Anda di halaman 1dari 52

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TERHADAP

PELAKSANAAN DETEKSI DINI TUMBUH KEMBANG ANAK


DI WILAYAH PUSKESMAS RAWAT INAP WAYHALIM II
BANDAR LAMPUNG TAHUN 2022

Proposal Penelitian
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan
Pada Program Studi Keperawatan

Oleh :
ROBITHA
NPM : 2020206203322P

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan perkembangan yang dihadapi anak saat ini, membuktikan

belum tercapainya tumbuh kembang yang optimal dan ini tergantung pada

potensi biologiknya. Tumbuh kembang dikatakan terlambat jika seorang anak

tidak mencapai tahap pertumbuhan dan perkembangan yang diharapkan pada

umur yang semestinya, dengan ketertinggalan dalam populasi yang normal,

karena prevalensi keterlambatan perkembangan umum tidak diketahui secara

pasti (Soetjiningsih, 2016).

Dampak tumbuh kembang yang dapat di alami anak dapat bersifat

jangka pendek seperti perkembangan otak, pertumbuhan massa tubuh dan

komposisi badan, metabolisme glukosa, lipid, protein, hormon/reseptor/gen.

Sedangkan dampak jangka panjang yaitu kognitif dan prestasi belajar,

kekebalan, kapasitas kerja, berbagai penyakit degeneratif seperti diabetes,

obesitas, penyakit jantung dan pembuluh kanker, stroke, dan disabilitas lansia,

dimana ganggguan tersebut bersifat permanen dan sulit di perbaikisetelah anak

berusia 2 tahun (Dhirah et al.,2020).

Menurut WHO (2020), diperkirakan 5-10% anak mengalami

keterlambatan perkembangan. Empat juta kelahiran per tahun di negara

Amerika Serikat dan Kanada, antara 40.000 dan 120.000 anak di masing-

masing negara tersebut, mengalami keterlambatan perkembangan umum.


Angka keterlambatan perkembangan anak di Indonesia berdasarkan data

Riskesdas 2018, menunjukkan bahwa prevalensi untuk berat badan kurang

(underweight) secara nasional yaitu 19,6%, dimana prevalensi untuk tinggi

badan kurang sebesar 37,2%. Pada tahun 2020 Kementrian Kesehatan RI

melakukan skrining perkembangan di 34 provinsi di Indonesia dan dilaporkan

45,12% bayi mengalami gangguan perkembangan (Kemenkes RI, 2018).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, hasil stimulasi

deteksi intervensi tumbuh kembang (SDIDTK) anak balita pada tahun 2019

didapat gangguan perkembangan motorik kasar sebesar 20,3% dan gangguan

perkembangan motorik halus sebesar 14,7%. Pada tahun 2020 didapat

gangguan perkembangan motorik kasar sebesar 19,7% dan gangguan

perkembangan motorik halus sebesar 16,2%. Selain itu, hampir 30% anak

mengalami keterlambatan perkembangan dan sekitar 70% diantaranya

disebabkan oleh kurangnya stimulasi (Profil Kesehatan Provinsi Lampung,

2020).

Stimulasi adalah upaya orang tua atau keluarga untuk mengajak anak

bermain dalam suasana penuh gembira dan kasih sayang, guna merangsang

seluruh sistem indera, melatih kemampuan motorik halus dan kasar,

kemampuan berkomunikasi serta perasaan dan pikiran si anak. Rangsangan

atau stimulasi sejak dini adalah salah satu faktor eksternal yang sangat penting

dalam menentukan kecerdasan anak. Selain stimulasi, ada faktor eksternal lain

yang ikut mempengaruhi kecerdasan seorang anak yakni kualitas asupan gizi,

pola pengasuhan yang tepat dan kasih sayang orang tua terhadap anak serta
pemahaman orang tua tentang stimulasi tumbuh kembang anak (Soedjatmiko,

2018).

Pengaruh pengetahuan tentung stimulasi terutama Stimulasi Deteksi

Intervensi Dini (SDIDTK) yang merupakan program deteksi dini tumbuh

kembang yang dicanangkan pemerintah dalam rangka menilai perkembangan

anak dalam seperti penilaian sosial, motorik halus, bahasa dan motorik kasar

dengan persyaratan tes yang telah ditentukan (Profil Kesehatan, Indonesia,

2016).

Banyak faktor yang mempengaruhi ibu dalam kasus SDIDTK pada

anak di fasilitas kesehatan, diantaranya pendidikan, pengetahuan, motivasi,

dan pekerjaan ibu. Pengetahuan ibu tentang SDIDTK akan berpengaruh

terhadap pelaksanaan SDIDTK. Pengetahuan ibu balita yang baik tentang

pentingnya SDIDTK akan berpengaruh terhadap partisipasi ibu untuk

melakukan SDIDTK (Setiawan, 2014). Pengetahuan dapat menentukan

tindakan seseorang dalam proses perubahan tingkah laku dan membuat

keputusan lebih tepat, sehingga semakin baik tingkat pengetahuan ibu balita

dalam tentang SDIDTK maka ibu balita tersebut cenderung akan

melakukannya demi kesehatan dan kecerdasan anaknya untuk masa depan

buah hatinya (Marmi dan Kukuh, 2015).

Sejalan dengana hasil penelitian Linda (2020), yang dilakukan di desa

Kuripan Kecamatan Penengahan Kabupaten Lampung Selatan mengenai

pengetahuan orang tua tentang SDIDTK terhadap pelaksanaan stimulasi

deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) Anak Usia 0-23, yang
menyatakan bahwa dari 117 responden yang tingkat pengetahuan kurang baik

dan tidak melaksanakan SDIDTK adalah 82% (50 orang), dan yang

melaksanakan SDIDTK 18 % (11 orang). Tingkat pengetahuan baik dan tidak

melaksanakan SDIDITK 46,4 % (26 orang) sedangkan yang melaksanakan

SDIDTK 53,6 % (30 orang). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Inna

Sholicha Fitriani dan Rona Riasma tahun 2017 didapat hasil 51,1%

menunjukan stimulasi yang dilakukan oleh responden (orang tua) pada balita

dengan hasil cukup, 55,6% menunjukan responden (orangtua) yang

melakukan deteksi dini terhadap penyimpangan tumbuh kembang balita

dengan hasil cukup dan 71,1% menunjukan hasil responden (orang tua) tidak

melakukan intervensi dini pada balita terhadap penyimpangan tumbuh

kembang anak balita. Penelitian ini menyatakan bahwa pengetahuan ibu ini

sangat penting sebagai pedoman utama bagi ibu dalam melakukan perannya

agar dapat merawat anak mereka dengan baik.

Berdasarkan survey yang peneliti lakukan di Puskesmas Rawat Inap

Wayhalim II, Kota Bandar Lampung pada tanggal 20 Maret 2022

menunjukkan bahwa jumlah bayi yang melakukan kunjungan di Puskesmas

Wayhalim II sebanyak 120 anak. Semua bayi yang berkunjung memiliki buku

KMS (Kartu Menuju Sehat). Hasil wawancara pada 10 orang ibu yang

memiliki anak umur 0 – 23 bulan, ditemukan 6 orang ibu tidak mengetahui

pelaksanaan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini (SDIDTK) dan 4 orang ibu

menyatakan tidak ada diberitahu oleh tenaga kesehatan mengenai pelaksanaan

Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK).


Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan

suatu penelitian dengan judul “Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang

SDIDTK Terhadap Pelaksanaan SDIDTK pada Anak Baduta (0-23 Bulan) di

Wilayah Kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung

Tahun 2022.”
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang

SDIDTK terhadap pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan) di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung

tahun 2022.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui karakteristik responden bredasarkan umur,

pendidikan dan jenis pekerjaan pada ibu yang memiliki anak baduta

(0-23 bulan) di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II

Kota Bandar Lampung tahun 2022.

b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan

pengetahuan orang tua tentang SDIDTK di wilayah kerja Puskesmas

Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung tahun 2022.

c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi responden berdasarkan

pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan) di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung tahun

2022.

d. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan orang tua tentang

SDIDTK terhadap pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23

bulan) di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota

Bandar Lampung tahun 2022.


C. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian : Analitik dengan pendekatan cross sectional

2. Subjek Penelitian : Orang tua dan anak baduta (0-23 bulan)

3. Objek Penelitian : Pengetahuan orang tua tentang SDIDTK dan

pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23

bulan)

4. Tempat Penelitian : Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar

Lampung

5. Waktu Penelitian : Bulan Mei 2022

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberikan informasi dan ilmu pengetahuan mengenai

perkembangan anak pada tiap tahunnya usia 0-23 bulan terutama tumbuh

kembang anak, sehingga program deteksi dini perkembangan anak dapat

dilaksanakan dengan baik.

2. Manfaat Praktisi

a. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan setelah diketahui tumbuh kembang anak usia 0-23

bulan dapat dijadikan masukan untuk memberikan stimulasi untuk

meningkatkan perkembangan anak.


b. Bagi Orang Tua

Dapat memberikan pemahaman ibu tentang perkembangan anak

usia 0-23 bulan sehingga dapat melibatkan orang tua dalam stimulasi

perkembangan pada anaknya.

c. Bagi Universitas Muhammadiyah Pringsewu

Sebagai bahan referensi tentang kesehatan anak terutama

mengenai tumbuh kembang pada anak usia 0 – 23 bulan.

d. Peneliti Selanjutnya

Menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya yang

terkait dengan pelaksanaan deteksi tumbuh kembang anak usia 0-23

tahun.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tumbuh Kembang

1. Pengertian

Pertumbuhan adalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau

dimensi tingkat sel, organ, maupun individu yang bisa diukur dengan

ukuran berat (gram, pon, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur

tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh)

(Adriana, 2013).

Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuanitatif

yaitu bertambahnya jumlah ukuran, dimensi pada tinggal sel, organ

maupun individu dan anak tidak hanya bertambah besar secara fisik

melainkan juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak

(Soetjiningsih, 2017).

Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih, 2017).

2. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

Tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dapat ditentukan

oleh masa atau waktu kehidupan anak. Menurut Hidayat (2018) secara

umum terdiri atas masa prenatal dan masa postnatal.


a. Masa prenatal

Masa prenatal terdiri atas dua fase, yaitu fase embrio dan fase

fetus. Pada masa embrio, pertumbuhan dapat diawali mulai dari

konsepsi hingga 8 minggu pertama yang dapat terjadi perubahan yang

cepat dari ovum menjadi suatu organisme dan terbentuknya manusia.

Pada fase fetus terjadi sejak usia 9 minggu hingga kelahiran,

sedangkan minggu ke-12 sampai ke-40 terjadi peningkatan fungsi

organ, yaitu bertambah ukuran panjang dan berat badan terutama

pertumbuhan serta penambahan jaringan subkutan dan jaringan otot.

b. Masa Postnatal

Terdiri atas masa neonatus, masa bayi, masa usia prasekolah,

masa sekolah, dan masa remaja.

1) Masa neonatus

Pertumbuhan dan perkembangan post natal setelah lahir

diawali dengan masa neonatus (0-28 hari). Pada masa ini terjadi

kehidupan yang baru di dalam ekstrauteri, yaitu adanya proses

adaptasi semua sistem organ tubuh.

2) Masa bayi

Masa bayi dibagi menjadi dua tahap perkembangan. Tahap

pertama (antara usia 1-12 bulan): pertumbuhan dan perkembangan

pada masa ini dapat berlangsung secara terus menerus, khususnya

dalam peningkatan sususan saraf. Tahap kedua (usia 1-2 tahun):


kecepatan pertumbuhan pada masa ini mulai menurun dan terdapat

percepatan pada perkembangan motorik.

3) Masa usia prasekolah

Perkembangan pada masa ini dapat berlangsung stabil dan

masih terjadi peningkatan pertumbuhan dan perkembangan,

khususnya pada aktivitas fisik dan kemampuan kognitif. Pada usia

prasekolah anak berada pada fase inisiatif vs rasa bersalah

(initiative vs guilty). Pada masa ini, rasa ingin tahu (courius) dan

adanya imajinasi anak berkembang, sehingga anak banyak

bertanya mengenai segala sesuatu di sekelilingnya yang tidak

diketahuinya. Apabila orang tua mematikan inisiatifnya maka hal

tersebut membuat anak merasa bersalah. Sedangkan menurut teori

Sigmund Freud, anak berada pada fase phalik, dimana anak mulai

mengenal perbedaan jenis kelamin perempuan dan laki-laki. Anak

juga akan mengidentifikasi figur atau perilaku kedua orang tuanya

sehingga kecenderungan untuk meniru tingkah laku orang dewasa

disekitarnya.

Pada masa usia prasekolah anak mengalami proses perubahan

dalam pola makan dimana pada umunya anak mengalami kesulitan

untuk makan. Proses eliminasi pada anak sudah menunjukkan

proses kemandirian dan perkembangan kognitif sudah mulai

menunjukkan perkembangan, anak sudah mempersiapkan diri

untuk memasuki sekolah (Hidayat, 2018).


4) Masa sekolah

Perkembangan masa sekolah ini lebih cepat dalam

kemampuan fisik dan kognitif dibandingkan dengan masa usia

prasekolah.

5) Masa remaja

Pada tahap perkembangan remaja terjadi perbedaan pada

perempuan dan laki-laki. Pada umumnya wanita 2 tahun lebih

cepat untuk masuk ke dalam tahap remaja/pubertas dibandingkan

dengan anak laki-laki dan perkembangan ini ditunjukkan pada

perkembangan pubertas.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Anak

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak

menurut Adriana (2013) adalah :

a. Faktor Internal

1) Ras/etnik atau bangsa

Anak yang dilahirkan dari ras/bangsa Amerika tidak memiliki

faktor herediter ras/bangsa Indonesia atau sebaliknya.

2) Keluarga

Ada kecenderungan keluarga yang memiliki postur tubuh

tinggi, pendek, gemuk, atau kurus.

3) Umur
Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah pada masa

prenatal, tahun pertama kehidupan, dan pada masa remaja.

4) Jenis kelamin

Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih

cepat daripada laki-laki. Akan tetapi setelah melewati masa

pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih cepat.

5) Genetik

Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu

potensi anak yang akan menjadi ciri khasnya. Ada beberapa

kelainan genetik yang berpengaruh pada tumbuh kembang anak,

contohnya seperti kerdil.

6) Kelainan kromosom

Kelainan kromosom umumnya disertai dengan kegagalan

pertumbuhan seperti pada sindroma Down’s dan sindroma

Turner’s.

b. Faktor Eksternal

1) Faktor prenatal

a) Gizi

Nutrisi ibu hamil terutama pada trimester akhir kehamilan

akan memengaruhi pertumbuhan janin.

b) Mekanis

Posisi fetus yang abnormal bisa menyebabkan kelainan

konginetal seperti club foot.

c) Toksin/zat kimia
Beberapa obat-obatan seperti aminopterin dan thalidomid

dapat menyebabkan kelainan konginetal seperti palatoskisis.

d) Endokrin

Diabetes melitus dapat menyebabkan marosomia,

kardiomegali, dan hiperplasia adrenal.

e) Radiasi

Paparan radiasi dan sinar Rontgen dapat mengakibatkan

kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi

mental, dan deformitas anggota gerak, kelainan kongenital

mata, serta kelainan jantung.

f) Infeksi

Infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH

(Toksoplasma, Rubella, Citomegali virus, Herpes simpleks)

dapat menyebabkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu

tuli, mikrosefali, retardasi mental, dan kelainan jantung

kongenital.

g) Kelainan imunologi

Eritoblastosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan

darah antara janin dan ibu sehingga ibu membentuk antibody

terhadap sel darah merah janin, kemudian melalui plasenta

masuk ke dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan

hemolysis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia


dan kerniktus yang akan menyebabkan kerusakan jaringan

otak.

h) Anoksia embrio

Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi

plasenta menyebabkan pertumbuhan terganggu

i) Psikologi ibu

Kehamilan yang tidak diinginkan serta perlakuan salah

atau kekerasan mental pada ibu hamil dan lain-lain.

2) Faktor persalinan

Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala,

asfiksia dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak.

3) Faktor pasca persalinan

a) Gizi

Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan

yang adekuat.

b) Penyakit kronis atau kelainan konginetal

Tuberkolosis, anemia, dan kelainan jantung bawaan

mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.

c) Lingkungan fisik dan kimia

Lingkungan yang sering disebut melieu adalah tempat

anak tersebut hidup berfungsi sebagai penyedia kebutuhan

dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan yang kurang baik,


kurangnya sinar matahari, paparan sinar radioaktif dan zat

kimia tertentu (Pb, Merkuri, rokok, dan lain-lain) mempunyai

dampak yang negatif terhadap pertumbuhan anak.

d) Psikologis

Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak

yang tidak dikehendaki oleh orang tuanya atau anak yang selalu

merasa tertekan, akan mengalami hambatan di dalam

pertumbuhan dan perkembangan.

e) Endokrin

Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid,

akan menyebabkan anak mengalami hambatan pertumbuhan.

f) Sosioekonomi

Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan

serta kesehatan lingkungan yang jelek dan tidaktahuan, hal

tesebut menghambat pertumbuhan anak.

g) Lingkungan pengasuhan

Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat

memengaruhi tumbuh kembang anak.

h) Stimulasi

Perkembangan memerlukan rangsangan atau stimulasi,

khususnya dalam keluarga, misalnya penyediaan mainan,

sosialisasi anak, serta keterlibatan ibu dan anggota keluarga

lain terhadap kegiatan anak.

i) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka panjang akan

menghambat pertumbuhan, demikian halnya dengan pemakaian

obat perangsang terhadap susunan saraf yang menyebabkan

terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.

4) Faktor pengetahuan ibu

Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi perilaku ibu dalam tumbuh kembang anaknya,

dengan terbatasnya kemampuan ibu dalam pengetahuan sehingga

memungkinkan terhambatnya perkembangan anak. Pengetahuan

ibu mempunyai pengaruh terhadap perkembangan dan

pertumbuhan anak pada periode tertentu. Pada umur tertentu anak

belum bisa melakukan tugas perkembangan yang sesuai dengan

kelompok umurnya, adapun tugas perkembangan itu dapat

membahayakan perkembangan dan menyebabkan keterlambatan

perkembangan motorik, seperti motorik kasar dan motorik halus.

Sebagian dapat dikendalikan dan sebagian lagi tidak. Kerlambatan

tersebut juga sering disebabkan oleh kurangnya kesempatan anak

untuk mempelajari ketrampilan motorik, perlindungan orang tua

yang berlebihan atau kurangnya motivasi anak untuk

mempelajarinya dan kurangnya stimulasi. Mengingat peranan ibu

yang besar, maka pengetahuan ibu tentang stimulasi dan

perkembangan sangat diperlukan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Winda (2019) tentang

Pengetahuan, sikap bidan dengan pelaksanaan stimulasi Deteksi


intervensi dini tumbuh kembang anak, yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan

pelaksanaan SDIDTK (p-value = 0,003). Penelitian Arthati (2018)

yang menyatakan terdapat hubungan antara pengetahuan guru

PAUD/TK tentang SDIDTK dengan pelaksanaan deteksi

penyimpangan perkembangan dengan ρ value 0,005. Penelitian ini

menyatakan bahwa pengetahuan orang tua yang baik tentang

stimulasi dini mempengaruhi pemberian stimulasi terhadap

perkembangan anak, sehingga anak mencapai perkembangan

optimal sesuai usia..

5) Faktor budaya

Budaya masyarakat indonesia yang sangat kental juga ikut

berpengaruh dalam perkembang anak..

