Anda di halaman 1dari 35

CRITICAL BOOK REPORT

DOSEN PENGAMPU:

ARFAN DIANSYAH S.Pd., M.Pd

Ammar Zhafran Ryanto, M.pd

Disusun oleh:
Nama: Desman Poulin Sitohang
Nim: 3223121004
Kelas: C 2022

MATA KULIAH : SEJARAH INDONESIA MASA HINDU BUDDHA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,karunia dan nikmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Critical Book Report dalam mata kuliah
Sejarah Indonesia Periode Hindu Buddha ini dengan sebaik-baiknya.Critical Book
Report ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu dari 6 tugas yang ada di
UNIMED sebagai salah satu bagian dari KKNI.

Dengan adanya Critical Book Report ini saya berharap dapat memberikan
manfaat serta edukasi kepada para pembaca. Saya tentu menyadari bahwa Critical
Book Report ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, saya mengharapkan kritik serta
saran yang membangun dari pembaca untuk Critical Book Report ini, agar Critical
Book Report ini nantinya dapat menjadi lebih baik lagi. Demikian, dan apabila
terdapat banyak kesalahan penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Medan,8November 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………… i
DAFTAR ISI ……………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. INFORMASI BIBLIOGRAFI……………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN SECARA UMUM………………………. 2


BAB III PEMBAHASAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH……………………….. 27
B. PERMASALAHAN YANG DIKAJI……………………… 27
C. KAJIAN TEORI YANG DIGUNAKAN……………….….. 28
D. METODE YANG DIGUNAKAN………………………….. 28
E. ANALISIS CBR……………………………………………..28

BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN …………………………………………….. 31
B. SARAN …………………………………………………….. 32

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………. 33
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………….…….34

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Informasi Bibliografi

Judul : Kaladesa Awal Sejarah Nusantara


Penulis : Agus Aris Munandar
ISBN : 978-602-273-019-4
Penerbit : Wedatama Widya Sastra
Urutan Cetakan : Cetakan Pertama
Dimensi Buku : X + 194 Hlm
Tebal Buku : 14 X 20 Cm

1
BAB II

PEMBAHASAN SECARA UMUM

Bab 1 Pendahuluan Beranjak Dari Kala Yang Sama

Berita Cina menyebutkan bahwa di lautan selatan terdapat pulau-pulau, tiada berpenghuni
namun di beberapa pulau lainnya terdapat kerajaan-kerajaan yang kerap kali mengirimkan
utusan dagang ke cina. Sesungguhnya utusan yang membawa peti ke cina tersebut tidak
mendatangkan manfaat secara ekonomis bagi para penguasa di china namun pada penguasa
cinta percaya bahwa apabila dapat membina hubungan baik dengan negara-negara yang
berada di sumatera selatan maka kedudukan cina kan terpanjang di wilayah selatan tersebut
(groenveldt,2009:6-7). Kitab ramayana, jatakamala,dan mahaniddesa perjalanan ke pulau
pulau timur di india.

Berkali-kali dijelaskan para musafir dan saudagar yang beragama Buddha melakukan
perjalanan dagang lewat jalur menuju ke daerah timur India. Hal ini menunjukkan bahwa
pada awal penyebaran agama Buddha hingga sekitar abad ke-3 M Kepulauan Nusantara
telah dikenal oleh musafir India (Sumadio,1984:5)

Pengaruh Cina agaknya datang kemudian,karena hingga abad pertama Masehi para
pedagang dari Fujian dan Guandong baru berniaga hingga wilayah Utara Annam. Berita cina
tentang pulau jawa dicatat oleh pendeta Buddha Faxian. Iya menyaksikan masa itu telah ada
orang yang beragama buddha walaupun masih sedikit, adanya brahmana hindu namun masih
banyak penduduk yang menyembah berhala.Setelah mendapat angin baik iya kembali ke
cina dengan kapal dagang (Groenveldt,2009:2,10-11)

Penduduk kepulauan Asia Tenggara di beberapa wilayah daratan merupakan keturunan para
migran Austronesia Masa Silam. Para ahli dewasa ini menyatakan bahwa migrasi orang-
orang Austronesia kemungkinan terjadi pada era yang lebih tua berlangsung mulai kurun
waktu 6000 SM hingga awal tarik Masehi. Akibat mendapat desakan dari pergerakan
bangsa-bangsa di Asia Tengah orang-orang pendukung kebudayaan Austronesia bermigrasi
dari Asia tengah dan akhirnya menetap di wilayah Yunan salah satu daerah di Cina Selatan.

Pada sekitar tahun 3000-2500 BC orang-orang Austronesia mulai berlayar menyeberangi


lautan menuju Taiwan dan kepulauan Filipina. Diaspora Austronesia berlangsung terus
hingga tahun 2500 SM. Mereka memasuki Sulawesi, Kalimantan,dan pulau-pulau lainnya

2
Ingatkan nya migrasi ke arah pulau-pulau di Pasifik berlanjut terus hingga sekitar tahun 500
SM hingga awal perhitungan tarikh Masehi.

Ketika migrasi mulai jarang dilakukan dan orang-orang Austronesia setelah hidup menetap
di beberapa wilayah Asia Tenggara terbukalah kesempatan untuk lebih mengembangkan
kebudayaan secara lebih baik. Berdasarkan temuan artefak nya dapat ditafsirkan bahwa
antara abad ke-5 SM dan abad ke-2 M terdapat bentuk kebudayaan yang didasarkan pada
kepandaian seni tuang perunggu, yang dinamakan kebudayaan Dong-son. Ciri utama artefak
perunggu Dongson adalah karya ragam hias bahkan hampir seluruh bagian pada beberapa
artefak penuh ditutupi ornamen. Hal itu menunjukkan bahwa para pembuatnya yakni orang-
orang (seniman) Dong-son memiliki selera estetika yang tinggi (Wagner,1995:25-26).

J.L.A. Brandes, seorang ahli sejarah kebudayaan telah melakukan kajian mendalam tentang
perkembangan kebudayaan Asia Tenggara masa proto sejarah kemudian menyatakan bahwa
penduduk Asia Tenggara Daratan dan kepulauan memiliki 10 jenis kepandaian yang meluas
pada awal Tarikh masehi sebelum datangnya pengaruh asing, meliputi telah dapat membuat
figur boneka, mengembangkan seni hias (ornament),mengenal pengecoran logam,
melaksanakan perdagangan barter,mengenal instrumen musik,memahami
astronomi,menguasai teknik navigasi dan pelayaran, menggunakan tradisi lisan dalam
menyampaikan pengetahuan, menguasai teknik irigasi, dan telah mengenal tata masyarakat
yang teratur. Bukti pencapaian pada depan tersebut diperluas oleh kajian kajian terbaru
tentang kebudayaan kuno asia tenggara yang dilakukan oleh G. Coedes. Pencapaian
kebudayaan manusia austronesia penghuni asia tenggara sebelum masuknya kebudayaan
luar cukup beragam seperti di bidang kebudayaan,bidang sosial dan bidang religi.

Lambat laun kesatuan budaya bangsa astro nesia di asia tenggara lambat laun memisah
membentuk jalan sejarah masing-masing.Menurut H.h.Fischer (1980:22-25), terjadinya
bangsa dan aneka suku bangsa di asia tenggara disebabkan oleh hal-hal seperti telah ada
perbedaan induk bangsa dalam lingkungan orang astronomis sebelum mereka melakukan
migrasi, kemudian selalu ber imigrasi mereka tinggal di daerah dan pulau-pulau yang
berbeda lingkungan yang tidak seragam yang kemampuan adaptasi mereka dengan alam
setempat, dan dalam waktu yang cukup lama mereka setelah berhenti migrasi mereka jarang
melakukan komunikasi antarsesama.

3
Berdasarkan ketiga hal itulah sub subangsa austronesia terbentuk. Mereka menjadi ratusan
sub suku bangsa dan tinggal di kepulauan indonesia ,filipina ,malaysia dan myanmar dan
yang lain mendapat di kamboja, thailand, laos, vietnam, brunei dan singapura. Sebenarnya
terdapat beberapa hal lain yang menjadikan bangsa houston esia terbagi dalam susu bangsa
yaitu pertama adanya perbedaan pengaruh asing yang memasuki kebudayaan yang mereka
usung tenang kedua adanya penjajahan bangsa bangsa barat di wilayah asia tenggara dengan
karakter dan tentang waktu yang berbeda pula.

Namun ke demikian penelusuran membuktikan bahwa bentuk allah kebudayaan kebudayaan


tersebut dan secara berasal dari kebudayaan Austronesia, yang kemudian mengalami
akulturasi selam berabad-abad dengan berbagai kebudayaan luar yang datang. Dalam
kondisi kehidupan seperti itulah kemudian datang pengaruh luar terutama dari india yang
memperkaya pencapaian kebudayaan yang telah ada. Berdasarkan kajian analogi anu grafi
dengan suku-suku bangsa yang sampai sekarang sedikit saja mengalami pengaruh luar dapat
diketahui bahwa kepala kampung dipilih secara demokratis dan terbuka, hal ini dikenal
dengan prinsip primus interpares yang mencari seorang lebih cakep dari yang lain)

Ketika sistem kerajaan dari budaya india diperkenalkan pemilihan berdasarkan


persyaratan "kemampuan yang dimiliki harus melebihi orang lain" tersebut menjadi
diabaikan. Pemimpin atau raja yang baru ditentukan berdasarkan keturunan atau dari
lingkungan keluarga yang sama dari pemimpin lama, sehingga yang ditunjuk Mungkin orang
yang sebenarnya tidak cakap memimpin walaupun anak Raja sebelumnya sebagai raja baru.
Orang yang bersangkutan tidak teruji secara primus interpares, tidak mampu memerintah,
tidak berkharisma,tidak dihormati oleh rakyatnya, selanjutnya muncul kekacauan yang
mengakibatkan runtuhnya kerajaan. Penduduk mengungsi ke tempat lain untuk mencari
pemimpin yang mampu membawa kedamaian dan kesejahteraan.

