PENGARUH KEKERASAN VERBAL TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI ANAK DI
LINGKUNGAN SOSIAL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kuantitatif
Dosen Pengampu :
Susilawati, M.Si., Ph.D
Dr. Pribowo, M.Pd
Oleh :
Decita Seviani Rainia
2204027
2F Pekerjaan Sosial
PROGRAM STUDI PEKERJAAN SOSIAL PROGRAM SARJANA TERAPAN
POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2024 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Soetjiningsih (1995) mengklasifikasikan bentuk perlakuan salah terhadap anak ke dalam beberapa kategori, yaitu penganiayaan fisik, kelalaian, penganiayaan emosional, penganiayaan seksual, dan sindrom munchusan. Kekerasan verbal pada anak digolongkan dalam penganiayaan emosional. Penganiayaan emosional ini ditandai dengan kata-kata yang merendahkan anak. Kondisi ini biasanya berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasi anak dari hubungan sosialnya, atau menyalahkan anak secara terus menerus. Sementara Azevado & Viviane mengemukakan bahwa kekerasan verbal termasuk kategori kekerasan psikologis pada klasifikasi penghinaan atau humiliation (Maknun, 2017). Penghinaan yang dimaksud adalah menghina, mengejek, menyebut nama-nama yang tidak pantas, membuat anak merasa kekanak-kanakan, menentang identitas anak, martabat dan harga diri anak, mempermalukan, dan sebagainya. Verbal abuse atau biasa disebut emotional child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi emosional yang merugikan. Verbal abuse terjadi ketika orang tua menyuruh anak untuk diam atau jangan menangis. Jika anak mulai bicara, ibu terus menerus menggunakan kekerasan verbal seperti “kamu bodoh”. “kamu cerewet”, “kamu kurang ajar”. Anak akan mengingat itu semua kekerasan verbal jika semua kekerasan verbal itu berlangsung dalam satu periode (Fitriana, Pratiwi, & Sutanto, 2015) Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terjadi peningkatan angka kekerasan terhadap anak selama pandemi Corona, baik verbal maupun fisik. Berdasarkan data yang dihimpun, Komisioner KPAI, Retno Listyarti menyebutkan kekerasan fisik sebanyak 11% , sementara kekerasan verbal mencapai 62% (Listyarti, 2020). Senada dengan data tersebut, penelitian tentang kekerasan verbal juga dilakukan oleh orang tua terhadap anak usia sekolah dasar (Indrayati & Livana, 2019). Dari 61 total responden yang diteliti, sebanyak 53 responden atau 86,9% mengalami verbal abuse sedangkan 8 responden lainnya taau sebanyak 13,1% tidak mengalami verbal abuse. Kekerasan verbal yang dialami oleh anak berupa bentakan dari orang tua, teriakan ketika memanggil nama anak, penggunaan nada keras ketika berbicara, menjelek-jelekkan anak di depan umum oleh orang tua, penggunaan kata-kata kasar dan umpatan kata bodoh. Penelitian lain yang dilakukan di SDN Kebaraon 1 Surabaya dengan subjek sebanyak 50 siswa menggambarkan kekerasan verbal menempati urutan tertinggi yaitu sebesar 40% yang diikuti 25% kekerasan fisik dan 15 % kekerasan psikologis. Kekerasan verbal yang terjadi di sekolah tersebut seperti memanggil dengan nama ejekan, menyoraki ketika ada teman yang kurang tepat dalam menjawab pertanyaan guru, dan membentak (Christiana, 2019). Masifnya kekerasan verbal yang terjadi terhadap anak usia sekolah khususnya sekolah dasar sangat perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah, civitas akademik, orang tua, dan seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan aset negara yang perlu dijaga dan dipersiapkan untuk masa depan bangsa yang besar dan bermartabat. Kekerasan verbal pada anak biasanya diawali dengan munculnya perilaku yang buruk dari anak sehingga menyebabkan orang tua melakukan hal tersebut. Namun, sebagian besar orang tua kadang lupa mengaitkan antara perilaku yang muncul dengan kondisi jiwa anak. Anak hanyalah manusia biasa