Anda di halaman 1dari 31

Kelompok

Kerajaaan Kediri
Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada
abad ke-12. Kerajaan ini merupakan dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya
terletak di tepi Sungai Brantas yang pada masa itu telah menjadi bagian jalur
pelayaran yang ramai.
Sejarah awal berdirinya kerajaan kediri

Kerajaan Kediri adalah penerus dari Kerajaan Kahuripan dan pernah mencapai masa kejayaan di saat kerajaan dipimpin
oleh Airlangga. Oleh karena itu, para penguasa Kerajaan Kediri selanjutnya adalah penerus dari Dinasti Isyana di Jawa.
Pada tahun 1045, Airlangga membagi Kerajaan Kahuripan menjadi dua. Airlangga membagi wilayah kerajaannya
dikarenakan oleh perselisihan kedua putranya, Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan, mereka bersaing memperebutkan
takhta kerajaan.


Dibagian barat Kerajaan diserahkan kepada Sri Samarawijaya yang mendapat gelar Sri Samarawijaya
Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa. Kerajaannya diberi nama Panjalu, dan pusat kerajaan di kota baru yang
bernama Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan disebelah timur. Kemudian kerajaannya bernama
Janggala dan mempunyai pusat kerajaan di kota lama, yang bernama Kahuripan. Kemudian, Airlangga mengundurkan diri
dari tahta kerajaan dan memilih hidup sebagai pertapa. Empat tahun kemudian, Airlangga meninggal.
Peristiwa pembagian kerajaan oleh Airlangga disebutkan dalam Nagarakretagama dan Serat Calon Arang. Prasasti Turun
Hyang II (1044) juga menguatkan informasi tentang pembagian kerajaan tersebut, dalam sejarah Kerajaan Kediri.
Dalam perjalanan sejarah Prasasti Turun Hyang II merupakan piagam pengesahan anugerah dari Mapanji Garasakan
kepada penduduk Desa Turun Hyang karena mereka setia membantu Janggala melawan Panjalu. Oleh karena itu, Desa
Turun Hyang ditetapkan sebagai sima swatantra atau perdikan (daerah yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak).
Kerajaan Panjalu kemudian lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Pada awal beridirinya, nama Panjalu atau Pangjalu
lebih sering digunakan daripada nama Kadiri atau Kediri. Sebutan nama Panjalu dapat kita dijumpai di prasasti-prasasti
yang dibuat oleh raja-raja Kerajaan Kediri. Dalam kronik Cina yang berjudul Ling Wai Tai Ta (1178), nama Panjalu bahkan
muncul dengan sebutan Pu-chia-lung.
Perkembangan kerajaan Kediri
Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh. menjadi
besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala
ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga
disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya
prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh
ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri
inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah
kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara
(1268 – 1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang
selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura)
untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil
mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
Kehidupan Politik

Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji
Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara
Jenggala dan Panjalu menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan
tersebut hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.
Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga kerajaan ini lebih dikenal
dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan lencana kerajaan berupa tengkorak
bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut Candrakapala. Setelah Bameswara turun takhta, ia
digantikan Jayabaya yang dalam masa pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala.
Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan. Airlangga berusaha memulihkan
kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan, Airlangga
memindahkan pusat pemerintahan dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya, Medang
Kamulan mencapai kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya, Airlangga memutuskan untuk
mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga meninggal pada
tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri Sanggramawijaya yang lahir
dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang
lahir dari selir. Untuk menghindari perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan
Jenggala dengan ibu kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya
tersebut mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12, dimana Kediri tetap menjadi
kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan dibayang- bayangi
Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan suasana gelap, penuh
kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja – raja antar kedua negara.
Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala, kerajaan kembali dipersatukandi bawah
kekuasaan Kediri
Kehidupan Politik Masyarakat Kediri

v Hubungan antara raja dan pejabat menengah


kerajaan dapat bersifat langsung

v Kalangan intelektual dari kalangan brahma


diundang untuk ikut serta dalam pemerintahan

v Organisasi meliter diperkuat. Tindakan ini


dilakukan untuk memenangkan persaingan melawan
Ganggak dan menciptakan keamanan

v Pengaturan penyaluran air dimedernisasikan


untuk meningkatkan ekonomi
SISTEM PEMERINTAHAN KERAJAAN KEDIRI

Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali


pergantian kekuasaan, adapun raja – raja yang pernah

berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:


• Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu
Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun
1104. Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.
• Kameshwara
Raja ke dua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara
Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, yang
lebih dikenal sebagai kameshwara I (1115 – 1130). Lancana kerajaanya adalah tengkorak
yang bertaring disebut Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah
mengubah kitab samaradana. Dalam kitab ini sang raja di puji–puji sebagai titisan dewa
Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi seluruh dunia bernama Dahana.
Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang berasal dari Janggala.
• Jayabaya
Raja kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka
Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan prasatinya pada tahun
1181. Raja Kediri paling terkenal adalah Prabu Jayabaya, di bawah pemerintahannya Kediri
mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya termasyur
dengan ramalannya. Ramalan–ramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul
jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan
kesusastraan tidak tanggung–tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan
• Prabu Sarwaswera
Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat
wam asi yang artinya Dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau.
Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu
pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju
kearah kesatuan, segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.
• Prabu Kroncharyadipa
Namanya yang berarti beteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa berbuat adil pada
masyarakatnya. Sebagai plemeluk agama yang taat mengendalikan diri dari pemerintahannya
dengan prinsip, sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia. Keenam itu
adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu), loba (rakus),mada (mabuk),
matsarya (iri hati).

• Srengga Kertajaya
Srengga Kertajaya tak henti–hentinya bekerja keras demi bangsa negaranya. Masyarakat yang
aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga menurut para dalang
wayang dilukiskan oleh prapanca.
• Pemerintahan Kertajaya
Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli dengan rakyat.
Kertajaya dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama,
moksa.
Kehidupan sosial masyarakat kediri

Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat meningkat masyarakat hidup tenang,
hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik, bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning,
dan hijau serta orang-orang Kediri telah memakai kain sampai di bawah lutut. Dengan kehidupan masyarakatnya
yang aman dan damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni sastra.
Hal ini terlihat dari banyaknya hasil sastra yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.
Hasil sastra tersebut, selain seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya juga masih banyak kitab
sastra yang lain yaitu seperti kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh pada masa
Jayabaya, kitab Simaradahana karya Mpu Darmaja, kitab Lubdaka dan Wertasancaya karya Mpu Tan Akung, kitab
Kresnayana karya Mpu Triguna dan kitab Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Semuanya itu dihasilkan pada
masa pemerintahan Kameswara.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Kadiri
diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno
peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk
pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.
Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang
disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M. Kitab tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai
kain sampai bawah lutut dan rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya
dibuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau. Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan rakyatnya
sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga
berdasarkan kedudukan dalam pemerintahan kerajaan:

1. Golongan masyarakat pusat (kerajaan),


yaitu masyarakat yang terdapat dalam lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta
kelompok pelayannya.
2. Golongan masyarakat thani (daerah),
yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah
thani (daerah).
3. Golongan masyarakat non pemerintah,
yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan dengan pemerintah
secara resmi atau masyarakat wiraswasta. Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas
mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai
rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan
gedung persediaan makanan.
Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-1049).
Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak selirnya. Tidak ada
bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa bagian. Dalam
babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian. Tetapi dalam
perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan Jenggala.
Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama yaitu Dahanaputra dan
Kondisi Ekonomi pada Jaman Kerajaan
Kadiri

Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan,


peternakan, dan pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil
beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian dipandang dari
aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini
terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan
tetap kepada para pegawainya dibayar dengan hasil bumi.
Keterangan ini diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan
kitab Ling-wai-tai-ta.
Kehidupan Ekonomi Masyarakat Kediri

Kehidupan ekonomi kerajaan Kediri bersumber


pada usaha pertanian, peternakan, dan
perdagangan. Penduduk kerajaan Kediri menanam
kapas dan memelihara ulat sutera. Hasil pertanian
utamanya adalah berupa beras.
Karya Sastra dan Prasasti pada Jaman
Kerajaan Kadiri
Prasasti Banjaran
berangka tahun 1052 M
menjelaskan kemenangan
Panjalu atau Kadiri atas
Jenggala
Prasasti Hantang tahun
1135 atau 1052 M
menjelaskan Panjalu atau Kadiri pada
masa Raja Jayabaya.Pada prasasti ini
terdapat semboyan Panjalu Jayati yang
artinya Kadiri Menang.Prasasti ini di
keluarkan sebagai piagam pengesahan
anugerah untuk penduduk Desa Ngantang
yang setia pada Kadiri selama perang
dengan Jenggala.Dan dari Prasasti tersebut
dapat di ketahui kalau Raja Jayabhaya
adalah raja yang berhasil mengalahkan
Janggala dan mempersatukannya kembali
dengan Kadiri.
><Prasasti Jepun 1144 M

><Prasasti Talan 1136 M


Seni sastra juga mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin
Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari
Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan, kemenangan.
Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada tahun 1157
Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber
dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa, sebagai kiasan kemenangan Sri
Jayabhaya atas Janggala.
Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin Hariwangsa dan Ghatotkachasraya. Terdapat pula
pujangga zaman pemerintahan Sri Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin
Smaradahana. Kemudian pada zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu
Monaguna yang menulis Sumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.
Di samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas, juga ditemukan berita Cina yang banyak
memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan pemerintahan Kediri yang tidak ditemukan
dari sumber yang lain. Berita Cina tersebut disusun melalui kitab yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang
ditulis oleh Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225
M. Dengan demikian melalui prasasti, kitab sastra maupun kitab yang ditulis orang-orang Cina tersebut
perkembangan Kediri.
Runtuhnya kerajaan Kediri

Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya ,


terjadi pertentangan dengan kaum Brahmana. Mereka menggangap Kertajaya
telah melanggar agama dan memaksa meyembahnya sebagai dewa.
Kemudian kaum Brahmana meminta perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel.
Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di desa Ganter, pada tahun
1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan Kertajaya,
pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.
Setelah berhasil mengalahkan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali
di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan
Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena
perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk
membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293,
datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas
dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya
untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan
pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri.
Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu
tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.
Isi : Kakimpoi ini menceritakan sang
Arjuna ketika ia bertapa di gunung Mahameru.
Lalu ia diuji oleh para Dewa, dengan dikirim
tujuh bidadari. Bidadari ini diperintahkan untuk
menggodanya. Nama bidadari yang terkenal
adalah Dewi Supraba dan Tilottama. Para
a. Kitab Arjuna Wiwaha bidadari tidak berhasil menggoda Arjuna, maka
Batara Indra datang sendiri menyamar menjadi
Penulis : Mpu Kanwa (abad ke-10 M) seorang brahmana tua. Mereka berdiskusi soal
agama dan Indra menyatakan jati dirinya dan
Judul : Arjuna Wiwaha
pergi. Lalu setelah itu ada seekor babi yang
datang mengamuk dan Arjuna memanahnya.
Tetapi pada saat yang bersamaan ada seorang
pemburu tua yang datang dan juga
memanahnya. Ternyata pemburu ini adalah
batara Siwa. Setelah itu Arjuna diberi tugas
untuk membunuh Niwatakawaca, seorang
raksasa yang mengganggu kahyangan. Arjuna
berhasil dalam tugasnya dan diberi anugerah
boleh mengawini tujuh bidadari ini.
Isi : Mencerutakan perang
saudara 18 hari antara keluarga
Pandhawa dan Kurawa. Kitab ini
menurut banyak ahli sejarah
b. Kitab Bharatayudha sebenarnya gambaran Kediri semasa
perang saudara Pangjalu dan Daha
Penulis : Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang rebutan kekuasaan antara kakak-
(abad ke-12 M) adik yang terdpat pada prasasti
Judul : Bharatayudha Ngantang. Kisah Kakimpoi
Bharatayuddha kemudian diadaptasi
ke dalam bahasa Jawa Baru dengan
judul Serat Bratayuda oleh pujangga
Yasadipura I pada zaman Kasunanan
Surakarta.
Isi : Mengisahkan hilangnya
suami istri, Dewa Kama dan Dewi Ratih,
karena api yang keluar dari mata ketiga
Dewa Syiwa. Kama dan Ratih
menjelma menjadi manusia dan
mengembara di dunia untuk menggoda
c. Kitab Simaradahana manusia. Kitab itu dikarang oleh Mpu
Dharmaja pada masa Sri Kameswara
Penulis : Mpu Darmaja yang dalam Smaradahana dianggap
sebagai titisan Dewa Kama. istriSri
Judul : Simaradahana
kameswara yang bernama Sri Kirana
yang sangat cantik, dianggap sebagai
titisan Dewi Ratih. Sri Kirana adalah
putri kerajaan Janggala. Sri
Kameswara dalamkesusastraan Jawa
disebut panji Inu Kertapati atau Panji
Kudawanengpati. Sri Kirana yang
disebut juga candrakirana merupakan
dasar cerita Panji.
Isi : Dewi Rukmini, putri prabu
Bismaka di negeri Kundina, sudah
dijodohkan dengan Suniti, raja negerei
Cedi. Tetapi ibu Rukmini, Dewi
Pretukirti lebih suka jika putrinya
menikah dengan Kresna. Maka karena
d. Kitab Krisnaya hari besar sudah hampir tiba, lalu Suniti
dan Jarasanda, pamannya, sama-
Penulis : MpuTriguna (abad ke-5 M) sama datang di Kundina. Pretukirti dan
Rukmini diam-diam memberi tahu
Judul : Krisnaya
Kresna supaya datang secepatnya.
Kemudian Rukmini dan Kresna diam-
diam melarikan diri. Mereka dikejar
oleh Suniti, Jarasanda dan Rukma, adik
Rukmini, beserta para bala tentara
mereka. Kresna berhasil membunuh
semuanya dan hampir membunuh
Rukma namun dicegah oleh Rukmini.
Kemudian mereka pergi ke Dwarawati
dan melangsungkan pesta pernikahan.
Isi : Menceritakan asal-usul
Kresna (Krishna), sepupu Pandawa
yang menjadi penasehat Pandawa
dalam perang Bharatayudha. Kresna
pula yang menyemangati Arjuna yang
patah semangat untuk berperang
e. Kitab Hariwangsa melawan Kurawa karena ia harus
berhadapan dan membunuh guru,
Penulis : Mpu Panuluh leluhur, dan sanak-saudaranya sendiri.
Judul : Hariwangsa
Isi : Menceritakan perkawinan
Abimayu, putra Arjuna dengan Siti
Sundari atas bantuan Gataotkaca, puta
Bima.

f. Kitab Gatutkacasraya

Penulis : Mpu Panuluh


Judul : Gatutkacasraya
Isi : Menceritakan pertikaian
antara keturunan Raja Bharata dari
Hastinapura, yakni Pandawa sebagai pihak
kebaikan melawan pihak Kurawa sebagai
pihak kebatilan. Pandawa (lima
bersaudara) dan Kurawa (seratus
g. Kitab Mahabrata bersaudara: 99 laki-laki, 1 wanita) adalah
saudara sepupu dari garis ayah.
Penulis : Resi Wiyasa Peperangan antara mereka
Judul : Mahabrata dikenal dengan Bharatayudha
(Peperangan antara keturunan Bharata),
yang berlangsung di lapang Kurusetra dan
dimenangkan pihak Pandawa. Meski
menang, banyak saudara dan raja
pembantu dari Pandawa yang gugur
dalam perang.
Isi : Menceritakan seseorang
yang bernama Lubdaka yang dilukiskan
sebagai pemburu yang tentu saja
gemar membunuh binatang-binatang
buruan di hutan. Pada suatu hari, ia
h. Kitab Lubdaka dan Kitab tidak dapat binatang buruan, kemudian
Warasancaya kemalaman dan dia naik pohon maja.
Karena takut terjatuh dan akan menjadi
Penulis : Mpu Tan Akung (abad ke-11 M) santapan binatang buas (padahal
binatangnya tidak ada) ia memetik
Judul : Lubdaka dan Warasancaya
daun maja dan dijatuhkannya ke tanah.
Maksudnya supaya bisa ia bisa
menahan kantuk. Sebagai tanda
terima kasih dewa Syiwa kemudian
mengijinkan Lubdaka masuk kedalam
taman sorga dan dosa-dosanya di
ampuni. Cerita ini merupakan saduran
dari mitologi India yang bertalian
dengan upacara kegamaan Shiwaratri
yang pada jaman majapahit sudah
Isi : Berisi kehidupan tata
pemerintahan dan keadaan di
istanaatau benteng pada masa
kerajaan kediri.

i. Kitab Ling Way Taita

Penulis : Chou Ku Fei (1178 M)


Judul : Ling Way Taita
j. Kitab Chu Fang Chi
Isi : Menceritakan bahwa Asia
Penulis : Chau Ju Kua (1225 M)
Tenggara tumbuh dua kerajaan besar
Judul : Chu Fang Chi dan kaya yaitu Jawa dan Sriwijaya.
Kitab ini juga menceritakan keadaan
tanah jajahan dan sifat rakyat kedua
negara itu.
NAMA ANGGOTA KELOMPOK KERAJAAN KEDIRI

Muhammad huswadi bahtiyar


Muhammad janu ansori

Semoga sehabis baca udah ngk dungu lagi 😂

Anda mungkin juga menyukai