Bab 2 Simbolisme Kepurbakalaan Megalitik Di Wilayah Pagar Alam,Sumatera


Selatan

Bab 2 buku ini mengutarakan peninggalan megalitik terluas di Indonesia yang terdapat di
dataran tinggi Pagar Alam, Pasemah, di lereng gunung Dempo (3.159 m diatas permukaan
laut/DPL), sumatera selatan. Hingga sekarang di indonesia belum ditemukan lagi gugusan
megalitik yang luas dan kaya dengan berbagai wujudnya selain di pasemah tersebut. Selain

4
dari segi luas hasanah megalitik pas emang juga mempunyai keunikan antara lain adanya
bastian dipa hati realisme yang menggambarkan seseorang prajurit membawa negara di
punggungnya. Busana yang dikenakan oleh prajurit to juga misterius karena tidak lazim
dijumpai dalam relief manapun di indonesia. Iya digambarkan memakai celana panjang
dengan sepatu boot berpaling melilit betis nya, membawa pedang berdagang panjang hingga
mencuat ke punggungnya, memakai kalung, dan bertopi bahan lunak menutup bagian atas
kepala sehingga hanya memperlihatkan telinganya saja. Peradaban megalitikum yang
menjelas hadir dalam era proto sejarah Karena untuk menghasilkan monumen-monumen
seperti itu diperlukan waktu khusus.

Artinya para pembuatnya telah menetap dalam perkampungan-perkampungan yang


dibangun secara Teknik undahagi yang memadai. Peradaban seperti itulah yang dapat
dijadikan contoh dan alasan bahwa nenek moyang bangsa Indonesia tidak hidup dalam
suasana primitif yang berbeda ketika pengaruh asing pertama datang. Peradaban nenek
moyang bangsa Indonesia justru relatif tinggi hanya saja belum menggunakan aksara untuk
mencatat segala pencapaiannya. Berikut beberapa situs megalitik di wilayah pagaralam dan
sekitarnya antara lain situs tanjung aro, menunjukkan paha tanpa seorang sedang berkelahi
melawan ular, situs muara danau menunjukkan paha dan seorang menggendong anak, situs
muaradua menunjukkan seseorang menggendong sesuatu di punggungnya, situs gunung
megang menunjukkan salsa manusia mainin this gajah dalam posisi telentang, situs tebing
tinggi menunjukkan paha tan gambaran orang mengendarai kerbau, situs sebening keling
berupa perkataan orang naik gajah, situs gunung megang terdapat arca kepala manusia, situs
kotaraya lomba terdapat arca kepala manusia, situs tinggi hari pahat and soal seorang sedang
duduk dengan menggendong gajah kecil dan arca babi hutan yang belum selesai dibuat juga
terdapat menhir dengan sosok manusia dan buaya, situs cianjur bulan terdapat makan orang
duduk membimbing anak kecil, situs tebak sebentar pahat and figur manusia memakai
kalung, situs tegur wangi terdapat tiga sama nasi yang telah agak rusak, situs tanjung sirih
terdapat arca yang menggambarkan orang naik kerbau memakai helm dua orang
bergandengan dan harimau menerkam anak kecil, situs tanjung Telang terdapat pahatan
orang membopong gajah, dan situs di air pure aha terdapat ntar saya melukiskan dua orang
prajurit saling berhadapan seorang memegang tali dikatakan pada hidung kerbau dan yang
lain memegang tanduk kerbau (Indriastuti,2005).

5
Adapun ornamen dimaksudkan dalam kajian ini adalah hiasan yang terdapat di suatu objek
artefaktual juga penggambaran sosok bersangkutan misalnya sosok yang menggambarkan
manusia atau sosok menggambarkan negara digolongkan ke dalam ornamen.

Ornamen yang diterapkan pada berbagai peninggalan megalitik atau dalam sikap dinamis
artinya digambarkan dalam gerak hidup bukan dalam sikap yang statis. Jenis ornamen pada
berbagai peninggalan megalitik di pasemah secara garis besar dapat dibedakan menjadi
empat macam yaitu manusia,hewan, wujud geometris,dan benda-benda buatan manusia atau
benda alam.

Bab 3 Kebudayaan Kuna Di Kutai Dan Khasanah Kebudayaan Di Nusantara

Telah lama diketahui bahwa bukti munculnya kebudayaan kuno di wilayah pedalaman
kalimantan timur persamaan dengan masanya dengan bukti-bukti yang juga didapatkan di
pedalaman jawa bagian barat juga terdapat bukti-bukti kerajaan pertama. Tidak ada
informasi tentang nama kerajaan pertama di kalimantan timur sedangkan di kerajaan di jawa
barat disebutkan dengan nama Tarumanegara. Dalam kajian lebih lanjut kerajaan pertama
yang bercorak budha india di kalimantan timur itu kemudian dinamakan Kutai karena
memang peninggalan arkeologi ditemukan di wilayah kutai.

Menarik untuk di selisih lebih lanjut mengapa di kedua wilayah yang berjalan itu pada waktu
lebih kurang bersamaan yaitu abad ke-4 M) muncul pusat peradaban pertama bercorak india
kedua kerajaan tersebut meninggalkan uraian prasasti prasasti nya dengan menggunakan
aksara pallawa dan bahasa sansekerta yang relatif baik kedua kerjaan tersebut juga hilang
dalam sejarah tanpa sebab yang jelas karena hingga sekarang tidak ada argumen yang dapat
menguraikan secara tegas sebab-sebab keruntuhan keduanya. Namun tidak dapat di ingkari
adalah bahwa prasasti prasasti kutai kuna dan tarumanagara menjadi bukti pertama bahwa
wilayah kepulauan indonesia memasuki prodi sejarah. Hal itu berarti sebelum ada prasasti
prasasti kerajaan kutai dan tarumanegara wilayah indonesia berada dalam protosejarah.
Salah satu ciri masa proto sejarah adalah berita tentang suatu wilayah telah dicatat oleh para
pedagang yang telah mengenal tulisan dan berkunjung ke wilayah tersebut sementara
penduduk wilayah tersebut masih belum mengenal tulisan. Masa proto sejarah tersebut
berakhir ketika tulisan-tulisan pertama muncul dari kerajaan kutai kuno dan tarumanegara.
Kebudayaan masa proto sejarah itulah yang menjadi dasar bagi perkembangan kebudayaan

6
nusantara selanjutnya yang kemudian di medan makan dengan kebudayaan Austronesia,
berupa akulturasi dari berbagai kebudayaan yang berkembang di asia tenggara.

Penduduk wilayah kepulauan nusantara memasuki babak sejarah pada sekitar abad ke-4
berkat masuknya pengaruh kebudayaan india di kawasan ini dengan bukti-bukti yang terlihat
dalam berbagai peninggalan dari kerajaan kutai guna dan tarumanegara. Aspek budaya india
yang terlihat nyata terlihat dalam uraian prasasti prasasti kerajaan kutai kuno dan
tarumanegara seperti adanya penggunaan aksara pallawa, adanya pengaruh agama weda, dan
dikenalnya unsur penanggalan. Aksara pallawa yang kadang-kadang disebut juga aksara
tamil grantha merupakan huruf yang pertama kali dikenal dan digunakan oleh penduduk di
kawasan nusantara. Dalam hal agama weda jelas menjadi religi yang baru dikenal oleh
penduduk nusantara terutama di wilayah kutai kuno dan tarumanegara , sebelumnya religi
penduduk kepulauan di Nusantara masa prasejarah-proto sejarah adalah pemujaan terhadap
arwah leluhur (ancestor worship) yang berpangkal pada konsep Primus interpares. Prasasti
prasasti kutai kuna dan tarumanegara merupakan bukti otentik pertama kali masuknya
pengaruh kebudayaan india ke Nusantara.

Dalam perkembangan kebudayaan nusantara secara umum dikenal pembabakan yang paling
awal yaitu prasejarah, disusul masa protosejarah, udah memasuki dalam era sejarah. Cara
sejarah nusantara terbagi lagi dalam beberapa periode itu masa klasik (Hindu Buddha),
perkembangan islam dan kerajaan islam merdeka,masa kolonial,dan Indonesia merdeka.

Dalam hal perkembangan kebudayaan indonesia sebagai suatu kebudayaan kepulauan yang
dalam sistem politik republik indonesia, perkembangan kebudayaan kutai kuna kalimantan
timur dan tarumanegara di jawa bagian barat merupakan penanda masuknya bangsa
indonesia ke dalam periode sejarah. Lewat prasasti prasasti kutai kuna dan tarumanegara
dapat diketahui bahwa sebagian penduduk nusantara yang hidup di kedua kerajaan tersebut
telah mampu mendokumentasikan pengalaman di kehidupannya, pengembangan sejarah
politiknya, perkembangan kesenian nya, serta berbagai aspek kebudayaan lainnya lewat
aksara. Memang harus diakui bahwa berkat aksara pertama dari kebudayaan India atau
aksara pahlawan bangsa Indonesia semakin pesat mengembangkan kebudayaannya. Aksara
Pallawa selanjutnya mengalami modifikasi bentuk dalam berbagai kebudayaan etnis
Nusantara. Penggunaan aksara aksara tersebut merupakan hal yang penting karena dengan
dikenalnya tulisan maka bermacam pengetahuan suatu etnis dalam perjalanan sejarahnya
dapat dituangkan dalam bentuk dokumentasi aksara. Kebudayaan yang telah mengenal

7
tulisan merupakan kebudayaan yang maju sebab terhadap meninggalkan tradisi lisan nya
atau telah mampu melengkapi tradisi lisan nya. Hasil dokumentasi tulisan dapat dilihat
banyak orang pada masa yang lebih lama dan sifat-nya otentik. Lain halnya dengan tradisi
lisan yang dapat hilang bersama berlalunya waktu sifatnya dapat berkembang atau menyusur
serta mungkin tidak dapat didengarkan oleh sembarang orang.

Demikianlah kebudayaan Kutai kuna bersama dengan kebudayaan Tarumanegara telah


mengantarkan bangsa Indonesia memasuki zaman sejarah. Kedua kerajaan pertama di
nusantara tersebut telah meninggalkan bukti-bukti bahwa sekitar abad ke-4 M penduduk
Nusantara telah memasuki zaman sejarah dan berlanjut terus hingga sekarang.

