Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MASUKNYA AGAMA HINDU-BUDDHA KE NUSANTARA


Dibuat untuk memenuhi tugas Sejarah Indonesia

Disusun oleh:
Kelompok 1
Kelas :
X MIPA 2
Nama Anggota Kelompok :
1. Alifiana Ananda Pradana (04)
2. Aprilia Dwi Cahyaningtyas (08)
3. Dian Pramatya Setiabudi (12)
4. Maulana Adriansyah (24)
5. Naurah Salsabila (28)
6. Reza Rifqi Kurniawan (32)

SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1 BLITAR


JALAN AHMAD YANI NO. 112
SANANWETAN KOTA BLITAR
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Sejarah Indonesia.
Keberhasilan dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Untuk itu tak lupa kami sebagai penyusun mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Gatot Wiyono, S.Pd, M.Pd selaku Kepala SMA Negeri 1 Blitar
2. Nurul Ummah, S.Pd selaku guru Sejarah Indonesia
3. Berbagai pihak yang telah memberikan bantuan, baik secara langsung
maupun tidak langsung
Kami sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan
dan kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari semua
pihak sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Blitar, September 2021


Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Teori Kedatangan Hindu-Buddha di Nusantara.........................................3


B. Kerajaan-Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha di Nusantara........................7
C. Pengaruh dan Warisan Kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara..........10
D. Sumber-Sumber Sejarah Hindu-Buddha di Nusantara............................15
E. Jalur Masuk Agama Hindu-Buddha........................................................18
BAB III PENUTUP..............................................................................................20

A. Kesimpulan..............................................................................................20
B. Saran........................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Hindu masuk ke Nusantara diperkirakan pada awal tarikh Masehi,
dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa
terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari
Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada abad ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-
Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan
Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya
berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi
saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh
kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta
hampir seluruh Semenanjung Melayu.
Masuknya ajaran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-
kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatera
dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan
mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai akhir dari era
ini.
Jadi makalah ini ditulis untuk menambah wawasan sejarah tentang
bagaimana proses masuknya agama Hindu-Budha di Nusantara sampai
munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Hindu-Budha, serta kebudayaan-
kebudayaan yang timbul setelahnya dan dijadikan sebagai kebudayaan Nusantara
hingga menjadi Indonesia seperti sekarang. Selain itu kami juga akan membahas

1
2

sumber sejarah yang dipakai para sejarawan untuk menemukan berbagai teori
tentang masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa saja teori tentang masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara?
2. Apa saja kerajaan bercorak Hindu-Buddha ke Nusantara?
3. Apa saja pengaruh dan warisan kebudayaan Hindu-Buddha?
4. Sumber-sumber sejarah apa saja yang digunakan untuk mengetahui masuknya
Hindu-Buddha ke Nusantara?
5. Melalui jalur apa agama Hindu-Buddha masuk ke Nusantara?

C. Tujuan
Berkaitan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan penyusun
diatas maka makalah ini bertujuan sebagai berikut:
“Mengetahui proses masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara”
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Kedatangan Hindu-Buddha di Nusantara

Kehadiran pedagang-pedagang India di Nusantara pada awal abad Masehi


memiliki pengaruh besar bagi proses masuknya agama dan budaya Hindu-
Buddha. Hingga saat ini terdapat teori (hipotesis) yang menjelaskan proses
masuknya Hindu-Buddha ke Nusantara. Beberapa teori yang menjelaskan
kedatangan agama Hindu-Buddha di Nusantara sebagai berikut :
1. Teori Kesatria
Teori Kesatria menyatakan agama Hindu-Buddha dibawa oleh golongan
prajurit (kesatria). Di Nusantara golongan kesatria diduga melakukan kolonisasi
disertai penaklukan oleh orang-orang India. dari kasta kesatria. Akibatnya,
Nusantara menjadi pusat penyebaran kebudayaan India. Tokoh pendukung teori
kesatria antara lain F.D.K. Bosch, R.C. Majundar, C.C. Berg, Mookerji, dan JL.
Moens.
Teori ini memiliki kekuatan sebagai berikut :
a. Semangat berpetualang para kesatria (keluarga kerajaan)
b. Perkawinan antara para kesatria dan putri dari keluarga kerajaan mendorong
penyebaran agama dan budaya Hindu
c. Para kesatria membangun koloni dan menjalin hubungan dengan kerajaan
India
d. Para kesatria yang melarikan diri dari India mendirikan kerajaan baru di
Nusantara

Selain itu teori ini juga memiliki kelemahan sebagai berikut :


a. Tidak adanya bukti tertulis bahwa telah terjadi kolonisasi oleh para kesatria
Hindu yang berasal dari India