yang masih membutuhkan banyak bimbingan dari orang dewasa di sekitarnya. Terkadang saat anak memunculkan sebuah perilaku, hal itu dilakukan atas dasar rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, tidak mendapatkan respon positif dari lingkungan sekitarnya. Anak juga terkadang memunculkan perilaku yang buruk karena ingin menarik perhatian dari orang dewasa di sekitarnya. Perilaku tersebut bisa juga menjadi sanksi atas kekerasan yang didapatkan oleh anak dari orang tuanya. Anak memunculkan perilaku buruk tersebut karena tidak pernah mendapatkan penghargaan atau pun perhatian dari orang tuanya. Anak lebih banyak mendapatkan kalimat berupa mencela dari orang tuanya dan inilah yang menjadi wujud dari kekerasan verbal yang kadang tidak disadari oleh orang tua. Proses tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh stimulasi yang didapatkannya dari lingkungannya. Termasuk proses pembentukan karakter anak juga sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Anak cenderung lebih cepat meniru hal-hal yang dilihatnya dari lingkungannya. Ketika anak mendapatkan kekerasan verbal, maka besar kemungkinan anak pun akan melakukan hal yang sama ketika dewasa. Wirawan et al. (2016) mengemukakan bahwa penganiayaan secara emosional dengan cara kekerasan verbal akan menyebabkan gangguan emosi pada anak. Anak akan mengalami perkembangan konsep diri yang kurang baik, hubungan sosialnya dengan lingkungannya akan bermasalah, dan membuat anak lebih agresif serta menjadikan orang dewasa sebagai musuhnya. Anak akan menarik diri dari lingkungannya dan lebih senang menyendiri. Anak bisa jadi akan suka ngompol, hiperaktif, sulit tidur, bahkan bisa membuat anak mengalami tantrum. Anak juga akan mengalami kesulitan belajar, baik di rumah maupun di sekolah. Anak yang mengalami kekerasan verbal memiliki kecenderungan meniru perilaku orang tuanya. Anak akan lebih agresif terhadap teman-teman sebayanya. Anak akan mengalihkan perasaan agresifnya tersebut kepada teman-temannya sebagai hasil dari miskinnya konsep diri. Hal ini tentunya akan berdampak juga pada hubungan sosialnya. Anak lebih senang menyendiri, memiliki sedikit teman, dan senang mengganggu orang dewasa. Contoh perilaku mengganggu orang dewasa yang biasa dilakukannya seperti melempari batu ataupun perbuatan kriminal lainnya. Imam Ghazali mengungkapkan bahwa ketika anak tumbuh dengan mendengar kalimat mencela, maka kelak anak pun akan menjadi pencela (Erica, Haryanto, Rahmawati, & Vidada, 2019). Orang tua yang terbiasa mencela anaknya, maka akan membuat sang anak kemungkinan besar akan berperilaku buruk dikarenakan mengikuti kebiasaan orang tuanya. Oleh karena itu, seorang ayah harus menjaga wibawanya dalam berucap dihadapan anak- anaknya. Seorang ibu harus memberi teladan kepada anak dengan cara menegur dengan cara yang lembut, bukan dengan kata-kata yang menyakiti anak. Ketika anak mengalami kekerasan verbal secara terus menerus, maka anak akan merasa bahwa dirinya jelek, tidak dibutuhkan, tidak dicintai, muram, tidak bahagia, dan tidak menyukai aktivitasnya. Dampak terburuk dari kekerasan verbal adalah saat anak mencoba untuk melakukan bunuh diri karena merasa dirinya sudah tidak berharga lagi. Banyaknya dampak yang disebabkan oleh kekerasan verbal terhadap anak, maka dibutuhkan peran dari orang tua dan pendidik untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Keluarga yang selalu berinteraksi dengan anak juga harus mendapatkan edukasi tentang dampak dari kekerasan verbal tersebut. Hal ini disebabkan karena biasanya anak tidak mendapatkan kekerasan verbal dari orang tuanya, tetapi dari lingkungan sosialnya. 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana kekerasan verbal berpengaruh terhadap kepercayaan diri anak di lingkungan sosialnya? 2. Bagaimana kemampuan mengelola emosi berpengaruh terhadap pola perilaku anak korban kekerasan verbal di lingkungan sosialnya? 3. Bagaimana proses tumbuh kembang anak yang mengalami kekerasan verbal di lingkungan sosialnya? BAB II
