DOSEN PENGAMPU:
Disusun oleh:
KELOMPOK 6
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Rumusan masalah
B. Tujuan Masalah
C. Manfaat masalah
PEMBAHASAN
Perkembangan kerajaan Kediri
Pada tahun 1019, Airlangga berhasil naik menjadi raja Medang Kamulan.
Saat sedang memerintah, Airlangga berhasil mengembalikan kewibawaan
Medang Kamulan dan akhirnya memindahkan pusat pemerintahannya ke
Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga memerintahkan kerajaan untuk dibagi
menjadi dua bagian. Pembagian itu dilakukan oleh Mpu Bharada, Brahmana yang
terkenal sakti. Dua kerajaan yang terbelah tadi lalu dikenal sebagai Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) dan dipisahkan oleh gunung Kawi dan Sungai
Brantas. Kejadian ini kemudian dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya, serat
Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Meskipun tujuan awal Airlangga
memecah kerajaan menjadi dua adalah agar tidak ada perebutan kekuasaan, pada
praktiknya kedua putra Airlangga tetap bersaing bahkan setelah mereka masing-
https://images.app.goo.gl/GxNq22hei8noGJFy8 https://images.app.goo.gl/5AgQSbDQxBVnDpQA7
1. Sri Samarawijaya
2. Sri Jayawarsa
3. Raja Bameswara
4. Sri jayabaya
Dari catatan yang ada, Sri Jayabaya berkuasa sekitar tahun 1135 M hingga
1157 M.Raja ini bergelar Sri Maharaja Sang Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara
Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.Pada masa
pemerintahan Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai puncaknya. Pada masa
tersebut, Panjalu mampu mengalahkan Jenggala dan menguasai seluruh takhta
Airlangga. Dalam pemerintahan Jayabaya, seluruh wilayah Kediri bisa
bersatu.Banyak catatan prasasti yang ditinggalkan pada masa ini. Catatan prasasti
yang ditemukan yakni prasasti Hantang (tahun 1135 M), prasasti Talan (tahun
1136 M), dan prasasti Jepun (tahun 1144 M). Tidak hanya itu, terdapat juga karya
sastra berupa kakawin Bharatayuddha (tahun 1157 M).Dalam babad Tanah Jawi
dan Serat Aji Pamasa disebut jika Raja Jayabaya merupaka titisan Dewa Wisnu.
Raja ini memimpin negara yang bernama Widarba dengan ibu kota di
Mamenang.Ayah Jayabaya adalah Gendrayana. Gendrayana merupakan putra dari
Yudayana, putra dari Parikesit, putra dari Abimanyu,putra dari Arjuna dari
keluarga Pandawa.Permaisuri Raja Jayabaya bernama Dewi Sara. Jayabaya
diketahui memiliki 4 anak yakni Jayaamijaya, Dewi Pramesti, Dewi Pramuni dan
Dewi Sasanti.Jayaamijaya menurunkan raja-raja di tanah Jawa, bahkan sampai
Kerajaan Majapahit dan juga Kerajaan Mataram Islam. Sedangkan Pramesti
menikah dengan Astradarma raja dari Yawastina, melahirkan seorang anak
bernama Anglingdarma raja dari Malawapati.Dalam pemerintahannya Jayabaya
menerapkan strategi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi
seluruh rakyatnya. Kerajaan pada masa ini sangat makmur, baik dari pertanian
maupun perdagangan. Secara ekonomi rakyat Kediri kehidupannya terjamin.
Kekuasaan kerajaan juga meluas hingga seluruh pulau Jawa dan
Sumatera.Jayabaya turun takhta dengan cara muksa atau hilang tanpa
meninggalkan jasad. Sebelum menghilang, Jayabaya bertapa terlebih dahulu di
Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Setelahnya, mahkota (kuluk)
dan juga pakaian kebesarannya (ageman) dilepas, kemudian raja Jayabaya
menghilang.Jayabaya terkenal dengan ramalannya, Jangka Jayabaya. Ramalan ini
beberapa sudah terbukti kebenarannya di era peradaban modern saat ini.