3
4

b. Golongan kesatria tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang
terdapat pada kitab Weda
c. Tidak mungkin pelarian kesatria dari India mendapat kedudukan mula
sebagai raja di wilayah lain
d. Tidak ada bukti prasasti yang menggambarkan penaklukan golongan kesatria
di wilayah lain
2. Teori Waisya
Teori Waisya dikemukakan oleh
N.J. Krom. Menurut N.J. Krom, kaum
pedagang atau waisya berperan terhadap
penyebaran budaya India di Nusantara.
Mereka menetap di Nusantara dan
menjalin hubungan dengan para penguasa
Nusantara untuk menyebarkan pengaruh
budaya India. Selain itu, perkawinan
antara pedagang India dan wanita lokal
menjadi salah satu cara penyebaran
budaya. Menurut N.J. Krom, unsur
Nusantara pada budaya baru itu masih sangat jelas. Oleh karena itu, ia
berkesimpulan bahwa peranan budaya Nusantara dalam proses pembentukan
budaya baru itu sangat penting. Pembentukan budaya baru tidak mungkin terjadi
apabila bangsa Nusantara hidup di bawah tekanan seperti yang digambarkan pada
teori Kesatria.
Teori memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut :
a. Golongan waisya tidak menguasai bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa pada
kitab Weda yang umumnya hanya dikuasai oleh golongan brahmana.
b. Kedatangan golongan waisya ke Nusantara hanya untuk berdagang bukan
untuk menyebarkan agama Hindu-Buddha.
c. Sebagian besar kerajaan Hindu-Buddha terletak di pedalaman. Jadi, jika
pengaruh Hindu-Buddha dibawa dibawa kaum pedagang, tentunya kerajaan-
kerajaan tersebut terletak di daerah pesisir.
5

d. Golongan waisya merupakan golongan rakyat biasa sehingga tidak membawa


perubahan besar dalam kehidupan keagamaan masyarakat setempat.
e. Golongan waisya tidak mempunyai tugas untuk menyebarkan agama Hindu-
Buddha karena pihak yang berwenang menyebarkan agama Hindu adalah
kaum brahmana.

3. Teori Brahmana
Teori Brahmana dikemukakan oleh J.C. van Leur. Ia berpendapat bahwa
agama Hindu masuk di Nusantara dibawa oleh golongan brahmana karena hanya
golongan brahmana yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda.
Kedatangan golongan brahmana diduga karena undangan para penguasa lokal di
Nusantara yang tertarik dengan agama Hindu atau sengaja datang untuk
menyebarkan agama Hindu di Nusantara.
Pendapat J.C. van Leur ini mematahkan teori-teori sebelumnya. Akan
tetapi, menurut ajaran Hindu Kuno, seorang
brahmana dilarang menyeberangi lautan
apalagi meninggalkan tanah airnya. Jika ia
melakukan tindakan tersebut, ia akan
kehilangan hak atas kastanya. Dengan
demikian, mendatangkan para brahmana ke
Nusantara bukan tindakan wajar.
4. Teori Sudra
Hanya sedikit ahli yang setuju terhadap teori Sudra, salah satunya Von van
Feber. Inti teori ini adalah masuknya agatma Hindu di Nusantara dibawa oleh
orang-orang India berkasta sudra. Golongan sudra sering dianggap orang
buangan. Oleh karena itu, golongan ini meninggalkan daerahnya dan pergi ke
daerah lain, bahkan keluar dari India termasuk Nusantara untuk mendapat
kedudukan lebih baik dan dihargai. Teori ini menimbulkan kontroversi karena
golongan sudra dianggap tidak layak menyebarkan agama Hindu. Golongan ini
merupakan kelompok bawah, kaum budak, dan memiliki derajat terendah dalam
struktur sosial masyarakat. Oleh karena itu, dalam urusan keagamaan, kaum sudra
tidak mungkin menyebarkan agama Hindu
6

5. Teori Arus Balik


Teori Arus Balik dikemukakan oleh F.D.K Bosch
setelah lahirnya teori brahmana. Berdasarkan sifat dan
unsur-unsur budaya India yang diamati dalam budaya
Nusantara, masyarakat Nusantara memiliki peran
tersendiri dalam penyebaran dan pengembangan agama
Hindu-Buddha. Penyebaran agama Hindu-Buddha di
Nusantara dilakukan oleh kaum terdidik. Akibat interaksi
dengan orang-orang India, banyak penduduk di Kepulauan
Nusantara tertarik belajar agama Hindu-Buddha. Mereka
giat mempelajari bahasa Sanskerta, kitab suci, sastra, dan budaya tulis. Orang-
orang Nusantara tersebut kemudian mendalami agama dan kebudayaan Hindu-
Buddha di India. Setelah belajar di India, mereka kembali ke Nusantara serta
mengajarkan agama dan kebudayaan Hindu-Buddha kepada masyarakat
Nusantara. Oleh karena itu, agama Hindu-Buddha yang berkembang di Nusantara
memiliki perbedaan dengan agama Hindu-Buddha yang berkembang di India.

Penyebaran agama Buddha di Nusantara


dilakukan dengan misi khusus, yaitu dharmaduta.
Menurut para ahli, misi dharmaduta di Nusantara
mulai dilakukan pada abad II Masehi. Pelaksanaan
misi tersebut dibuktikan dengan penemuan arca
Buddha Dipangkara yang terbuat dari perunggu di
Sikendeng, Mamuju. Sulawesi Barat. Arca ini
diperkirakan dibuat pada abad. Il Masehi. Perkiraan
ini didasarkan pada gaya seni, struktur, dan
bentuknya yang hampir mirip dengan arca beraliran
Amarawati dari India Selatan pada abad II Maschi.
Selain arca Buddha Dipangkara, penyebaran agama Buddha dibuktikan dengan
penemuan berbagai arca perunggu di Jember (Jawa Timur), Bukit Siguntang
(Sumatra Selatan), dan Kota Bangun (Kalimantan Timur) Arca-arca tersebut
diperkirakan dibuat pada abad II-V Masehi.
7

Untuk menjalankan misinya, para pendeta Buddha menggunakan jalur


pelayaran dan perdagangan menuju Nusantara. Setibanya di Nusantara, mereka
menemul raja/ penguasa lokal setempat guna meminta izin menyebarkan agama
Buddha, Selanjutnya, mereka mulai mengajarkan dan menyebarkan agama
Buddha. Mereka juga mendirikan perkumpulan umat/jemaat Buddha yang disebut
sangga.

Sangga merupakan kelompok masyarakat penganut agama Buddha.


Kelompok ini dipimpin seorang biksu dan memiliki ikatan langsung dengan India
sebagai tanah suci agama Buddha. Di dalam sangga terdapat dua kelompok
sebagai berikut:
1. Upasaka atau upasika
Kelompok ini terdiri atas masyarakat yang ingin belajar agama Buddha
2. Biksu atau biktuni
Kelompok ini terdiri atas pengikut yang ingin meninggalkan kehidupan
duniawi, tinggal di biara, mencukur rambut, dan mengenakan jubah berwarna
kuning.

Istilah sangga berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti kumpulan atau
perseintuan para rahib (biksu dan biksuni). Biksu atau biksuni adalah orang-orang
yang meninggalkan keramaian duniawi demi kepentingan hidup kerohanian.
Dalam agama Buddha, kehidupan para biksu atau biksuni ini diatur dengan
peraturan yang sangat ketat dan sifatnya eksklusif. Sebagai contoh, mereka hidup
dalam penderitaan, hidup di tempat ibadah (wihara), dan selibat (hidup tanpa
menikah).

B. Kerajaan-Kerajaan Bercorak Hindu-Buddha di Nusantara


1. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara dan


berdiri sejak abad ke 5 masehi. Kerajaan Kutai terletak di Kalimanan Timur di
8

hulu sungai Mahakam. Adanya kerajaan Kutai ditunjukkan oleh adanya jenis
huruf pranagri yang berasal dari India Selatan dan juga adanya tujuh buah Yupa
atau prasasti berbentuk tiang batu yang ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa
Sansekerta.
2. Kerajaan Tarumanegara

Kerajaan Tarumanegara berada di daerah bagian barat pulau jawa dan


merupakan salah satu kerjaan tertua di Nusantara. Bukti adanya Kerajaan
Tarumanegara ditunjukkan oleh banyaknya artefak yang ditemukan di sekitar
lokasi kerajaan. Dari peninggalan sejarah tersebut disebutkan bawa kerajaan
beragama Hindu aliran Wisnu.

3. Kerajaan Kalingga

Kerjaaan Kalingga atau yang disebut juga dengan Kerajaan Holing terletak
di wilayah pesisir utara Jawa Tengah, dengan pusat pemerintah berada di wilayah
Pekalongan dan Jepara. Mayoritas masyarakat Kerajaan Kalingga beragama
Hindu dan Budha serta menggunakan bahasa Sansekerta dan Melayu Kuno.
Puncak kejayaan Kalingga adalah saat berada dalam kepemimpinan Ratu Shima
yang memerintah sekitar tahun 674 masehi hingga 732 masehi.
4. Kerajaan Mataram Kuno

Kerjaan Mataram Kuno berada di Bumi Mataram, Jawa Tengah. Kerajaan


Mataram Kuno pernah berada di bawah kekuasaan tiga wangsa. Yakni, Wangsa
Sanjaya (agama hindu), Wangsa Syailendra (agama Budha) dan mangsa Isana
(baru). Raja pertama yang memimpin kerajaan Mataram Kuno adalah Raja
Sanjaya yang merupakan raja yang besar dan berkeyakinan Hindu Syiwa yang
9

taat. Candi perambanan merupakan salah satu peninggalan dari adanya kerajaan
hindu dan budha yang ada di Nusantara.
5. Kerajaan Melayu

Kerajaan Melayu berada di wilayah Pulau Sumatera dan berpusat di tepian


Sungai Batanghari di Jambi, berpindah ke hulu Sungai Batanghari
di  Dharmasraya dan berpindah lagi ke Pagaruyung. Kerajaan ini diperkirakan
telah berdiri sejak abad ke-4 Masehi. Hal ini berdasarkan kisah perjalan I-Tsing,
seorang Sami Budha dari Cina yang menuturkan bahwa pada tahun 685 kerajaan
Melayu ini telah takluk dibawah kerajaan Sriwijaya.
6. Kerajaan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu pusat kerjaan terbesar di pulau


Sumatera dan memiliki luas daerah kekuasan yang sangat luas sehingga
memberikan pengaruh yang besar terhadap terbentuknya nusantara. Luas
kekuasaan kerajaan Sriwijaya meliputi Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya,
Sumatera, Jawa barat hingga Jawa Tengah.
7. Kerajaan Kanjuruhan

Kerajaan Kanjuruhan, kerajaan Hindu di Jawa Timur. Berdiri sejak abad


ke-8 M, diperkirakan sezaman dengan kerajaan Tarumanegara dan kerajaan
Kalingga. Wilayah kekuasaan kerajaan Kanjuruhan berada di sekitar Kota
Malang, tepatnya di daerah Dinoyo, Merjosari, Tlogomas, dan Ketawanggede.
Keberadaan kerajaan Kanjuruhan ditunjukkan oleh Prasasti Dinoyo, yang dibuat
pada 760 M. Prasasti berupa lempengan batu berukir tersebut berisi beberapa baris
tulisan beraksara Jawa Kuno dan bahasa Sansekerta.
8. Kerajaan Pajajaran

Kerajaan Pajajaran terletak di Parahyangaan Sunda. Kerjaan Pajajaran


disebut juga dengan Kerajaan Sunda. Kerjaan Pajajaran di dirikan oleh Sri
Jayabhupati pada tahun 923, hal ini disebutkan dalam prasasti Sanghyang Tapak
yang berada di Cibadak, Sukabumi. Kerajaan Pajajaran mencapai puncak
10

kejayaan dibawah pemerintahan Sri Baduga Maharaja. Raja Sri Baduga atau


Siliwangi membangun banyak tempat seperti telaga, jalan menuju ibukota Pakuan
dan Wanagiri
9. Kerajaan Buleleng

Kerajaan Buleleng ini berdiri pada abad 9 hingga abad ke 14 masehi.


Ketika kerajaan Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri
dan menetap di Buleleng. Sampai sekarang ada kepercayaan bahwa sebagian dari
masyarakat Buleleng dianggap sebagai pewaris tradisi Majapahit. Penguasa
pertama Kerajaan Buleleng adalah Sri Kesari Warmadewa.
10. Kerajaan Kahuripan

Kerajaan Kahuripan berada di wilayah Jawa Timur dan didirikan oleh


Airlangga pada tahun 1009, Airlangga sendiri memerintah kerajaan Kahurioan
dari tahun 1009 hingga 1042 masehi. Dalam kepemerintahannya Airlangga,
berupaya untuk menyatukan kembali kerajaan-kerajaan kecil yang sebelumnya
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Medang (kerajaan sebelum kerajaan
Kahuripan). Keinginan Airlangga tersebut kemudian berubah menjadi misi untuk
menaklukan seluruh wilayah Jawa.
11. Kerajaan Kediri

Kerjaan Kadiri atau Kerajaan Kediri merupakan salah satu kerajaan yang
bercorak Hindu dan terletak di Kediri, Jawa Timur sekitar tahun 1042 hingga
1222. Pusat kerajaan Kadiri teretak di daerah Daha (sekarang Kediri). Hal ini
ditunjukkan dari adanya prasasti Pamwatan dari Airlangga.

12. Kerajaan Jenggala

Kerajaan Janggala berdiri pada 1042, setelah Airlangga dari Kerajaan


Kahuripan membagi wilayah kekuasaannya, menjadi Kerajaan Janggala dan
11

Kerajaan Kadiri, untuk diberikan kepada kedua putranya yang saling berselisih.
Kerajaan Jenggala beribu kota di Kahirapan, diserahkan kepada Mapanji
Garasakan, sedangkan Kerajaan Kadiri beribukota di Daha, diserahkan kepada Sri
Samarawijaya. Sejak awal pemisahan dua kerajaan ini, hubungan antara Janggala
dan Kadiri tidak pernah akur dan selalu terlibat dalam konflik.
13. Kerajaan Singosari

Kerajaan Singosari berada di wilayah Singosari, Malang, Jawa Timur.


Kerajaan ini didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Keberadaan Kerjaan
Singosari ditunjukkan oleh adanya candi-candi yang banyak ditemukan di sekitar
daerah Singosari- Malang dan juga pada kitab sastra peninggalan zaman
Majapahit yang berjudul kitab Negarakertagama karangan Mpu Parapanca.
14. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang


menguasai Nusantara dan dianggap sebagai kerajaan terbesar dalam sejarah
Nusantara. Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya dan menggapai
masa kejayaan pada era Raja Hayam Wuruk atau Rajasanagara pada tahun 1350
hingga 1389 berkat dukungan Mahapatih Gajah Mada yang terkenal oleh sumpah
Amukti Palapa.

C. Pengaruh dan Warisan Kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara

Tanda-tanda tertua adanya pengaruh kebudayaan Hindu di Nusantara


berupa prasasti-prasasti yang ditemukan di daerah Sungai Cisedane, dekat Kota
Bogor saat ini. Juga di Jawa Barat dekat Kota Jakarta Selain itu kita juga dapat
melihat peninggalan kebudayaan Hindia itu di sepanjang pantai Kalimantan
Timur, yaitu di daerah Muarakaman, Kutal. Menurut para ahli sejarah kuno,
kerajaan kerajaan yang disebut dalam prasasti-prasasti itu adalah kerajaan
Nusantara asli, yang hidup makmur bersumber dari perdagangan dengan negara-
negara di India Selatan, Interaksi dengan orang orang dari negara lain itulah yang
12

kemudian mempengaruh cara pandang para raja-raja saat itu untuk mengadopsi
konsep-konsep Hindu dengan cara mengundang para ahli dan para pendeta dari
golongan Brahmana (pendeta) di India Selatan yang beragama Wisnu atau
Brahma.

Beberapa bukti menunjukkan, setelah budaya India masuk, terjadi banyak


perubahan dalam tatanan kehidupan. Berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan,
kerajaan tertua di Muarakaman, Kalimatan Timur, yaitu Kerajaan Kutal mendapat
pengaruh yang kuat dan budaya India yaitu budaya yang dikembangkan oleh
Bangsa Arya di lembah Sungai Indus Percampuran budaya itu. kemudian
melahirkan kerajaan yang bersifat Hindu di Nusantara. Baik itu yang mencakup
dalam sistem religi, sistem kemasyarakatan, dan bentuk pemerintahan. Suatu hal
yang sangat penting dalam pengaruh Hindu adalah adanya konsepsi mengenai
susunan negara yang amat hirarkis dengan pembagian-pembagian dan fraksi-
fraksi yang digolongkan ke dalam empat atau delapan bagian besar yang bersifat
sederajat dan tersusun secara simetris. Semua bagian bagian itu orientasikan ke
atas, yaitu sang raja dianggap sebagai keturunan dewa Raja dianggap keramat dan
puncak dari segala hal dalam negara dan pusat alam semesta.

Kebudayaan Hindu di zaman itu mempunyai kekuatan yang besar dan


serupa dengan zaman modern saat ini seperti kebudayaan Barat ataupun
kebudayaan Korea yang hampir mempengaruhi seluruh kehidupan semua bangsa-
bangsa di dunia. Demikian halnya dengan kebudayaan intelektual agama Hindu
pada masa itu yang mempunyai pengaruh kuat di Asia Tenggara

Masuknya pengaruh Hindu-Buddha ke Nusantara telah membawa


perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Nusantara Perubahan
perubahan itu antara lain tampak dalam bidang-bidang berikut ini:
1. Bidang Pemerintahan

Sebelum unsur kebudayaan dan agama Hindu-Buddha masuk, masyarakat


dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih oleh anggota masyarakatnya
13

Seorang kepala suku merupakan orang pilihan yang mengetahui tentang adat
istiadat dan upacara pemujaan roh nenek moyangnya dengan baik la juga
dianggap sebagai wakil nenek moyangnya. Ia harus dapat melindungi
keselamatan dan kesejahteraan rakyatnya. Karena itulah larangan dan perintahnya
dipatuhi oleh warganya.

Setelah masuknya unsur kebudayaan dan agama Hindu-Buddha terjadi


perubahan kedudukan kepala suku digantikan oleh raja seperti halnya di India
Raja memiliki kekuasaan yang sangat besar kedudukan raja tidak lagi dipilih oleh
rakyatnya, akan tetapi diturunkan secara turun temurun. Raja dianggap sebagai
keturunan dewa dan dianggap sebagai puncak dari segala hal dalam negara.
2. Bidang Sosial

Pengaruh Hindu-Buddha dalam bidang sosial ditandai dengan munculnya


pembedaan yang tegas antar kelompok masyarakat Dalam masyarakat Hindu,
pembedaan ini disebut dengan sistem kasta. Sistem ini membedakan masyarakat
berdasarkan fungsinya Golongan Brahmana (pendeta) menduduki golongan
pertama, Ksatria (bangsawan, prajuriti menduduki) golongan kedua, Waisya
(pedagang dan petani) menduduki golongan ketiga, sedangkan Sudra rakyat
biasa) menduduki golongan terendah atau golongan keempat. Adanya pembagian
masyarakat berdasarkan kasta berdampak pada perbedaan hak-hak antara
golongan-golongan kasta yang berlainan, terutama dalam hal pewarisan harta
pemberian sanksi dan kedudukan dalam pemerintahan.
3. Bidang Ekonomi

Sejak terbentuknya jalur perdagangan laut yang menghubungkan India dan


Cina, kegiatan perdagangan di Kepulauan Nusantara berkembang pesat Daerah
pantai timur Sumatra menjadi jalur perdagangan yang ramai dikunjungi para
pedagang Kapal-kapal dagang dari India dan Cina banyak yang singgah untuk
menambah persediaan makanan dan minuman, menjual dan membeli barang
dagangan, atau menanti waktu yang baik untuk berlayar Kemudian, muncul pusat-
pusat perdagangan yang berkembang menjadi pusat kerajaan.
14

Hubungan dagang antara India dan Cina semula dilakukan melalui jalur
darat yang dikenal dengan jalur sutera. Jalur ini membentang dari Cina melewati
Asia Tengah, sampai ke Eropa. Komoditi utama yang diperdagangkan adalah kain
sutera dari Cina, itulah mengapa jalur tersebut dinamakan sebagai Jalur Sutera.
Selain kain sutera, wawangian dan rempah-rempah juga menjadi komoditas yang
sangat laris di Eropa. Akan tetapi sejak awal abad Maschi jalur itu dialihkan
melalui laut karena situasi jalan darat di Asia Tengah sudah tidak aman. Jalan laut
yang terdekat dari India ke Cina, yaitu melalui Selat Malaka.

Peralihan rute perdagangan ini telah membawa keuntungan bagi


masyarakat di Nusantara. Kepulauan Nusantara menjadi daerah transit
(pemberhentian) bagi pedagang-pedagang Cina dan pedagang-pedagang India
Masyarakat di Nusantara juga ternyata ikut aktif dalam perdagangan tersebut
sehingga terjadilah kontak hubungan di antara keduanya (Nusantara-India dan
Nusantara Cina).

Hubungan dengan kedua bangsa itu menyebabkan pengaruh Hindu-Buddha


yang berasal dari India berkembang di Nusantara. Namun demikian, tidak
diketahui secara pasti mengenai kapan dan bagaimana proses masuknya
kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara. Sampai saat ini masih ada perbedaan
pendapat mengenai cara dan proses masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke
Kepulauan Nusantara.
4. Bidang Agama

Hubungan antara Nusantara dan pusat Hindu-Buddha di Asia berawal dari


hubungan dagang antara Nusantara, India dan Cina. Hal ini menyebabkan pusat-
pusat perdagangan di Nusantara juga menjadi pusat-pusat Hindu Buddha.
Selanjutnya pusat-pusat ini berkembang menjadi pusat kerajaan dan pusat
penyebaran Hindu-Buddha ke berbagai wilayah sesuai dengan cakupan wilayah
kerajaan. Dengan tersebarnya agama Hindu-Buddha, banyak masyarakat di
Nusantara yang menganut agama Hindu atau Buddha Meskipun demikian, sistem
15

kepercayaan terhadap roh halus yang sudah berkembang sejak masa praaksara
tidak punah.
5. Bidang Kebudayaan

Sebelum masuknya unsur kebudayaan dan agama Hindu-Buddha, telah


berkembang kebudayaan asli Nusantara. Kemudian, setelah masuknya unsur
kebudayaan dan agama Hindu-Buddha terjadilah proses perpaduan antara dua
kebudayaan tersebut. Pepaduan itu disebut akulturasi Hasilnya adalah
kebudayaan baru yang memiliki ciri khas dari masing-masing kebudayaan
Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Buddha dengan kebudayaan
asli Nusantara antara lain sebagai berikut:
a. Seni Bangunan

Bentuk bangunan candi di Nusantara pada umumnya merupakan bentuk


akulturasi antara unsur budaya Hindu-Buddha dengan unsur budaya asli
Nusantara. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha,
serta bagian-bagian candi dan stupa adalah unsur dari India Bentuk candi-candi di
Nusantara pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur
Nusantara asli.

Bangunan punden berundak sebenarnya sudah berkembang dari masa


praaksara, sebagai penggambaran dari alam semesta yang bertingkat tingkat
16

Tingkat paling atas adalah tempat persemayaman nenek moyang Punden berundak
menjadi sarana khusus untuk pemujaan terhadap rob nenek moyang.
b. Seni Rupa dan Seni Ukir

Masuknya pengaruh Hindu-Buddha membawa perkembangan dalam


bidang seni rupa, seni pahat dan seni ukir Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni
ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan
pada dinding-dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang berupa pahatan
riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam
Nusantara seperti rumah panggung dan burung merpati.
c. Sastra dan Aksara

Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabrata dan


Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit Isi dan cerita pertunjukan

wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat mendidik Cerita dalam


pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya asli dari Nusantara.

Selain itu ada pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Nusantara


Misalnya tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Gareng. Bagong dan Petruk
Tokoh tokoh ini tidak ditemukan di India Perkembangan sastra ini didukung oleh
17

penggunaan Bahasa Sansekerta dan huruf-huruf India seperti Pallawa Prenagari,


dan Dewanagari.

D. Sumber-Sumber Sejarah Hindu-Buddha di Nusantara

Secara garis besar sumber-sumber sejarah mengenai kedatangan Hindu-


Buddha di Nusantara dikategorikan menjadi dua jenis, yaitu sumber dari dalam
negeri dan sumber dari luar negeri:
1. Sumber dari dalam Negeri

Sumber dari dalam negeri merupakan sumber sejarah yang berasal dari
berbagai daerah di wilayah Kepulauan Nusantara. Sumber tersebut dapat
menjelaskan bukti awal kedatangan agama Hindu-Buddha di Nusantara. Beberapa
sumber tersebut sebagai berikut:
a. Prasasti

Prasasti merupakan sumber sejarah berisi informasi tentang masa lampau.


Prasasti biasanya dipahatkan di atas batu, lempengan logam (emas, perak, dan
tembaga), gerabah, kayu, dan lontar. Pada umumnya prasasti berbentuk semacam
piagam untuk memperingati peristiwa penting suatu kerajaan. Misalnya, yupa di
Kutai yang dibuat untuk memperingati kedermawanan Raja Mulawarman dalam
18

memberikan. sumbangan untuk upacara-upacara keagamaan di kerajaannya.


Sebagian besar prasasti ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta.
Penggunaan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta menunjukkan pengaruh agama
Hindu-Buddha di Nusantara berasal dari India.

Prasasti-prasasti yang terdapat di Nusantara memiliki berbagai bentuk


struktur. Berdasarkan jumlah kata dan kalimatnya, prasasti dapat dibedakan
menjadi prasasti pendek, sedang, dan panjang. Bahkan, ada prasasti yang hanya
memuat satu kata atau angka tahun. Panjang pendeknya jumlah kalimat yang
dipahatkan memengaruhi bentuk struktur prasasti. Struktur prasasti yang terdapat
pada prasasti panjang dan prasasti sedang dijelaskan sebagai berikut.
1) Manggala merupakan kalimat pembuka yang dituliskan oleh penulis prasasti
pada setiap bagian awal prasasti
2) Unsur penanggalan. Penanggalan yang terdapat pada 28 Januari 2021 prasasti
Jawa Kuno sangat lengkap, terdiri atas unsur angka tahun, bulan, tanggal,
hari, minggu, grahacara, naksatra, dewata, mandala, yoga, muhârtta,
parwwesa, karana, dan rasi
3) Kejadian yang diperingati
4) Sambandha
Khusus untuk prasasti yang berisi tentang sima, terdapat istilah sambandha,
yaitu alasan ditetapkannya suatu daerah menjadi berstatus sima.
5) Keterangan luas tanah dan batas-batas wilayah. penerima pasak-pasak
(persembahan)
6) Daftar nama pejabat
7) Daftar saji-sajian
8) Upacara penetapan sima
9) Pengucapan sumpah atau sapatha
10) Citralekha
Citralekha adalah penulis keputusan atau perintah raja.
b. Kitab Kesastraan
19

Kitab kesastraan dapat digunakan sebagai sumber data dalam melacak


jejak-jejak sejarah pada. masa tertentu. Beberapa kitab kesastraan antara lain
Pararaton, Babad Tanah Jawi, Nagarakertagama, Ramayana, dan Arjuna Wiwaha.
Akan tetapi, terdapat beberapa kendala dalam penggunaan kitab kesastraan Jawa
Kuno sebagai sumber sejarah. Kitab-kitab tersebut sering menggunakan bahasa
berbunga-bunga dan cerita-cerita yang mengandung unsur mitos sehingga
diperlukan data pembanding, baik berupa prasasti, berita asing, maupun bentuk
data lain.
c. Benda-Benda Arkeologis

Meskipun bukan berupa tulisan, benda-benda arkeologis seperti relief


dapat digunakan sebagai sumber sejarah karena merepresentasikan gagasan dan
tindakan dari pembuat benda budaya tersebut. Benda arkeologis lainnya, yaitu
arca. Arca dapat digunakan untuk menunjukkan sifat keagamaan dan tingkat
kemajuan teknologi pembuatan arca.
2. Sumber dari luar Negeri

Sumber dari luar negeri merupakan sumber sejarah yang berasal dari
catatan perjalanan bangsa asing. Catatan tersebut memuat berita-berita mengenai
kepulauan Nusantara pada masa kuno. Adapun sumber-sumber kedatangan agama
Hindu-Buddha di Nusantara dari luar negeri sebagai berikut.
a. Sumber dari Tiongkok

Kronik-kronik Tiongkok menjelaskan sejak masa Dinasti Han, Dinasti


Sung, Dinasti Yuan, dan Dinasti Ming sudah terjadi kontak dagang antara
pedagang Nusantara dan Tiongkok. Keterangan ini diperkuat dengan catatan yang
dibuat oleh Fa-Hsien. Dalam catatan tersebut, Fa-Hsien terdampar di To lo mo
(Kerajaan Tarumanegara) selama lima bulan ketika melakukan perjalanan dari
India ke Tiongkok. Selain catatan Fa-Hsien, catatan perjalanan I-Tsing
menuliskan kesan tentang Shin lo fo shih atau Fo shih (Kerajaan Sriwijaya)
sebagai salah satu pusat agama Buddha di Asia pada abad VII Masehi.
b. Sumber dari Arab
20

Saudagar Arab menjelaskan tentang keberadaan kerajaan-kerajaan di


Nusantara sejak abad VI Masehi. Mereka menyebut Kerajaan Zabaq atau Sribuza
untuk Sriwijaya. Raihan Al-Beruni yang menulis sebuah buku tentang India,
menyebut Zabaq terletak di sebuah pulau bernama Suwarndib yang berarti "Pulau
Emas".
c. Sumber dari Vietnam

Kronik Vietnam dari abad VIII Masehi mencatat serangan dari Jawa dan
"Pulau-pulau Selatan" yang dilakukan pasukan Syailendra dari Sriwijaya
terhadap pusat kerajaan maritim Kerajaan Chenla di Vyadhapura, Kamboja.
Berita tersebut diperkuat oleh catatan dari Champa pada abad VIII Masehi
mengenal pasukan Jawa yang menghancurkan kuil-kuil dan berkuasa di sebagian
wilayah Kamboja.
d. Sumber dari Yunani

Claudius Ptolomeus, seorang ahli geografi dari Yunani menjelaskan kapal-


kapal Alexandria di Laut Mediterania (Mesir) berlayar melalui Teluk Persia ke
bandar-bandar Baybaza di Cambay, India dan Majuri di Kochin, India Selatan.
Dari India pelayaran dilanjutkan menuju Kepulauan Aurea Chersonnesus. Di
Aurea Chersonnesus kapal-kapal singgah di Barousae, Sinda, Sabadiba, dan
labadium. Aurea Chersonnesus merupakan bandar dagang kuno di pantai barat
Sumatra. Sementara itu, Barousae adalah Barus, Sinda adalah Sunda, Sabadiba
adalah Svarnadwipa (Sumatra), dan labadium adalah Javadwipa (Jawa).

E. Jalur Masuk Agama Hindu-Buddha


Perhatikan relief perahu bercadik di
candi Borobudur pada gambar di samping!
Relief tersebut menunjukkan adanya aktivitas
pelayaran di Nusantara sejak masa Hindu-
Buddha. Para ahli memperkirakan sejak awal
21

Masehi para India telah melakukan aktivitas perdagangan dengan masyarakat di


Kepulauan Nusantara.
Para ahli memperkirakan agama Buddha lebih dahulu masuk di Nusantara
daripada agama Hindu. Agama Buddha diperkirakan masuk di Nusantara pada
abad II Masehi, sedangkan agama Hindu masuk di Nusantara pada abad III-IV.
Masuknya agama Buddha di Nusantara terjadi bersamaan dengan aktivitas
perdagangan melalui dua jalur. Kedua jalur tersebut dapat dijelaskan sebagai
berikut.
1. Jalur Darat
Penyebaran pengaruh Hindu-Buddha di Nusantara melalui jalur yang
dikenal dengan sebutan jalur sutra. Adapun rute jalur sutra terbagi menjadi dua
sebagai berikut.
a. Jalur sutra yang terbentang dari India menuju Tibet, Tiongkok, Korea, dan
Jepang.
b. Rute jalur sutra selatan membentang dari India Utara menuju Bangladesh,
Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian menuju Kepulauan
Nusantara.
2. Jalur Laut
Para pedagang dan pendeta dari India menyebarkan agama Hindu-Buddha
dengan mengikuti kapal pedagang yang biasa beraktivitas di jalur India-Tiongkok.
Rute perjalanan dimula dan India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung
Malaya, dan berakhir di Kepulauan Nusantara.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan olah informasi terkait Masuknya

Hindu-Buddha ke Nusantara, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Terdapat banyak teori yang menjelaskan tentang proses masuknya agama

Hindu-Buddha ke Nusantara, antara lain : Teori Kesatria, Teori Waisya, Teori

Brahmana, Teori Sudra, dan Teori Arus Balik. Teori-teori tersebut memiliki

gagasan dan pendapatnya masing masing, namun pada setiap gagasannya

masih dapat ditemukan hal-hal yang melemahkan teori masing masing.

2. Penyebaran dan perkembangan agama Hindu-Buddha yang pesat dapat dilihat

dari berdirinya kerajaan kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang tersebar di

berbagai wilayah Nusantara. Kerajaan-kerajaan ini antara lain: Kerajaan

Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Kalingga, Kerajaan Mataram Kuno,

Kerajaan Melayu, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Kanjuruhan, Kerajaan

Pajajaran, Kerajaan Buleleng, Kerajaan Kahuripan, Kerajaan Kediri, Kerajaan

Jenggala, Kerajaan Singosari, dan Kerajaan Majapahit.

3. Penemuan prassti-prasasti di beberapa wilayah Nusantara menjadi tanda-

tanda tertua adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Nusantara.

4. Masuknya agama Hindu-Buddha di Nusantara membawa perubahan besar

dari segala aspek kehidupan masyarakat, mulai dari bidang pemerintahan,

22
23

bidang sosial, bidang ekonomi, bidang agama, dan bidang kebudayaan (seni

bangunan, seni rupa dan seni ukir, sastra dan aksara).

5. Sumber-sumber sejarah mengenai kedatangan agama Hindu-Buddha ke

Nusantara dikategorikan menjadi sumber dari dalam negeri dan sumber dari

luar negeri.

6. Masuknya agama Hindu-Buddha ke Nusantara bersamaan dengan aktifitas

perdagangan dengan dua jalur, yaitu jalur laut dan jalur darat.

B. Saran

1. Adanya lima teori tentang kedatangan Hindu-Buddha ke Nusantara

mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. Untuk itu penikmat

sejarah dianjurkan memahami semua teori agar tidak menimbulkan

kekeliruan.

2. Pengaruh dari Hindu-Buddha ke Nusantara masih bisa dirasakan hingga

sekarang, generasi muda diharapkan dapat melestarikan peninggalan-

peninggalan Hindu-Buddha dan memanfaatkan dalam kegiatan positif sebaik

mungkin.

3. Perlu adanya penjelasan lebih lanjut mengenai pengaruh Hindu-Buddha ke

Nusantara melalui berbagai media pembelajaran tambahan seperti PowerPoint

(PPT), video pembelajaran, dll.


DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Restu, Amuwarni Dwi Lestariningsih, dan Sardiman. 2016. Sejarah


Nusantara. Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Harisuprihanto, Lilik, Anisyah Fitriana, dan Wulan Widayati. 2018. Ilmu


Pengetahuan Sosial. Surakarta : CV Grahadi

Kinasih, Diah Ayu Suci. 2020. 16 Kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia. Jawa


Tengah. Saintif (https://saintif.com/kerajaan-hindu-budha-indonesia/,
diakses 22 September 2021)

Larasati, Sri, dan Dwi Maryati. 2018. Sejarah Nusantara. Surakarta : CV


Mediatama.

Rohmah, Eny Fatkhur, Danik Isnaini, dan Siti Munawaroh. 2021. Buku Interaktif
Sejarah Indonesia. Daerah Istimewa Yogyakarta : PT. Penerbit Intan
Pariwara

Setiawan, Iwan, Dedi, Suciati, dan A. Mushlih. 2016. Ilmu Pengetahuan Sosial.
Jakarta : Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Zamroni, Akhmad. 2021. Sejarah Indonesia. Aspirasi.

iii

Anda mungkin juga menyukai