Bab 4 Kerajaan Tarumanegara (Abad Ke-4 - 7 Masehi)

Berdasarkan berbagai peninggalan artha faktual dan sumber-sumber tertulis berupa prasasti
kerajaan tarumanegara diperkirakan muncul pada abad ke-4. Kerajaan ini merupakan
institusi kenegaraan pertama yang bercorak kebudayaan india di tanah jawa. Sejarah man
dengan tarumanegara di wilayah kalimantan timur berdiri bola kerajaan yang bercorak
keindiaan,yaitu kerajaan Kutai kuna. Interpretasi sementara perihal kronologi prasasti-
prasasti tarumanegara dan kutub pakai kuna berkisar pada abad ke-4 M. Kronologi itu hanya
didasarkan pada bentuk tulisan yang dipasarkan pada prasasti prasasti.

Tarumanegara hanya meninggalkan beberapa prasasti 5 diantaranya memuat uraian,


sedangkan dua prasasti lainnya hanya goresan Pictograf,gambar,atau lambang-lambang
yang mungkin bukan aksara. Berdasarkan data yang ada tarumanegara merupakan kerajaan
tertua di jawa. Prasasti prasasti nya menunjukkan penggunaan bentuk asha rather awal yang
dikenal oleh penduduk jawa, bahkan nusantara, yakni aksara Pallawa. Aksara Pallawa
kemudian "diolah" dan diturunkan menjadi aksara jawa kuna yang digunakan pada prasasti
prasasti mataram kuno (abad ke-8 - 10 M),kadiri (abad ke -12),Singasari (abad ke-13),hingga
Majapahit (abad ke 14-15). Aksara itu kemudian berkembang menjadi huruf balik una abad
ke-8 - 13) dan Sunda Kuna (abad ke-14 - 16).

Wilayah kerajaan tarumanegara agaknya meliputi wilayah jawa bagian barat dari daerah
ujung kulon hingga sangat mungkin sungai citarum sebagai batas paling timur. Penelitian
arkeologi sejak tahun 1985-an berhasil mengungkap keberadaan bangunan-bangunan kuna
di karawang utara. Di situs Segaran I, misalnya berhasil ditampakkan bangunan batur
tunggal dengan ukuran 19 x 19 m dan tinggi yang tersisa 5 m. Demikian dapat ditafsirkan

8
bahwa di wilayah pantai utara jawa bagian barat pada sekitar abad ke-5 -7 M ramai dengan
aktivitas keagamaan bayi hindu maupun budha mahayana. Aktivitas tersebut dapat
berkembang apabila ada masyarakat pendukungnya. Mungkin saja daerah karawang utara
pada masa awal sejarah banyak disinggahi para pengunjung asing ( India dan Cina) yang
akhirnya berinteraksi dengan penduduk setempat dan kemudian mereka bermukim serta
menyebarkan pengaruh agamanya. Agama-agama india yang semula berkembang di daerah
pantai dalam tahapan berikutnya menyebar ke wilayah pedalaman jawa bagian barat seiring
dengan meluasnya kekuasaan kerajaan tarumanegara.

Beberapa prasasti jelas berhubungan dengan kerajaan tersebut seperti prasasti


ciaruteun,kebon kopi,tugu,cidanghyang,dan pasir kokeangkak karena isinya menyebutkan
nama kerajaan tarumanegara atau nama raja purnawarman atau malah kedua-duanya.
Prasasti muara siantan dikaitkan dengan tarumanegara karena tempat kedudukannya
berdekatan dengan dua prasasti tarumanegara lain (prasasti ciaruteun,dan kebon kopi) di
wilayah kampung muara,bogor. Adapun prasasti pasir awi digolongkan sebagai artefak
tinggalan tarumanegara sebab Pictograf yang di pahat kan ada kemiripan bentuk dengan
iklan-iklan yang di pahat kan pada prasasti batu muara cianten, data yang dikandung prasasti
persuasi tersebut menunjukkan beberapa postulat, antara lain seperti yang pertama hampir
semua prasasti menggunakan batu alami tanpa banyak pengerjaan kecuali prasasti tugu yang
dibentuk bulat lonjong, penyebutan nama raja lebih penting daripada nama kerajaannya
seperti nama purnawarman disebutkan dalam 4 prasasti sedangkan nama kerajaannya hanya
disebut dalam tiga prasasti, bentuk telapak kaki merupakan salah satu ciri prasasti raja
purnawarman, dan terdapat tanda-tanda lain yang sukar dikaitkan dengan simbol-simbol
yang dikenal dalam kebudayaan india mungkin simbol-simbol tersebut merupakan harus
kebudayaan Austronesia sebelum pengaruh india datang.

Sumber sejarah yang dapat ditafsirkan untuk menambah pengetahuan baru tentang
tarumanegara dimulai dari catatan orang-orang cina. Terdapat berita cina yang sangat
mungkin menguraikan keadaan jawab bagian barat sekitar abad ke-4 - 5 M. Dalam catatan
sejarah dinasti Liu-song (420-479 M) dinyatakan bahwa pada tahun 435 M yang menjadi
raja di jawa (ja-wa-da) bernama Sri Ba-da-duo-a-la-ba-mo, yang mana mungkin adalah
ucapan cina dari kata seri baginda Dwarawarman.

9
Bab 5 Ho-Ling: Kerajaan Pertama Di Jawa Bagian Tengah

Dalam berita berita cina disebutkan bahwa dijawa ada sekitar abad abad yang sama dengan
berdirinya tarumanegara pada waktu kerajaan lain, yang disebut dengan Ho-ling bisa
dinamakan penyebutan nya dengan she-po (Cho-po) atau jawa. Berita cina pertama kali
menyebutkan jawa dengan She-po dalam catatan dinasti song awal (tahun 420-470 M)
mungkin diantara tahun-tahun itu telah datang orang-orang dari jawa. Berita cina dari zaman
dinasti T'ang (618-906 M) menyebut jawa dengan sebutan Ho-ling, untuk kemudian di awal
abad ke-9 Jawa itulah dinyatakan bahwa Ho-ling,untuk kemudian di awal abad ke-9 Jawa
disebut She-po kembali.

Sampai sekarang kerajaan yang disebut orang-orang cina dengan ho-ling itu belum
ditemukan prasasti prasasti nya. Beberapa prasasti tentang tahun dan diperkirakan berasal
dari sekitar abad ke-7 ditemukan di dusun dakawu, di lereng Utara gunung Merbabu,yaitu
prasasti Tuk Mas. Prasasti tuk mashanya menyatakan adanya mata air yang jernih dan suci
yang keluar dari gunung airnya yang dingin dan bersih bagaikan air sungai gangga, selain
itu juga di paten bentuk-bentuk 4 bunga teratai mengembang trisula,
Cakra,Sangkha,tongkat,kendi,Kampak,dan beberapa bentuk lain. Uraian tentang Ho-ling dia
gak luas didapatkan dari berita orang-orang cina yang mencatat tentang negeri-negeri yang
mereka kenal di wilayah lautan selatan. Uraian berita cina secara ringkas menyatakan bahwa
di salah satu pulau di samudera selatan yang bernama She-po disebut juga Cho-po atau Ja-
pa (Ja-po atau ja-wa) terdapat kerajaan yang bernama Ho-ling.Ja-pa terletak di sebelah timur
Sumatera dan sebelah barat Bali (po-li) berita tentang Ho-ling) antara lain disebutkan bahwa
penduduknya membuat dinding pertahanan dari kayu, bangunan-bangunan terbuat dari kayu
dengan penutup atap dari susunan daun palem, mereka menghiasi bale-bale dengan gading,
dan membuat tikar dari kulit bambu (welit). Negeri Ho-ling menghasilkan tempurung penyu,
emas,dan perak,cula badak dan gading. Penduduknya membuat minuman keras dari bunga
pohon kelapa yang jika diminum cepat memabukkan mereka makan tidak menggunakan
sendok atau sumpit. Mereka telah mengenal huruf dan pengetahuan astronomi. Disebutkan
bahwa ho-ling adalah negeri yang kaya terdapat sumber air garam yang keluar dari dalam
tanah (Groenveldt,2009:19)

Pada tahun 674 M kerajaan Ho-Ling diperintahkan oleh seorang penguasa perempuan atau
ratu yang bernama Xi-ma (shi-mo). Ratu nyi dikenal memerintah dengan adil dan tegas
derajat hidup sejahtera barang-barang terjatuh di jalan tidak akan ada yang mengambilnya

10
ketegasan itu terdengar sampai keluar kerajaan. Menurut catatan tripitaka atau kita suci
Buddha dalam bahasa cina yang disusun kurang lebih tahun 720, pada permulaan abad ke-5
seorang biksu budha bernama guna war mendatang ke kashmir ke "Kerajaan Jawa" atas
undangan ibu suri. Guna warman tinggal di jawa selama kurang lebih 25 tahun, dari tahun
396 hingga 424 M. Kemudian pada pertengahan abad ke-7 seorang pendeta budha bernama
Hui-Ning belajar di Ho-ling sama tiga tahun dari tahun 664 sampai 667 M. Dalam catatan I-
tsing, seorang biksu china yang pernah bermukim di sumatera atau sriwijaya pertengahan
abad ke-7 mencatat adanya kerajaan Ho-Ling sebagai negeri yang memiliki pusat pendidikan
agama Buddha Hinayana (Van deras Meulensteen,1988:86-87).

Berdasarkan berita-berita tersebut dapat ditafsirkan bahwa Ho-Ling sampai abad ke-7 masih
berdiri di jawa, bahkan di kerajaan itu berkembang juga pendidikan agama buddha terutama
agama buddha Hinayana. Banyak ahli yang sepakat menempatkan kerajaan Ho-Ling di
sekitar pekalongan-semarang-jepara-dan situs Plawangan Gunung Muria sebagaimana
dikemukakan oleh Orsoy De Flines,yang menempatkan Ho-Ling di sekitar Rembang,
berdasarkan kronologi fragmen keramik cina yang ditemukan di wilayah tersebut. Setelah
memperhatikan berbagai sumber tentang ho-ling dan juga menyimak pendapat para ahli
terdahulu kajian ringkas ini pun mempunyai tafsiran tersendiri mengenai letak Ho-Ling.
Hayang pasti bahwa Ho-ling berlokasi di pantai utara jawa bagian tengah dan bukan di
pedalaman garong wonosobo atau juga perbukitan Ratu Baka.