5. Sri Sarweswara
Raja Sri Sarweswara memerintah pada tahun 1159 – 1161. Raja ini bergelar Sri
Maharaja Rakai Sirikan Sri Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama
Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa.Sri Sarwaswera adalah
salah satu raja Kediri yang terkenal sebagai raja yang sangat religius dan juga
berbudaya. Hal ini dikisahkan dalan Prasasti Padelegan II tahun 1159 M dan
Prasasti Kahyunan tahun 1161 M.Sebagai raja yang taat agama dan budaya, prabu
Sarwaswera memegang teguh dengan prinsip tat wam asi yang artinya Dikaulah
itu.Pemikiran ini berarti dikaulah (semuanya) itu, semua makhluk ialah engkau.
Tujuan hidup manusia menurut dari prabu Sarwaswera yang terakhir ialah moksa,
yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan menuju benar ialah
sesuatu yang menuju kearah kesatuan dan segala sesuatu yang menghalangi
kesatuan ialah tidak benar.Tidak diketahui secara pasti kapan Raja Sri Sarweswara
turun takhta. Berdasarkan isi prasasti Angin tahun 1171 M, raja selanjutnya yang
memimpin Kerajaan Kediri adalah Raja Sri Aryeswara.
6. Sri Aryeswara
Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang berkuasa pada tahun 1171 M. Raja ini
bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Pemerintahan Sri Aryeswara diketahui dari prasasti Angin, tanggal 23 Maret
1171.Prasasti tersebut menyebut bahwa raja yang kelima dari Kerajaan Kediri
adalah Sri Aryeswara yang bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara
Madhusudanawatara Arijamuka.
7. Sri Gandra
Raja Sri Gandra berkuasa pada 1811 M. Gelar yang dipangkunya adalah Sri
Maharaja Koncaryadipa Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya
Uttunggadewa Sri Gandra.Masa kepemimpinan raja Sri Gandra terkutip dalam
prasasti Jaring (1181 M). Prasasti tersebut menceritakan sang raja yang
mengabulkan keinginan rakyat Desa Jaring tentang anugerah raja sebelumnya
yang belum terwujud. Pengabulan permohonan ini disampaikan melalui senapati
Sarwajala.Di prasasti tersebut juga diceritakan adanya nama hewan yang
digunakan untuk menunjukkan tinggi rendahnya kepangkatan dalam istana. Nama
yang tersebut misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra dan Macan Kuning.
Tidak diketahui kapan pastinya berakhirnya pemerintahan Raja Sri Gandra. Raja
dari Kadiri ini selanjutnya berdasarkan isi dari prasasti Semanding pada tahun
1182 adalah Raja Sri Kameswara.
8. Sri Kameswara
Sri Kameswara adalah raja ketujuh dari Kerajaan Kediri, hal ini tercantum
dalam Prasasti Ceker tahun 1182 M serta Prasasti Kakawin Smaradhan. Masa
pemerintahan raja Sri Kameswara sekitar tahun 1180 M – 1190 M. Raja ini
bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwariwirya Anindhita
Digjaya Uttunggadewa.Di masa pemerintahan Sri Kameswara seni sastra
berkembang sangat pesat. Salah satunya adanya Kitab Smaradhana karangan dari
Mpu Dharmaja. Kitab ini berkisah tentang cerita rakyat seperti cerita Panji
Semirang. Mpu Dharmaja juga menuliskan kisah tentang kelahiran dari Dewa
Ganesha, yaitu dewa berkepala gajah yang merupakan anak dari Dewa Siwa.
Ganesha menjadi lambang dari Kerajaan Kadiri sebagaimana yang tercatat dalam
prasasti-prasasti.Beberapa peninggalan sejarah pada masa pemerintahan ini
diantaranya, prasasti Semanding (1182 M) dan prasasti Ceker (1185 M).
