Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP

PELAKSANAAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK


DI WILAYAH PUSKESMAS RAWAT INAP WAYHALIM II
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2021

Mini Proposal
Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Mata Kuliah Riset Keperawatan
Pada Program Studi Keperawatan

Oleh :
ROBITHA
NPM : 2020206203322P

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Anak merupakan generasi penerus bangsa, seorang anak harus
dipersiapkan agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan
berperan aktif dalam pembangunan nasional. Salah satu dari persiapan
tersebut ialah perkembangan anak yang baik. Sebagaimana yang disebutkan
dalam 4 prinsip dasar hak anak yang terkandung didalam Konvensi Hak-Hak
Anak (Infodatin, 2014), seorang anak memiliki hak untuk tumbuh dan
berkembang. Perkembangan didefinisikan sebagai bertambahnya kemampuan
struktur tubuh dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dan bersifat kuantatif
(Indra, 2014). Pada 1000 hari pertama kehidupan merupakan periode penting
dalam tumbuh kembang anak, sering juga disebut “masa keemasan” atau “the
golden period” dan “window of opportunity”, karena pada masa ini
perkembangan dasar akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan
selanjutnya, pada masa ini juga perkembangan motorik kasar, motorik halus,
kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional, dan
intelegensia berjalan dengan cepat.
Prevalensi keterlambatan perkembangan umum tidak diketahui secara
pasti. Menurut WHO (2020), diperkirakan 5-10% anak mengalami
keterlambatan perkembangan. Empat juta kelahiran per tahun di negara
Amerika Serikat dan Kanada, antara 40.000 dan 120.000 anak di masing-
masing negara tersebut, mengalami keterlambatan perkembangan umum.
Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi untuk berat badan kurang
(underweight) secara nasional yaitu 19,6%, dimana prevalensi untuk tinggi
badan kurang sebesar 37,2%. Provinsi Lampung berada di peringkat 16 untuk
prevalensi kategori underweight dan berada di peringkat 8 untuk prevalensi
tinggi badan kurang. Pada tahun 2020 Kementrian Kesehatan RI melakukan
skrining perkembangan di 34 provinsi di Indonesia dan dilaporkan 45,12%
bayi mengalami gangguan perkembangan. Selain itu, hampir 30% anak di
Indonesia mengalami keterlambatan perkembangan dan sekitar 80%
diantaranya disebabkan oleh kurangnya stimulasi.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, hasil stimulasi
deteksi intervensi tumbuh kembang (SDIDTK) anak balita pada tahun 2019
didapat gangguan perkembangan motorik kasar sebesar 20,3% dan gangguan
perkembangan motorik halus sebesar 14,7%. Pada tahun 2020 didapat
gangguan perkembangan motorik kasar sebesar 19,7% dan gangguan
perkembangan motorik halus sebesar 16,2% (Profil Kesehatan Provinsi
Lampung, 2020).
Gangguan perkembangan yang dihadapi anak, ini tentunya
membuktikan belum tercapainya tumbuh kembang yang optimal dan ini
tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi biologik
seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan,
yaitu faktor genetik, lingkungan bio-psikososial, dan perilaku. Proses yang
unik dan hasil akhir yang berbeda-beda yang memberikan ciri tersendiri pada
setiap anak (Soetjiningsih, 2016).
Ibu sebagai pengasuh terdekat seorang anak harus mengetahui lebih
banyak proses pertumbuhan dan perkembangan anak serta faktor-faktor yang
mempengaruhi proses itu. Pengetahuan ibu tentang perkembangan anak
sangatlah penting karena dapat mengarahkan ibu untuk lebih berinteraksi
dengan anak sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh pada
perkembangan anak. Ibu yang memiliki pengetahuan tentang perkembangan
anak cenderung akan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk munculnya
kemampuan anak (Nursalam, 2013).
Pengaruh pengetahuan terhadap perkembangan anak sangat penting
sebab ibu yang mempunyai cukup pengetahuan dan pendidikan yang tinggi
akan lebih memperhatikan perkembangan anaknya. Sebaliknya, jika ibu tidak
memperhatikan perkembangan anak dan tidak memberikan stimulasi terhadap
perkembangannya, maka anak akan mengalami keterlambatan dalam
perkembangan. Jika hal ini terjadi, maka dikemudian hari akan berdampak
pada kepribadian anak yaitu anak merasa kurang percaya diri, ragu-ragu dalam
bertindak, kurang bahagia dalam berinteraksi sehingga anak menjadi introvert
atau tidak diterima oleh lingkungannya (Hurlock, 1999 dalam Soetjiningsih,
2016).
Berbagai aspek perkembangan tidak terjadi secara terpisah dan sendiri-
sendiri, melainkan saling mempengaruhi antara satu aspek dengan aspek yang
lain. Hambatan dalam salah satu aspek dapat menghambat perkembangan
aspek yang lainnya. Oleh karena itu seluruh aspek perkembangan harus
dianggap sama pentingnya dan semua diupayakan berkembang optimal. Agar
dapat meningkatkan kualitas perkembangan anak sepenuhnnya, diperlukan
pengetahuan yang menyeluruh dan terpadu mulai dari ketika anak masih
berada di dalam rahim hingga mencapai usia 6 tahun. Salah satu bentuk
pengetahuan yang memiliki peran dalam meningkatkan dan memantau
perkembangan anak adalah memberikan penyuluhan di setiap pelayanan
kesehatan, serta berusaha memberikan pendidikan mengenai perkembangan
anak dengan menyelenggarakan pelatihan Deteksi Dini Tumbuh Kembang
(DDTK) anak balita, sehingga pengetahuan ibu bertambah dan orang tua dapat
merawat anak mereka dengan baik. (Soetjiningsih, 2016).
Menurut hasil penelitian Linda (2020), yang dilakukan di desa Kuripan
Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan mengenai pengetahuan
orang tua tentang SDIDTK terhadap pelaksanaan stimulasi deteksi dan
intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) Anak Usia 0-23, yang
menyatakan bahwa dari 117 responden yang tingkat pengetahuan kurang baik
dan tidak melaksanakan SDIDTK adalah 82% (50 orang), dan yang
melaksanakan SDIDTK 18 % (11 orang). Tingkat pengetahuan baik dan tidak
melaksanakan SDIDITK 46,4 % (26 orang) sedangkan yang melaksanakan
SDIDTK 53,6 % (30 orang). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Inna
Sholicha Fitriani dan Rona Riasma tahun 2017 didapat hasil 51,1%
menunjukan stimulasi yang dilakukan oleh responden (orang tua) pada balita
dengan hasil cukup, 55,6% menunjukan responden (orangtua) yang
melakukan deteksi dini terhadap penyimpangan tumbuh kembang balita
dengan hasil cukup dan 71,1% menunjukan hasil responden (orang tua) tidak
melakukan intervensi dini pada balita terhadap penyimpangan tumbuh
kembang anak balita. Penelitian ini menyatakan bahwa pengetahuan ibu ini
sangat penting sebagai pedoman utama bagi ibu dalam melakukan perannya
agar dapat merawat anak mereka dengan baik.
Berdasarkan survey yang peneliti lakukan di Puskesmas Rawat Inap
Wayhalim II, Kota Bandar Lampung pada tanggal 25 November 2021
menunjukkan bahwa jumlah bayi yang melakukan kunjungan di Puskesmas
Rawat Inap Wayhalim II sebanyak 120 anak. Semua balita yang berkunjung
memiliki buku KMS (Kartu Menuju Sehat). Hasil wawancara pada 10 orang
ibu yang memiliki anak umur 0 – 23 bulan, ditemukan 6 orang ibu tidak
mengetahui pelaksanaan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK) dan 4
orang ibu menyatakan tidak ada diberitahu oleh tenaga kesehatan mengenai
pelaksanaan Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK).
Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan
suatu penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang
SDIDTK Terhadap Pelaksanaan SDIDTK pada Anak Baduta (0-23 Bulan) di
Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung
Tahun 2021.”

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang
SDIDTK terhadap pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan) di
wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung
tahun 2021.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden bredasarkan umur,
pendidikan dan jenis pekerjaan pada ibu yang memiliki anak baduta
(0-23 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II
Kota Bandar Lampung tahun 2021.
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan
pengetahuan orang tua tentang SDIDTK di wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung tahun 2021.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan
pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan) di wilayah kerja
Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung tahun
2021.
d. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan orang tua tentang
SDIDTK terhadap pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23
bulan) di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota
Bandar Lampung tahun 2021.

C. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian : Analitik dengan pendekatan cross sectional
2. Subjek Penelitian : Orang tua dan anak baduta (0-23 bulan)
3. Objek Penelitian : Pengetahuan orang tua tentang SDIDTK dan
pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23
bulan)
4. Tempat Penelitian : Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar
Lampung
5. Waktu Penelitian :Akan dilaksanakan pada bulan Februari 2022

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Memberikan informasi dan ilmu pengetahuan mengenai
perkembangan anak pada tiap tahunnya usia 0-23 bulan terutama tumbuh
kembang anak, sehingga program deteksi dini perkembangan anak dapat
dilaksanakan dengan baik.
2. Manfaat Praktisi
a. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan setelah diketahui tumbuh kembang anak usia 0-23
bulan dapat dijadikan masukan untuk memberikan stimulasi untuk
meningkatkan perkembangan anak.
b. Bagi Orang Tua
Dapat memberikan pemahaman ibu tentang perkembangan anak
usia 0-23 bulan sehingga dapat melibatkan orang tua dalam stimulasi
perkembangan pada anaknya.
c. Bagi Universitas Muhammadiyah Pringsewu
Sebagai bahan referensi tentang kesehatan anak terutama
mengenai tumbuh kembang pada anak usia 0 – 23 bulan.
d. Peneliti Selanjutnya
Menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya yang
terkait dengan pelaksanaan deteksi tumbuh kembang anak usia 0-23
tahun.

Anda mungkin juga menyukai