Bab 6 Kanjuruhan: Kerajaan Pertama Di Jawa Bagian Timur

Di daerah barat kota Malang ditemukan satu prasasti yang dinamakan dengan
Prasasti Dinoyo (sesuai dengan tempat pene- muannya), dipahatkan pada batu dengan
menggunakan aksara Jawa kuna dan gunakan bahasa Sansekerta. Prasasti ini Jawa
menggunakan aksara yang berbeda dengan prasasti- prasasti yang pada zaman
Tarumanagara, Kutai Kuna, dan Sriwijaya.Prasasti dari kerajaan selanjutnya, yaitu Mataram
Kuna, menggunakan aksara yang sama dengan tulisan dalam Prasasti Dinoyo.Begi-tupun
zaman Majapahit menggunakan aksara Jawa kuna (Poerbatjaraka, 1951: 61), Prasasti-
prasasti dengan aksara Jawa kuna sepenuhnya menggunakan bahasa Jawa kuna. Istilah-
istilah Sansekerta hanya beberapa saja yang digunakan, itu pun apabila berkaitan dengan
konsep keagamaan, gelaran raja, dan nama-nama jabatan atau julukan.

11
Prasasti Dinoyo bertaruh 682 Saka (760 M), keberadaan Kerajaan Kañjuruhan,
rajanya bernama Liswa, dengan julukan Gajayana (Dial yang berkendaraan gajah). Liswa
putra De-wasimha yang telah berpulang, yang merupakan raja pertana, Gajayana memiliki
putri, bernama Uttejana, seorang putri yang diharapkan dapat menerima keluarga raja-raja
Kanjuruhan. Nama Dewasimha jelas berkaitan dengan Wisnu, karena Wisnu dalam salah
satu awa tara-nya menjelma menjadi keterlibatan berbadan manusia dan ber orang-orang
yang bisa disebut berhubungan dengan dewa Hindu, raja yang disamakan dengan dewa
Indra, rajanya para dewa yang menaiki gajah Airavata, adalah raja dengan gelaran Wisnu,
yaitu Dewasimha, dan berita Kanjuruhan sebelum Liswa diatur. kepala singa, disebut
Narasimhal (murth). Menilik nama-nama perihal pemujaan untuk arca Agastya.

Kerajaan Kanjuruhan terletak di dataran tinggi Malang, di pedalaman Jawa bagian


timur, terletak di selatan gugusan Gunung Arjuno, Anjasmara, Welirang, dan
Penanggungan. Gunung. gunung ini memang tidak terlalu tinggi diban- dingkan dengan
Semeru, namun dalam sejarah perkembangan peradaban selanjutnya, wilayah di sekitar
perbukitan Arjuno- Anjasmara tampil dan berperan penting dalam sejarah kuna di Indonesia.
Dapat dipastikan alasannya di gunung-gemu- nung yang diumumkan gemericik awal mata
air Sungai Berantas. Sebagaimana dianggap sebagai Sungai Berantas dianggap sebagai su-
ngai teramat penting untuk peradaban Hindu-Buddha Jawa Timur. Di sepanjang alirannya
tumbuh berkembang melalui kerajaan besar, banyak bertemu candi penting, dan juga sebagai
penanda alam terbaginya kerajaan Airlangga menjadi Janggala dan Panjalu abad ke-12 M.
Sungai Berantas sesuai dengan Sungai Gangga yang mengalirkan air amerta dar udara di
Gunung Mahameru.

Prasasti Dinoyo sebagai satu-satunya sumber sejarah Karju ruhan menguraikan raja
Gajayana membangun candi yang sangat indah bagi sang Maharesi Agastya. Arca Agastya
yang dibuat oleh nenek moyangnya, dibuat dari kayu cendana, telah lapuk dimakan usia.
Oleh Gajayana dengan murah hati lalu diganti dengan arca batu hitam yang lebih elok. Untuk
keperluan itu kemudian diadakan upacara besar oleh para pendeta brahmana Rg Weda,
pendeta Weda, para brahmana besar, dan para pendeta terkemuka lainnya (Poerbatjaraka,
1952: 63).

Keberadaan Kañjuruhan di wilayah Malang, di selatan gugusan Gunung Arjuno dan


Penanggungan, memang tiba karena tidak ada berita sejarah yang seperti yang juga terjadi
pada kemunculan Kutai Kuna di Kaliman-tan Timur dan Tarumanagara di Jawa bagian barat.

12
Diambil lain dengan Mataram Kuna di Jawa Tengah, yang kemunculannya didahului dengan
penemuan prasasti tanpa angka yang diperkirakan diambil dari kronologi akhir abad ke-7,
dipisahkan oleh Prasasti Tuk Mas dan Sojomerto. Pada masa selanjutnya berdin Mataram
Kuna berdasar informasi Prasasti Canggal tahun 732 M oleh Raja Sanjaya. Saat Kañjuruhan
mendadak muncul dalam sejarah kuna Jawa tanpa didahului oleh penemuan prasasti- prasasti
lain sebelum kerajaan itu diketahui melalui satu-satunya pra-sasti yang berangka tahun 760
M.

Tempat Kanjuruhan berdiri agaknya disiapkan ma-sak-masak oleh para pendirinya.


Kata Kañijuruhan sangat mungil diterima dari ka + jurub + an. Kata jurub dalam bahasa
Jawa berarti 'air gula aren yang menetes' (Mardiwarsito, 1986: 256). Kata jurub mendapat
awalan ka dan akhiran, yang menunjuk tempat. Oleh karena itu kaijuruban berarti 'tempat
air gula menetes' atau 'tempat yang ditetesi air gula'. Untuk sementara hal yang bisa dibuat
penjelasan tentang arti nama Kañjuruhan. Mungkin sekali pada masa lalu, di wilayah
tersebut banyak pohon aren yang diambil airnya untuk dibuat gula. Pohon aren dapat
dianggap sebagai pohon yang lebih banyak manfatnya, sehingga dalam peradaban Hindu-
Budha di Jawa kerapkali dipersiapkan dengan pohon suci yang meruahkan penghubung
antara dunia manusia dan dewa-dewa.

Pada masa pemerintahan selanjutnya dengan jabatan Rakryan Kanuruhan yang


dimulai disebut-sebut dalam prasasti dari masa pemerintahan raja Rakai Watukura Dyah
Balitung (898-910 M). Kedudukan Rakryan Kanuruhan menjadi sangat penting pada zaman
Dharmmawangsa Airlangga dan zaman Kerajaan Kadiri (abad ke-12 M). Pada masa
Singhasari dan Majapahit pejabat dengan sebutan "kanuruhan" hanya disebut sesekali dan
pada masa yang lebih muda dalam prasasti-prasasti abad ke-15 tidak ada lagi sebutan
"kanuruhan".

Van der Meulen (1988: 99-100) selanjutnya mengemukakan tafsiran lain perihal
julukan raja Gajayana dalam Prasasti Dinoyo: pradaputragya bhupateb. Sarjana ini berarti
kata prada tentang seseorang, lebih baik nama tempat, sehingga pradaputrasya bupateh
artinya putra dari raja yang mangkat di Prada '. Jadi, mungkin saja Dewasimha, ayah
Gajayana, setelah kematiannya "dimuliakan" di Prada Pu Sindok merupakan raja yang
berjuang dan "menghidupkan kembali bangunan suci raja-raja pendahulunya yang berada di
wilayah Jawa bagian timur. Hal itu terbukti dari dua prasasti yang dike- luarkan Raja Sindok
berkenaan dengan pemeliharaan bangunan suci. Prasasti itu berangka tahun 943 M dan 947

13
M (Prasasti Cane/Surabaya 1), yang isinya antara lain berkaitan dengan bangunan suci sang
hang dbarma kamulan...i paradab lor. Tempat suci tersebut masih tersisa situsnya di Desa
Sima, sebelah timur Kecamatan Pare, Kediri; sekarang masih dinamakan Bogor Pradab
Bogor pohon enau yang disadap air gulanya Kařijuruhan; kata pradab berasal dari paradab),.
Di tempat itulah sangat mungkin dahulu terdapat bangunan suci untuk memuliakan
Dewasimha setelah kematiannya dan juga pusat pemerintahannya (sebelah barat Gunung
Kelud) sebelum dipindahkan ke wilayah Malang (sebelah selatan gugusan Gunung Arjuno)
oleh Gajayana. Dalam prasasti juga disebutkan adanya ibukota Kerajaan Kaijuruhan, yaitu
puri Putikerwarapavita. Sangat mungkin Dewasimha bersemayam di puri tersebut di wilayah
Bogorpradah, sedangkan kerajaannya dinamakan dengan Kanjuruhan tempat tinggal
Gajayana setelah berkedudukan di selatan Gunung Arjuno.

Dengan tafsiran tersebut dapat diperkirakan bahwa Kera- jaan Kanjuruhan yang
telah runtuh sebelum abad ke-10 masih diperhatikan oleh raja yang sedang berkuasa pada
masa itu, yaitu Pu Sindok (929-947 ).

Bab 7 Jejak Masa Silam: Pesan-Pesan Prasasti Sriwijaya

Hampir menelaah sesuai dengan prasasti Sriwijaya, yang dikeluarkan dalam abad ke-
7, sebagai pernyatar kutukan atau persumpahan yang diperuntukkan bagi para pemakai-
orang-orang Sriwijaya, serta berbagai kemungkinan yang berkaitan dengan tempat tinggal.
Selain itu juga dapat dianggap sebagai pernyataan kekuasaan Sriwijayaatas daerah-daerah
tempat ditemukannya prasasti bersangkutan (Krom, 1954:53-54; De Casparis, 1956: 15-46;
Iskandiar, 1993: 01-7). Selain Prasasti Kedukan Bukit, isi prasasti-prasasti Sriwi jaya yaitu
Talang Tuwo, Kota Kapur, Telaga Banu, Karang Berahi, dan Palas Pasemah, berisikan
ancaman, sumpah, dan kutukan terhadap orang orang yang akan melawan Sriwijaya. Uraian
ten- tang ancaman dan kutukan memang memenuhi isi prasasti, sehingga tidak keliru jika
para ahli menyebutnya sebagai "prasasti persumpahan Kerajaan Sriwijaya".