9. Sri Kertajaya
Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja ini
berkuasa pada tahun 1194 M – 1222 M. Di masa raja Kertajaya, Kediri jatuh
karena serangan kerajaan Tumapel atau Singashari.Raja Kertajaya memiliki gelar
Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana Digjaya
Uttunggadewa.Nama Raja Kertajaya tercatat dalam teks Nagarakertagama (tahun
1365) yang ditulis setelah zaman Kerajaan Kadiri. Sementara dalam teks
Pararaton Raja Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis.Bukti
sejarah masa pemerintahan Raja Kertajaya diantaranya tertuang dalam prasasti
Galunggung (tahun 1194), prasasti Kamulan (tahun 1194), prasasti Palah (tahun
1197), dan prasasti Wates Kulon (tahun 1205).Kestabilan pemerintahan Kerajaan
Kediri pada pemerintahan raja Kertajaya mulai menurun. Kondisi ini karena raja
bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu ingin disembah
sebagai dewa, kaum Brahmana menentang keputusan tersebut. Mereka memilih
lari dan meminta bantuan dari kerajaan Tumapel dibawah kepemimpinan Ken
Arok.Mengetahui hal ini, Raja Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan untuk
menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dan dukungan kaum Brahmana
melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu telah bertemu di
dekat Ganter (1222 M).
1.Prasasti Sirah Keting Prasasti Sirah Keting diperkirakan dibuat sekitar tahun 1126
Saka atau 1204 Masehi. Isi prasasti ini ditulis dengan aksara Jawa Kuno dan
berbahasa Jawa Kuno. Prasasti Sirah Keting ditemukan di daerah Ponorogo, Jawa
Timur dan saat ini disimpan di Museum Nasional, Jakarta. Prasasti ini ditulis di atas
batu berbentuk persegi panjang dengan pahatan pada keempat sisinya. Isi Prasasti
Sirah Keting menyebut tentang nama Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu, yang
menghadiahi rakyatnya tanah. Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu mengaku
sebagai cucu Dharmawangsa Teguh, penguasa terakhir Kerajaan Medang. Dari isi
Prasasti Sirah Keting, diketahui bahwa Sri Jayawarsa Digwijaya Sastraprabhu adalah
seorang raja yang memiliki kekuasaan otonom (terpisah) dari Kerajaan Kediri,
tepatnya di sekitar Madiun dan Ponorogo saat ini. Sri Jayawarsa Digwijaya
Sastraprabhu berkuasa bersamaan dengan Raja Kameswara (1184-1194) di Kerajaan
Kediri.
5. Prasasti Galunggung Prasasti Galunggung memiliki angka tahun 1123 Saka atau
1201 Masehi. Melihat dari waktu pembuatannya, Prasasti Galunggung diperkirakan
dibuat pada masa pemerintahan Raja Kertajaya. Prasasti Galunggung ini terdiri dari
20 baris, tetapi sebagian tidak dapat terbaca lagi karena telah aus. Prasasti
Galunggung ditemukan di daaerah Rejotangan, Tulungagung, Jawa Timur.
7. Prasasti Talan Prasasti Talan adalah sebuah prasasti yang berangka tahun 1136
M dan ditemukan di di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini menceritakan
anugerah Sima kepada Desa Talan dan membebaskannya dari iuran pajak. Raja
Jayabaya, yang berkuasa saat itu, mengabulkan permintaan warga Talan karena
kesetiaan mereka dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
8. Prasasti Ceker Sesuai namanya, Prasasti Ceker ditemukan di Dukuh Ceker,
Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Prasasti Ceker yang diperkirakan
dibuat pada tahun 1185 mencantumkan nama Sri Kameswara. Isi Prasasti Ceker
adalah permohonan warga Desa Ceker akan anugerah.
9. Candi Penataran Candi Panataran terletak di lereng barat daya Gunung Kelud,
tepatnya di Desa Panataran, Kecamatan Ngleggok, Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
Dalam kitab Negarakertagama, Candi Penataran disebut dengan nama Candi Palah
yang dibangun untuk memuja Hyang Acalapati, atau yang dikenal sebagai Girindra
(raja gunung) dalam kepercayaan Syiwa. Berdasarkan tulisan pada sebuah batu yang
terletak sisi selatan bangunan utamanya, diduga bahwa Candi Penataran atau Candi
Palah dibangun pada awal abad ke-12 , atas perintah Raja Srengga dari Kediri.
11. Candi Gurah Candi Gurah berlokasi tidak jauh dari Candi Tondowongso yang
masih berada di Kecamatan Gurah, Kediri, Jawa Timur. Candi Gurah memiliki
beberapa kesamaan dengan Candi Tondowongso terutama dengan adanya temuan
Arca Brahma, Surya, Candra, Yoni dan Nandi.