KAJIAN KONSEPTUAL
2.1 Penelitian Terdahulu
Dalam proposal penelitian ini, peneliti mengkaji beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan Pengaruh Kekerasan Verbal Terhadap Kepercayaan Diri Anak Di Lingkungan Sosial. Peneliti melihat dari berbagai hasil penelitian terdahulu mulai dari metode, teknik pengumpulan data, teknik Analisa data yang akan digunakan, serta melihat perbedaan antara peneliti dengan penelitian terdahulu. Berikut adalah penelitian terdahulu dengan judul peneliti: 2.1.1 Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Jakarta (2019) Hasil penelitian jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, Universitas Negeri Jakarta (2019), berjudul “PENGARUH POLA ASUH DAN KEKERASAN VERBAL TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI (SELF-CONFIDENCE)”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh dan kekerasan verbal terhadap kepercayaan diri pada anak sekolah dasar kota Jakarta Utara. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah pola asuh (X1), kekerasan verbal (X2), dan kepercayaan diri (Y). Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan studi kausal. Jumlah sampel dalam penelitian ini 106 orang dengan menggunakan teknik Cluster random sampling. Alat pengumpulan data berupa kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola asuh berpengaruh langsung positif terhadap kepercayaan diri, kekerasan verbal berpengaruh langsung negatif kepercayaan diri, dan pola asuh berpengaruh langsung negatif terhap kekerasan verbal. 2.1.2 Penelitian Rini Fahriani Zees, Poltekkes Gorontalo (2023) Hasil penelitian Rini Fahriani Zees, Poltekkes Gorontalo (2023) berjudul “HUBUNGAN KEKERASAN VERBAL (VERBAL ABUSE) ORANGTUA DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PADA REMAJA”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerasan verbal orang tua dengan tingkat kepercayaan diri pada remaja di MTs Negeri 2 Boalemo. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan desain deskriptif korelasional. Populasi penelitian adalah siswa-siswi kelas 7 dan 8 di MTs Negeri 2 Boalemo sebanyak 114 orang dengan jumlah responden 84 siswa. Analisis data menggunakan uji Kendal Tau. Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kekerasan verbal tinggi berjumlah 46 responden (54%) dan tingkat kepercayaan diri rendah berjumlah 37 reponden (44%). Hasil uji Kendal Tau-b menunjukan bahwa nilai p-value 0,000 (p<0.05) Artinya, terdapat hubungan antara kekerasan verbal (verbal abuse) orang tua dengan tingkat kepercayaan diri pada remaja di MTs Negeri 2 Boalemo. Nilai koefisien korelasi sebesar -0,626 yang artinya terdapat pengaruh negatif antar dua variabel, sehingga semakin tinggi kekerasan verbal yang dilakukan oleh orang tua maka semakin rendah tingkat kepercayaan yang dimiliki oleh remaja. 2.1.3 Penelitian Fauzi Kurniawan, Anggita Damanik (2023) Hasil penelitian Fauzi Kurniawan dan Anggita Damanik (2023) berjudul ”PENGARUH KEKERASAN VERBAL ORANGTUA TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI REMAJA DI DESA GIRSANG 1 KECAMATAN GIRSANG SIPANGAN BOLON”.Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan verbal yang dilakukan orangtua dan mengetahui seberapa besar pengaruh kekerasan verbal yang dilakukan orangtua terhadap kepercayaan diri remaja di desa Girsang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kuantitatif dengan pendekatan korelasional dengan teknik analisis data menggunakan uji kecenderungan, uji linier sederhana, uji hipotesis, uji t dan uji determinasi. Hasil peneltian menunjukkan bahwa besarnya pengaruh kontribusi kekerasan verbal orangtua terhadap kepercayaan diri remaja yang dihitung menggunakan uji t diperoleh sebesar 61,46% yang berarti bahwa terdapat pengaruh signifikan antara kekerasan verbal orangtua terhadap kepercayaan diri remaja di desa Girsang. 2.2 Teori Yang Relevan Dengan Penelitian A. Kekerasan Verbal Terhadap Anak 1. Definisi Kekerasan Verbal Anak Kekerasan verbal adalah kekerasan terhadap perasaan dengan mengeluarkan kata kata kasar tanpa menyentuh fisik, kata-kata yang memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau membesar-besarkan kesalahan. Hal ini sering kali terjadi terhadap orang yang dengan posisi superior terhadap orang dengan posisi yang lebih inferior, seperti atasan kepada bawahan atau orang tua kepada anaknya. Soetjiningsih (1995) mengklasifikasikan bentuk perlakuan salah terhadap anak ke dalam beberapa kategori, yaitu penganiayaan fisik, kelalaian, penganiayaan emosional, penganiayaan seksual, dan sindrom munchusan. Kekerasan verbal pada anak digolongkan dalam penganiayaan emosional. Penganiayaan emosional ini ditandai dengan kata-kata yang merendahkan anak. Kondisi ini biasanya berlanjut dengan melalaikan anak, mengisolasi anak dari hubungan sosialnya, atau menyalahkan anak secara terus menerus. Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan verbal adalah kekerasan yang dilakukan secara lisan yang dilakukan secara terus menerus hingga menyebabkan terhambatnya perkembangan pada anak usia dini. Beberapa bentuk kekerasan verbal yang sering terjadi pada anak diantaranya mengancam, memfitnah, menghina, membesar-besarkan kesalahan yang dilakukan oleh anak, dan sebagainya. Jika anak mendapatkan kekerasan verbal secara terus menerus, maka akan menyebabkan terhambatnya perkembangan anak. Anak akan merasa terkucilkan, merasa tidak dibutuhkan, hingga membuat anak menjadi rendah diri. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada aspek perkembangan yang lain. 2. Faktor-Faktor Penyebab Kekerasan Verbal Pada Anak Kekerasan verbal pada anak biasanya diawali dengan munculnya perilaku yang buruk dari anak sehingga menyebabkan orang tua melakukan hal tersebut. Namun, sebagian besar orang tua kadang lupa mengaitkan antara perilaku yang muncul dengan kondisi jiwa anak. Anak hanyalah manusia biasa yang masih membutuhkan banyak bimbingan dari orang dewasa di sekitarnya. Terkadang saat anak memunculkan sebuah perilaku, hal itu dilakukan atas dasar rasa ingin tahu yang tinggi. Namun, tidak mendapatkan respon positif dari lingkungan sekitarnya. Anak juga terkadang memunculkan perilaku yang buruk karena ingin menarik perhatian dari orang dewasa di sekitarnya. Perilaku tersebut bisa juga menjadi sanksi atas kekerasan yang didapatkan oleh anak dari orang tuanya. Anak memunculkan perilaku buruk tersebut karena tidak pernah mendapatkan penghargaan atau pun perhatian dari orang tuanya. Anak lebih banyak mendapatkan kalimat berupa mencela dari orang tuanya dan inilah yang menjadi wujud dari kekerasan verbal yang kadang tidak disadari oleh orang tua. Putri & Santoso(2012) juga mengemukakan bahwa karakter orang tua juga menjadi salah satu penyebab munculnya perilaku kekerasan verbal pada anak. Orang tua yang memiliki karakter yang keras memiliki potensi yanng besar untuk melakukan kekerasan verbal terhadap anak. Kondisi ini dipengaruhi oleh pola asuh yang didapatkan dari orang tua sebelumnya. Pola asuh yang keras di masa lalu akan berpengaruh terhadap cara mendidik dan membimbing pada anak di masa depan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriana et al.(2015)bahwa pengalaman orang tua memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku orang tua dalam melakukan kekerasan verbal pada anak pra-sekolah. Wirawan et al.