Anda di halaman 1dari 6

☆●Sejarah Eyang Prabu Guru Haji Aji Putih●☆

==================●♡●==================

Berdasarkan sumber historiografi tradisional cikal bakal berdirinya kerajaan Sumedanglarang berawal
dari kerajaan Tembong Agung (Tembong artinya nampak dan Agung artinya luhur).

Berdirinya kerajaan Tembong Agung sangat erat kaitannya dengan kerajaan Galuh Pakuan yang didirikan
oleh Wretikandayun

Prabu Wertikendayun penguasa kerajaan Galuh Purwa mempersunting Ratu Candraresmi melahirkan
tiga putra yang bernama :

1.Sempakwaja, yang menjadi penguasa Saunggalah

2. Jantaka, penguasa Denuh

3. Mandiminyak yang menjadi penerus Galuh

Mandiminyak mempunyai kesempurnaan dibandingkan saudaranya Sempakwaja dan Jantaka yang lahir
dalam keadaan cacat fisik,Mandimiyak pemuda yang Tampan rupawan,Cerdas,dan memiliki bakat
kepemimpinan sehingga timbul kecemburuan saudara-saudaranya setelah mandiminyak menikah
dengan putri cantik rupawan.

Untuk mengobati kecemburuan Sempakwaja dan Jantaka maka Prabu Wertikendayun menikahkan
Sempakwaja dengan Pwah Rababu persembahan dari kerajaan Saunggalah dan setelah menikah
sempakwaja bermukim di Galunggung dan melahirkan putra PURBASORA
Sedangkan Jantaka dinikahkan dengan Dewi Sawitri,Setelah menikah Jantaka serta dewi sawitri
mengikuti Sempakwaja bermukim di Galunggung karena merasa tidak layak tinggal di istana pindah ke
Denuh dan melahirkan BIMARAKSA alias Aki Balagantrang nama yang termashur ditatar sunda.

Prabu Mandiminyak lengser keprabon kemudian menobatkan BRATASENAWA (Sangsena) menjadi


pemangku kerajaan Galuh,penobatan tersebut mendapat reaksi dari kalangan pengagung,karena
Bratasenawa lahir tidak melalui perkawinan yang syah,tetapi hasil perselingkuhan Prabu Mandiminyak
dengan Pwah Rababu istri Sempakwaja yang tidak lain kakak iparnya Prabu mandiminyak sendiri.

Arya Bimaraksa dan Purbasora menyusun pasukan dengan merekrut rakyat limbangan dan sumedang
bergabung dengan pasukan Purbasora lalu menyerbu istana Galuh

Sehingga terjadi perang saudara dan Purbasora berhasil merebut istana Galuh namun Bratasenawa
berhasil meloloskan diri ke gunung Merapu sehingga selamat dari gempuran Pasukan Purbasora.

Setelah Istana Galuh dikuasai Purbasora menjadi pemangku kerajaan kemudian mengangkat Arya
Bimaraksa menjadi Patih dan menikah dengan Dewi Komalasari dan hasil pernikahannya melahirkan

1. Adji Putih,

2.Usoro,

3.Siti putih,

4. Sekar Kencana

Diawal kekuasaanya Purbasora mengikis habis pengikut Bratasenawa,


Sementara Bratasenawa mendapa bantuan politik dari penguasa Kerajaan Kalingga utara,Kemudian
Candraresmi menobatkan Bratasenawa menjadi Pemangku kerajaan Kalinggautara kemudian menikah
dengan Sanaha melahirkan Raden Sanjaya, Kehadiran Sandjaya diKalingga utara membuat kekhawatiran
Prabu Purbasora bahwa Sandjaya akan membalas dendam kekalahan ayahnya Bratasenawa sebagai
penguasa sah Galuh.

Dugaan tersebut menjadi kenyataan Istana Galuh diserang oleh pasukan Sandjaya didalam pertempuran
Prabu Purbasora diusia tuanya gugur ditangan Sandjaya,

Sedangkan Patih Bimaraksa beserta keluarganya berhasil meloloskan diri kedalam hutan belantara dan
pasukan sondjaya kehilangan Jejak Patih Bimaraksa,

Patih Bimaraksa beserta keluarganya melakukan perjalanan yang sangat jauh kearah utara melintasi
hutan lebat dan melintasi gunung penuh,

Mandalasakti,Gunung SangkanJaya,Gunung Nurmala dan berakhir dikampung Muhara Leuwi Hideung


Darmaraja,

Disanalah Bimaraksa mendirikan Padepokan Tembong Agung sekaligus mendidik putranya Adji putih
yang dipersiapkan sebagai Pemimpin yang tangguh.