4. Kebutuhan Dasar Anak

Kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang, secara umum

digolongkan menjadi 3 kebutuhan dasar (Titi 1993 dalam Soetjiningsih,

2017) :

a. Kebutuhan Fisik Biomedis (ASUH)

Kebutuhan fisik biomedis meliputi pangan/gizi (kebutuhan

terpenting), perawatan kesehatan dasar (antara lain imunisasi,

pemberan ASI, penimbangan bayi/anak yang teratur, pengobatan kalau

sakit), papan/ pemukiman yang layak, kebersihan perorangan, sanitasi

lingkungan, sandang, kebugaran jasmani, rekreasi dan lain-lain.


b. Kebutuhan Emosi/Kasih Sayang (ASIH)

Pada tahun pertama kehidupan, hubungan yang penuh kasih

sayang, erat, mesra dan selaran antara ibu/pengasuh dan anak

merupakan syarat mutlak untuk menjamin tumbuh kembang yang

optimal, baik fisik, mental, maupun psikososial. Peran dan kehadiran

ibu/pengasuh sedini dan selanggeng mungkin akan menjalin rasa aman

bagi anaknya. Peran ayah dalam memberikan kasih sayang dan

menjaga keharmonisan keluarga juga merupakan media yang bagus

untuk tumbuh kembang anak. Kekurangan kasih sayang ibu pada

tahun-tahun pertama kehidupan mempunyai dampak negatif pada

tumbuh kambang anak secara fisik, mental, sosial, emosi yang disebut

sindrom deprivasi maternal.

c. Kebutuhan Akan Stimulasi Mental (ASAH)

Stimulasi mental merupakan cikal bakal untuk proses belajar

(pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental (ASAH) ini

merangsang perkembangan mental psikososial, kecerdasan,

keterampilan, kemandirian, kreativitas, agama, kepribadian, moral-

etika, produktivitas dan sebagainya.

B. Stimulasi, Deteksi Dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)

1. Pengertian

Stimulasi yaitu kegiatan merangsang kemampuan dasar anak agar

anak tumbuh dan berkembang secara optimal (Effendi, 2010). Anak yang

banyak mendapatkan stimulasi akan lebih cepat berkembang daripada


balita yang kurang atau bahkan tidak mendapatkan stimulasi (Hidayat N. ,

2019).

SDIDTK merupakan upaya penjaringan yang dilaksanakan secara

komprehensif untuk menegetahui adanya penyimpangan pada tumbuh

kembang balita serta mengkoreksi adanya faktor resiko. Dengan adanya

faktor resiko yang telah diketahui, maka upaya untuk meminimalkan

damapak pada balita bisa dicegah. Upaya tersebut diberikan sesuai dengan

umur perkembangan anak. Dengan demikian dapat tercapai tumbuh

kembang yang optimal (Nursalam, 2015).

Deteksi dini tumbuh kembang balita adalah kegiatan/pemeriksaan

untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang

pada balita. Dengan ditemukan secara dini penyimpangan/masalah tumbuh

kembang balita, maka intervensi akan lebih mudah dilakukan, terutama

ketika harus melibatkan orang tua dan keluarga. Bila penyimpangan

terlambat diketahui, maka intervensinya akan lebih sulit dan hal ini akan

berpengaruh pada tumbuh kembang balita (Kemenkes RI, 2016).

2. Sasaran

a. Sasaran langsung

Semua anak umur 0-5 tahun yang ada di wilayah kerja Puskesmas.

b. Sasaran tidak langsung

1) Tenaga kesehatan yang bekerja ini lini terdepan (dokter, bidan,

perawat, ahli gizi, penyuluhan kesehatan masyarakat, dan

sebagainya).
2) Tenaga pendidik, petugas lapangan KB, petugas sosial yang terkait

dengan pembinaan tumbuh kembang anak.

3) Petugas sektor swasta dan profesi lainnya (Kemenkes RI, 2016).

3. Tujuan Stimulasi

Stimulasi dapat dimulai sejak periode pranatal, sebab janin bukan

merupakan makhluk yang pasif. Di dalam kandungan, janin sudah dapat

bernapas, menendang, menggeliat, bergerak, menelan, mengisap jempol

dan lainnya. Pentingnya melakukan stimulasi pranatal (sejak janin dalam

kandungan) bertujuan untuk merangsang perkembangan otak. Selain itu

tujuan stimulasi untuk mengoptimalkan kecerdasan anak, baik itu

kecerdasan intelektual, emosional maupun spiritual (Siswono, 2013).

4. Macam-macam Stimulasi

Menurut (Soetjiningsih, 2017), stimulasi bermain terdiri dari :

a. Stimulasi verbal

Dengan penguasaan bahasa anak akan mengembangkan inisiatif

atau ide-idenya melalui pertanyaan-pertanyaan yang selanjutnya akan

mempengaruhi perkembangan kognitifnya.

b. Stimulasi visual atau auditori

Stimulasi awal yang penting karena dapat menimbulkan sifat-sifat

ekspresif, misalnya mengangkat alis, membuka mulut dan mata. Anak-

anak akan belajar menirukan kata-kata yang didengarnya namun kalau

stimulasi auditif terlalu banyak, misalnya pada lingkungan yang riuh,

maka anak tidak dapat membedakan stimulasi auditif yang diperlukan,


sehingga anak mengalami kesukaran dalam membedakan berbagai

macam suara. Stimulasi visual dapat diberikan dengan menggunakan

cahaya dan benda-benda berwarna.

c. Stimulasi taktil atau sentuhan

Diberikan melalui permainan yang bertekstur, pijitan dan ciuman.

Kurangnya stimulasi taktil dapat menimbulkan penyimpangan perilaku

sosial, emosional dan motorik.

d. Stimulasi perasaan kasih sayang

Stimulasi semacam ini akan menimbulkan rasa man dan rasa

percaya diri pada anak sehingga anak akan lebih responsif terhadap

lingkungannya dan lebih berkembang.

Melalui rangsangan atau stimulasi taktil, audio visual dan verbal

sejak dini anak dapat mengeksplorasikan alam sekitarnya dan

perkembangan anak dalam sensorik, motorik dan pendengarannya akan

cepat berkembang (Hidayat N, 2019).

5. Manfaat Stimulasi

a. Bayi dan anak merasa diperhatikan, dimengerti, disayangi, dihargai,

perkembangan emosi dan percaya diri.

b. Melatih mengemukakan pendapat atau masalah.

c. Mengembangkan keterampilan sosial : ekspresikan agretivitas bukan

dengan kata-kata, pemalu-asertif, pemusatan perhatian, bekerjasama

(Sodjatmiko, 2016).
6. Stimulasi Dini Pada Anak Usia 0 -24 bulan

Rangsangan atau stimulasi sejak dini adalah salah satu faktor

eksternal yang sangat penting dalam menentukan kecerdasan anak.

Menurut Soetjiningsih (2017) cara stimulasi sebagai berikut :

a. Bermain aktif setiap hari. Dapat dilakukan paling sedikit 30 menit

setiap hari dengan penuh kasih sayang, gembira, bebas, diulang,

bervariasi, diberi contoh, dibantu, hingga selesai dan dapat diberi

penghargaan, bisa berupa ucapan atau ekspresi lainnya.

b. Dapat merangsang otak kanan dan kiri, sensorik, motorik, kognitif,

komunikasi, bahasa, sosioemosional, kemandirian hingga kreatifitas.

c. Cara dapat dilakukan, rangsangan suara, musik, gerakan, perabaan,

bicara menyanyi membaca, mencocokkan, membandingkan,

mengelompokkan, memecahkan masalah, mencoret, menggambar,

merangkai dan lainnya.

d. Bisa dilakukan kapan saja. Saat menyusui, menidurkan, memandikan,

ganti baju, di jalan, bermain, nonton TV, sebelum tidur dan aktifitas

sehari-hari lainnya.

7. Pengukuran Stimulasi Dini Penyimpangan Pertumbuhan

Parameter ukuran antopometrik yang dipakai dalam penilaian

pertumbuhan fisik adalah tinggi badan, berat badan, lingkar kepala, lipatan

kulit, lingkar lengan atas, panjang lengan, proporsi tubuh dan panjang

tungkai (Narendra, 2013); (Soedjatmiko, 2018); (Soetjiningsih, 2013) dan


(Kemenkes RI, 2016) macam-macam penilaian yang digunakan sebagai

berikut :

a. Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB/TB)

1) Tujuan pengukuran BB/TB adalah untuk menentukan status gizi

anak, normal, kurus, kurus sekali atau gemuk.

2) Jadwal pengukuran BB/TB disesuaikan dengan jadwal DDTK.

Pengukuran dan penilaian BB/TB dilakukan oleh tenaga kesehatan

terlatih, yaitu tenaga kesehatan yang telah mengikuti pelatihan

SDIDTK.

b. Pengukuran Lingkar Kepala Anak (LKA)

Tujuan pengukuran LKA adalah untuk mengetahui lingkaran

kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal. Deteksi dini

penyimpangan pertumbuhan dilakukan di semua tingkat pelayanan.

Adapun pelaksana dan alat yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.1

berikut :

Tabel 2.1
Pelaksana dan Alat yang Digunakan Untuk Deteksi Dini
Penyimpangan Pertumbuhan

Tingkat Pelayanan Pelaksana Alat yang Digunakan


Keluarga, Orang tua KMS
masyarakat Kader kesehatan Timbangan dacin
Petugas PAUD,
BKB, TPA dan
Guru TK
Puskesmas Dokter Tabel BB/TB
Bidan Grafik LK
Perawat Timbangan
Ahli gizi Alat ukur tinggi
Petugas lain badan
Pita pengukur
lingkat kepala
Sumber : (Kemenkes RI, 2016)

8. Deteksi Dini Penyimpangan Perkembangan


Deteksi ini dilakukan di semua tingkat pelayanan. Pelaksana dan alat
yang digunakan dapat dilihat pada table 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2
Pelaksana Dan Alat Yang Digunakan Untuk Deteksi Dini
Penyimpangan Perkembangan Anak

Alat yang
Tingkat Pelayanan Pelaksana
Digunakan
Keluarga dan Orang tua Buku KIA
masyarakat Kader kesehatan, KPSP
BKB, TPA TDL
Petugas pusat TDD
terlatih
Guru TK terlatih
Puskesmas Dokter KPSP
Bidan TDL
Perawat TDD
Sumber : (Kemenkes RI, 2016)

Keterangan :

Buku KIA : Buku Kesehatan Ibu dan Anak

KPSP : Kuesioner Pra Skrining Perkembangan

TDL : Tes Daya Lihat

TDD : Tes Daya Dengar

BKB : Bina Keluarga Balita

TPA : Tempat Penitipan Anak Pusat

PAUD : Pusat Pendidikan Anak Usia Dini

TK : Taman Kanak-kanak
C. Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu : indera

penglihatan, penciuman, perasa dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga, sehingga hal yang dapat

dipahami karena pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya sikap seseorang (Notoatmojo, 2014).

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah


paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu

struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada.

f. Evaluasi (Evaliation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-

penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Cara untuk mengetahui kebenaran pengetahuan dikelompokkan

menjadi dua, yaitu :

a. Cara tradisional atau non ilmiah


Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah atau

metode penemuan secara sistematik. Cara-cara penemuan pengetahuan

pada periode ini antara lain :

1) Cara Coba Salah (Trial Error)

Sebelum adanya kebudayaan bahkan peradaban, cara coba

salah dilakukan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan

masalah apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil maka akan

dicoba dengan kemungkinan lain.

2) Cara kekuasaan atau Otoritas

Prinsip dari cara ini adalah orang lain menerima pendapat dari

orang yang melakukan aktivitas tanpa menguji atau membuktikan

kebenaran, baik berdasarkan penalaran sendiri. Hal ini disebabkan

karena orang yang dapat menerima pendapat tersebut menganggap

apa yang dikemukakan adalah sudah benar.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman merupakan sumber pengetahuan atau merupakan

suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini

dilakukan dengan mengulang kembali pengalaman yang diperoleh

dalam memecahkan permasalahan pada masa yang lalu. Namun

perlu diperhatikan bahwa tidak selamnya pengalaman pribadi dapat

menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dengan benar.


Untuk menarik kesimpulan dari pengalaman yang benar diperlukan

berpikir yang kritis dan logis.

4) Melalui jalan pikiran

Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan, manusia telah

menggunakan jalan pikiran baik melalui induksi maupun deduksi.

Induksi adalah proses pembuatan kesimpulan itu melalui

pernyataan-pernyataan khusus kepada umum. Deduksi adalah

proses pembuatan kesimpulan dari pernyatan-pernyataan umum

kepada yang khusus.

b. Cara modern atau cara ilmiah

Dalam memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi

langsung dan membuat catatan-catatan terhadap semua fakta yang

sehubungan dengan objek penelitian (Notoatmodjo, 2014).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

a. Intelegensi

Salah satu faktor yang mempengaruhi penerimaan pesan dalam

suatu komunikasi adalah taraf intelegensi seseorang. Secara common

sense dapat dikatakan bahwa orang-orang yang lebih intelegen akan

lebih mudah menerima suatu pesan.

b. Pendidikan

Menurut Notoatmojo (2014), tugas dari pendidikan adalah

memberikan atau meningkatkan pengetahuan, menimbulkan sikap

positif serta memberikan atau peningkatan ketrampilan masyarakat/


individu tentang aspek-aspek yang bersangkutan, sehingga dicapai

suatu masyarakat yang berkembang. Pendidikan ini dapat berupa

pendidikan formal dan non formal. Sistem pendidikan yang berjenjang

diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan melalui suatu pola

tertentu. Sedangkan tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor

yang menentukan penyerapan informasi/penyuluhan dan keberhasilan

dibidang pembangunan kesehatan. Pendidikan dianggap memiliki

peranan penting dalam menentukan kualitas manusia, lewat pendidikan

manusia dianggap akan memperoleh pengetahuan dan dengan

pengetahuannya manusia diharapkan dapat membangun keberadaan

hidupnya dengan lebih baik.

c. Pengalaman

Menurut teori determinan perilaku yang disampaikan oleh WHO,

menganalisa bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku

tertentu salah satunya disebabkan karena adanya pemikiran dan

perasaan dalam diri seseorang yang terbentuk dalam pengetahuan,

persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan dan penilaian-penilaian

seseorang terhadap objek tersebut, dimana seseorang dapat

mendapatkan pengetahuan baik dari pengalaman pribadi maupun

pengalaman orang lain (Notoatmojo, 2014).

d. Informasi

Sandra Ball Rokeach dan Melvin L. Defleur dalam Notoatmodjo

(2014), tentang teori depensi mengenai efek komunikasi masa,


disebutkan bahwa media masa dianggap sebagai system informasi

yang memiliki peranan penting dalam proses pemeliharaan, perubahan

dan konflik dalam tatanan masyarakat, kelompok atau indivdu dalam

aktivitas sosial, dimana media masa ini nantinya akan mempengaruhi

fungsi kognitif, afektif dan behavioral. Pada fungsi kognitif diantaranya

adalah berfungsi untuk menciptakan atau menghilangkan ambituitas,

pembentukan nilai sikap, perluasan system keyakinan masyarakat dan

penegasan atau penjelasan nilai tertentu (Notoatmojo, 2014).

e. Budaya

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang karena informasi yang baru akan disaring kira-kira sesuai

tidak dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.

f. Lingkungan

Kita belajar sebagai pengetahuan, ketrampilan, sikap atau norma-

norma tertentu dari lingkungan sekitar kita, lingkungan tersebut

disebut sumber-sumber belajar, karena dengan lingkungan tersebut

memungkinkan kita berubah dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak

mengerti menjadi mengerti dan dari tidak terampil menjadi terampil.

Adapun sumber-sumber belajar tersebut bisa berasal dari lingkungan

sekolah yang mekiputi guru, dosen, teman sekelas, buku, laboratorium

dan perpustakaan, sedangkan dari luar sekolah kita banyak belajar dari

orang tua, saudara, teman, tetangga, tokoh masyara atau, buku,

majalah, koran, radio, televisi, film, pengalaman, peristiwa tertentu


(Notoatmodjo, 2014).

5. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran terhadap pengetahuan dapat dilakukan dengan

wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin

diukur dari subyek penelitian atau responden dimana kedalaman

pengetahuan yang ingin diketahui dapat disesuaikan dengan tingkat

pendidikan. Menurut Arikunto (2014) menjelaskan tentang hasil

pengukuran yang diperoleh dari pertanyaan obyektif (pilihan ganda)

sebagai berikut :

a. Baik, jika prosentase jawaban : > 75%

b. Cukup, jika prosentase jawaban : 60% - 75%

c. Kurang, jika prosentase jawaban : < 60%


D. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah ringkasan dari tinjauan pustaka yang digunakan

untuk mengiidentifikasi variabel-variabel yang akan diteliti (diamati) yang

berkaitan dengan konteks ilmu pengetahuan yang digunakan untuk

menggabungkan kerangka konsep penelitian (Notoatmodjo, 2012).

Gambar 2.1

Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi


pertumbuhan dan perkembangan
anak :
Faktor internal
Ras/etnik atau bangsa
Keluarga
Umur
Jenis kelamin
Genetik
Kelainan kromosom
Faktor eksternal
Faktor prenatal (gizi,
mekanis, toksin/zat kimia,
Pelaksanaan
endokrin, radiasi, infeksi,
kelainan imunologi, SDIDTK pada anak
anoksia embrio, psikologi
ibu)
Faktor persalinan
Faktor pasca persalinan
(gizi, penyakit kronis atau
kelainan konginetal,
lingkungan fisik dan
kimia, endokrin,
psikologis, sosioekonomi,
lingkungan pengasuhan,
stimulasi, obat-obatan)
Faktor pengetahuan ibu
Faktor budaya

Sumber : Adriana (2013), Winda (2019), Arthati (2018)


E. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah suatu uraian dan

visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang

lainnya, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah

yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2014).

Gambar 2.2
Kerangka Konsep

(Variabel Independen ) (Variabel dependent )

Pengetahuan ibu tentang Pelaksanaan SDIDTK pada


SDIDTK anak baduta (0-23 bulan)

F. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Notoatmodjo, 2014). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : Ada hubungan pengetahuan orang tua tentang SDIDTK terhadap

pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan) di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung tahun

2022.

Ho : Tidak ada hubungan pengetahuan orang tua tentang SDIDTK terhadap

pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan) di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung tahun

2022.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian adalah suatu teknis atau cara mencari, memperoleh,

mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa data primer maupun data

sekunder yang digunakan untuk keperluan menyusun suatu karya ilmiah dan

kemudian menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan pokok-pokok

permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data-data yang akan

diperoleh (Sugiyono, 2017). Desain penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu

suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor

resiko dengan efek, dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data

sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2014).

Penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang

SDIDTK terhadap pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan).

B. Variabel Penelitian

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki anggota-anggota suatu

kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain

(Notoadmodjo, 2014). Dalam penelitian ini memiliki 2 (dua) Variabel.

Variabel Independen dan Variabel Dependen. Di bawah ini uraian Variabel-

Variabel dalam penelitian:


1. Variabel Independen (variabel terikat) merupakan variabel yang menjadi

sebab berubahnya variabel dependen. Variabel independen dalam

penelitian ini adalah pengetahuan orang tua tentang SDIDTK.

2. Variabel Dependen (variabel bebas) merupakan variabel yang

dipengaruhi atau menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah pelaksanaan SDIDTK pada anak

baduta (0-23 bulan).

C. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel atau definisi

operasional. Definisi operasional penting dan perlu agar pengumpulan data

itu sumber data (responden) yang satu dengan responden yang lain

(Notoadtmojo, 2014).

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Definisi Cara Skala


No Variabel Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur Ukur
Variabel Independen
1. Pengetahu Pemahaman Kuisioner Mengis 0 = Baik (jika skor Ordinal
an orang responden (Notoadmojo, i 76-100%)
tua tentang 2014) kuision 1 = Cukup (jika
SDIDTK er skor 60-75%)
2 = Kurang (jika
skor < 60%)
(Arikunto, 2014)
Variabel Dependen
2. Pelaksana Kegiatan Lembar Memberi 0 :Dilakukan, jika Ordinal
an penjaringan tentang ceklist tanda seluruh
SDIDTK masalah (notoad checklist langkah-
pada anak penyimpangan mojo, pada langkah dalam
baduta (0- perkembangan anak 2014) setiap format
23 bulan usia 0 – 23 bulan tindakan pengkajian
dengan observasi perkembangan
menggunakan format deteksi anak dilakukan
yang ditentukan. dini lengkap.
masalah 1 : Tidak
perkemb dilakukan, jika
angan seluruh
anak langkah-
pada langkah dalam
lembar format
KPSP pengkajian
perkembangan
anak dilakukan
tidak lengkap.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek dan subjek yang di

teliti (Notoatmodjo, 2014). Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu

yang memiliki anak usia 0 – 23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Rawat

Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung yaitu sebanyak 52 Ibu Balita.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi (Notoadmojo, 2012).


Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara

pengambilan sampel dari seluruh anggota populasi (Notoatmodjo, 2014).

Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling

Didapatkan sampel pada penelitian ini sebanyak 52 ibu.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh

setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel

(Notoatmodjo, 2012). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Keluarga yang mempunyai balita laki–laki atau perempuan

dengan usia usia 0 – 23 bulan dan berada di wilayah kerja

Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung.

2) Bersedia menjadi responden.

3) Orang tua balita yang dapat membaca dan menulis.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi adalah karakteristik atau ciri-ciri anggota populasi

yang tiak dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2014).

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1) Tidak bersedia menjadi responden.

2) Orang tua balita yang tidak dapat membaca dan menulis.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2022 dan

tempat penelitian di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota

Bandar Lampung.
F. Etika Penelitian

Etika penelitian menunjuk pada prinsip-prinsip etis dalam kegiatan

penelitian, dari proposal penelitian sampai dengan publikasi hasil penelitian.

Peneliti dalam menjalankan tugas meneliti hendaknya memegang teguh sikap

ilmiah serta berpegang teguh dalam etika penelitian. Secara garis besar,

dalam melakukan sebuah penelitian ada empat prinsip yang harus dipegang

teguh (Notoatmodjo, 2014).

1. Respect for Human Dignity (menghormati harkat dan martabat manusia)

Peneliti perlu mempertimbangkan hak-hak subjek penelitian untuk

mendapat informasai tentang tujuan peneliti melakukan penelitian

tersebut. Peneliti juga memberikan informasi atau tidak memberikan

informasi (berpartisipasi) (Notoatmodjo, 2014).

2. Respect for privacy and confidentiality (menghormati privasi dan

kesediaan subjek penelitian)

Setiap orang mempunyai hak-hak dasar individu termasuk privasi

dan kebebasan individu dalam memberikan informasi. Setap orang

berhak untuk tidak memberikan apa yang diketahuinya kepada orang

lain. Oleh sebab itu, peneliti tidak boleh menampilkan informasi

mengenai identitas dan keberhasilan identitas subjek. Peneliti

seyogyanya cukup menggunakan coding sebagai pengganti identitas

responden (Notoatmodjo, 2014).

3. Respect for Justice an Inclusiveness (Keadilan dan Keterbukaan)

Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan

kejujuran, keterbukaan dan kehati-hatian. Untuk itu, lingkungan

penelitian perlu dikondisikan sehingga memenuhi prinsip keterbukaan,


yakni dengan menjelaskan prosedur penelitian. Prinsip keadilan ini

menjamin bahwa semua subyek penelitiaan memperoleh perlakuan dan

keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender, agama, etnis dan

sebagainya (Notoatmodjo, 2014).

4. Balancing Harm and Benefits (memperhitungkan manfaat dan kerugian

yang ditimbulkan)

Sebuah penelitian hendaknya memperoleh manfaat semaksimal

mungkin bagi masyarakat pada umumnya dan subyek penelitian pada

khususnya. Peneliti hendaknya berusaha meminimalisasi dampak yang

merugikan bagi subyek. Oleh sebab itu, pelaksanaan penelitian harus

dapat memberikan informasi tentang bahaya merokok terhadap kesehatan

balita (Notoatmodjo, 2014).

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh

peneliti dalam pengumpulan data agar pekerjaannya lebih mudah dan

hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis, sehingga

lebih mudah diolah. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuesioner. Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang

hal-hal yang dia ketahui. Kuesioner yang digunakan untuk mengetahui

hubungan pengetahuan orang tua tentang SDIDTK terhadap pelaksanaan

SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan) adalah kuesioner tertutup dimana

sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Arikunto,

2014).
Adapun susunan instrumen penelitian adalah sebagai berikut :

1. Lembar penjelasan penelitian, untuk menjelaskan kepada responden.

2. Lembar persetujuan menjadi responden, untuk mendapatkan persetujuan

dari responden.

3. Lembar kuesioner, untuk mendapatkan data responden dari tempat

penelitian.

1) Lembar kuesioner A adalah identifikasi karakteristik responden,

peneliti membuat sendiri dan menggunakan data primer. Karakteristik

responden yang diidentifikasi adalah nama, umur, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan dan status pernikahan.

2) Lembar kuesioner B berisi daftar pernyataan pengetahuan tentang

SDIDTK.

3) Lembar ceklist berisi data format pemeriksaan perkembangan anak

sesuai umur anak.

Setelah jenis instrumen penelitian ditentukan, langkah selanjutnya

adalah menguji validitas dan reliabilitas instrumen, instrumen yang baik

harus memenuhi persyaratan valid dan reliabel. Untuk itu penyusun

mengadakan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu sebelum instrumen

tersebut digunakan didalam penelitian.

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu instrument yang sah atau

valid mempunyai validitas tinggi., dan sebaliknya. (Uji validitas


dilakukan untuk menguji validitas setiap perntyataan angket. Tehnik uji

yang digunakan adalah korelasi Product Moment dengan bantuan SPSS,

dimana skor setiap pertanyaan yang diuji validitasnya dikorelasikan

dengan skor total seluruh pertanyaan dengan rumus. Item pernyataan

secara empiris dikatakan valid jika nilai r hitung > r tabel. Untuk

mengetahui apakah kuesioner yang kita susun mampu mengukur apa yang

hendak kita ukur, uji instrumen dilakukan di Puskesmas Tanjung Karsng,

karena mempunyai karakteristik dan ciri yang sama, dilakukan pada 20

orang responden dengan ketentuan jika apabila nilai korelasi dan nilai

probabilitas korelasi [sig (2-tailed)] = taraf signifikan sebesar 0,05, maka

dinyatakan valid atau sebaliknya.

2. Reliabilitias

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat ukur dapat dipercaya atau dapat menentukan derajat konsistensi dari

instrument penelitian berbentuk kuesioner. Uji reliabel dapat dilakukan

dengan metode Cronbach Alpha dengan menggunakan SPSS, kreteria

pengambilan keputusn apabila nilai Cronbach Alpha > r tabel atau dapat

dipercaya.

H. Metode Pengumpulan Data

Adapun proses dalam pengumpulan data dengan cara dibawah ini, yaitu:

1. Sumber Data

Menyerahkan surat permohonan izin pengambilan data dan

dilanjutkan dengan penelitian kepada pihak Puskesmas Rawat Inap


Wayhalim II Kota Bandar Lampun yang telah dibuat oleh institusi

Universitas Muhammadiyah Pringsewu Lampung. Pihak Puskesmas

Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampun memberikan surat balasan

yang berisi pernyataan persetujuan pengambilan data dan penelitian.

2. Pengumpulan data

a. Data diperoleh langsung dari responden yaitu orang tua yang

memiliki anak usia 0 – 23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Rawat

Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung.

b. Setelah pasien responden maka dilakukan pemberian kuisioner dan

memberikan arahan bagaimana cara mengisi kuisioner yang baik dan

benar.

I. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Metode Pengolahan

Pengolahan data merupakan salah satu langkah yang penting untuk

memperoleh penyajian data sebagai hasil yang berarti dan kesimpulan

yang baik (Arikunto, 2014). Data yang telah dikumpulkan melalui

kuesioner kemudian akan dilakukan tahap pengolahan data sebagai

berikut (Notoadmodjo, 2014.

a. Editing

Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus

dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum

editing merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian

formulir atau kuisioner tersebut.


b. Coding

Untuk memudahkan dalam pengolahan data dan pengisian

dilakukan berdasarkan kode yang dibuat.

c. Pemasukan data/ (entry data)

Yakni jawaban jawaban dari masing-masing responden yang

dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan kedalam

komputerisasi.

d. Pembersihan data (Cleaning)

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden

selesai dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan-

kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan,

dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian

(Notoadmodjo, 2014). Analisis ini digunakan untuk memperoleh

distribusi frekuensi pengetahuan orang tua tentang SDIDTK dan

distribusi frekuensi pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23

bulan).

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan terhadap

dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi


(Notoadmodjo, 2012). Penelitian ini menggunakan uji Chi-Square.

Pengujian ini dengan cara membandingkan frekuensi yang diamati

dengan frekuensi yang diharapkan apakah ada perbedaan bermakna.

Pada analisis bivariat yang akan diuji berupa variabel independen

(pengetahuan orang tua tentang SDIDTK) dan variabel dependen

(pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan)). Menentukan

uji kemaknaan dengan kaidah keputusan sebagai berikut: Bila P

value lebih < dari 0,05 maka Ho ditolak, yang berarti ada hubungan

yang bermakna antara variabel independen dengan variabel

dependen.

J. Jalannya Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti menempuh beberapa tahapan yaitu:

1. Persiapan

a. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi

program Study S1 Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Pringsewu Lampung untuk melakukan penelitian di

wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar

Lampung.

b. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti menyerahkan surat izin

penelitian kepada kepala Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota

Bandar Lampung, kemudian penelitan melakukan prasurvei di, untuk

mengetahui hubungan pengetahuan orang tua tentang SDIDTK

terhadap pelaksanaan SDIDTK pada anak baduta (0-23 bulan).


2. Pelaksanaan

a. Memberikan surat izin kepada Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II

Kota Bandar Lampung untuk melakukan penelitian

b. Setelah peneliti mendapatkan surat izin penelitian, peneliti

mengidentifikasi variabel yang akan diteliti

c. Setelah mendapatkan responden/sampel yang sesuai yaitu ibu yang

memiliki anak usia 0 – 23 bulan. Peneliti mulai melakukan

pengumpulan data dengan cara peneliti meminta kepada responden

untuk mengisi lembar kuesioner pengetahuan tentang SDIDTK. Setelah

pengisian kuesioner, peneliti melakukan pengumpulan data.

3. Mengumpulkan, memproses dan menganalisis data. Setelah data

terkumpul selanjutnya diajukan pengolahan dan analisis data dirumuskan

kesimpulan peneliti kemudian data dijabarkan dalam bentuk tabel.


MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
Jalan KH. Ahmad Dahlan Telp./Fax/(0729) 22537 Pringsewu Lampung 35373

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Robitha
NIM : 2020206203322P
Program Studi : S1 Keperawatan
Pembimbing : Ns. Nur Hasanah, S.Kep., M.MR
Judul : Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang SDIDTK Terhadap
Pelaksanaan SDIDTK pada Anak Baduta (0-23 Bulan) di Wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung
Tahun 2022

No Tanggal BAB Uraian Pembimbing Paraf


1 19/04/2022 - Acc Judul

I - Tambahkkan Dampak
- Area Spesifik ( MDAEK)

II - Penulisan
- Tambahkan Teori Terkait Variabel
- Kurang Teori Dan Konsep

III - Devinisi Oprasional


- Kuisoner
- Waktu Dan Tempat Penelitian
- Uji Validitas
- Acc Sidang Proposal
No Tanggal BAB Uraian Pembimbing Paraf
MAJELIS PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
FAKULTAS KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
Jalan KH. Ahmad Dahlan Telp./Fax/(0729) 22537 Pringsewu Lampung 35373

LEMBAR KONSULTASI

Nama : Robitha
NIM : 2020206203322P
Program Studi : S1 Keperawatan
Pembimbing : Nur Fadhilah, M.Kes
Judul : Hubungan Pengetahuan Orang Tua tentang SDIDTK Terhadap
Pelaksanaan SDIDTK pada Anak Baduta (0-23 Bulan) di Wilayah
Kerja Puskesmas Rawat Inap Wayhalim II Kota Bandar Lampung
Tahun 2022

No Tanggal BAB Uraian Pembimbing Paraf


1. 21/04/2022 I - Tambahkan Kualitas Tumbuh Kembang
Anak.

- Tambahkan Faktor Penyebab Teori

- Tidak Boleh Mengarang Data

- Tahun Harus Singkron Dengan Data

- Lanjutkan Revisi

II - Perbaikan Bab I
- Lampirkan Bab I – Bab III

III - Perbaikan Bab I – Bab III


- Acc Sidang Proposal
No Tanggal BAB Uraian Pembimbing Paraf

Anda mungkin juga menyukai