(2016)juga mengemukakan bahwa salah satufaktor penyebab anak mendapatkan perlakuan yang salah dari orang tua, yaitu hubungan orang tua dengan anak tidak lebih dari hanya sekadar hubungan biologissaja atau bisa juga karena kondisi rumah yang menyedihkan. Sebagian besar orang tua melampiaskan rasa frustasinya kepada anaknya, salah satunya dengan melakukan kekerasan verbal. Kondisi seperti ini biasanya akan berlanjut pada kekerasan fisik. Oleh karena itu, orang tua harus memahami perannya sebagai orang tua untuk selalu memenuhi kebutuhan anaknya. Salah satu kebutuhannya adalah anak membutuhkan untuk diterima dengan semua kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya. Wujud penerimaan terhadap anak adalah dengan memberikan kasih sayang, memberikan pujian ketika anak berhasil melakukan sebuah kebaikan, dan memberikan semangat untuk terus belajar menjadi lebih baik ketika anak menghadapi kegagalan dalam menyelesaikan suatu tugas. Ketika kebutuhan anak terpenuhi, maka perilaku kekerasan verbal 3. Dampak Kekerasan Verbal Pada Anak Anak yang mengalami kekerasan verbal memiliki kecenderungan meniru perilaku orang tuanya. Anak akan lebih agresif terhadap teman- teman sebayanya. Anak akan mengalihkan perasaan agresifnya tersebut kepada teman-temannya sebagai hasil dari miskinnya konsep diri. Hal ini tentunya akan berdampak juga pada hubungan sosialnya. Anak lebih senang menyendiri, memiliki sedikit teman, dan senang mengganggu orang dewasa. Contoh perilaku mengganggu orang dewasa yang biasa dilakukannya seperti melempari batu ataupun perbuatan kriminal lainnya. Imam Ghazali mengungkapkan bahwa ketika anak tumbuh dengan mendengar kalimat mencela, maka kelak anak pun akan menjadi pencela (Erica, Haryanto, Rahmawati, & Vidada, 2019). Orang tua yang terbiasa mencela anaknya, maka akan membuat sang anak kemungkinan besar akan berperilaku buruk dikarenakan mengikuti kebiasaan orang tuanya. Oleh karena itu, seorang ayah harus menjaga wibawanya dalam berucap dihadapan anak-anaknya. Seorang ibu harus memberi teladan kepada anak dengan cara menegur dengan cara yang lembut, bukan dengan kata- kata yang menyakiti anak. Ketika anak mengalami kekerasan verbal secara terus menerus, maka anak akan merasa bahwa dirinya jelek, tidak dibutuhkan, tidak dicintai, muram, tidak bahagia, dan tidak menyukai aktivitasnya.Dampak terburuk dari kekerasan verbal adalah saat anak mencoba untuk melakukan bunuh diri karena merasa dirinya sudah tidak berharga lagi. Banyaknya dampak yang disebabkan oleh kekerasan verbal terhadap anak, maka dibutuhkan peran dari orang tua dan pendidik untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Keluarga yang selalu berinteraksi dengan anak juga harus mendapatkan edukasi tentang dampak dari kekerasan verbal tersebut. Hal ini disebabkan karena biasanya anak tidak mendapatkan kekerasan verbal dari orang tuanya, tetapi dari lingkungan keluarganya. Sebagai contoh, nenek yang suka membanding-bandingkan cucunya. Oleh karena itu, semua pihak yang selalu berinteraksi dengan anak harus memiliki pemahaman tentang dampak dari kekerasan verbal terhadap anak. 2.3 Hipotesis Menurut Ismael Nurdin dan Sri Hartati (2019), hipotesis adalah satu kesimpulan sementara yang belum final; jawaban sementara; dugaan sementara; yang merupakan konstruk peneliti terhadap masalah penelitian, yang menyatakan hubungan antara dua atau lebih variabel. Terdapat dua jenis hipotesis yaitu hipotesis alternatif (Ha ) yang menyatakan adanya hubungan antar variabel X dan Y. Dan Hipotessis nol (Ho ) yang menyatakan tidak adanya pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Hipotesis dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut: Ho :β = 0 Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kekerasan verbal terhadap kepercayaan diri anak. Ha :β ≠ 0 Terdapat pengaruh yang signifikan antara kekerasan verbal terhadap kepercayaan diri anak.