Gandra terkutip dalam
prasasti Jaring (1181 M). Prasasti tersebut menceritakan sang raja yang
mengabulkan keinginan rakyat Desa Jaring tentang anugerah raja sebelumnya
yang belum terwujud. Pengabulan permohonan ini disampaikan melalui senapati
Sarwajala.Di prasasti tersebut juga diceritakan adanya nama hewan yang
digunakan untuk menunjukkan tinggi rendahnya kepangkatan dalam istana. Nama
yang tersebut misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra dan Macan Kuning.
Tidak diketahui kapan pastinya berakhirnya pemerintahan Raja Sri Gandra. Raja
dari Kadiri ini selanjutnya berdasarkan isi dari prasasti Semanding pada tahun
1182 adalah Raja Sri Kameswara.

8. Sri Kameswara

Sri Kameswara adalah raja ketujuh dari Kerajaan Kediri, hal ini tercantum
dalam Prasasti Ceker tahun 1182 M serta Prasasti Kakawin Smaradhan. Masa
pemerintahan raja Sri Kameswara sekitar tahun 1180 M – 1190 M. Raja ini
bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwariwirya Anindhita
Digjaya Uttunggadewa.Di masa pemerintahan Sri Kameswara seni sastra
berkembang sangat pesat. Salah satunya adanya Kitab Smaradhana karangan dari
Mpu Dharmaja. Kitab ini berkisah tentang cerita rakyat seperti cerita Panji
Semirang. Mpu Dharmaja juga menuliskan kisah tentang kelahiran dari Dewa
Ganesha, yaitu dewa berkepala gajah yang merupakan anak dari Dewa Siwa.
Ganesha menjadi lambang dari Kerajaan Kadiri sebagaimana yang tercatat dalam
prasasti-prasasti.Beberapa peninggalan sejarah pada masa pemerintahan ini
diantaranya, prasasti Semanding (1182 M) dan prasasti Ceker (1185 M).

9. Sri Kertajaya
Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja ini
berkuasa pada tahun 1194 M – 1222 M. Di masa raja Kertajaya, Kediri jatuh
karena serangan kerajaan Tumapel atau Singashari.Raja Kertajaya memiliki gelar
Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya
Uttunggadewa.Nama Raja Kertajaya tercatat dalam teks Nagarakertagama (tahun
1365) yang ditulis setelah zaman Kerajaan Kadiri. Sementara dalam teks
Pararaton Raja Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis.Bukti
sejarah masa pemerintahan Raja Kertajaya diantaranya tertuang dalam prasasti
Galunggung (tahun 1194), prasasti Kamulan (tahun 1194), prasasti Palah (tahun
1197), dan prasasti Wates Kulon (tahun 1205).Kestabilan pemerintahan Kerajaan
Kediri pada pemerintahan raja Kertajaya mulai menurun. Kondisi ini karena raja
bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu ingin disembah
sebagai dewa, kaum Brahmana menentang keputusan tersebut. Mereka memilih
lari dan meminta bantuan dari kerajaan Tumapel dibawah kepemimpinan Ken
Arok.Mengetahui hal ini, Raja Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk
menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dan dukungan kaum Brahmana
melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu telah bertemu di
dekat Ganter (1222 M).

Dalam pertempuran tersebut pasukan Kediri berhasil dikalahkan. Raja Kertajaya


berhasil meloloskan diri , namun sayang nasibnya tidak diketahui. Sejak saat itu
kekuasaan Kerajaan Kediri berakhir dan menjadi kekuasaan Tumapel.Itu tadi
silsilah raja-raja yang memimpin Kerajaan Kediri. Hingga saat ini beberapa
peninggalan besar Kerajaan Kediri ditemukan di sejumlah wilayah di luar Kediri.
Hal ini membuktikan jika Kerajaan Kediri merupakan kerajaan besar di
Nusantara.

Letak kerajan kendiri


Letak kerajaan Kerajaan Kediri yakni di daerah Jawa Timur. Kerajaan Kediri
berpusat di Daha, atau sekitar Kota Kediri sekarang. Pusat Kerajaan Kediri
tersebut terletak di tepi Sungai Brantas, yang masa itu sudah menjadi jalur
pelayaran yang ramai.

sumber sejarah kerajaan Kediri

1.Prasasti Sirah Keting Prasasti Sirah Keting diperkirakan dibuat sekitar tahun 1126
Saka atau 1204 Masehi. Isi prasasti ini ditulis dengan aksara Jawa Kuno dan
berbahasa Jawa Kuno. Prasasti Sirah Keting ditemukan di daerah Ponorogo, Jawa
Timur dan saat ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Prasasti ini ditulis di atas
batu berbentuk persegi panjang dengan pahatan pada keempat sisinya. Isi Prasasti
Sirah Keting menyebut tentang nama Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu, yang
menghadiahi rakyatnya tanah. Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu mengaku
sebagai cucu Dharmawangsa Teguh, penguasa terakhir Kerajaan Medang. Dari isi
Prasasti Sirah Keting, diketahui bahwa Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu adalah
seorang raja yang memiliki kekuasaan otonom (terpisah) dari Kerajaan Kediri,
tepatnya di sekitar Madiun dan Ponorogo saat ini. Sri Jayawarsa Digwijaya
Sastraprabhu berkuasa bersamaan dengan Raja Kameswara (1184-1194) di Kerajaan
Kediri.

2. Prasasti Kamulan Prasasti Kamulan diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan


Raja Kertajaya (1194-1222), tepatnya pada tahun 1194 M. Isinya Prasasti Kamulan
menyebut tentang tentang sejarah daerah Trenggalek dan Tulungagung, serta
Kerajaan Kediri ketika diserang oleh raja di kerajaan sebelah timur. Prasasti ini
sekarang disimpan di Pendopo Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur. 3. Prasasti
Jaring Prasasti Jaring diperkirakan dibuat pada masa pemerintahan Raja Sri Gandra.
Sesuai namanya, prasasti ini ditemukan di Dukuh Jaring, Kecamatan Sutojayan,
Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Isi Prasasti Jaring menceritakan tentang
dikabulkannya permintaan penduduk Desa Jaring yang telah dijanjikan oleh Raja Sri
Aryeswara.
4. Prasasti Ngantang Prasasti Ngantang merupakan prasasti peninggalan Kerajaan
Kediri yang dibuat pada tahun 1194 M. Isi Prasasti Ngantang bercerita tentang
pemberian dan pembebasan pajak tanah oleh Raja Jayabaya untuk Desa Ngantang
karena telah mengabdi pada Kerajaan Kediri. Prasasti ini sekarang menjadi salah
satu koleksi di Museum Nasional.

5. Prasasti Galunggung Prasasti Galunggung memiliki angka tahun 1123 Saka atau
1201 Masehi. Melihat dari waktu pembuatannya, Prasasti Galunggung diperkirakan
dibuat pada masa pemerintahan Raja Kertajaya. Prasasti Galunggung ini terdiri dari
20 baris, tetapi sebagian tidak dapat terbaca lagi karena telah aus. Prasasti
Galunggung ditemukan di daaerah Rejotangan, Tulungagung, Jawa Timur.

6. Prasasti Panumbangan Prasasti Panumbangan dibuat pada masa pemerintahan


Raja Bameswara pada tahun 1120 M. Isi prasasti ini menceritakan tentang
permohonan penduduk Desa Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di
daun lontar ditulis ulang di atas batu (prasasti). Prasasti Panumbangan juga
menyatakan penetapan Desa Panumbangan sebagai Sima Swatantra oleh raja
sebelumnya.

7. Prasasti Talan Prasasti Talan adalah sebuah prasasti yang berangka tahun 1136
M dan ditemukan di di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini menceritakan
anugerah Sima kepada Desa Talan dan membebaskannya dari iuran pajak. Raja
Jayabaya, yang berkuasa saat itu, mengabulkan permintaan warga Talan karena
kesetiaan mereka dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
8. Prasasti Ceker Sesuai namanya, Prasasti Ceker ditemukan di Dukuh Ceker,
Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Prasasti Ceker yang diperkirakan
dibuat pada tahun 1185 mencantumkan nama Sri Kameswara. Isi Prasasti Ceker
adalah permohonan warga Desa Ceker akan anugerah.

9. Candi Penataran Candi Panataran terletak di lereng barat daya Gunung Kelud,
tepatnya di Desa Panataran, Kecamatan Ngleggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Dalam kitab Negarakertagama, Candi Penataran disebut dengan nama Candi Palah
yang dibangun untuk memuja Hyang Acalapati, atau yang dikenal sebagai Girindra
(raja gunung) dalam kepercayaan Syiwa. Berdasarkan tulisan pada sebuah batu yang
terletak sisi selatan bangunan utamanya, diduga bahwa Candi Penataran atau Candi
Palah dibangun pada awal abad ke-12 , atas perintah Raja Srengga dari Kediri.

10. Candi Tondowongso Candi Tondowongso atau Situs Tondowongso ditemukan


pada tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kediri,
Jawa Timur. Situs Tondowongso merupakan kompleks candi besar yang dibangun
pada abad ke-11, pada masa awal berdirinya Kerajaan Kediri. Melihat banyaknya arca
yang ditemukan di situs ini, diperkirakan Candi Tondowongso adalah kompleks candi
yang besar.

11. Candi Gurah Candi Gurah berlokasi tidak jauh dari Candi Tondowongso yang
masih berada di Kecamatan Gurah, Kediri, Jawa Timur. Candi Gurah memiliki
beberapa kesamaan dengan Candi Tondowongso terutama dengan adanya temuan
Arca Brahma, Surya, Candra, Yoni dan Nandi.

Anda mungkin juga menyukai