Anda di halaman 1dari 17

KERAJAAN KEDIRI

OLEH KELOMPOK 6
A.LETAK KERAJAAN KEDIRI

Kerajaan Kediri terletak di Jawa Timur, pusat pemerintahan


kerajaan ini ada di kota Daha dan sekarang lebih dikenal dengan
nama kota Kediri. Sebelum berada di Daha, pusat kerajaan Kediri
berada di wilayah Kahuripan. Hal ini sesuai dengan penjelasan yang
tertuang di prasasti keluaran tahun 1042 dan ceritanya terdapat pada
berita Serat Calon Arang.
Peperangan antara Panjalu dan Jenggala yang sudah dijelaskan
di atas adalah selama 60 tahun berlalu. Dan kemenangan itu pula
yang mengantarkan pusat pemerintahan kerajaan Panjalu
dipindahkan dari Daha ke Kediri, sehingga saat ini lebih dikenal
dengan nama Kediri. Kerajaan Kediri berdiri sekitar 1045 masehi
dan runtuh pada 1222 m setelah 177 tahun berdiri.
B.SEJARAH KERAJAAN KEDIR
KERAJAAN KEDIRI  DAN PENINGGALAN TERMASUK KE DALAM SALAH SATU KERAJAAN BERCORAK HINDU YANG ADA DI
NUSANTARA, INDONESIA. TERLETAK DI AREA SUNGAI BRANTAS, JAWA TIMUR DAN CERITA KERAJAAN INI SANGAT ERAT KAITANYA
DENGAN KERAJAAN HINDU LAINNYA YANG ADA DI INDONESIA. TERMASUK TERHADAP SINGAPURA DAN KAHURIPAN, KARENA
KERAJAAN INI
TERMASUK DALAM PEMBAGIAN WILAYAH KEKUASAAN.

Raja Airlangga menjadi pemimpin kerajaan Kediri pada saat itu, dilakukannya pembagian kekuasaan karena
dilakukan untuk menghindari adanya perebutan kekuasaan dan pertikaian yang terjadi antara kedua anaknya.
Kedua anak raja Airlangga ini masing-masing bernama Sri Samarawijaya dan Mapanji Garasakan.
Kerajaan Kediri juga disebut dengan Panjalu yang pusat pemerintahannya berada di Daha, kisah
mengenai kerajaan ini tertuang dalam kitab Negarakertagama. Diceritakan bahwa Airlangga memiliki dua
putera yang gila akan kekuasaan, hingga akhirnya berebut mendapatkan kekuasaan bahkan sampai saling
bertempur satu sama lain.
Dalam menghindari bentrokan antar kedua anaknya, Airlangga di tahun 1041 membagi kerajaannya
menjadi dua. Masing-masing namanya adalah kerajaan Jenggala atau Kahuripan dan Panjalu atau Kediri itu
sendiri. Dalam memberi pembatas, kedua kerajaan ini dibatasi oleh Gunung Kawi dan sungai Brantas.
Sri Samarawijaya mendapatkan kesempatan memimpin kerajaan yang berada di wilayah barat, dalam hal ini
kerajaan Panjalu. Sementara Mapanji berada di wilayah timur memimpin kerajaan Jenggala yang pusat
kerajaannya berada di Kahuripan. Sumber sejarah kerajaan Kediri dalam hal ini tertuang dalam kitab
Mahaksubya, serat Calon Arang dan kitab Negarakertagama.
Kerajaan Panjalu menguasai wilayah Kediri dan Madiun, sementara kerajaan Jenggala meliputi wilayah
Malang dan delta sungai Brantas yang pelabuhannya berada di Surabaya, Rembang dan Pasuruan. Namun
pembagian kerajaan tak cukup bagi kedua anak Airlangga, kondisi itu bahkan membuat adanya peperangan.
C.SILSILAH KERAJAAN KEDIRI

Dalam perkembangan kerajaan Kediri, setidaknya ada 7 pemimpin atau raja yang pernah memimpin kerajaan ini.
Kerajaan Kediri memasuki masa jaya saat dipimpin oleh Prabu Jayabaya, saking jayanya nama raja dari kerajaan Kediri
yang satu ini bahkan masih dikenang oleh banyak orang hingga saat ini, berikut ini silsilah para raja kerajaan Kediri.
1. Sri Samarawijaya
Sri Samarawijaya adalah raja pertama dari Kerajaan Kadiri. Pemerintahannya dimulai dari tahun 1042. Sri Samarawijaya
memiliki gelar lengkap Sri Samarawijaya Dharmasuparnawahana Teguh Uttunggadewa.
Dalam prasasti Pucangan (tahun 1041) Samarawijaya memiliki jabatan sebagai Rakryan Mahamantri. Pada masa
kekuasan Raja Airlangga dan raja-raja sebelum Airlangga, jabatan ini yang paling tinggi setelah raja. Jabatan ini mirip
dengan status putra mahkota, pada umumnya dijabat oleh putra atau menantu raja.
Pemerintahan Raja Samarawijaya dikenal sebagai masa kegelapan karena pada masa ini tidak ada bukti prasasti sama
sekali. Berdasarkan cerita dalam prasasti Pamwatan dan prasasti Gandhakuti, Raja Samarawijaya naik takhta di saat
Airlangga turun takhta menjadi seorang pendeta.
Akhir pemerintahan dari Raja Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti. Prasasti yang menceritakan nama raja Kadiri
selanjutnya adalah prasasti Sirah Keting tahun 1104 M. Prasasti ini dibuat oleh Raja Sri Jayawarsa. Tidak diketahui
apakah Raja Sri Jayawarsa merupakan pengganti dari Raja Sri Samarawijaya, ataukah masih ada raja lainnya di antara
keduanya.
2. Sri Jayawarsa
Sri Jayawarsa memerintah di tahun 1104 M. Sri Jayawarsa bergelar Sri Maharaja Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu. Tidak
diketahui kapan pastinya Raja Jayawarsa naik takhta sebagai raja Kerajaan Kediri.
Kisah Raja Jayawarsa tercatat dalam prasasti Sirah Keting tahun 1104 M. Dalam prasasti ini dikisahkan jika Sri Jayawarsa
sangat mencintai semua rakyatanya. Bahkan dirinya selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat.
Prasasti Sirah Keting berisi tentang pengesahan desa Marjaya sebagai tanah perdikan atau sima swatantra.
 Tidak diketahui secara pasti kapan Raja Jayawarsa turun takhta. Dari prasasti Panumbangan (tahun 1120 M) hanya
menyebut makamnya yakni di daerah Gajapada.

3. Raja Bameswara
Raja Bameswara disebut sebagai raja yang berkuasa selanjutnya di Kerajaan Kediri. Hal ini diketahui dari isi prasasti
Pikatan tahun 1117 M. Masa pemerintahan Raja Bameswara banyak catatan yang ditemukan. Prasasti-prasasti ini
ditemukan di wilayah Tulungagung dan Kertosono.
Dalam prasasti tersebut banyak memuat masalah keagamaan. Dari kondisi ini bisa diketahui kondisi pemerintahan yang
sangat baik.
Tidak diketahui, kapan raja Brameswara turun takhta. Berdasarkan Prasasti Ngantang, raja selanjutnya yang berkuasa
adalah Raja Sri Jayabaya.
4. Sri Jayabaya
Dari catatan yang ada, Sri Jayabaya berkuasa sekitar tahun 1135 M hingga 1157 M. Raja ini bergelar Sri Maharaja Sang
Mapanji Jayabhaya Sri Warmeswara Madhusudana Awataranindita Suhtrisingha Parakrama Uttunggadewa.
Pada masa pemerintahan Jayabaya, Kerajaan Kediri mencapai puncaknya. Pada masa tersebut, Panjalu mampu
mengalahkan Jenggala dan menguasai seluruh takhta Airlangga. Dalam pemerintahan Jayabaya, seluruh wilayah Kediri
bisa bersatu.
Banyak catatan prasasti yang ditinggalkan pada masa ini. Catatan prasasti yang ditemukan yakni prasasti Hantang (tahun
1135 M), prasasti Talan (tahun 1136 M), dan prasasti Jepun (tahun 1144 M). Tidak hanya itu, terdapat juga karya sastra
berupa kakawin Bharatayuddha (tahun 1157 M).
Dalam babad Tanah Jawi dan Serat Aji Pamasa disebut jika Raja Jayabaya merupaka titisan Dewa Wisnu. Raja ini
memimpin negara yang bernama Widarba dengan ibu kota di Mamenang.
Ayah Jayabaya adalah Gendrayana. Gendrayana merupakan putra dari Yudayana, putra dari Parikesit, putra
dari Abimanyu, putra dari Arjuna dari keluarga Pandawa.
Permaisuri Raja Jayabaya bernama Dewi Sara. Jayabaya diketahui memiliki 4 anak yakni Jayaamijaya, Dewi
Pramesti, Dewi Pramuni dan Dewi Sasanti.

Jayaamijaya menurunkan raja-raja di tanah Jawa, bahkan sampai Kerajaan Majapahit dan juga Kerajaan
Mataram Islam. Sedangkan Pramesti menikah dengan Astradarma raja dari Yawastina, melahirkan seorang
anak bernama Anglingdarma raja dari Malawapati.
Dalam pemerintahannya Jayabaya menerapkan strategi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran
bagi seluruh rakyatnya. Kerajaan pada masa ini sangat makmur, baik dari pertanian maupun perdagangan.
Secara ekonomi rakyat Kediri kehidupannya terjamin. Kekuasaan kerajaan juga meluas hingga seluruh pulau
Jawa dan Sumatera.
Jayabaya turun takhta dengan cara muksa atau hilang tanpa meninggalkan jasad. Sebelum menghilang,
Jayabaya bertapa terlebih dahulu di Desa Menang Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri. Setelahnya, mahkota
(kuluk) dan juga pakaian kebesarannya (ageman) dilepas, kemudian raja Jayabaya menghilang.
Jayabaya terkenal dengan ramalannya, Jangka Jayabaya. Ramalan ini beberapa sudah terbukti kebenarannya
di era peradaban modern saat ini.
5. Sri Sarweswara
Raja Sri Sarweswara memerintah pada tahun 1159 – 1161. Raja ini bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri
Sarweswara Janardanawatara Wijaya Agrajasama Singhadani Waryawirya Parakrama Digjaya Uttunggadewa.
Sri Sarwaswera adalah salah satu raja Kediri yang terkenal sebagai raja yang sangat religius dan juga
berbudaya. Hal ini dikisahkan dalan Prasasti Padelegan II tahun 1159 M dan Prasasti Kahyunan tahun 1161
M.
Sebagai raja yang taat agama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh dengan prinsip tat wam asi yang
artinya Dikaulah itu.
Pemikiran ini berarti dikaulah (semuanya) itu, semua makhluk ialah engkau. Tujuan hidup manusia menurut dari
prabu Sarwaswera yang terakhir ialah moksa, yaitu pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan menuju benar
ialah sesuatu yang menuju kearah kesatuan dan segala sesuatu yang menghalangi kesatuan ialah tidak benar.

Tidak diketahui secara pasti kapan Raja Sri Sarweswara turun takhta. Berdasarkan isi prasasti Angin tahun 1171 M,
raja selanjutnya yang memimpin Kerajaan Kediri adalah Raja Sri Aryeswara.
6. Sri Aryeswara
Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang berkuasa pada tahun 1171 M. Raja ini bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri
Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Pemerintahan Sri Aryeswara diketahui dari prasasti Angin, tanggal 23
Maret 1171.
Prasasti tersebut menyebut bahwa raja yang kelima dari Kerajaan Kediri adalah Sri Aryeswara yang bergelar Sri
Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka. Sementara lambang dari pemerintahannya
adalah Ganesha.
Hanya sedikit catatan yang bisa diketahui tentang raja ini. Dari prasasti Jaring disebut, kekuasaan Sri Aryeswara
dilanjutkan oleh raja Sri Gandra.
7. Sri Gandra
Raja Sri Gandra berkuasa pada 1811 M. Gelar yang dipangkunya adalah Sri Maharaja Koncaryadipa
Handabhuwanapadalaka Parakrama Anindita Digjaya Uttunggadewa Sri Gandra.
Masa kepemimpinan raja Sri Gandra terkutip dalam prasasti Jaring (1181 M). Prasasti tersebut menceritakan sang
raja yang mengabulkan keinginan rakyat Desa Jaring tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud.
Pengabulan permohonan ini disampaikan melalui senapati Sarwajala.
Di prasasti tersebut juga diceritakan adanya nama hewan yang digunakan untuk menunjukkan tinggi rendahnya
kepangkatan dalam istana. Nama yang tersebut misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra dan Macan Kuning. Tidak
diketahui kapan pastinya berakhirnya pemerintahan Raja Sri Gandra. Raja dari Kadiri ini selanjutnya berdasarkan isi
dari prasasti Semanding pada tahun 1182 adalah Raja Sri Kameswara.
8. Sri Kameswara
Sri Kameswara adalah raja ketujuh dari Kerajaan Kediri, hal ini tercantum dalam Prasasti Ceker tahun 1182
M serta Prasasti Kakawin Smaradhan. Masa pemerintahan raja Sri Kameswara sekitar tahun 1180 M – 1190
M. Raja ini bergelar Sri Maharaja Sri Kameswara Triwikramawatara Aniwariwirya Anindhita Digjaya
Uttunggadewa.
Di masa pemerintahan Sri Kameswara seni sastra berkembang sangat pesat. Salah

satunya adanya Kitab Smaradhana karangan dari Mpu Dharmaja. Kitab ini berkisah tentang cerita rakyat
seperti cerita Panji Semirang. Mpu Dharmaja juga menuliskan kisah tentang kelahiran dari Dewa Ganesha,
yaitu dewa berkepala gajah yang merupakan anak dari Dewa Siwa. Ganesha menjadi lambang dari Kerajaan
Kadiri sebagaimana yang tercatat dalam prasasti-prasasti.
Beberapa peninggalan sejarah pada masa pemerintahan ini diantaranya, prasasti Semanding (1182 M) dan
prasasti Ceker (1185 M).
9. Sri Kertajaya
Sri Maharaja Kertajaya adalah raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja ini berkuasa pada tahun 1194 M –
1222 M. Di masa raja Kertajaya, Kediri jatuh karena serangan kerajaan Tumapel atau Singashari.
Raja Kertajaya memiliki gelar Sri Maharaja Sri Sarweswara Triwikramawatara Anindita Srenggalancana
Digjaya Uttunggadewa.
Nama Raja Kertajaya tercatat dalam teks Nagarakertagama (tahun 1365) yang ditulis setelah zaman Kerajaan
Kadiri. Sementara dalam teks Pararaton Raja Kertajaya disebut dengan nama Prabu Dandhang Gendis.
Bukti sejarah masa pemerintahan Raja Kertajaya diantaranya tertuang dalam prasasti Galunggung (tahun
1194), prasasti Kamulan (tahun 1194), prasasti Palah (tahun 1197), dan prasasti Wates Kulon (tahun 1205).
Kestabilan pemerintahan Kerajaan Kediri pada pemerintahan raja Kertajaya mulai menurun. Kondisi ini
karena raja bermaksud mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Sang prabu ingin disembah sebagai dewa,
kaum Brahmana menentang keputusan tersebut. Mereka memilih lari dan meminta bantuan dari kerajaan
Tumapel dibawah kepemimpinan Ken Arok.
Mengetahui hal ini, Raja Kertajaya lalu mempersiapkan pasukan
untuk menyerang Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dan dukungan
kaum Brahmana melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri.
Kedua pasukan itu telah bertemu di dekat Ganter (1222 M).
Dalam pertempuran tersebut pasukan Kediri berhasil dikalahkan.
Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri , namun sayang nasibnya
tidak diketahui. Sejak saat itu kekuasaan Kerajaan Kediri berakhir
dan menjadi kekuasaan Tumapel.
Itu tadi silsilah raja-raja yang memimpin Kerajaan Kediri. Hingga
saat ini beberapa peninggalan besar Kerajaan Kediri ditemukan di
sejumlah wilayah di luar Kediri. Hal ini membuktikan jika
Kerajaan Kediri merupakan kerajaan besar di Nusantara.
D.KEHIDUPAN KERAJAAN KEDIRI
a. Kehidupan Politik Kerajaan Kediri
Dalam persaingan antara Panjalu dan Kediri, ternyata Kediri yang unggul dan menjadi
kerajaan yang besar kekuasaannya. Raja terbesar dari Kerajaan Kediri adalah Jayabaya
(1135–1157). Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan seperti masa Airlangga dan berhasil.
Panjalu

dan Jenggala dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha
simbol Airlangga.
Pada masa pemerintahannya kesusastraan diperhatikan. Empu Sedah dan Empu Panuluh
menggubah karya sastra kitab Bharatayudha yang menggambarkan peperangan antara
Pandawa dan Kurawa yang untuk menggambarkan peperangan antara Jenggala dan Kediri.
Empu Panuluh juga menggubah kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya. 
Jayabaya juga terkenal sebagai pujangga yang ahli meramal kejadian masa depan, terutama
yang akan menimpa tanah Jawa. Ramalannya terkenal dengan istilah “Jangka Jayabaya". 
Raja Kediri yang juga memperhatikan kesusastraan ialah Kameswara. Empu Tan Akung
menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab
Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan
Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana.
Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan
oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.
b. Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Kediri
Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat
dibuktikan dengan karya-karya sastra saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat
itu. Di antaranya kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya martabat manusia tidak
diukur berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan berdasarkan kelakukannya.
Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan perekonomian rakyat Kediri dapat dikemukakan sebagai
berikut.
1. Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan.
2. Kediri banyak menghasilkan beras.
3. Barang-barang dagangan yang laku di pasaran saat itu antara lain emas, perak, gading dan kayu cendana.
4. Pajak rakyat berupa hasil bumi, seperti besar dan palawija.
Adapun kehidupan sosialnya sebagai berikut.
1. Rakyat Kediri pada umumnya memiliki tempat tinggal yang baik, bersih, dan rapi.
2. Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yakni hukuman denda (berupa emas) dan hukuman mati
(khususnya bagi pencuri dan perampok).
c. Kehidupan Kebudayaan, Khususnya Sastra Kerajaan Kediri
Di bidang kebudayaan, khususnya sastra, masa Kahuripan dan Kediri berkembang pesat, antara lain sebagai
berikut.
1) Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut
kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
2) Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
3) Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu,
Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
4) Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan
Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.
E.Puncak Kejayaan Kerajaan Kediri
 Kerajaan Kediri adalah kerajaan bercorak Hindu yang terletak di Dahanapura, Kediri, Jawa Timur.
Kerajaan Kediri didirikan pada abad ke-11, tepatnya tahun 1045, dengan raja pertama Sri
Samarawijaya. Setelah dua abad berdiri, Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan pada masa
pemerintahan Raja Jayabaya yang berkuasa sejak 1135 hingga 1159.

Wilayah kekuasaan makin meluas Puncak kejayaan Kerajaan Kediri tercapai di bawah kuasa Raja
Jayabaya, yang juga raja terbesarnya. Di bawah pemerintahan Jayabaya, Kerajaan Kediri berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya hingga ke Kalimantan dan Kerajaan Ternate.
Dengan luasnya wilayah kekuasaan yang dimiliki, armada laut Kerajaan Kediri juga sangat kuat.
Bahkan, keberadaan Kerajaan Kediri sampai terdengar hingga ke Tiongkok yang dibuktikan dengan
tulisan seorang saudagar bernama Khou Ku Fei, yang menulis tentang karakteristik masyarakat pada
masa Kerajaan Kediri. Selama berkuasa sebagai raja, Jayabaya berhasil membuat sistem pemerintahan
Kerajaan Kediri menjadi jauh lebih teratur. Selain itu, hukum juga sudah diterapkan secara adil dan
tegas.
Bukti keberhasilan Jayabaya dapat dilihat dalam Prasasti Ngantang. Prasasti Ngantang adalah
prasasti batu yang ditemukan di daerah Ngantang, Malang, Jawa Timur. Konon, prasasti Ngantang
sudah ada sejak 1135. Prasasti ini ditulis menggunakan aksara dan bahasa Kawi atau Jawa Kuno. Di
dalam prasasti ini tertulis bahwa Raja Jayabaya berhasil mengalahkan Kerajaan Janggala. Tidak hanya
itu, Prasasti Ngantang juga berisi tentang pemberian serta pembebasan pajak tanah oleh Raja Jayabaya
untuk Desa Ngantang karena telah mengabdi pada Kerajaan Kediri. Sekarang, Prasasti Ngantang
disimpan sebagai koleksi Museum Nasional. Untuk mengenang setiap jasa Raja Jayabaya, namanya
diabadikan di dalam Kitab Bharatayudha
F.Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri mengalami keruntuhan pada masa pemerintahan Kertajaya (1185-1222
Masehi). Konflik Kertajaya dan Kaum Brahmana Dalam buku Sejarah Indonesia masa Hindu-
Buddha (2013) karya Suwardono, akar keruntuhan kerajaan Kediri berawal dari konflik antara
Kertajaya dan kaum Brahmana.
 Peperangan antara Panjalu dan Jenggala tetap terus terjadi selama 60 tahun berlalu, penyebabnya
kedua anak Airlangga sama-sama merasa pantas mendapatkan takhta sang ayah. Hingga pada
akhirnya Jenggala mampu memenangi perang, namun Panjalu yang sukses merebut seluruh tahta
yang dimiliki Airlangga.
Kemenangan Panjalu membuat ibu kota kerajaan dipindah ke Kediri dan pada akhirnya
Panjalu lebih dikenal ketimbang Kediri. Setelah berdiri nyaris dua abad, kerajaan Kediri mulai
menemui titik lemah setelah terjadinya perselisihan antara Raja Kertajaya dan kaum Brahmana.
Sri Maharaja Kertajaya berkuasa sejak 1194-1422.
Raja Kertajaya merupakan sosok raja yang sangat kejam dan mengaku dirinya sebagai
dewa, ia memaksa kaum Brahmana menyembahnya dan bahkan mengklaim jika hanya Dewa
Shiwa yang mampu mengalahkannya. Kekejaman Kertajaya bahkan terlihat saat ia tanpa ragu
menyiksa kaum Brahmana yang menolak titahnya.
Pada satu saat kaum Brahmana meminta bantuan Ken Arok dari Tumapel untuk menggulingkan
kepemimpinan Kertajaya. Menariknya di tangan Ken Arok, Kertajaya akhirnya terbunuh dan
berhasil menguasai Kediri. Kesuksesan Ken Arok menumpas Kertajaya dan merebut wilayah
kekuasaannya membuat ia mendirikan kerajaan baru bernama Singosari.
• Selanjutnya, kaum brahmana memimpin upacara pelantikan Ken Arok
sebagai raja Tumapel. Deklarasi sepihak dari Ken Arok dan kaum
brahmana membuat Kertajaya geram. Kertajaya mengirimkan pasukan
kerajaan Kediri untuk menangkap Ken Arok dan kaum brahmana.
Namun, upaya dari Kertajaya tersebut mengalami kegagalan.  
• Setelah berhasil menggagalkan serangan dari pasukan kerajaan Kediri,
Ken Arok menyerang kerajaan Kediri dengan bantuan rakyat dan kaum
brahmana. Pertempuran antara kerajaan Kediri dan Tumapel berlangsung
di daerah Ganter (sekitar Malang). Dalam pertemuran ini, Tumapel
berhasil mengalahkan pasukan kerajaan Kediri sekaligus menguasai pusat
kerajaan Kediri. Keberhasilan Ken Arok menaklukan Kediri pada tahun
1222 menandai runtuhnya kerajaan Kediri.
SEKIAN YANG DAPAT KAMI
SAMPAIKAN
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai