Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH AGAMA HINDU

Perkembangan Agama Hindu di Jawa dan


Kerajaan-Kerajaan yang Ada di Jawa Timur

KELOMPOK 5
XI MIA 9
Gusti Ayu Ari Chintya Dewi (03)
BELUUUMMM TAUUUUU

SMA NEGERI 1 GIANYAR


TAHUN AJARAN 2015/2016

Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri adalah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke12 tepatnya pada tahun 1042-1222. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan
Mataram kuno. Pusat kerajaannya terletak di dekat tepi Sungai Brantas yang pada masa
itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai. Ibukota kerajaan ini adalah Daha (yang
berarti kota api), yang terletak di sekitar kota Kediri sekarang.

Awal Berdirinya Kerajaan Kediri


Pada tahun 1019 M, Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan.
Airlangga berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah
kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan
dari Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya, Medang Kamulan mencapai
kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya, Airlangga memutuskan untuk
mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga
meninggal pada tahun 1049 M.
Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri
Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi
pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari
perang saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu
kota Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya
tersebut mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12, dimana Kediri
tetap menjadi kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya
dikarenakan dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal
itu menjadikan suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap
pangeran dan raja raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan
kekalahan jenggala, kerajaan kembali dipersatukan dibawah kekuasaan Kediri.

Sumber Sejarah Kerajaan Kediri


Prasasti-prasasti menjelaskan kerajaan Kediri antara lain yaitu:
a) Prasasti Banjaran berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atas
Jenggala.
b) Prasasti Hantang berangka tahun 1052 M menjelaskan Panjalu pada masa Jayabaya.
c) Prasasti Sirah Keting (1140) tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa
oleh Jayawarsa.
d) Prasasti yang ditemukan di Tulung Agung Kertosono, Berisi masalah keagamaan
(Raja Bameswara 1117-1130 M).
e) Prasasti Ngantang (1135 M) tentang Raja Jayabaya memberi hadiah rakyat desa
Nganteng sebidang tanah bebas pajak.

f) Prasasti Jaring (1181 M) tentang Raja Gandra yang membuat sejumlah nama-nama
hewan seperti Kebo Waruga dan Tikus Janata.
g) Prasasti Kamulan (1194 M) tentang Raja Kertajaya yang menyatakan bahwa

Kediriberhasil mengalahkan musuh di katang-katang.


Masa Perkembangan
Tak banyak yang diketahui mengenai peristiwa di masa-masa awal Kerajaan Kediri. Raja
Kameswara (1116-1136) menikah dengan Dewi Kirana, puteri Kerajaan Janggala.
Dengan demikian, berakhirlah Janggala kembali dipersatukan dengan Kediri. Kediri
menjadi kerajaan yang cukup kuat di Jawa. Pada masa ini, ditulis kitab Kakawin
Smaradahana oleh Mpu Dharmaja, yang dikenal dalam kesusastraan Jawa dengan cerita
Panji. Demikian pula Mpu Tanakung mengarang kitab Kakawin Lubdaka dan
Wertasancaya
Raja terkenal Kediri adalah Jayabaya (1135-1159). Jayabaya di kemudian hari
dikenal sebagai "peramal" Indonesia masa depan. Pada masa kekuasaannya, Kediri
memperluas wilayahnya hingga ke pantai Kalimantan. Pada masa ini pula, Ternate
menjadi kerajaan subordinat di bawah Kediri. Waktu itu Kediri memiliki armada laut
yang cukup tangguh. Beliau juga terkenal karena telah memerintahan penggubahan
Kakawin Bharatayuddha, yang diawali oleh Mpu Sedah dan kemudian diselesaikan oleh
Mpu Panuluh.
Raja Kertajaya yang memerintah (1185-1222), dikenal sebagai raja yang kejam,
bahkan meminta rakyat untuk menyembahnya. Ini menyebabkan ia ditentang oleh para
brahmana. Kertajaya adalah raja terakhir dari kerajaan Kadiri.
Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai
peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membuka lebih banyak tabir misteri.

Sistem Pemerintahan Kerajaan Kediri


Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan, adapun
raja raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah
a. Prabu Jayabaya
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan ketika diperintah oleh
Prabu Jayabaya. Strategi kepemimpinan Prabu Jayabaya dalam memakmurkan
rakyatnya memang sangat mengagumkan. Kerajaan yang beribu kota di Dahono
Puro, bawah kaki Gunung Kelud, ini tanahnya amat subur, sehingga segala macam
tanaman tumbuh menghijau. Hasil pertanian dan perkebunan berlimpah ruah. Di
tengah kota membelah aliran sungai Brantas. Airnya bening dan banyak hidup aneka
ragam ikan, sehingga makanan berprotein dan bergizi selalu tercukupi.
Hasil bumi itu kemudian diangkut ke kota Jenggala, dekat Surabaya, dengan
naik perahu menelusuri sungai. Roda perekonomian berjalan lancar, sehingga

Kerajaan Kediri benar-benar dapat disebut sebagai negara yang Gemah Ripah Loh
Jinawi Tata Tentrem Karta Raharja.
Prabu Jayabaya memerintah antara tahun 1130 sampai 1157 Masehi.
Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dalam hal hukum dan
pemerintahan tidak tanggung-tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh ke
depan menjadikan Prabu Jayabaya layak dikenang sepanjang masa. Jika rakyat kecil
hingga saat ini ingat kepada beliau, hal itu menunjukkan bahwa pada masanya
berkuasa tindakan beliau yang selalu bijaksana dan adil terhadap rakyat.
b. Sri Kameswara
Masa pemerintahan Raja Sri Gandra dapat diketahui dari Prasasti Ceker
(1182) dan Kakawin Smaradhana. Pada masa pemerintahannya dari tahun 1182
sampai 1185 Masehi, seni sastra mengalami perkembangan sangat pesat, diantaranya
Empu Dharmaja mengarang kitab Smaradhana. Bahkan pada masa pemerintahannya
juga dikeal cerita-cerita panji seperti cerita Panji Semirang.
c. Sri Kertajaya
Berdasarkan prasasti Galunggung (1194), prasasti Kamulan (1194), prasasti
Palah (1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan Pararaton,
pemerintahan Sri Kertajaya berlangsung pada tahun 1190 hingga 1222 Masehi. Raja
Kertajaya juga dikenal dengan sebutan Dandang Gendis. Selama masa
pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan Kertajaya ingin
mengurangi hak-hak kaum Brahmana. Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana.
Kedudukan kaum Brahmana di Kerajaan Kediri waktu itu semakin tidak aman. Kaum
Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel yang saat itu diperintah
oleh Ken Arok. Mengetahui hal ini Raja Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan
untuk menyerang Tumapel. Sementara itu Ken Arok dengan dukungan kaum
Brahmana melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu di

dekat Ganter (1222 M)


.
Kehidupan Sosial Ekonomi Kerajaan Kediri
Pada masa Kejayaan Kediri, perhatian raja terhadap kehidupan sosial
ekonomi rakyat juga besar. Hal ini dapat dibuktikan dengan karya-karya sastra
saat itu, yang mencerminkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat saat itu. Di
antaranya kitab Lubdaka yang berisi ajaran moral bahwa tinggi rendahnya
martabat manusia tidak diukur berdasarkan asal dan kedudukan, melainkan
berdasarkan kelakukannya.
Berdasarkan kronik-kronik Cina maka kehidupan perekonomian rakyat
Kediri dapat dikemukakan sebagai berikut :
Rakyat hidup dari pertanian, peternakan dan perdagangan.

Kediri banyak menghasilkan beras.


Barang-barang dagangan yang laku di pasaran saat itu antara lain emas,
perak, gading dan kayu cendana.
Pajak rakyat berupa hasil

bumi,

seperti besar

dan

palawija.

Adapun kehidupan sosialnya sebagai berikut.


Rakyat Kediri pada umumnya memiliki tempat tinggal yang baik, bersih,
dan rapi.
Hukuman yang dilaksanakan ada dua macam, yakni hukuman denda
(berupa emas) dan hukuman mati (khususnya bagi pencuri dan perampok).

Kehidupan Budaya Kerajaan Kediri


Abad ke-12 M memiliki arti yang sangat penting dalam masa selanjutnya. Kerajaan
Kediri banyak meninggalkan pelajaran untuk mengembangkan kerajaannya diantaranya :
Suatu negara bisa maju jika kondisi ekonomi stabil.
Keadaan politik harus stabil agar kekuatan bangsa tidak kurang.
Kehidupan kebudayaan harus diperluas, untuk menambah keyajaan bangsa.
Adapun karya sastra yang dihasilkan pada masa kereajaan Kediri, yaitu :

Kresnayana, dari zaman pemerintahan Raja jayawarsa.


Bharatayuda, karangan Empu sedah dan Empu Panuluh.
Arjuna Wiwaha, karangan Empu Kanwa.
Hariwangsa, karangan Empu Panuluh.
Bhamakarya, pengarangnya tidak jelas.
Smaradhana, karangan Empu Dharmaja.
Wartasancaya dan Lubdhaka karangan Empu Tanakung.

Peninggalan Candi dan prasasti pada masa kerajaan Kediri :


Candi Penataran
Merupakan sebuah Candi Hindu yang sudah berdiri sejak jaman Kerajaan
Kediri. Candi yang berlatar bekakang candi hindu ini, memiliki nama lain yaitu Candi
Palah. Seperti candi pada umumnya, relief di Candi Penataran dipahat berdasarkan
romantika tokoh yang di dharmakan pada masa itu. Di candi ini terdapat beberapa
relief seperti relief ramayana yang menceritakan Tokoh Rama dan Sinta serta relief
Krisnayana yang menceritakan tokoh Krisna dan Rukmini.
Candi Tondowongso
Selain Candi Penataran, ada juga Candi Tondowongso yang merupakan
peninggalan sejarah dari Kerajaan Kediri. Situs Tondowongso sendiri merupakan situs
purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri,
Jawa Timur seluas lebih dari satu hektare. Berdasarkan bentuk dan gaya tatahan arca
yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai peninggalan masa Kerajaan Kediri awal
abad 9, tepat pada masa awal perpidahan pusat politik dari Jawa Tengah ke Jawa
Timur.

Candi Mirigambar
Candi Mirigambar adalah candi peninggalan sejarah Kerajaan Kediri yang
ditemukan di lapangan Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung,
Jawa Timur. Candi ini diperkirakan dibangun pada tahun 1214 hingga 1310 Saka.
Untuk strukturnya sendiri pun sama seperti candi-candi lainnya yaitu dengan
menggunakan batu bata merah.
Prasasti Kamulan
Prasasti Kemulan ditemukan di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek, Jawa
Timur. Prasasti yang dibuat pada tahun 1116 Saka atau 1194 Masehi ini berisi tentang
keterangan berdirinya Kabupaten Trenggalek, yaitu pada Rabu Kliwon, tanggal 31
Agustus 1194. Prasasti ini sendiri dibuat tepat pada masa kepemimpinan Raja
Kertajaya.
Prasasti Galunggung
Prasasti peninggalan Kerajaan Kediri selanjutnya adalah Prasasti Galunggung.
Prasasti yang ditemukan di Rejotangan, Tulung Agung ini memiliki dimensi 160 x 80
x 75 cm yang bertuliskan huruf Jawa Kuno dengan total 20 baris. Meskipun begitu,
para sejarawan menyatakan bahwa tulisan kuno yang terpahat diprasasti tersebut
sudah sangat sulit dibaca. Hanya bagian tahunnya saja yang masih dapat diketahui,
yaitu tahun 1123 Saka.
Prasasti Talan
Prasasti Talan ditemukan di Desa Gurit, Blitar Jawa Timur. Prasasti yang
dibuat pada tahun 1058 Saka atau 1136 Masehi ini berisi tentang penetapan masuknya
Desa Talan ke dalam wilayah Panumbang yang bebas pajak. Yang unik dari Prasasti
Talan adalah adanya pahatan Garudhamukalanca, yaitu pahatan berbentuk tubuh
manusia bersayap dengan kepala Garuda. Dan Raja Jayabhaya mengabulkan
permintaan warga Talan karena kesetiaan mereka terhadap raja dan menambah
anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.

Runtuhnya Kerajaan Kediri


Ada 2 faktor penyebab kemunduran kejayaan kerajaan Kediri:
1) Raja Kertajaya mengurangi hak-hak kaum Brahmana.
Sehingga Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel untuk
melawan Kerajaan Kediri.
2) Pada tahun 1222 terjadi Perang Ganter antara Ken Arok dengan Kertajaya (Raja
Kediri saat itu). Ken Arok dengan bantuan para brahmana berhasil mengalahkan
Kertajaya di Ganter (Punjon, Malang). Dengan demikian berakhirlah riwayat
Kerajaan Kediri. Berikut penjelasan mengenai factor diatas :

Kertajaya adalah raja terakhir kerajaan Kediri. Ia memakai lencana Garuda Mukha
seperti Ria Airlangga, sayangnya ia kurang bijaksana, sehingga tidak disukai oleh
rakyat

terutama

kaum

Brahmana.

Dalam

masa

pemerintahannya,

terjadi

pertentangan antara dirinya dan para Brahmana hal inilah akhirnya menjadi
penyebab berakhirnya Kerajaan Kediri.
Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kediri menjadi suatu wilayah dibawah
kekuasaan Kerajaan Singosari. Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya
sebagai Bupati Kediri. Tahun 1258 Jayasabha digantikan putranya yang bernama
Sastrajaya. Pada tahun 1271 Sastrajaya digantikan oleh putranya , yaitu
Jayakatwang. Tahun 1292 Jayakatwang menjadi bupati geleng-geleng. Selama
menjadi bupati, Jayakatwang memberontak terhadap Singosari yang dipimpin oleh
Kertanegara, karena dendam di masa lalu dimana leluhurnya yaitu Kertajaya
dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh Kertanegara, Jayakatwang
membangun kembali Kerajaan Kediri, namun hanya bertahan satu tahun. Hal itu
terjadi karena adanya serangan gabungan yang dilancarkan oleh pasukan Mongol
dan pasukan menantu Kertanegara, Raden Wijaya

KERAJAAN SINGOSARI

Awal Berdiri Kerajaan Singosari


Menurut Pararaton, Tumapel semula hanya sebuah daerah bawahan Kerajaan Kediri.
Yang menjabat sebagai akuwu (setara camat) Tumapel saat itu adalah Tunggul Ametung.
Ia mati dibunuh dengan cara tipu muslihat oleh pengawalnya sendiri yang bernama Ken
Arok, yang kemudian menjadi akuwu baru. Ken Arok juga yang mengawini istri Tunggul
Ametung yang bernama Ken Dedes. Ken Arok kemudian berniat melepaskan Tumapel
dari kekuasaan Kadiri.
Pada tahun 1222 terjadi perseteruan antara Kertajaya raja Kadiri melawan kaum
brahmana. Para brahmana lalu menggabungkan diri dengan Ken Arok yang mengangkat

dirinya menjadi raja pertama Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi. Perang
melawan Kadiri meletus di desa Ganter yang dimenangkan oleh pihak Tumapel.
Nagarakretagama juga menyebut tahun yang sama untuk pendirian Kerajaan Tumapel,
namun tidak menyebutkan adanya nama Ken Arok. Dalam naskah itu, pendiri kerajaan
Tumapel bernama Ranggah Rajasa Sang Girinathaputra yang berhasil mengalahkan
Kertajaya raja Kadiri.
Prasasti Mula Malurung atas nama Kertanagara tahun 1255, menyebutkan kalau
pendiri Kerajaan Tumapel adalah Bhatara Siwa. Mungkin nama ini adalah gelar anumerta
dari Ranggah Rajasa, karena dalam Nagarakretagama arwah pendiri kerajaan Tumapel
tersebut dipuja sebagai Siwa. Selain itu, Pararaton juga menyebutkan bahwa, sebelum
maju perang melawan Kadiri, Ken Arok lebih dulu menggunakan julukan Bhatara Siwa.
Silsilah Wangsa Rajasa
1. Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi [1222-1247]
2. Anusapati [1247-1249]
3. Tohjaya [1249-1250]
4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana [1250-1272]
5. Kertanagara [1272-1292]
Ken Arok
Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan

gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja
pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa
(Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (12221227). Pada tahun 1227 Ken
Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok
dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan SiwaBuddha.
Anusapati (12271248)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan
Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak
melakukan pembaharuan - pembaharuan karena larut dengan kesenangannya menyabung
ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra
Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung
ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat kediamanan Tohjoyo)

untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik menyaksikan aduan
ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan Empu Gandring yang
dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian, meninggallah Anusapati
yang didharmakan di Candi Kidal.
Raja Tohjaya (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh
Tohjaya. Namun, Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak
Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan
bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya menuntut hak atas tahta kerajaan, tetapi
Tohjaya mengirimkan pasukan untuk menangkap Ranggawuidan dan Mahesa Cempaka.
Rencara Tohjaya telah di ketahui lebih dulu oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka,
sehingga keduanya berhasil melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya tiba di tempat
kediamannya. Lalu Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjaya dan kemudian
menduduki singgasana.
Kertanegara (1268-1292)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-cita
untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar Sri
Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang
mahamentri, yaitu mahamentriihino, mahamentriihalu, dan mahamenteriisirikan.
Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat
yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani.
Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep ( Madura ) dengan gelar Aria Wiaraja.
Stabilitasi kerajaan yang di wujudkan pada amasa pemerintahan Raja wishnuwardhana di
sempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan berani. Setelah keadaan Jawa
Timur di anggap baik, Raja Kertanegara melangkah keluar wilayah Jawa Timur untuk

mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di bawah Panji Kerajaan Singasari.


Kehidupan Ekonomi Kerajaan Singosari
Kehidupan ekonomi semenjak berdirinya Kerajaan Singasari tidak jelas diketahui.
Akan tetapi, mengingat Kerajaan Singasari berpusat di Jawa timur yaitu di tepi sungai
Brantas, kemungkunan masalah perekonomian tidak jauh berbeda dengan kerajaan-

kerajaan terdahulu, yaitu secara langsung maupun tidak langsung rakyatnya ikut
mengambil bagian dalam dunia pelayaran. Keadaan ini juga di dukung oleh hasil-hasil
bumi yang sangat besar hasilnya bagi rakyat Jawa Timur. Raja Kertanegara berusaha
untuk menguasai jalur perdagangan di selat Malaka. Penguasaan jalur pelayaran
perdagangan atas selat Malaka itu, bertujuan untuk membangun dan mengembangkan
aktivitas perekonomian kerajaannya. Dengan kata lain, Raja Kertanegara berusaha
menarik perhatian para pedagang untuk melakukan kegiatannya di wilayah kerajaan

singasari.
Masa Kejayaan Kerajaan Singosari
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa. Pada tahun
1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai
benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa
Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini
akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan dikirimkannya bukti arca Amoghapasa
yang dari Kertanagara, sebagai tanda persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada
tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa
mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara.
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada

masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.
Kepercayaan Yang Dianut oleh Kerajaan Singosari
Bahkan didalam keagamaan terjadi sekatisme antara Agama Hindu dan Budha, dan
melahirkan Agama Syiwa Budha pemimpinya diberi jabatan Dharma Dyaksa sedangkan
Kartanegara menganut Agama Budha Mahayana dengan menjalankan Upacara
keagamaan secara Pestapora sampai mabuk untuk mencapai kesempurnaan dalam hal ini

Kartanegara menyebut dirinya CANGKANDARA (pimpinan dari semua agama).


Sebab Keruntuhan Kerajaan Singosari
Hal yang menyebabkan mundurnya kerajaan Singasari yakni, pada tahun 1292 M,
Jayakatwang (Raja kecil di Kediri) melakukan pemberontakan. Ternyata Singasari dapat

dikalahkan dan Kertanegara dapat dibunuh. Ini terjadi karena sebagian besar pasukan
dikirim untuk melakukan Ekspedisi Pamalayu. Dengan sedikitnya pasukan di dalam
kerajaan, memudahkan bagi Jakatwang untuk melakukan pemberontakan.
Kertanegara di candikan di Candi Jawi sebagai syiwa-Buddha dan Bairawa di Candi
Singosari. Sebagian keluarga di istana melarikan diri yang kelak akan mendirikan
Majapahit. Akhirnya, Jakatwang naik takhta menjadi Raja Singasari. Pada saat
penyerangan tersebut, Raden Wijaya, menantu Kertanegara dapat meloloskan diri ke
Madura dan mendapat pertolongan dari Bupati Sumenep, Arya Wiraraja.
Bertepatan dengan selesainya persiapan untuk menyerang Kediri, pasukan Kubilai
Khan datang menyerang Singasari. Mereka mengira Singasari masih dipimpin oleh
Kertanegara yang telah menghinanya. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh Raden Wijaya
yang segera bergabung dengan pasukan Kubilai Khan untuk menyerang Singasari.
Dengan mudah, pasukan gabungan antara tentara Mongol dengan pasukan Raden
Wijaya berhasil mengalahkan Singasari. Setelah berhasil mengalahkan Singasari disertai
tewasnya Jayakatwang, pasukan tentara Mongol berpesta merayakan kemenangannya.
Namun tanpa diketahui Raden Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol. Pasukan
Mongol hancur dan sisanya pulang ke negerinya. Pada tahun 1293 M, Raden Wijaya

mendirikan Kerajaan Majapahit yang terkenal.


Peninggalan Kerajaan Singosari
Candi Singosari
Peninggalan Kerajaan Singosari yang pertama adalah sebuah candi yang
terletak di Kec, Singosari, Malang Jawa Timur, tepatnya berada di lembah antara
Gunung Arjuna dan Gunung Tengger. Candi yang dinamai Candi Singosari ini
berdasarkan tulisan dalam Prasasti Gadjah Mada (1351 M) yang terdapat di halaman
kompeksnya disebut merupakan tempat pendarmaan raja-raja Kerajaan Singosari.
Candi Jago
Candi Jago adalah sebuah candi peninggalan Kerajaan Singosari yang terletak
di Kec. Tumpang, Malang Jawa Timur.
Candi Jawi
Candi peninggalan Kerajaan Singosari selanjutnya terletak di Desa Candi
Wates, Kec. Prigen, Pasuruan - Jawa Timur. Candi yang berada tepat di kaki Gunung

Welirang ini pada masa silam dikenal sebagai tempat penyimpanan abu mendiang raja
Singosari terakhir, Prabu Kertanegara.
Candi Kidal
Candi Kidal adalah candi peninggalan kerajaan Singosari yang terletak di
Desa Rejokidal, Kec. Tumpang, Malang Jawa Timur.
Arca Dwarapala
Arca Drawapala adalah sebuah patung monster besar yang pada masa silam
berfungsi sebagai pertanda masuk atau patung selamat datang saat hendak memasuki
wilayah Kotaraja. Akan tetapi, letak wilayah Kotaraja hingga saat ini masih belum
diketahui secara pasti.
Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah sebuah prasasti yang berupa lempenganlempengan tembaga peninggalan Kerajaan Kediri, tepatnya dari masa pemerintahan
Kertanegara tahun 1255.
Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri adalah sebuah manuskrip kuno yang dipahat pada bagian
belakang Arca Manjusri. Prasasti yang bertarikh 1343 ini pada mulanya ditemukan di
sekitar reruntuhan Candi Jago, namun kini ia dipindahkan ke Museum Nasional,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai