Kerajaan Kediri bermula dari perintah Raja Airlangga untuk membagi kerajaan menjadi
dua bagian pada tahun 1041 Masehi. Pembagian kerajaan dimaksudkan untuk menghindari
pertikaian, seperti dikutip dari buku Ensiklopedia Sejarah Lengkap Indonesia dari Era Klasik
sampai Kontemporer oleh Adi Sudirman.
Wilayah kerajaan Raja Airlangga dikenal sebagai Kahuripan. Pembagian kerajaan
tersebut dilakukan Brahmana sakti bernama Empu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal
sebagai Kerajaan Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri). Kerajaan ini dibatasi oleh Gunung
Kawi dan Sungai Brantas, seperti dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab
Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M).
Pada awal masa perkembangan, Kerajaan Kediri tidak banyak diketahui orang. Prasasti
Turun Hyang II (1044) yang dikeluarkan Kerajaan Jenggala hanya memberitakan adanya perang
saudara antara Jenggala dan Kediri sepeninggal Raja Airlangga.
Sejarah Kerajaan Kediri atau Panjalu mulai diketahui oleh adanya Prasasti Sirah Keting
tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Sebelum Sri Jayawarsa, hanya raja Sri Samarawijaya yang
diketahui.
Letak kerajaan Kerajaan Kediri yakni di daerah Jawa Timur. Kerajaan Kediri berpusat di
Daha, atau sekitar Kota Kediri sekarang. Pusat Kerajaan Kediri tersebut terletak di tepi Sungai
Brantas, yang masa itu sudah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
Kerajaan Majapahit berawal dari peninggalan kerajaan Singasari sebelumnya yang runtuh
akibat pemberontakan Pangeran Jayakatwang pada 1292 masehi.
Pemberontakan Jayakatwang menyebabkan kondisi yang tidak stabil dan menyebabkan
kekalahan pada Kerajaan Singasari. Semenjak itu Pangeran Jayakatwang mengambil alih
kerajaan dan menjadikan dirinya sebagai raja baru.
Menantu Kertanegara, raja Singasari yang kalah oleh Jayakatwang yaitu Raden Wijaya
saat itu terdesak melarikan diri dari pemberontakan tersebut.
Sebab, saat itu wilayah Jawa Timur menjadi semakin tidak stabil dan terpecah belah. Kemudian
dalam pelariannya Ia bertemu dan dibantu oleh seseorang bernama Arya Wiraraja, yaitu sepupu
Kertanegara.
Raden Wijaya kemudian membuat desa kecil di tengah hutan Trowulan dan menamai
desa tersebut dengan Majapahit. Sejak saat itulah Raden Wijaya menjadikan desa tersebut
kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja dari kerajaan Majapahit.
Raja-raja Majapahit
Berikut ini beberapa raja yang menjadi tokoh penting dalam pemerintahan Kerajaan
Majapahit, dikutip dari situs Sampoerna Academy.
1. Raden Wijaya
Raden Wijaya dikenal sebagai pendiri Kerajaan Majapahit dan menjadi raja selama kurun waktu
tahun 1293 - 1309. Raden Wijaya memiliki gelar raja sebagai Kertarajasa Jayawardhana.
2. Jayanegara
Penerus raja kedua adalah Jayanegara yang merupakan putra dari Raden Wijaya. Raja
Jayanegara memerintah dari tahun 1309 - 1328. Keberhasilannya adalah memperluas wilayah
Majapahit sampai ke Sumatera.
3. Tribhuwana Tunggadewi
Tribhuwana adalah raja wanita pertama Kerajaan Majapahit. Ia ditunjuk sebagai raja setelah
Jayanegara Wafat pada 1328. Ia memerintah tahun 1328 - 1350.
4. Hayam Wuruk
Hayam Wuruk memerintah tahun 1350 - 1389, dimana masa ini adalah masa kejayaan Kerajaan
Majapahit. Ia dikenal sebagai raja yang kuat dan hebat.
5. Wikramawardhana
Raja Wikramawardhana merupakan menantu dari Hayam Wuruk, suami dari Kusuma
Wardhani. Ia memerintah tahun 1340 - 1428.
Peninggalan Kerajaan Majapahit
Beberapa benda atau situs peninggalan kerajaan Majapahit yang ditemukan, antara lain:
Lahirnya Kerajaan Singasari yang pada awalnya bernama Tumapel lahir dari keinginan
Ken Arok untuk memperistri Ken Dedes yang saat itu merupakan istri dari Tunggul Ametung.
Keinginan Ken Arok tersebut membuatnya membunuh Tunggul Ametung sehingga ia
dinobatkan menjadi Akuwu Tumapel sekaligus memperistri Ken Dedes.
Kemudian, Ken Arok melakukan penyerangan terhadap Daha dengan izin para
Brahmana. Kemenangan Ken Arok meluluhlantakkan Daha menjadi pertanda berdirinya sebuah
kerajaan baru yaitu Singasari dengan gelar Sri Rangga Rajasa Sang Amurwabhumi.
Ken Arok saat itu segera menaiki tahta sebagai raja pertama Kerajaan Singasari dan
melahirkan sebuah wangsa baru. Wangsa ini diberi nama Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa). Selanjutnya wangsa tersebut akan menurunkan raja-raja Singasari dan
Majapahit yang menguasai Jawa.
Berikut merupakan daftar kepemimpinan dari Kerajaan Singasari dari awal hingga
keruntuhannya menurut kitab Pararaton:
Kertanegara dikenal sebagai sosok yang sangat cerdas khususnya dalam bidang politik
dan keagamaan pada saat memimpin Singasari.
Pada masa itu, Kertanegara juga diketahui memiliki pengetahuan yang sempurna dalam ilmu
ketatanegaraan, ilmu tentang hakikat, ilmu pengetahuan dan bahasa serta patuh terhadap aturan
agama.
Cakrawala Mandala Dwipantara merupakan sebuah wawasan kemaritiman yang digagas
oleh Kertanegara. Gagasan ini yang kemudian mempelopori aksi dan kejayaan yang dimiliki
Kerajaan Singasari.
Gagasan politik untuk menyatukan pulau-pulau di luar Jawa agar tunduk dalam suatu
kepemimpinan, merupakan gagasan yang dimiliki oleh Kertanegara. Puncak kejayaan dari
Singasari juga terlihat dari kerjasama yang terjalin.
Hubungan diplomatik yang dimiliki Singasari pada saat itu, terlihat pada saat mereka
mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Malayu dan Campa (saat ini Vietnam).
Tujuan hubungan diplomatik ini adalah untuk mencegah serangan Mongol yang saat itu diisukan
akan melakukan serangan ke wilayah Asia Tenggara.
Candi Singasari
Ditemukan tahun 1803 oleh Nicolaus Engelhard di tengah hutan jati, kini di kota kecamatan
Singasari dekat kota Malang, demikian menurut buku Candi Indonesia: Seri Jawa yang ditulis
Edi Sedyawati, dkk.
Menurut buku Jejak Peradaban Kerajaan Hindu Jawa 1042-1527 yang ditulis Prasetya R, candi
ini juga menyimpang sebagian abu Raja Singasari terakhir, Kertanegara.
Di candi ini ditemukan arca Prajnaparamita yang disebut penduduk setempat sebagai 'patung
Ken Dedes'.
Candi Kidal
Masih menurut buku Candi Indonesia: Seri Jawa, Candi Kidal ini terletak di lembah Gunung
Bromo. Di ruangan candi ini dulu terdapat arca Siwa Mahadewa yang sekarang disimpan di
Royal Tropical Institute di Amsterdam.
Arca Siwa Mahadewa ini kemungkinan perwujudan dari Raja Anusapati, raja kedua Kerajaan
Singasari, keterangan dari Kitab Negarakertagama.
Candi Jawi
Nama asli Jajawa, dibangun sekitar abad 13, berada di kaki Gunung Welirang, Desa Candi
Wates, Kecamatan Prigen, Pasuruan, Jawa Timur.
Candi ini adalah tempat penympangan abu raja terakhir Singasari, Kertanegara.
Arca Amoghapasa
Menurut Budi Istiawan (2006) dalam buku Selintas Prasasti dari Melayu Kuno dilansir dari
laman indonesia.go.id, prasasti ini ditulis dengan huruf Jawa Kuna dan bahasa campuran antara
Sansekerta dan Melayu Kuno.
Isinya menceritakan tentang Arca Amoghapasa yang berasal dari Bhumi Jawa dan ditempatkan
di Dharmmasraya. Arca ini merupakan persembahan dari Kertanegara, Raja Singasari di Jawa
kepada Sri Maharaja Srimat Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa yang berkuasa di Kerajaan
Dharmmasraya di Melayu.
Prasasti Gondang
Batu prasasti ini ditemukan di sawah milik Atkim, Dusun Rejoso, Desa/Kecamatan Gondang,
Kabupaten Mojokerto pada 2020 lalu.
Prasasti yang dipahat pada batu andesit tersebut mempunyai diameter 127 cm. Bagian yang
tampak setinggi 54 cm. Sebagian besar batu ini masih terpendam di dalam sawah yang kini
ditanami jagung, demikian dilansir dari detikNews.
Prasasti Gajah Mada diawali dengan penyebutan tahun 1214 Śaka bulan Jyeṣṭa adalah wafatnya
(kamoktan) Raja Kĕrtanagara yang disebut sebagai Paduka Bhaṭāra sang lumah ring Siwa
Buddha. Tahun 1214 Saka bertepatan dengan tahun 1292 M, saat raja terakhir Singasari,
Kertanegara wafat dalam serangan Jayakatwang.