Berdirinyanya kerajaan Tembong Agung Menarik Simpati para resi tatar sunda agar bisa mengatasi
ambisi Prabu Sandjaya merebut dan menaklukan kerajaan-kerajaan berpengaruh ditatar sunda.

Prabu Sandjaya berhasil menggabungkan kerajaan MedangJati, kerajaan Indraprahasta,dengan kerajaan


Galuh

Kemudian mengangkat Patih Saunggalah (Kuningan) yaitu Wijayakusumah menjadi pemangku kerajaan
Galuh
Sementara Sanjaya pergi ke arah timur (Bhumi Mataram) dan mendirikan kerajaan (Wangsa Sanjaya)

Namun tidak berlangsung lama berkuasa kemudian Wijaya Kusumah digantikan oleh Prabu
Permadikusumah.

Diawal kekuasanya memindahkan kerajaan/keraton Galuh ke daerah Bojong Galuh Karang Kamulyan
(Ciamis)kemudian mengangkat patih Agung Arya Bimaraksa,dan mengangkat Tamperan Barmawijaya
(putra Prabu Sandjaya) menjadi mentri muda kedudukanya sebagai Strategis Tempur/Perang.

Hubungan Prabu Permadikusumah dengan Patih Arya Bimaraksa bertambah dekat dan Harmonis
setelah menikahkan Dewi Naganingrum keturunan Prabu Purbasora untuk mengikis persetruan saudara
dimasa lalu.

kehadiran Bimaraksa diistana Galuh punya peranan cukup besar dalam perkembangan kerajaan Galuh
yang semakin besar besar pengaruh dan disegani kerajaan-kerajaan ditatar Sunda.

Namun Terjadi pergantian kekuasaan oleh Prabu Tamperan Barmawijaya (Arya Kebonan) putra Sanjaya.
Pasukan sunda ingin menghilangkan sisa2 orang Galuh yang berpengaruh akibatnya terjadi
pertempuran.

Ki Balagantrang (Arya Bimaraksa) berhasil meloloskan diri dari pasukan Sunda pada malam
pembinasaan Prabu Purbasora oleh Rakai Sanjaya kemudian tinggal di Geger Sunten (sekarang kampung
Sodong Desa Tambaksari Kecamatan Rancah, Ciamis).

Ki Balagantrang berserta pengikutnya berupaya menghimpun kekuatan untuk merebut kembali Galuh
dari tangan Keturunan Sanjaya. Sebagai patih kawakan dan cucu Prabu Wretikandayun, Balagantrang
mudah memperoleh pengikut dan pendukung, akhirnya Ki Balangantrang berhasil mendekati cicitnya
Sang Manarah (Ciung Wanara) melalui tangan Manarah ini Ki Balagantrang berhasil merebut Galuh
kembali, serangan dilakukan ketika diadakan acara sabung ayam (panyawungan) kerajaan (antara Ciung
Wanara dan Tamperan Barmawijaya) putra Sanjaya.
Ketika akan melangsungkan persiapkan serangan ke Galuh, putra Ki Balagantrang yaitu Guru Aji Putih
mendirikan kerajaan Tembong Agung di Sumedang dan menjadi kerajaan bawahan Galuh.

Setelah berhasil merebut Galuh, tahta kerajaan diserahkan kepada Manarah dan Ki Balagantrang/ Aria
Bimaraksa pesiun sebagai patih Galuh. Dan menjadi Resi Batara Agung.

Ki Balagantrang mempunyai beberapa orang anak yang salah satunya Guru Aji Putih Dalam Kitab
Waruga Jagat bahwa Prabu Guru Aji Putih merupakan putra dari Ratu Komara keturunan Baginda Syah,
putra Nabi Nuh yang ke-10.

Prabu Guru Aji Putih awalnya mendirikan padepokan di Citembong Agung Girang Kecamatan Ganeas
Sumedang kemudian pindah ke kampung Muhara Desa Leuwi Hideung Kecamatan Darmaraja kemudian
mendirikan kerajaan Tembong Agung.

Prabu Guru Aji Putih dari hasil pernikahan dengan Dewi Nawang Wulan (Ratna Inten) memiliki empat
orang putra; yang sulung bernama Batara Kusumah atau Batara Tuntang Buana yang dikenal juga
sebagai Prabu Tajimalela .yang kedua Sakawayana alias Aji Saka, yang ketiga Haris Darma dan yang
terakhir Jagat Buana yang dikenal Langlang Buana.

Kemunculan kerajaan Tembong Agung mulai diperhitungkan oleh kerajaan lain, Tembong Agung
mendapat pengakuan dan dukungan penuh dari Galuh, sebab Dewi Nawang Wulan adalah keponakan
dari Prabu Purbasora selain kedudukan Aria Bimaraksa sebagai Maha Patih mempunyai peranan penting
di Galuh sehingga memberikan pengaruh yang besar kepada Tembong Agung, selain itu pengakuan
diberikan pula Prabu Resi Demunawan penguasa kerajaan Saung Galah, Resi Demunawan merupakan
putera dari Prabu Batara Sempakwaja. Serta penguasa Galuh (Hariang Banga dan Sang Manarah)

Setelah menyerahkan kerajaan Tembong Agung kepada putranya Prabu Tajimalela, Prabu Guru Aji Putih
menjadi mahaguru Prabu Guru Aji Putih menganut ajaran Sunda Wiwitan / Agama Sunda (Sunda = Suci)
yang mengakui Sang Pencipta itu tunggal. Agama Sunda sudah dianut oleh masyarakat Sunda kuna
sebelum agama Hindu menyebar di tatar Sunda dan sudah ada sebelum Dewarman bertahta di
Salakanagara (130 – 168 ).
Agama Sunda / Sunda wiwitan menganut faham Monotheisme (satu tuhan) seperti digambarkan dalam
Pantun Bogor : “Nya INYANA anu muhung di ayana, aya tanpa rupa aya tanpa waruga, hanteu kaambeu-
ambeu acan, tapi wasa maha kawasa di sagala karep inyana”. Dalam Sahadat Pajajaran bahwa inti ajaran
Agama Sunda hampir mirip dengan Surat Al Ikhlas.

Agama Sunda memberikan ajaran tentang proses hidup manusia sejak lahir, hidup, mati dan menitis
secara reinkarnasi. Pada hakekatnya ajaran Agama Sunda mengajarkan “Orang Sunda kudu Nyunda”.

Dalam Babad Darmaraja diceritakan setelah mengetahui adanya agama baru (Islam) yang hampir mirip
dengan agama Sunda maka Prabu Guru Aji Putih berangkat menuju Mekkah untuk menpendalam Agama
Islam, sehingga Prabu Guru Aji Putih dikenal juga sebagai Prabu Guru Haji Aji Putih atau Haji Purwa
Sumedang yang berarti orang Sumedang pertama berangkat Haji. Prabu Guru Haji Aji Putih adalah orang
jawa yang masuk islam dan berdakwah di wilayah bawahan kerajaan Sunda Galuh.

Prabu Guru Haji Aji Putih menciptakan beberapa karya sastra yang bernafaskan Islam salah satunya Ilmu
Kacipakuan, Sir Budi Cipta Rasa, Sir Rasa Papan Raga, Dzat Marifat Wujud Kula, Maring Purbawisesa,
Terahwisesa, Ratu Galuh…..( Getaran jiwa adalah untuk menciptakan perasaan, perasaan untuk
menghidupkan jasmani. Dzat untuk mengetahui diri sendiri, untuk mendekatkan diri dengan Tuhan
pencipta alam semesta, untuk mengetahui sifat-sifat Tuhan dan mengetahui hati nurani, Cahaya
Hati/Nurani).

Setelah Prabu Guru Haji Aji Putih dimakamkan di Situs Astana Cipeueut terletak di Kampung Cipeueut
Desa Cipaku Kecamatan Darmaraja Sumedang. Makam Prabu Guru Haji Putih terletak tak jauh dari
makam ayahnya Sanghyang Resi Agung (Arya Bimaraksa) dan Dewi Nawang Wulan istrinya.

Anda mungkin juga menyukai