DISUSUN OLEH :
Chandra Setiawardana – (8)
Muhammad Zaenal Saputra – (28)
Rafi Saputra – (32)
Rafly Diandra S. – (33)
Rezky Haekal Aqsamadin – (34)
Yunandra Tarangga – (36)
SMK N 7 SEMARANG
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah sejarah tentang
pengaruh agama dan kebudayaan hindu budha di Indonesia
Makalah sejarah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai buku dan artikel yang kami baca sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pembuat buku dan
artikel yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
sejarah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah sejarah tentang pengaruh agama dan
kebudayaan hindu budha di Indonesia ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Agama Hindu dan Buddha.......................................................................4
B. Teori Masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu dan Buddha di Indonesia........5
C. Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia....................................................6
BAB III PENUTUPAN
A. Kesimpulan...........................................................................................................7
B. Saran.....................................................................................................................8
• BAB I PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Anda pasti sudah tidak asing dengan candi Borobudur, candi Prambanan, maupun
peninggalan lain berupa prasasti dan lain sebagainya, yang tersebar di Indonesia dan menjadi
objek wisata popular.
Hal tersebut merupakan bukti bahwa pengaruh agama Hindu dan Budha di Indonesia cukup
besar dan menjadi salah satu pembentuk keanekaragaman budaya di tanah air Indonesia.
Masuknya agama Hindu dan Buddha ke Indonesia berawal melalui jalur perdagangan, pada
masa tersebut sebelum Bangsa kolonial datang ke Nusantara. Indonesia melakukan transaksi
perdagangan bersama dengan Bangsa asing, terutama Tiongkok dan India yang merupakan
pusat agama Hindu dan Buddha terbesar di Asia
RUMUSAN MASALAH
TUJUAN PENULISAN
Untuk memenuhi tugas membuat makalah kelompok mapel Sejarah Indonesia yaitu
menelaah dan membahas bagaimana sejarah masuknya agama Hindu-Buddha bisa masuk ke
Indonesia ini. Dan mendalami sejarah sejarah perkembangan kerajaaan Hindu-Buddha di
Indonesia.
• BAB II PEMBAHASAN
Berikut adalah beberapa teori (hipotesis) terkait proses masuknya agama dan kebudayaan
hindu dan budha ke Indonesia.
1. Teori Waisya
Teori ini, dikemukakan oleh N. J. Krom, didasarkan pada alasan bahwa motivasi terbesar
datangnya bangsa India ke Indonesia adalah untuk berdagang. Golongan terbesar yang datang
ke Indonesia adalah para pedagang India (kasta waisya). Mereka menyebarkan dan
memperkenalkan agama dsn kebudayaan mereka lewat interaksi sosial masyarakat dan juga
dengan pemimpin masyarakat. Teori waisya diragukan kebenarannya. Jika para pedagang
yang berperan terhadap penyebaran kebudayaan, pusat-pusat kebudayaan mestinya hanya
terdapat di wilayah perdagangan, seperti di pelabuhan atau di pusat kota yang ada di
dekatnya.
2. Teori Kesatria
Menurut Teori Kesatria, yang dikemukakan F.D.K Bosch, pada masa lampau, di India,
sering terjadi perang antargolongan. Para prajurit yang kalah atau jenuh menghadapi perang
lantas meninggalkan India. Rupanya, di antara mereka, ada pula yang sampai ke wilayah
Indonesia merekalah yang menyebarkan dan memperkenalkan agama dan kebudayaan hindu.
3. Teori Brahmana
Menurut teori yang dikemukakan J.C. van Leur ini, para brahmana datang dari India ke
Indonesia atas undangan pemimpin suku dalam rangka melegitimasi kekuasaan mereka
sehingga setaraf dengan raja-raja di India. Teori ini didasarkan pada pengamatan terhadap
sisa-sisa peninggalan kerajaan- kerajaan bercorak Hindu di Indonesia, terutama prasasti-
prasasti berbahasa Sanskerta dan huruf Pallawa. Teori ini pun diragukan kebenarannya.
Alasannya, kendati benar hanya para brahmana yang dapat membaca dan menguasai Weda,
para pendeta Hindu itu pantang menyeberangi lautan.
4. Teori arus balik
Menurut teori yang dikemukakan oleh G. Coedes ini, berkembangnya pengaruh dan
kebudayaan India ini dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia mempunyai
kepentingan untuk datang dan berkunjung ke India, seperti mempelajari agama Hindu dan
Buddha. Sekembalinya dari India, mereka membawa pengetahuan tentang agama dan
kebudayaan di India.
Sekitar abad V, agama Buddha mulai dikenal di Indonesia. Pada akhir abad V, seorang
biksu Buddha dari India mendarat di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Tengah
sekarang. Pada akhir abad VII, I Tsing, peziarah Buddha dari Tiongkok, berkunjung ke Pulau
Sumatra, kala itu disebut Swarnabhumi, tepatnya di Kerajaan Sriwijaya. Ia menemukan
bahwa ajaran Buddha diterima luas oleh rakyat, dengan Sriwijaya sebagai pusat penting
pembelajaran ajaran Buddha.
Pada pertengahan abad VIII, Jawa Tengah berada di bawah kekuasaan raja-raja Dinasti
Syailendra yang merupakan penganut Buddha. Mereka membangun berbagai monumen
Buddha di Jawa, seperti Candi Borobudur, yang selesai dibangun awal abad IX.
2. Kerajaan Tarumanagara
A. Lokasi dan sumber sejarah
Kerajaan Hindu tertua lainnya adalah Kerajaan Tarumanagara. Letaknya di wilayah Jawa
Barat sekarang. Hal ini dibuktikan dengan adanya sejumlah prasasti di daerah sekitar Bogor
(Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi, Jambu, Pasir Awi, dan Prasasti Muara Clanten), Prasasti
Tugu di Cilincing (Jakarta dan Prasasti Cidanghiang di Desa Lebak, Banten. Utara),
Kerajaan ini diperkirakan ada sejak abad V, sezaman dengan Kerajaan Kutai. Hal ini
diperkuat oleh berita Tiongkok yang menyebut kerajaan To-Lo-Mo (Tarumanagara)
mengirimkan utusan ke Tiongkok pada tahun 528, 538, 665, dan 666 M untuk sebuah
kunjungan persahabatan yang didasari hubungan dagang. To-Lo-Mo disebutkan terletak di
sebelah tenggara Tiongkok. Kata taruma berasal dari kata tarum yang berarti nila. Sampai
sekarang, nama ini masih dapat kita jumpai sebagai nama sungai, yaitu Sungai Citarum
B. Kondisi sosial politik Kerajaan
Gambaran kondisi sosial-politik Kerajaan Tarumanagara didapat melalui tinggalan
prasasti-prasasti. Dalam Prasasti Ciaruteun atau Prasasti Ciampea tertulis: "Inilah (tanda)
sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu ialah telapak yang mulia sang
Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia." Cap telapak kaki
melambangkan kekuasaan atau penaklukan raja atas daerah tempat ditemukannya prasasti
tersebut.
Raja Purnawarman diibaratkan Dewa Wisnu (dewa pemelihara alam semesta), yang
menunjukkan pada masa itu rakyat menganggap Raja Purnawarman sebagai pemelihara dan
pelindung rakyat. Tulisan ini juga menggambarkan pemerintahan di Kerajaan Tarumanagara
telah menerapkan konsep dewa raja: raja yang memerintah disamakan dengan Dewa Wisnu.
Tulisan yang ada di atas batu dapat dibaca secara melingkar, yang isinya antara lain
menyebutkan tentang pembangunan saluran air yang panjangnya 6.112 tombak (setara
dengan 11 km) yang diberi nama Gomati. Kutipan terjemahan lengkap prasasti tersebut:
"Dahulu sungai bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang
memiliki lengan kencang serta kuat yakni Purnawarman, untuk mengalirkannya ke laut,
setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termasyhur. Pada tahun ke-22
dari takhta Yang Mulia Raja Purnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaiandan
kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja- raja, (maka sekarang) beliau pun
menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati
namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tengah tanah
kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnawarman). Pekerjaan ini dimulai
pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paroh terang
bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut
panjangnya 6.122 tombak. Selamatan baginya dilakukan oleh para brahmana disertai 1.000
ekor sapi yang dihadiahkan."
4. Kerajaan Melayu
A. Lokasi dan sumber sejarah
Kerajaan Melayu adalah kerajaan bercorak Buddha yang terletak di Sumatra. Lokasinya
dekat Selat Malaka, yaitu sekitar Jambi (Chan-pei), persisnya di tepi kiri-kanan Sungai
Batanghari. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan berupa candi dan arca di tempat
ini.
Lokasinya strategis: pelabuhan perdagangan yang menghubungkan India dan Tiongkok.
Selat Malaka memang merupakan jalur perdagangan yang ramai. Umumnya kapal-kapal
dagang berlabuh untuk membongkar, memuat barang dagangan (terutama lada), serta
menambah perbekalan. Sumber sejarah Kerajaan Melayu berasal dari Tiongkok dan kitab
Nagarakertagama. Kitab Nagarakertagama pada pupuh XII bait 1 menyebutkan nama-nama
negeri yang berada dalam perlindungan Majapahit, salah satunya Kerajaan Melayu. Tidak
ada sumber dari prasasti. Berita dalam sejarah Dinasti Tang (618-906 M), misalnya, mencatat
tentang datangnya utusan dari Mo-lo-yeu pada tahun 644 M dalam rangka hubungan dagang
dengan membawa hasil bumi sebagai perkenalan. Disebutkan juga berdirinya beberapa
kerajaan lain di Sumatra, seperti To- lang-po-hwang (Tulangbawang), Mo-lo-yeu (Melayu),
dan Che- li-fo-che (Sriwijaya). Seorang pendeta Buddha bernama I-Tsing pada tahun 671 M
melakukan perjalanan dari Kanton (Tiongkok) ke India. Dalam perjalanan, ia singgah di
Sriwijaya untuk mempelajari bahasa Sanskerta. Pada tahun 685 M. I-Tsing kembali lagi ke
Sriwijaya dan menerjemahkan beberapa kitab suci agama Buddha dari bahasa Sanskerta ke
dalam bahasa Tiongkok. I-Tsing tinggal selama empat tahun lamanya di Sriwijaya. Saat
kembali lagi ke Sriwijaya tahun 692 M, Kerajaan Melayu tidak ada lagi karena telah
ditaklukkan Sriwijaya (sekitar tahun 692 M).
B. Kondisi sosial politik Kerajaan
Penduduk Kerajaan Melayu sebagian besar memeluk agama Buddha. Seorang pendeta
Buddha bernama Dharmapala pernah didatangkan secara khusus dari India untuk
mengajarkan agama ini. Sekitar tahun 692 M, kerajaan ini ditaklukkan Sriwijaya. Sampai
abad XII, tidak ada lagi keterangan sedikit pun tentang kerajaan ini (Melayu).
Sekitar tahun 1275, kerajaan ini pulih kembali (pusatnya di Dharmasraya) dengan
menguasai Sriwijaya serta perdagangan di Selat Malaka. Menurut kitab Nagarakertagama,
Raja Kertanagara dari Singasari melancarkan Ekspedisi Pamalayu yang diikuti pengiriman
Arca Amoghapasa pada tahun 1286 sebagai hadiah kepada Maharaja Melayu Srimat
Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa. Ekspedisi Pamalayu dimaksudkan untuk menjalin
persahabatan serta menggalang kekuatan militer bersama untuk membendung kemungkinan
serangan dari bangsa Mongol (di bawah Kubilai Khan).
Kerajaan Melayu mencapai puncak perkembangan pada masa pemerintahan
Adityawarman, putra bangsawan Majapahit dari ibu seorang putri Melayu bernama Dara
Jingga (putri dari Maharaja Melayu Mauli Marwadewa). Wilayah kekuasaannya mencakup
seluruh pantai timur Sumatra. Hingga tahun 1347 M, Adityawarman memperluas wilayah
kerajaannya sampai Pagaruyung, Sumatra Barat. Namun, kerajaan-kerajaan Hindu dan
Buddha di Sumatra berakhir menjelang abad XIII.
5. Kerajaan Sriwijaya
A. Lokasi dan sumber sejarah
Sriwijaya adalah salah satu kemaharajaan bahari (maritim) bercorak Buddha yang pernah
berdiri di Pulau Sumatra dan memberi banyak pengaruh di Nusantara. Daerah kekuasaannya
membentang dari Kamboja, Thailand selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa, dan
pesisir Kalimantan. Dalam bahasa Sanskerta, sri berarti "bercahaya" atau "gemilang", dan
wijaya berarti "kemenangan" atau "kejayaan, maka nama Sriwijaya bermakna "kemenangan
yang gilang-gemilang. Meskipun dikenal kuat secara ekonomi dan militer, nyaris tidak ada
bukti yang menunjukkan letak persis kerajaan ini di Sumatra.
Berdasarkan temuan sumber tertulis serta berita Tiongkok dan Arab, Kerajaan Sriwijaya
diperkirakan berdiri sekitar abad VII. I Tsing, pendeta Tiongkok, yang melakukan kunjungan
ke Sumatra dalam perjalanan studinya ke Nalanda, India, pada tahun 671 dan 695,
melaporkan Sriwijaya menjadi pusat pembelajaran agama Buddha. I Tsing juga melaporkan
terdapat 1.000 orang pendeta yang belajar agama Buddha pada Sakyakirti, seorang pendeta
terkenal di Sriwijaya. Berdasarkan berita Arab, diketahui banyak pedagang Arab melakukan
kegiatan perdagangan di Kerajaan Sriwijaya. Bahkan di pusat kerajaan ditemukan
perkampungan-perkampungan sementara orang Arab. Sumber dan bukti tertulis lainnya
adalah prasasti-prasasti, seperti Kota Kapur, Kedukan Bukit, Talang Tuo, Telaga Batu,
Karang Berahi, dan Ligor.
Prasasti tertua adalah Kota Kapur yang ditemukan di Pulau Bangka dan berangka tahun
686 M. Melalui prasasti ini, kata "Sriwijaya" pertama kali dikenal. Di dalamnya disebutkan
"bumi Jawa tidak mau tunduk pada Sriwijaya" (yang dimaksud "bumi Jawa" adalah Kerajaan
Tarumanagara). Prasasti berikutnya adalah Kedukan Bukit yang berangka tahun 605 Saka
atau 688 M.
•Hasil-hasil buminya, seperti emas, perak, dan rempah- rempah, menjadi komoditas
perdagangan yang
•Berharga. Armada lautnya kuat karena menjalin kerja sama dengan armada laut kerajaan-
kerajaan di India dan
•Tiongkok. Pendapatan melimpah dari upeti raja-raja yang ditaklukkan, cukai terhadap kapal-
kapal asing dan barang dagangan, serta hasil buminya sendiri. I Tsing menyebutkan adanya
seorang pendeta Buddha terkenal bernama Sakyakirti. Selain itu, menurut berita dari Tibet,
seorang pendeta bernama Atica datang dan tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) dalam rangka
belajar agama Buddha dari seorang guru bernama Dharmapala. Sriwijaya mengalami
kemunduran sekitar abad XII yang antara lain disebabkan oleh sebagai berikut.
•Serangan Kerajaan Medang Kamulan, Jawa Timur, di bawah Raja Dharmawangsa pada 990
M. Saat itu, Sriwijaya diperintah oleh Raja Sudamaniwarwadewa. Meski tidak berhasil,
serangan ini cukup melemahkan Sriwijaya.
•Serangan Kerajaan Colamandala dari India pada 1023 M dan 1030 M. Tidak ada sumber
tertulis tentang sebab- sebab terjadinya serangan tersebut; tetapi diperkirakan masalah politik
dan persaingan perdagangan
•Negara-negara yang pernah ditaklukkan seperti Ligor, Tanah Genting Kra, Kelantan,
Pahang, Jambi, dan Sunda, satu per satu melepaskan diri dari kekuasaan Sriwijaya. Hal ini
tentu saja berakibat pada kemunduran ekonomi dan perdagangan.
•Terdesak oleh Kerajaan Thailand yang mengembangkan kekuasaannya sampai Semenanjung
Malaya.
•Serangan Majapahit pada 1477 M dan berhasil menaklukkan Sriwijaya. Sejak itu,
berakhirlah kekuasaan Sriwijaya.
6. Kerajaan Kalingga
A. Lokasi dan sumber sejarah
Kalingga adalah kerajaan bercorak Buddha di Jawa Tengah yang berdiri sekitar abad VII.
Nama "Kalingga" berasal dari sebuah nama kerajaan yang terdapat di wilayah India selatan.
Lokasinya masih diperdebatkan, kemungkinan di sekitar Blora dan Cepu (Jawa Tengah).
Sumber sejarah kerajaan ini kebanyakan diperoleh dari sumber Tiongkok, tradisi atau kisah
setempat, dan naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian. Sumber-
sumber manuskrip Tiongkok ditulis pada masa Dinasti Tang, oleh I Tsing yang menyebut
kerajaan ini dengan nama Ho- ling (Kalingga) dan berlokasi di Cho-po (Jawa). Di dalam
catatan itu, disebutkan, misalnya, hal-hal sebagai berikut:
•Kalingga terletak di Jawa, tepatnya di Laut Selatan. Kerajaan ini berada di antara Kamboja
di sebelah utara, Bali di sebelah timur, dan Sumatra di sebelah barat.
•Ibu kota kerajaan pada waktu itu dikelilingi benteng yang terbuat dari tonggak kayu.
•Raja tinggal di istana kerajaan yang tersusun atas bangunan bertingkat yang besar,
mempunyai atap dari daun aren, serta singgasana dari gading gajah.
•Penduduknya pandai membuat arak dari nira pohon kelapa.
•Selain gading gajah dan cula, kerajaan ini menghasilkan banyak barang tambang berupa
perak dan emas.
Pada tahun 664 M, di Ho-ling datang seorang pendeta Tiongkok yang bermaksud
menerjemahkan kitab suci agama Buddha. Sesampainya di sana, la mendapat bantuan dari
pendeta Ho-ling bernama Janabadhra
B. Kondisi sosial politik Kerajaan
Karena keterbatasan sumber sejarah, tidak banyak yang dapat diceritakan tentang
kehidupan sosial-politik kerajaan ini. Berita Tiongkok hanya menyebutkan kerajaan ini
memiliki hasil bumi yang sangat laku diperdagangkan, seperti emas, perak, cula badak, dan
gading gajah. Disebutkan juga pada 674 M. Kerajaan ini dipimpin seorang ratu bernama
Sima yang memerintah dengan keras tetapi adil. Di bawah pemerintahannya, rakyat hidup
aman dan makmur.
Konon, sepeninggal Sima, Kalingga terbagi dua, yaitu Kalingga utara (dikenal dengan
nama Bumi Mataram) di bawah Sanaha (cucu Ratu Sima) dan Kalingga selatan (Bumi
Sambara) di bawah Dewasinga. Sanaha menikah dengan Bratasenawa atau Sanna (raja ketiga
Kerajaan Galuh), yang melahirkan Sanjaya. Sanjaya kelak menikahi putri Dewasinga
bernama Dewi Sudiwara yang melahirkan Rakai Panangkaran, raja kedua Kerajaan
Medang/Mataram Kuno.
7. Kerajaan Mataram
A. Lokasi dan sumber sejarah
Kerajaan Mataram (Mataram Kuno atau Mataram Hindu atau Kerajaan Medang periode
Jawa Tengah) adalah kelanjutan dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah sekitar abad VIII,
yang kemudian pindah ke Jawa Timur pada abad X. Sebutan "Mataram Kuno" atau "Mataram
Hindu adalah untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada
abad XVI. Kerajaan Mataram ini runtuh pada awal abad XI.
Kerajaan ini berlokasi di pedalaman Jawa Tengah, di sekitar daerah yang banyak dialiri
sungai, seperti Sungai Progo, Bogowonto, dan Bengawan Solo. Daerah ini juga dilingkari
oleh pegunungan. Sumber tertulis tentang kerajaan ini adalah Prasasti Canggal (732 M) dan
Prasasti Mantyasih. Keduanya menyebutkan seorang raja bernama Sanjaya memeluk agama
Siwa (Hindu). la membangun kuil pemujaan kepada Siwa berbentuk candi dengan hiasan
patung lembu, yang dipercaya sebagai kendaraan Dewa Siwa. Prasasti Canggal juga
menyebutkan beberapa hal, seperti pendirian sebuah lingga (pusat pemerintahan) di Desa
Kuntjarakunya oleh Raja Sanjaya, kondisi ekonomi Jawa yang kaya akan padi dan emas
(Jawadwipa), dan asal-usul Sanjaya. Menurut prasasti ini, Jawa mula-mula diperintah oleh
Raja Sanna (beristrikan Sanaha), raja ketiga Kerajaan Galuh.
9. Kerajaan Kediri
A. Lokasi dan sumber sejarah
Wilayah Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta Sungai Brantas dengan
pelabuhan meliputi Surabaya, Rembang, dan Pasuruan. Adapun wilayah Kediri meliputi
Kediri dan Madiun sekarang.
B. Kondisi sosial-politik kerajaan
Kerajaan Kediri adalah kerajaan agraris dengan raja pertama Sri Samarawijaya, yang
kemudian digantikan oleh (secara berturut-turut) Sri Jayawarsa dan Bameswara. Kisah
perang saudara antara Jenggala dan Kediri kemudian diabadikan dalam sebuah kakawin
(kitab) berjudul Barathayudha (tahun 1157) yang oleh ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu
Panuluh. Ketika berhasil menguasai Jenggala pada masa pemerintahan Jayabhaya, Kediri
menjadi satu-satunya kerajaan yang berdiri di Jawa Timur pada masa tersebut.
Jayabhaya adalah raja Kediri yang sangat terkenal dengan ramalan-ramalannya; ia juga
dikenal sebagai seorang sastrawan. Ramalan-ramalannya kemudian dibukukan dalam buku
berjudul Jangka Jayabhaya. Pada masa pemerintahannya, Kediri mencapai puncak kejayaan:
tidak saja berkembang sebagai negara agraris, tetapi juga kerajaan maritim. Adanya jabatan
Senapati Sarwajala, yang dapat disamakan dengan laksamana atau panglima angkatan laut,
menunjukkan kemajuan Kediri dalam bidang maritim. Sesudah Jayabhaya, ada seorang raja
yang cukup terkenal, Raja Kameswhara (1182). la terkenal karena pada masa
pemerintahannya karya sastra Jawa berkembang pesat, seperti kitab-kitab dalam bentuk
kakawin dan cerita Panji atau kisah kepahlawanan lainnya.
Masa pemerintahan Kameswhara tidak lama. Pada 1185 ia digantikan oleh Kertajaya
(Prabu Dandang Gendis). Pada masa pemerintahannya, situasi Kediri penuh ketidakstabilan.
Pokok permasalahannya adalah perselisihan dengan para brahmana. Bersekutu dengan para
brahmana, seorang akuwu (bupati) dari Tumapel (bagian dari Kediri) bernama Ken Arok
mengalahkan Kertajaya dalam pertempuran di Ganter (1222). Meninggalnya Kertajaya dalam
pertempuran tersebut menandal berakhirnya kekuasaan Dinasti Isyana di Jawa Timur.
KESIMPULAN
Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha dari India ke
Indonesia terjadi karena adanya hubungan antara bangsa Indonesia, India,dan bangsa- bangsa
lainnya di kawasan Asia Selatan Timur,dan Tenggara.Hubungan tersebut tidak hanya terjadi
melalui perdagangan tetapi juga terjadi melalui kegiatan politik dan diplomasi
pelayaran.pendidikan, dan kebudayaan. Melalui lalu lintas tersebut,terjadi pertukaran
barang,pengalaman,dan kebudayaan Hindu dan Buddha.
Pendapat mengenai proses masuk dan berkembangnya kebudayaan Hindu-Budha di
Indonesia, yaitu hipotesis Waisya, Hipotesis Ksatria, Hipotesis Brahmana dan teori Arus
Balik. Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Budha membawa pengaruh
besar di berbagai bidang. Kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha merupakan salah
satu bukti adanya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia. Setiap kerajaan dipimpin
oleh seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak dan turun- temurun. Kerajaan-kerajaan itu
antara lain: Kerajaan Kutai, Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sriwijaya, Mataram Kuno,
Kerajaan Singhasari, Kerajaan Majapahit. Masuknya kebudayaan India ke Indonesia telah
membawa pengaruh terhadap perkembangan kebudayaaan di Indonesia. Namun kebudayaan
asli Indonesia tidak begitu luntur. Kebudayaan yang datang dari India mengalami proses
penyesuaian dengan kebudayaan, maka terjadilah proses akulturasi kebudayaan.
SARAN
Kebudayaan yang berkembang di Indoneisa pada tahap awal diyakini berasal dari
India.Pengaruh itu diduga mulai masuk pada awal abad masehi. Apabila kita membandingkan
peninggalan sejarah yang ada di Indonesia akan ditemukan kemiripan itu. Sebelum
kenaldengan kebudayaan India, bangunan yang kita miliki masih sangat sederhana. Saat itu
belum dikenal arsitektur bangunan seperti candi atau keraton.
DAFTAR PUSTAKA
Hapsari, Ratna dan M.Adil. 2012. Sejarah Indonesia. Jakarta: Penerbit Erlangga.