Beberapa Pesan

Penelisikan lebih lanjut menunjukkan beberapa pesan ke- bajikan yang terkandung
pada isi prasasti-prasasti Sriwijaya yang agaknya masih dapat diacu hingga sekarang Salah
satu prasasti tersebut adalah Prasasti Talang Tuo, yang ditemukan tahun 1920 oleh Residen
Palembang L.C. Westenenk. Prasasti tersebut ber angka tahun 606 Saka atau 684 M,

14
berbahasa Melayu kuna, dan ber aksara Pasca Pallawa. Inti isi prasasti berkenaan dengan
pem- bangunan Taman Sri Ksetra di lingkungan kota Siwijaya.

Prasasti Sriwijaya lain, yaitu Prasasti Karang Brahi, Kota Kapur, dan Telaga Batu
sering disebut sebagai prasasti-prasasti persumpahan karena isinya berupa kutukan yang
dikeluarkan oleh pengusasa Sriwijaya bagi mereka yang tidak tunduk dan memberontak
terhadap kuasanya. Dari ketiga prasasti persum- pahan tersebut hanya satu saja yang
berangka tahun, yaitu Prasast Kota Kapur, bertarikh 686 M atau 608 Saka (Coedes, 1989:64;
Muljana, 2006: 155). Inskripsi persumpahan lain yang diduga sezaman dengan ketiga
prasasti sebelumnya adalah prasasti yang ditemukan di Desa Palas Pasemah, wilayah
Kalianda, Lampung bagian selatan. Setelah dilakukan kajian terhadap aksara dan isi- nya,
Prasasti Palas Pasemah tersebut memang dikeluarkan oleh Kerajaan Sriwijaya sekitar akhir
abad ke-7 M (Boechari, 1979 20). Prasasti-prasasti intinya memuat ancaman terhadap jenis-
jenis makar yang akan dilakukan terha- dap raja Sriwijaya. Kejahatan yang dipandang
sebagai makar se- bagai berikut.

1. Para pemberontak

2. Mereka yang berbicara, bersekongkol, mendengarkan kata- kata, dan mengenal


para pemberontak.

3.Mereka yang tidak takluk kepada raja, tidak berlaku hormat, dan tidak setia kepada
raja.

4. Mengganggu ketentraman.

5. Membuat orang sakit, orang gila, pekasihan dengan menggu- nakan mantra

6.Meracun, membuat racun upas, tuba, dan ganja.

7.Memaksakan kehendak kepada orang lain.

8. Para penghasut untuk melawan raja dan para pembunuh.

Prasasti-prasasti Sriwijaya hanya mengguna- kan bahasa Melayu kuna, yakni bahasa
asli atau bahasa rakyat setempat, sedangkan prasasti prasasti dari kerajaan-kerajaan awal lain
di Nu- santara menggunakan bahasa Sansekerta. Mung kin hal itu dapat dijelaskan bahwa
latar belakang keagamaan yang menaungi sistem Kerajaan Sri- wijaya adalah Buddha yang
bersifat populis, ega- liter, dan tidak mengenal kasta. Penggunaan ba hasa Melayu kuna

15
menunjukkan bahwa agama Buddha merupakan agama yang bersifat kerak- yatan, dapat
dipeluk secara baik oleh siapa saja; agama Buddha tidak mengenal kelompok-kelom- Pratati
pok yang diistimewakan kecuali para bhikiu dan perumpaban bbikruni yang tergabung
dalam samba. Adapur Kota Xapur, prasasti-prasasti dari kerajaan lain bernapaskan agama
Weda-Brahmana (Kutai Kuna dan Taru- managara), serta nafas Hindu-saiwa Mataram Kuna
dan Kaiju- ruhan). Prasasti-prasasti yang dikeluarkan oleh kerajaan-kerajaan tersebut
menggunakan bahasa Sansekerta, yang merupakan ba- hasa agama tingkat tinggi dan hanya
dipahami secara baik olch kaum brahmana, pendeta Weda, dan kaum agamawan lainnya.

Ibukota Sriwijaya di Jambi?

Sampai sekarang pendapat yang menyatakan bahwa lokasi "kota Sriwijaya berada di
Palem- bang, Sumatera Selatan, masih kokoh kuat tiada tergoyahkan Pendapat itu
dikemukakan oleh para ahli sejak awal kajian Sri wijaya mulai dilakukan pada tahun 1918
serta kajian lebih intensif 1930-an sampai sekarang G. Coedes merupakan sarjana yang
pertama kati menyatakan bahwa Sriwijaya merupakan nama ke- rajaan dan bukan nama raja,
sebab disebut dalam berbagai pra- sasti yang dikeluarkan oleh kerajaan tersebut. FM.
Schnitger merupakan penyaji data Sriwijaya selanjutnya (tahun 1936, 1937) la melaporkan
tidak hanya prasasti-prasasti melainkan adanya peninggalan kuna lain di pedalaman
Sumatera.

Begitupun di kalangan para ahli arkeologi-sejarah dewasa ini timbul keraguan


mengenai lokasi Sriwijaya di Palembang Keraguan tersebut disebabkan oleh beberapa hal
berikut.

1. Tidak banyak peninggalan arkeologis berwujud monumen yang ditemukan di


kawasan Palembang Temuan yang ada hanyalah beberapa struktur bangunan, arca-
arca batu dan perunggu, prasasti-prasasti batu, dan beberapa temuan lepas lainnya.
Tidak ada kompleks percandian Buddha yang luas sebagaimana dijumpai di
Muarojambi atau di wilayah Jawa pada masanya. Struktur bangunan yang ditemukan
di Palem- bang merupakan sisa candi Hindu yang dinamakan Candi Angsoka, yang
menunjukkan agaknya pada masa silam telah ada kegiatan keagamaan Hindu di
sekitar situs Candi Angsoka Utomo dkk, 2012: 64-65).

2. Prasasti-prasasti Sriwijaya yang ditemukan di Palembang berupa berita


pembangunan wanua/ desa (Prasasti Kedukan Bukit), prasasti kutukan, dan prasasti

16
perjalanan yang berjaya iayasidbayatra). Secara logika tiga prasasti kutukan yang
dite mukan di Palembang (Talang Tuo, Telaga Batu, dan Boom Baru) selayaknya
dikeluarkan olch raja yang baru menguasai daerah tersebut3. Berita dari Bhiksu I-
Tsing yang singgah ke Sriwijaya antara lain menyatakan bahwa "pada tengah hari di
bulan Septem- ber di Sriwijaya orang tidak mempunyai bayangan". Hal itu tidak
terjadi seandainya Sriwijaya berada di Palembang, sebab garis lintasan matahari
tidak tepat berada di atas kepala orang yang berdiri. Di Palembang pada tengah hari
di bulan Sep- tember, jika seseorang berdiri masih mempunyai bayangan. Hal ini
berarti jika Palembang merupakan lokasi Sriwijaya tidak sesuai dengan berita bhiksu
I-Tsing.

BAB 8: Kerajaan Salakanagara Berdasarkan Data Yang Tersedia

Salakanagara dinyatakan sebagian sejarah atau peminat sejarah kuna sebagai kerajan
yang paling awal di Pulau Jawa jauh mendahului perkembangan Tarumanagara. Sala
kanagara mempunyai beberapa orang raja dan mempunyai kisah tersendiri. Uraian sejarah
itu mengacu pada paparan kitab yang konon selesai ditulis tahun 1599 Saka (1677 M) di
Cirebon. Kitab itu berjudul Pustaka Raa-raiya I Bbumi Nusantara yang digu- oleh Pangeran
Arya Carbon atau Pangeran Wangsakerta. Banyak kitab sejarah yang digubah di Cirebon
pada abad ke-18, yang pada waktu itu telah ada tim penulis sejarah yang bersifat Nusantara
karena dikabarkan banyak para ahli sejarah yang da tang ke Cirebon untuk ber-gotratanala
(berbincang-bincang) se. belum menyusun berbagai kitab sejarah Nusantara.

Dalam kajian sejarah kuna terdapat peringkat data yang keabsahannya harus
diperhatikan benar: ada sumber data yan sangat kuat dan ada sumber data yang sangat lemah
schingga tidak bisa digunakan untuk menyusun historiografi. Peringkat data tersebut sebagai
berikut.

1. Prasasti sezaman

2. Tinggalan arkeologis

3. Berita asing sezaman

4. Sumber karya sastra dari zaman kemudian

17
6. Mitos dan legenda

7. Kajian dan interpretasi para ahli

Uraian PRBN 1.1 tentang Kerajaan Salakanagara berawal dari tokoh Aki Tirem yang
menjadi datu di permukiman nelayan di pantai barat Jawa yang menghadap ke Selat Sunda.
Aki Tirem bukan penduduk asli, melainkan bernenek moyangnya di Suma- tera dan Hujung
Medini (Semenanjung Malayu), bahkan leluhur- nya berasal dari Asia Tenggara daratan.
Datanglah para ksatria pengembara dari India dipimpin oleh Dewawarman ke perkam-
pungan nelayan Aki Tirem. Kebetulan pada waktu itu kampung Aki Tirem sedang dijarah
oleh para perompak. Dewawarman dan anak buahnya membantu penduduk setempat
mengalahkan dan mengenyahkan para perompak pendatang (PRBN 1.1., 107: 5-20).

Uraian yang relatif panjang dalam PRBN 1.1. dapat ditaf sirkan sebagai berikut.

1. Kerajaan Salakanagara merupakan negara pantai yang me- nguasai perairan antara
Jawa dan Sumatera dan juga mengu- asai pedalaman Jawa bagian barat.

2. Di kerajaan itu banyak niagawan yang datang dan pergi, ter- utama yang berasal
dari India. Hubungan dengan kerajaan- kerajaan di India masih berlangsung intensif.

3. Masih banyak perompak dan penyamun yang menggangu jalur niaga laut dan
komunitas-komunitas tepi pantai.

4. Salakanagara berkembang dan dipimpin oleh beberapa orang raja yang


memerintah kerajaan awal tersebut, namun sebagai mana sejarah kerajaan kuna lainnya
maka

5. keadaan dalam negeri Salakanagara juga diramaikan oleh pemberontakan yang


mengganggu kelcuasaan raja.

6. Ketika peran Salakanagara yang berkuasa di wilayah di pantai Selat Sunda mulai
surut berkembanglah Kerajaan Tarumana- wa. Hal gara yang mempunyai pelabuhan di
pantai utara Ja itu sangat mungkin terjadi setelah ditemukannya jalur laut yang lebih singkat
menuju Cina atau sebaliknya menuju In dia dari Cina, yaitu Selat Malaka. Semula para
pedagang Cina India harus melalui Selat Sunda dan menyusuri pantai timur Pulau Sumatera.
Dengan ditemukannya jalur Selat Malaka, jalur pantai timur Sumatera sepi dan otomatis
Selat Sunda pun tidak berperan lagi dlam jalur niaga laut.

18
Kañjuruhan merupakan kerajaan yang berkembang di wi- layah Malang abad ke-8,
mempunyai data prasasti (walaupun satu-satunya), yairu Prasasti Dinoyo tahun 760 M.
Kanjuruhan juga meninggalkan satu-satunya bangunan candi dengan arsi- tektur awal di
Jawa. Kanjuruhan kemudian disebut kembali pada abad ke-17 dalam uraian PRBN 1.1.
Kerajaan ini agaknya telah dilupakan dalam memori bersama, sehingga tidak ada legenda
dan mitos yang dikaitkan dengannya. Walaupun demikian Kera- jaan Kafjuruhan diakui
secara balat oleh para sarjana sebagai kerajaan tertua di Jawa bagian timur.

Mengikuti pendapat para ahli yang telah melakukan peneli- tian tethadap arca-arca
dewa Hindu di Pulau Panaitan, kronologi arca-arca itu diperkirakan berasal dari abad ke-7-
8 M, setara dengan arca-arca Wisnu dari Cibuaya (Karawang) dan arca Siwa yang terdapat
di Candi Cangkuang, Garut (Hatmadji, 2005: 62- 63). Dengan demikian arca-arca Pulau
Panaitan tidak mungkin dikaitkan dengan eksistensi Salakanagara, bahkan mungkin sekali
berkaitan dengan zaman Tarumanagara atau zaman awal Kera- jaan Sunda kuna abad ke-8
M.

Dapat saja ditafsirkan bahwa ketika Kerajaan Salakanagara berdiri, di wilayah


pedalaman Jawa bagian barat penduduknya masih memeluk agama lama, yaitu pemujaan
kepada arwah nenek moyang (ancestor worsbip). Dengan demikian dapat dijelaskan bah- wa
penduduk kampung Aki Tirem dan keluarga Aki Tirem se- mula melakukan ritual pemujaan
terhadap arwah nenek moyang Ketika Dewawarman dan teman-temannya datang membatu
pe- dukuhan Aki Tirem, bahkan kemudian tinggal menetap mem- bangun Salakanagara,
barulah penduduk pantai Jawa bagian barat berangsur-angsur memeluk agama dari
kebudayaan India, yang sangat mungkin religi Weda Kuna sebagaimana dijumpai dalanm
keterangan prasasti-prasasti Tarumanagara. Dalam pada itu pen- duduk pedalaman Jawa
bagian barat masih tetap melaksanakan ritual lama, yaitu melakukan pemujaan kepada arwah
leluhur ancestor wortbip) dan mendirikan bangunan-bangunan megalitk seperti yang telah
diuraikan tersebut.

Bab 9 Tinjauan Terhadap Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Awal Di Nusantara

Kepulauan Nusantara yang terletak di Asia Tenggara telah menghubungkan dua


peradaban penting di dunia, yaitu India dan Cina. Bersama-sama dengan wilayah-wilayah
lain di Asia Tenggara daratan, kepulauan Nusantara memasuki periode se- jarah sekitar
tarikh pertama Masehi. Pada masa itulah aksara mulai dikenal oleh penduduk Asia Tenggara

19
dan Nusantara, se tidaknya telah ada berita yang dicatat oleh orang-orang Cina dan India
perihal penduduk dan pencapaian kebudayaan di wi- layah tersebut. Setelah memperhatikan
uraian perihal kerajaan- kerajaan yang mengembangkan peradaban pertama di Nusantara,
dapat diketahui adanya beberapa alasan sehingga kerajaan- kerajaan pertama di Nusantara-
dan Asia Tenggara-muncul dan berkembang sebagai berikut.

1. Adanya pengaruh luar yang datang ke kepulauan Nusantara, baik dari India
maupun dari Cina, namun penduduk kepu- lauan ini menerima anasir kebudayaan India,
bukan dari Cina. Dalam beberapa kajian diuraikan tentang sejumlah argumentasi mengapa
nenek moyang orang Indonesia lebih memilih kebudayaan India daripada Cina.

2. Penduduk kepulauan Nusantara merasa "perlu" menerima pengaruh kebudayaan


India untuk dikembangkan di wila- yahnya, artinya anasir kebudayaan India yang diterima
itu memang dibutuhkan.

3. Ajaran agama Hindu dan Buddha memperjelas kedudukan golongan dalam


masyarakat. Ajaran kedua agama itu semakin mermpertegas dan mengukuhkan kedudukan
para penguasa atas rakyatnya.

4. Diterimanya aksara (Pasca-Pallawa) yang awalnya dari kebu- dayaan India,


kemudian dikembangkan menjadi berbagai aksara lokal untuk menuliskan berbagai
informasi.

5. Pengaruh kebudayaan India memicu berkembangnya seni keagamaan, seni rupa


dan seni sastra, misalnya didirikannya arsitektur bangunan suci (candi-cand), pengembangan
seni arca kedewataan, bentuk-bentuk ragam hias, penggubahan kakawin, kidung, dan
gancaran (prosa).

6. Adanya sistem pemerintahan kerajaan yang berasosiasi de- ngan pelayaran dan
hubungan antar-Kerajaan. Sistem kera- jaan yang ditiru dari kebudayaan India serta adanya
sistem pelayaran yang memadai dapat mempermudah pergaulan antarkerajaan dan dengan
negeri lain di luar Nusantara.

7. Memampukan kerajaan-kerajaan awal Nusantara mengikuti trend global pada


masanya. Di Asia Tenggara arus kuat trend budaya masa itu datang dari India dan Cina.
Secara budaya acuan kerajaan-kerajaan awal Nusantara adalah budaya In- dia, namun secara

20
politik agaknya mereka lebih mengharga kekuatan Cina, terbukti dengan adanya pengiriman
utusan dagang seraya membawa persembahan ke kaisar Cina.

1. Pengaruh luar yang datang ke Nusantara

Titik pangkal perubahan kebudayaan yang dikembangkan penduduk Nusantara pada


masa awal sejarah adalah pengaruh kebudayaan luar. Pengaruh itu berasal dari India dan
Cina yang dibawa oleh para pedagang dan para musafir. Hubungan yang rjadi sebenarnya
antara orang-orang India dan Cina, yang me- lakukan perjalanan untuk berkunjung melalui
jalur laut dan darat. elalui kawasan kepulauan Nusantara, singgah di pulau-pulaunya, dan
Tentu saja hubungan yang menggunakan pelayaran akan m melalui laut serta selatnya.
Selanjutnya, sebagaimana yang dinarasikan oleh banyak ahli, terjadi proses penerimaan
anasir kebudayaan asing oleh pendu- duk pribumi yang menghuni Asia Tenggara daratan
dan kepu- lauan. Dalam periode ini berkembang banyak permukiman yang bercorak
kebudayaan India di AsiaTenggara, seperti yang dise- butkan dalam sumber-sumber Cina
dengan nama Lin-Yi, Fu- nan, Chen-la, Lang-ya-sseu-kia (Langkasuka), Ka-lah/Jieh-cha
(Kedah), Ho-ling (Kalingan), To-lo-mo (Tarumanagara), Ho- lo-tan, dan sebagainya.
Agaknya penerimaan terhadap kebuda- yaan asing, terutama dari India, didasarkan pada
kesadaran sendiri dan pada kebutuhan hidup masyarakat dan penduduk pribumi.

2. Penduduk Nusantara merasa "perlu" menerima penga- ruh kebudayaan asing

Beberapa alasan yang mungkin dijadikan dasar untuk menerima kebudayaan India
sebagai berikut.

a. Pada periode itu kebudayaan yang diperkenalkan oleh para niagawan India
dianggap lebih maju daripada yang dimiliki oleh penduduk Nusantara, misalnya dalam hal
cara berpa- kaian dengan kain hasil tenunan, penggunaan aksara, dan

b. dianggap ada persamaan konsepsi keagamaan yang dikem- bangkan oleh


penduduk Nusantara masa perundagian, yaitu memuja kekuatan alam, puncak gunung dan
dataran tinggi, pemujaan arwah leluhur dengan agama yang ditawarkan oleh orang-orang
India, yaitu dewa-dewa kekuatan alam dari ajar- an Weda, Hindu-Trimurti, dan Buddha
Mahayana.

c. Pada masa itu kebudayaan India sedang menjadi acuan di Asia timur, terbukti
banyaknya musafir Tiongkok yang berkunjung ke India, baik melalui darat Galur sutera)

21
maupur yang menggunakan pelayaran melalui jalur laut Asia Teng- gara. Dengan demikian
penduduk Asia tenggara dan Nusan- tara lebih layak menerima anasir kebudayaan India,
sebab penduduk Cina saja sedang belajar agama Buddha dari In- inya sama dengan
penduduk Asia Teng. dia, sehingga kondis gara daratan ataupun Nusantara.

3. Ajaran agama Hindu dan Buddha memperjelas kedudukan golongan dalam


masyarakat

Secara hipotetik memang sebelum menerima pengaruh ke budayaan India penduduk


Nusantara kala itu telah teratur dan tertata. Masyarakat pra-aksara pada zaman perundagian
telah dipimpin oleh seorang ketua dusun atau ketua kelompok, yang dipilih berdasarkan
konsep primus interparer (ctokoh yang terutama di antara sejumlah tokoh utama dan
menonjol). Benama dengan sang prineaut isterparer sebagai pimpinan masyarakat juga
terdapat scorang rhaman, dukun, kalet, atau oran dianggap berilmu. Kemudian terdapat
masyarakat pada umum nya yang tinggal bersama di suatu permukiman sebagai rakyat dari
sang prims interpares Selama ketua dusun berkuasa mini- g yang dituakan dan mal harus
mengadalan "pesta jass" ut f meriy sekall, tetapi pesta dapat dilaksanakan berkali-kali jila
memang sang ketura dusun mampu mengadakannys. Dalam "pesta jasa" tersebut seluruh
warga dusun dijamu makanan dan minuman secara cu ma-cuma yang disediakan oleh sang
primus interpares. Sebagi "tanda jasa" sang ketua dusun dapat mendirikan menhir di akhir
pesta syukuran tersebut. Setelah ketua dusun meninggal, rohnya dianggap bersemayam di
puncak gunung atau bukit. Sekali wakru oh itu dapat diseru untuk bersemayam di batu tegak
(menhir) di teras teratas punden berundak yang dibangun di lereng-lereng gunung
(Soekmono, 1974: 334-36). Pemujaan terhadap roh ketua dusun dilkaitkan dengan tujuan
yang meminta bantuan untuk meringankan penderitaan warga kam- pung, agar mampu
menghadapi serangan musuh, atau sckedar memuliakan dan mengenangnya. Itulah dasar
terjadinya religi pemujaan kepada arwah leluhur" (ancestor worship ).

4. Diterimanya aksara Pasca-Pallawa

Setelah Pasca-Pallawa diterima, kemudian olch nenek moyang bangsa Indonesia


dikembangkan menjadi bermacam aksara, yaitu aksara Jawa kuna, Bali kuna, Sunda kuna,
Lampung, Batak, Bugis-Makassar, dan sebagainya. Berkat dikenalnya aksara, pencapaian
kebudayaan sezaman, sistem politik kerajaan, tahuan masyarakat, ajaran keagamaan, dan
sebagainya kemudian dicatat dalam bentuk prasasti batu, perunggu, atau naskah-naskah

22
yang menggunakan lontar atau media lain. Pada masa itulah bang sa Indonesia memasuki
periode sejarah, karena sumber-sumber kajian masa tersebut telah didukung oleh rekaman
tertulis walau pun masih terbatas, schingga kajian terhadap artefak dan mo- numen
peninggalan masih diperlukan untuk lebih mendalami pemahaman. Dengan adanya
kepandaian menulis maka penge- tahuan tentang daerah-daerah yang telah menghasilkan
tulisan tersebut dapat lebih luas, lebih dalam informasinya, sebab tidak melulu mengacu
pada kajian tinggalan kebendaannya.

5. Kebudayaan India sebagai pemicu perkembangan seni keagamaan

Setelah agama Hindu dan Buddha diterima dan berkem- bang di kalangan penduduk
Nusantara, terutama di Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali, diperlukan peralatan ritus untuk
mela- kukan upacara keagamaan. Dalam melakukan upacara keaga- maan pemujaan kepada
dewata diperlukan bangunan keagamaan serta simbol-simbol dewa berupa arca-arca dan
ikon yang lain Akhirnya berkembang seni rupa keagamaan sebagai bentuk pemuliaan dewa-
dewa agama Hindu dan Buddha.

Bentuk bangunan keagamaan yang berupa candi-candi, stu- pa, petirthaan, punden
berundak (candi meru), goa buatan, dan yang lain mulai didirikan sejak abad ke-8 sampai
abad ke-15, baik di Jawa maupun di Sumatera. Di Bali bangunan suci yang Hindu masih
dibangun hingga sekarang, Berbagai wujud arca dewa dipahat sejak awal tumbuhnya agama
Hindu dan Buddha hingga masa surut kebu dayaan tersebut akibat berkembangnya agama
Islam. Arca-arca dewa ternyata diwujudkan dengan gaya seni tersendiri, yang ber beda
dengan gaya seni arca India. Pada dinding candi-candi pun dihias pahatan relief cerita
ataupun relief hias.Bentuk penggam baran relief tersebut mempunyai corak tersendiri pula
yang khas kebudayaan lokal (awa kuna, Bali kuna, dan Sumatera kuna).

6. Sistem kerajaan, pelayaran, dan hubungan antar-kerajaan

Ajaran agama Hindu-Buddha tentu juga menjadi acuan da lam membentuk sistem
kerajaan-kerajaan awal di Nusantara. Tata pemerintahan yang berjenjang dengan pucuk
pimpinan seorang raja dikenal dalam kebudayaan India dan diadaptasi oleh pen- duduk
Nusantara. Adanya sistem pemerintahan kerajaan yang teratur, memudahkan untuk
melakukan hubungan diplomasi dengan kerajaan lain di suatu kawasan. Suatu kerajaan
mengi- rimkan utusan seraya membawa upeti, jelas bertujuan dipersem bahkan kepada
penguasa, dalam hal ini raja yang tengah berkuasa di wilayah tersebut. Akibat adanya

23
hubungan yang terjadi dan meluas di antara para kepala daerah di kawasan Nusantara, per-
mukiman yang ada semakin tumbuh berkembang menjadi pusat pusat perdagangan yang
banyak didatangi oleh berbagai niaga- wan daci luar Nusantara, terutama dari India, Cina,
dan berbagai daerah Asia Tenggara. Dapat pula diketahui bahwa sistem pela- yaran dan
perdagangan di Nusantara didominasi oleh pelaut pelaut Nusantara sendiri (Sjafei, 1981/82:
49 dan 80-81).

7. Kerajaan-kerajaan awal Nusantara mampu mengikuti trend global pada masanya

Yang dimaksud arus kuat trend di Asia Tenggara adalah acuan politik sezaman.
Walaupun kebudayaan dari India diterima dan dikembangkan di beberapa wilayah Nu-
santara, namun secara politik agaknya kerajaan-kerajaan awal Nusantara lebih menghargai
Cina daripada India. Hal itu disebabkan, antara lain, oleh beberapa hal berikut:

(a) Jarak dari kepulauan Nusantara ke India lebih jauh daripada jarak ke Cina.

(b) Jarangaya kunjungan para musafir India dan lebih banyak para musafir Cina yang
datang ke Nusantara, sehingga pen- duduk Nusantara lebih mengenal orang-orang
Cina

(c) Di India banyak kerajaan yang berkembang, jatuh-bangun, dan silih berganti
dengan nama yang berbeda-beda, semen- tara Cina hanya mengenal satu sistem
pemerintahan kekai saran dengan nama Cina, walaupun dinasti dan raja yang
memerintah berbeda-beda.

(d) Mungkin sistem pencatatan kedatangan utusan atau peda- gang luar pada
kerajaan-kerajaan India tidak secermat sistem pencatatan yang dilakukan di Cina.
Mungkin saja terdapat juga utusan atau pedagang Nusantara yang datang ke kera-
jaan-kerajaan India, namun sampai sekarang belum dite- mukan beritanya.

BAB 10 PENUTUP

Kerajaan-kerajaan paling awal di Nusantara agaknya ber- kembang secara


berangsur-angsur, dalam arti tidak secara tiba- tiba muncul suatu sistem kerajaan di wilayah
tertentu. Kerajaan Kutai Kuna, Tarumanagara, Kañjuruhan, dan Sriwijaya berawal dari suatu
perkampungan yang mengembangkan budaya pra- budaya India sebagai permukiman-
permukiman proto-sejarah. Secara logis para pendatang dari luar Nusantara, yakni dari In-

24
dia dan Cina, selayaknya berkunjung ke daerah-daerah yang sudalh ada penghuninya, sudah
ramai masyarakatnya, serta dapat diajak berkomunikasi dan berinteraksi secara beradab.

Orang-orang dari luar Nusantara disambut sebagai penda- tang dan babakan
selanjutnya terjadi tukar-menukar barang (bar- ter). Mulailah sistem perniagaan
dikembangkan. Akibat adanya pergaulan dengan orang-orang luar tersebut, terutama orang-
orang India, penduduk pribumi kemudian merasa tertarik pada budaya yang mereka bawa
dan yang mereka perlihatkan. Jika sudah tumbuh rasa ketertarikan, maka fase berikutnya
tinggal penerimaan saja, yaitu diterimanya budaya luar ke dalam kehi- dupan budaya
pribumi. Sudah berang tentu ada rasa "perlu" untuk menerima, sebab jika tidak ada rasa perlu
maka tidak akan pernah terjadi akulturasi antara budaya India dan budaya masya- rakat
Nusantara masa prasejarah.

Berdasarkan telaah terhadap prasasti-prasastinya, yang ter. jadi Kerajaan Kutai


Kuna, Tarumanagara, dan Kañjuruhan mem- punyai kemiripan satu sama lain dalam tahap
penerimaan kebu dayaan India. Di Kanjuruhan mungkin sckali kakek Gajayana (ayah
Dewasimha) belum memeluk agama Hindu, yang berarti belum menerima budaya India
sehingga tidak disebut dalam urai- Pada zaman pemerintahan Dewasimha baru- lah agama
Hindu-saiwa diterima di kalangan Istana, sehingga ia berjuluk Dewasimha. Baru ketika
Gajayana naik takhta mampu mengeluarkan Prasasti Dinoyo, sebab di zaman ayahnya tidak
dikelhuarkan satu prasasti pun.

Keadaan ini setara dengan yang diuraikan dalam Prasasti yupa era Kutai Kuna,
bahwa terdapat raja bernama Mulawar- mman yang mempunyai ayah Aswawarman dan
kakeknya ber- nama Kudungga. Para ahli sejarah kuna menafsirkan bahwa tokoh Kudungga
belum menenma budaya India. Dia seorang ke- pala kampung yang mungkin pertama kali
bersua dengan para pendeta dan niagawan dari India. Budaya India baru diterima oleh
Aswawarman dan perlu satu generasi berikutnya untuk memberitakan adanya kerajaan
melalui prasasti, yaitu anak sang Mulawarmman. Dalam hal Mulawarmman, raja tersebut
secara jelas menyebutkan kakeknya, ayahnya, dan dirinya. Dengan demikian terdapat tiga
generasi yang dianggap berperan dalam kerajaan, meskipun dalam uraian Prasasti Dinoyo-
yang dike- luarkan Gajayana-sang kakek tidak disebutkan. Proses penerimaan budaya India
pada tahap pen- duduk asli Indonesia terjadi dalam 3 fase, yaitu sebagai berikut.

25
1. Fase Pengenalan, agaknya terjadi pada diri kakek sang raja, terbukti namanya masih asli
orang setempat.Kudungga or- ang Kutai kuna dan nenek Purnawarmman tidak disebut
jatidirinya sebab rgjarsi merupakan julukan bagi seorang raja yang kemudian hidup
mengasingkan diri pada hari tuanya.

2. Fase Penerimaan terjadi pada ayahanda raja, terjadi misal- nya pada diri Aswawarmman
(ayah Mulawarmman) dan Dewasimha (ayah Gajayana), sedangkan ayahanda Purnna
warmman tidak disebutkan.Pada raja pertama yang mene- rima pengaruh budaya India
tersebut namanya lalu diganti menyesuaikan dengan kepercayaan baru yang dipeluknya.

3. Fase Pengembangan didukung oleh raja yang sedang me- merintah.Dialah yang kemudian
menerbitkan beberapa pra sasti, menunjukkan bahwa budaya India telah diterima secara
kokoh di kalangan elite istana dan para pendeta pendukung raja

26
BAB III

PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Masalah yang Dikaji

Masa awal sejarah Nusantara sampai sekarang belum banyak dikaji oleh para ahli;bukan
disebabkan periode tersebut tidak menarik untuk dibahas,namun dikarenakan terbatasnya
data untuk dijadikan bahan pembahasannya.Masa awal tersebut belum banyak
meninggalkan bukti tertulis maupun arkeologis,justru berita yang dapat dijadikan bahan
telaah selanjutnya adalah catatan para musafir Tiongkok yang pada awal Tarikh Masehi
mengadakan perjalanan ke India dan singgah ke pulau-pulau Nusantara.

Kerajaan-kerajaan awal yang dibicarakan dalam buku ini sejatinya merupakan tonggak-
tonggak pencapaian peradaban sejarah di Indonesia,buku ini menggenapi kajian-kajian
tentang Nusantara di ambang sejarahnya. Buku ini juga membicarakan perihal bermacam
kepurbakalaan berupa megalitik di situs pasemah,pagar alam,Sumatera Selatan.

B. Permasalahan yang Akan dikaji

Adapun permasalahan yang dikaji dalam buku ini adalah mengenai penelusuran lebih
lanjut dan secara lebih mendetail mengenai bagaimana asal-usul suatu kerajaan itu
bagaimana berdirinya,letak kerajaan tersebut yang adakalanya masih bisa dikatakan seperti
sebuah teka-teki karena belum jelas keberadaannya misalnya kerajaan Ho-Ling banyak ahli
yang berpendapat berbeda,hingga pada buku ini penulis juga memasukkan pendapatnya
akan kerajaan ini. Begitupula dengan peninggalan-peninggalannya seperti Arca,Prasasti
maupun peninggalan-peninggalan lain yang disinyalir dapat diketahui asal-usul suatu
kerajaan mulai dari kapan tahun berdiri hingga runtuhnya,nama-nama raja yang pernah
memerintah di suatu kerajaan tersebut,puncak kejayaan suatu kerajaan tersebut misalnya
pada kerajaan Kutai yang pada prasasti dan tujuh yupa menggambarkan kebaikan yang
dilakukan oleh raja pada masa itu adalah kudungga dan kemakmuran rakyatnya,penemuan
peninggalan-peninggalan semacam ini juga dapat menunjukkan seberapa maju dan
berkembangnya kebudayaan kerajaan tersebut pada masa itu di Nusantara,misalnya kita
ambil lagi contoh dari prasasti-prasastinya yang mana uraiannya menggunakan aksara
Pallawa dan huruf Sanskerta yang relatif baik dari sini sudah dapat dijadikan sebuah bukti
bahwa masyarakat pada masa itu sudah mengenal tulisan.

27
Keberadaan bukti-bukti peninggalan ini sangat besar peranannya bahkan jika suatu
kerajaan yang dianggap oleh orang lain bahkan sarjana itu benar-benar ada karena
memiliki uraian sejarah yang relatif lengkap dengan mencantumkan angka-
angkatahun,narasinya logis dan jelas,namun ini justru menimbulkan keraguan pagi para
ahli contohnya ini adalah seperti yang terdapat di kerajaan Salakanagara,yang mana
sumber kajian kerajaan itu hanya bersandarkan satu kitab saja yaitu pustaka Rajya-rajya I
bhumi Nusantara 1.1 karya pangeran Wangsakerta dari Cirebon (abad ke-17).Namun
dikatakan andaikata dimasa mendatang ditemukan suatu sumber tertulis lain yang juga
membicarakan Kerajaan Salakanagara,kesangsian atas kerajaan itu akan surut sekali lagi
sautu peninggalan ini jelas sangat berperan dalam membuktikan sejarah suatu kerajaan.

C. Kajian Teori/ Konsep yang Digunakan

Adapun kajian teori/konsep pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Semiotik


yang mana semiotik ini berarti sebuah ilmu (teori) tentang lambang dan tanda (dalam
bahasa,lalu lintas,kode,morse,dsb) (Lukman,1955) Dikemukakan oleh Junus (1981) bahwa
semiotik merupakan lanjutan atau perkembangan strukturalisme tidak dapat dipisahkan
dengan semiotik,Alasannya adalah karya sastra itu merupakan struktur tanda- tanda dan
maknanya,dan konvensi tanda,struktur karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya
secara optimal. Hal ini juga berarti bahwa buku kaladesa Awal sejarah Nusantara ini juga
menggunakan pendekatan semiotika.

D. Metode Yang Digunakan

Adapun metode yang digunakan dalam buku ini adalah Metode penelitian Historis yang
memiliki sebuah fungsi utama yakni untuk bisa merekonstruksi info dari kejadian pada
masal lau secara objektif serta sistematis.

E. Analisis CBR

Sudah banyak makalah dan penelitian yang membicarakan kerajaan-kerajaan awal


Nusantara (Baca: Indonesia) masa proto sejarah,namun masih sedikit yang merangkumnya
menjadi satu buku sehingga memperlihatkan benang merah yang mengaitkan kerajaan-
kerajaan tersebut dan sekaligus menunjukkan titik awal keindonesiaan.Peran dan rumpang
itulah yang ingin diisi atas buku Kaladesa: Awal Sejarah Nusantara ini,buku ini semakin
memperjelas makna dan keberadaan situs megalitik pasemah serta kerajaan-kerajaan
Kutai,Tarumanegara,Ho-Ling,Kanjuruhan,dan Sriwijaya di pentas Nusantara yang kelak

28
menjadi Indonesia,namun jika dibandingkan dengan buku refrensi (pembanding) yang saya
gunakan yaitu buku Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu Buddha karangan Ririn
Darini,S.S.,M.Hum. buku ini lebih terfokus pada Sejarah kebudayaan Indonesia masa
Hindu Buddha atau dikatakan lebih mengutamakan peninggalan-peninggalan kebudayaan
mulai dari pengertian dan hakikat kebudayaan,asal-usul kebudayaan Hindu-buddha,proses
masuk budaya Hindu-Buddha,Perkembangan Agama Hindu-Buddha di Indonesia,Sistem
sosial,seni bangunan,seni rupa,seni pertunjukan,seni sastra,dan sistem pengetahuan
sehingga penjelasan mengenai kebudayaan Hindu-Buddha dikupas tutas pada buku ini.

Namun jika dibandingkan dengan buku utama,buku pembanding ini dirasa lebih umum
dan mendasar dibandingkan buku utama yaitu kaladesa awal sejarah Nusantara,Buku
utama cocok dibaca dan dianalisis oleh para pelajar tingkat lanjutan seperti mahasiswa atau
para ahli-ahli sejarah mengenai kerajaan-kerajaan kuna yang ada di Indonesia pada masa
proto sejarah yang mana ini menunjukkan lebih mendalamnya pembahasan mengenai
kearajaan-kerajaan di Nusantara pada masa Proto Sejarah,buku pembanding lebih cocok
untuk dibaca oleh orang secara umum karena memberi pengetahuan mendasr mengenai
kebudayaan hindu-buddha di Indonesia.

29
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan .

Berdasarkan kritik buku diatas dapat disimpulkan bahwa amat banyak kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu-Buddha di Indonesia mulai dari yang jelas peninggalannnya hingga
yang belum dan masih mejadi teka-teki sampai saat ini

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas ada baiknya kita sebagai mahasiswa berusaha mencari tahu
dan menggali lebih dalam lagi terkait kerajaan-kerajaan hindu-buddha di Indoneisa yang
bukan hanya bermanfaat secara pribadi namun juga berguna bagi para arkeolog dan tentu
saja kebenaran dari suatu sejarah tersebut akan terungkap.

30
DAFTAR PUSTAKA

Agus Aris Munandar,2017 Kaladesa awal sejarah Nusantara.Jakarta: Wedatama


Widya Sastra.

Ririn Darini,S.S.,M.Hum.2016 Sejarah Kebudayaan Indonesia Masa Hindu Buddha


: Yogyakarta : Ombak

31
DAFTAR LAMPIRAN

A. Lampiran Referensi yang digunakan untuk mengevaluasi buku

Judul : Sejarah Kebudayaan Indonesia masa Hindu Buddha


Penulis : Ririn Darini,S.S.,M.Hum
ISBN : 978-602-7544-97-0
Penerbit : Ombak
Urutan Cetakan : Cetakan II
Dimensi Buku : viii + 142 hlm;
Tebal Buku : 14,5 x 20 Cm

32

Anda mungkin juga menyukai