SKRIPSI
(12306193116)
SEPTEMBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Rasa percaya diri dan rasa superioritas merupakan kebutuhan manusia yang
paling penting, namun rasa percaya diri yang berlebihan juga tidak selalu baik, orang
yang memiliki rasa percaya diri tinggi seringkali bersikap tidak berhati-hati sehingga
sering menimbulkan konflik dengan orang lain. Sedangkan orang yang memiliki rasa
percaya diri yang rendah akan cenderung menarik diri dari lingkungannya dan
menghindar dari apapun yang sedang di hadapinya. Jika seseorang tidak mampu
menumbuhkan rasa percaya diri pada dirinya maka orang tesebut akan berprilaku keras
kepala, tidak jujur, banyak bicara, dan dogmatis untuk menutupi rasa rendah dirinya.
(Lauster, 2002)
Verbal Abuse atau yang bisa disebut dengan kekerasan verbal merupakan bentuk
kekerasan yang hanya berbentuk perkataan ataupun lisan yang seringkali disepelekan
oleh pihak manapun, padahal dampak dari kekerasan verbal itu sendiri bisa lebih parah
dibandingkah dengan bentuk kekerasan yang lainnya. Umumnya pelaku kekerasan verbal
ini adalah orangtua dan teman sebaya dari korban, pelaku kekerasan verbal seringkali
tidak menyadari bahwa mereka telah melakukan kekerasan (Titik Lestari 2016).
Menurut Nahuda, dkk (2007), kekerasan verbal yang terjadi pada anak banyak
menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi anak tersebut, dampak yang
ditimbulkan dari kekerasan verbal memang tidak dapat terlihat dari fisik, namun
kekerasan verbal akan berdampak pada kondisi psikologis anak. Anak akan selalu
mengingat dan sulit melupakan kejadian negatif yang menimpa dirinya pada masa
1
lampau dan akan berpengaruh pada tingkah lakunya. Berdasarkan kasusnya, kekerasan
verbal dapat terjadi di mana saja, seperti di lingkungan keluarga, sekolah, organisasi, dan
juga komunitas.
Pada era modern ini masih banyak orangtua yang belum sadar akan bahaya dari
kekerasan verbal ini, dan masih banyak orangtua yang melakukan kekerasan verbal pada
anak. Dari data yang diperoleh dari Wahana Visi Indonesia pada tahun 2020 sebanyak
61,5% kasus kekerasan verbal yang terjadi pada anak di Indonesia, terutama pada anak
usia 12-13 tahun. Meskipun di Indonesia telah memiliki sebuah lembaga yang ditugaskan
secara khusus melindungi anak seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
kekerasan, namun dari catatan Satgas Perlindungan Anak di Indonesia kasus kekerasan
mendidik dan juga memberikan arahan serta kasih sayang guna menjadikan anak sebagai
orang yang berkompeten saat anak dewasa, para orangtua seharusnya memahami bahawa
setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan, karena anak
termasuk dalam kategori yang rentan. Terdapat sejumlah penelitian yang mengungkapkan
bahwa dampak dari kekerasan verbal dapat mempengaruhi kondisi psikologis seorang
anak, salah satu ciri anak yang mejadi korban kekerasan verbal adalah memiliki tingkat
kepercayaan diri yang rendah, hal ini disebabkan bentuk perlakuan verbal abuse seperti
ancaman yang terus-menerus dilakukan pelaku terhadap korban akan membuat korban
merasa ketakutan, tidak mampu untuk bertindak, hilangnya rasapercaya diri, bahkan
2
sampai berdampak pada proses belajar mereka di sekolah. Mereka selalu dihantui dengan
rasa takut, tidak fokus dalam belajar, tidak tenang dalam belajar, sulit bersosialisasi
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 22-23 September 2022 di SMPN 1 Rejotangan
dengan 2 orang siswa kelas 7 yang mengalami verbal abuse, peneliti melakukan proses
konseling dan mendapatkan hasil dari kedua klien mengalami kekerasan verbal dari
orangtua dan teman sebaya seperti dibandingkan, dibentak, dihina, diancam, pemakaian
tingkat percaya diri, yang dapat dilihat dari proses belajar mereka di dalam kelas dan juga
cara berinteraksi dengan lingkungan menunjukkan adanya sikap pasif dan sulit
Pendapat diatas didukung oleh hail wawancara siswa pada tanggal 22 September
2022, berikut merupakan hasil dari wawancara terhadap siswa berinisial S di SMP 1
Rejotangan :
“ibu sering memarahi saya dirumah karena hal kecil seperti bermain hp, ibu
memarahi saya dengan nada yang cukup keras sampai pernah dipukul dengan sapu, ibu
juga sering membandingkan saya dengan adik sehigga saya merasa ibu pilih kasih
terhadap saya. Saya jadi sering mengurung diri di kamar dan mencoba melukai diri saya
dengan menggunakan cutter, saya juga menjadi pendiam di sekolah karena tidak
mempunyai teman”
di SMPN 1 Rejotangan :
3
“saya sering di marahi saat pulang sekolah dan saya tidak tahu orangtua saya
marah karena apa, jadi saya merasa kesal karena pulang sekolah sudah capek selalu
dimarahi kadang juga dibandingkan dengan keponakan yang pintar dan bisa sekolah di
Anak juga memiliki hak dan kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang
No. 23 Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak Pasal 13 dan 69 yang menyatakan
bahwa “pada perlindungan hukum bagi anak terhadap kekerasan”. Pada pasal 78 dan 80
juga mengatakan “terdapat sanksi hukum untuk para pelaku tindak kekerasan pada anak,
termasuk juga di dalamnya kekerasan verbal”. Dari hasil observasi yang telah dilakukan
oleh peneliti seperti pada penjelasan di atas, di SMPN 1 Rejotangan terdapat beberapa
kasus kekerasan verbal yang terjadi terutama pada siswa kelas 7, dengan latar belakang
siswa kelas 7 yang rata-rata masih berusia 12-13 tahun yang akan megalami berbagai
rasa percaya diri. Anak yang secara terus menerus mendapatkan verbal abuse lama-
kelamaan akan tertanaman di mindset mereka bahwa mereka memang seperti apa yang
dikatakan oleh pelaku kekerasan verbal. Kemudian korban secara perlahan akan menarik
diri dari lingkungannya dan kehilangan rasa percaya diri. Maka yang melatarbelakangi
penulis untuk menulis proposal ini adalah untuk megetahui pengaruh dari dampak
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Verbal Abuse
Terhadap Tingkat Kepercayaan Diri Siswa Usia 12-13 Tahun di SMPN 1 Rejotangan ”
4
Berdasarkan uaraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari
1. Bagaimana tingkat verbal abuse yang dialami oleh siswa usia 12-13 tahun
di SMPN 1 Rejotangan?
2. Bagaimana tingkat kepercayaan diri pada siswa usia 12-13 tahun di SMPN
1 Rejotangan?
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat verbal abuse yang dialami oleh siswa usia 12-
2. Untuk megetahui tingkat kepercayaan diri pada siswa usia 12-13 tahun di
SMPN 1 Rejotangan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun
1. Manfaat Teoritis
5
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, menambah
b. Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan bahan rujukan yang relevan
khususnya bagi korban yang megalami verbal abuse dan berpengaruh pada
2. Manfaat Praktis
a. Bagi peneliti
bagi orangtua dan guru untuk dapat memahami dampak kekerasan verbal
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sumber rujukan sehingga dapat
1. Asumsi Penelitian
Verbal abuse yang masih banyak terjadi dan disepelekan oleh lingkungan sekitar
meyebabkan dampak yang tidak dapat disepelekan. Maka dari itu peneliti
6
berasumsi bahwa jika seorang anak mengalami verbal abuse secara terus menerus,
terutama pada anak yang masih berusia 12-13 tahun sedang mengalami proses
2. Batasan Penelitian
terarah dan tidak meyimpang dari variabel penelitian yang telah ditentukan.
Adapun batasan masalah yang ditetetapkan dalam penelitian ini yakni pengaruh
verbal abuse terhadap tingkat kepercayaan diri siswa usia 12-13 tahun di SMP
Negeri 1 Rejotangan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
7
I. Hipotesis Penelitian
dan rumusan masalah di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :
a. Ha : ada hubungan antara verbal abuse dengan tingkat kepercayaan diri siswa usia
b. Ho : tidak ada hubungan antara verbal abuse dengan tingkat kepercayaan diri siswa
1. Verbal abuse
Verbal abuse atau disebut juga emotional child merupakan tindakan lisan
atau perilaku yang menimbulkan dampak yang merugikan. Kekerasan verbal yaitu
Verbal abuse sering disepelekan karena dampaknya tidak telihat secara fisik,
padahal justru verbal abuse memiliki dampak yang lebih parah dari kekerasan
lainnya karena meimbulkan luka pada jiwa seorang anak yang tidak nampak.
Perkatan yang menghina dan merendahkan akan diserap dalam ingatan anak yang
berdampak pada kondisi psikologis anak serta hilangnya rasa percaya diri (Titik
Lestari, 2016)
2. Kepercayaan diri
8
Kepercayaan diri merupakan salah satu syarat bagi individu untuk
diri dapat tumbuh dari proses interaksi yang sehat di lingkungan sosial individu
tersebut dan berlangsung secara berkesinambungan. Rasa percaya diri tidak akan
muncul begitu saja pada diri individu, terdapat proses tertentu didalamnya
sehingga terjadi pembentukan rasa percaya diri itu (Wenny Hulukati, 2016).
1. Verbal Abuse
bahwa perlakuan abuse atau yang biasa disebut dengan kekerasan adalah
suatu hal yang lumrah ketika seorang anak dianggap telah melakukan
kekerasan dalam bentuk lisan atau perkataan yang banyak diterima oleh
sehingga rumah dan sekolah bukan lagi tempat yang nyaman dan aman
bagi seorang anak yang mengalami verbal abuse. Verbal abuse merupakan
9
sebuah kekerasan yang menimbulkan efek kekerasan dari perkataan yang
tersirat maupun tersurat, dampak yang ditimbulkan dari verbal abuse bisa
negatif khususnya pada mental seorang anak, salah satu ciri seorang anak
terus menerus di lontarkan oleh pelaku verbal abuse kepada korban seperti
bahwa mereka memang seperti apa yang dikatakan oleh pelaku kemudian
korban akan secara perlahan menarik diri dari lingkungan dan kemudian
Abuse merupakan kerasan yang dilakukan dengan tutur kata seperti fitnah
berkata kasar dan mempermalukan didepan umum dengan kata kata kasar.
anak menjadi rendah diri. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada aspek
10
Faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya verbal abuse pada
anak dibagi menjadi 2 yakni faktor internal dan faktor eksternal (Titik
Lestari, 2016) :
1. Faktor Internal
a. Pengetahuan Orangtua
b. Pengalaman Orangtua
kecilnya.
2. Faktor Eksternal
a. Faktor Ekonomi
11
Perlakuan kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga
hidup yang mereka tidak mampu menangani hal ini secara baik
b. Faktor Lingkungan
ada pada dirinya dan tidak untuk dihakimi. Wujud penerimaan terhadap
anak yakni berupa apresiasi pujian ketika berhasil melakukan suatu hal
12
abuse menimbulkan dampak yang bisa saja lebih buruk daripada
kekerasan fisik, namun dampak dari verbal abuse itu sendiri seringkali
psikologis dan fisik dari seorang anak, bahkan yang membuat dampak
verbal abuse lebih parah dan sulit untuk ditangani adalah seorang korban
dirinya sendiri, tak jarang sebagian dari mereka kemudian menarik diri
kemungkinan jika korban telah menginjak usia dewasa mereka tidak akan
pelaku dari verbal abuse karena faktor pengalaman masalalu mereka yang
terekam di alam bawah sadar dan terbawa sampai mereka dewasa. Korabn
memarahi anak akan membuat anak merasa bahwa semua adalah karena
melakukan suatu hal yang baru. Verbal abuse juga dapat meimbulkan
13
1. Depresi
2. Trauma
3. Anak akan menjadi pasif dan sulit untuk berkembang karena selalu
rendahnya konsep diri, bertingkah agresif, dan juga hilangnya rasa percaya
diri. Tak hanya itu, kekerasan verbal juga akan menimbulkan dampak
jangka panjang yang lebih berbahaya dan tidak dapat disepelekan seperti
14
serta terus menerus memikirkan hal traumatis yang dialaminya,
2. Kepercayaan Diri
(Depdikbud, 2008). Percaya diri merupakan salah satu aspek dalam diri
tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendaknya,
Risnawati, 2010).
2018, percaya diri adalah suatu sikap atau keyakinan terhadap kemampuan
15
dapat mengenali kelebihan dan kekurangannya. Pembentukan rasa percaya
kepercayaan diri adalah keyakinan yang ada pada diri individu untuk
terhadap oranglain.
(2) Optimisme, yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpendapat baik
sedang melihat masalah atau segala sesuatu yang lain; (4) sesuatu menurut
akibat; dan (6) Rasional, yaitu analisis terhadap suatu masalah, hal,
dengan kenyataan.
16
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek
2018, seseorang yang percaya diri tentu memiliki ciri-ciri, yaitu (1)
lagi jika tidak tercapai; (3) Jangan menyalahkan orang lain atas kekalahan
anak yang memiliki kepercayaan diri memiliki ciri ciri seperti berani
17
menghadapi tantangan, mampu berpikir positif, obyektif, serta
Setiap anak yang lahir di tanah ini bertanggung jawab kepada Khilafah, yang
Menurut Islam, anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya.
Nanti di akhirat, orang tua diminta bertanggung jawab dalam mendidik dan merawat
anaknya sehingga orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan yang baik
kepada anaknya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dan Bayhaqi:
Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang lebih utama dari pemberian orang tua kepada anak-
Orang tua sebagai wali amanat dari Allah wajib memelihara anaknya yang masih
kecil dan yang sudah tua, tetapi belum tamiz, tanpa membedakan jenis kelamin anak,
melakukan segala sesuatu yang diperlukan anak dan yang dapat menunjang tumbuh
kembangnya. dan pengembangan, melindunginya. dari sesuatu yang dapat merugikan dan
sehingga ia dapat mandiri dalam hidup dan memikul beban tanggung jawab. Inilah
Dalam Islam, orang tua dilarang melakukan perbuatan yang dapat merugikan dan
membahayakan jiwa anak baik fisik maupun psikis, sekalipun ditujukan untuk
menyelesaikan masalah, karena kekerasan bukanlah solusi terbaik dari masalah tersebut.
18
Secara psikologis, kekerasan sebagai hukuman dan perilaku yang tidak pantas
(kekerasan) dari pihak orang tua hanya akan menyebabkan anak merasa bersalah dan
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan jiwanya. Anak yang hidup dalam
suasana keluarga yang penuh dengan tindak kekerasan (tidak harmonis) akan mengalami
gangguan jiwa.
dapat merugikan dan membahayakan orang lain dalam keadaan apapun, bahkan dalam
keadaan perang. Jalur kekerasan seminimal mungkin harus dihindari, meskipun dalam
beberapa kasus kekerasan tidak dapat dihindari, tetapi itupun dilakukan atas dasar
pertimbangan etika moral dan dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh syariat.
badan memang merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan untuk dihindari, namun dalam
batas-batas tertentu menjadi suatu keharusan atau sesuatu yang harus diberikan kepada
anak jika memang anak tersebut telah melewati batas. batas-batas yang digariskan oleh
agama. , dan fokusnya hanya terbatas pada hukuman untuk menjaga anak.
Di sinilah terjadi konflik besar antara hukum Islam dan UU Perlindungan Anak,
yang sering dianggap sekuler oleh banyak orang dalam perlakuannya terhadap kekerasan
dalam pemidanaan pengasuhan anak. Meskipun secara umum masih mungkin untuk
terukur, tidak melampaui kerangka yang telah ditetapkan dan memiliki tujuan dan sasaran
yang jelas, dan bentuk kekerasan sebagai penganiayaan, yang cenderung tidak terbatas.
dan lebih dari sekedar ledakan emosi terhadap anak-anak, atau bahkan dengan niat yang
19
Menurut Erich Fromm dalam buku Abu Hurara tentang kekerasan terhadap anak
dijelaskan bahwa kekerasan tidak lepas dari keadaan dan kondisi lingkungan orang tua
pada masa kanak-kanak, seperti pendidikan, teladan yang buruk, dan kondisi sosial yang
“Dan jangan melakukan kejahatan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
menyakiti di muka bumi ini. Musibah adalah segala sesuatu yang dapat merugikan orang
lain, oleh karena itu Allah membenci orang yang menimbulkan kerugian. Perbuatan
perusakan ini sendiri dapat terjadi pada siapa saja dan apa saja dan dalam bentuk apapun
seperti pembunuhan, penganiayaan dan perbuatan keji lainnya yang secara tegas dilarang
Selain itu, ada juga teori kekuasaan yang dirumuskan oleh Max Weber.
Dalam sosiologi, kekuasaan sering diartikan sebagai otoritas dan pengaruh, yang
dengan kekuasaan atau wewenang berhak menentukan kebijakan atau sanksi atas
pelanggaran yang terjadi terhadap apa yang telah ditentukan terhadap orang atau
Jika dipikir-pikir pendapat Weber, maka orang tua dalam keluarga yang sama
memiliki otoritas dan bertanggung jawab atas perkembangan dan pertumbuhan anak, baik
20
jasmani maupun rohani. Dengan kekuasaan dan wewenang tersebut, orang tua berhak
berbuat apa saja terhadap anaknya (asalkan tidak melampaui syari) dalam rangka
menunaikan tugas dan kewajiban orang tua. Namun sangat disayangkan jika dengan dalih
untuk memenuhi kewajiban tersebut, banyak orang tua yang justru bersikap sewenang-
V. Penelitian Terdahulu
penulis dan dilakukan oleh peneliti lain yang profilnya sama, namun berbeda
1. Majalah yang ditulis oleh Bonita Mahmud, Pelecehan verbal terhadap anak. Hasil
verbal mengalami gangguan emosional, anak kurang memiliki harga diri yang
baik, yang dapat membuat anak menjadi lebih agresif. Oleh karena itu, kerjasama
yang baik antara keluarga, sekolah dan masyarakat diperlukan untuk memastikan
2. Disertasi yang ditulis oleh Haunika Vati, “Pengaruh kekerasan verbal terhadap
rasa percaya diri anak usia 4-6 tahun di Desa Thalang Rio, Kecamatan Air Rami,
mempengaruhi kepercayaan diri anak usia 4-6 tahun di Desa Thalang Rio
yang diterima anak dari orang tua, maka semakin rendah tingkat kepercayaan diri
21
3. Disertasi yang ditulis oleh Ayu Silvia, “Dampak kekerasan verbal orang tua
bahwa setelah verbal abuse berdampak pada keadaan emosional anak, anak
menjadi lebih pemaaf dalam hal mengabaikan, mengabaikan teguran orang tua.
Selain itu, ia menjadi agresif, yaitu anak memberontak terhadap orang tuanya,
membalas serangan orang tuanya, menanggapi hinaan dan makian orang tuanya.
disusun berdasarkan hasil dari pembulatan teori serta konsep yang telah dijelaskan dalam
tinjauan toeritis. Di dalam kerangka teoritik ini ditunjukkan bagaimana alur penelitian
yang digunakan peneliti untuk menyusun alternatif jawaban di dalam rumusan masalah
yang telah disusun seacara komperhensif sehingga terdapat keterkaitan antara variabel
yang satu dengan yang lainnya yang sedang di teliti. Adapun pengaruh verbal abuse
1. Menghina anak
2. Menyumpahi anak
3. Mengabaikan anak
4. Menyalahkan anak
5. Merendahkan kemampuan anak
6. Memanggil anak dengan panggilan buruk
7. Membentak anak
8. Mengancam anak
9. Menakut-nakuti anak
22
Tidak melakukan kekerasan verbal Melakukan kekerasan verbal
METODE PENELITIAN
I. Rancangan Penelitian
Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang hasilnya disajikan dalam bentuk deskripsi
merupakan salah satu kegiatan yang sifatnya sistematis, terencana, terstruktur sejak awal,
23
dimulai dengan penyusunan rencana penelitian, pengambilan sampel data, sumber data
dan metodologi.
data, interpretasi data, dan munculnya hasil akhir. Oleh karena itu, data yang terkumpul
harus diolah secara statistik sehingga dapat diinterpretasikan dengan benar. Penelitian ini
sikap, perilaku, dan pendapat yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner atau
penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Cresswell (2008), studi korelasi
adalah studi yang bertujuan untuk menentukan hubungan dan tingkat antara dua variabel
atau lebih berdasarkan koefisien korelasi. Peneliti menggunakan metode ini untuk
mengetahui apakah kekerasan verbal mempengaruhi tingkat kepercayaan diri siswa SMP
Negeri 1 Rejotangan.
1. Populasi
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah siswa SMP Negeri 1
Rejotangan.
2. Sampel
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah siswa kelas 7 perempuan di
24
III. Instrumet Penelitian
skala. Skala pegukuran yakni suatu kesepakatan yang akan digunakan sebagai acuan
dalam mementukan panjang atau pendeknya sebuah interval dalam suatu alat ukur.
Menurut Sugiyono, 2018 (dalam Mustofa, 2020) Skala Likert digunakan dalam penelitian
ini yang dimana digunakan untuk megukur pendapat, sikap, serta persepsi mengenai
suatu fenomena.
Skala Likert terdiri atas beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada
responden. Jawaban dari responden dituliskan dari tingkat yang sangat sesuai hingga
tidak sesuai dengan dirinya. Menurut Sugiyono, 2018 (dalam Mustofa, 2020) di dalam
skala ini terdapat dua jenis item, yakni item favourable dan unfavourable. Di dalam setiap
butir pertanyaan mempunyai 5 jawaban seperti Sangat Tidak Seuai (STS), Tidak Sesuai
(TS), Ragu-Ragu (R), Sesuai (S), Sangat Sesuai (SS), kemudian di dalam penelitian ini
pilihan jawaban pada setiap butir pertanyaan mengalami sebuah modifikasi mejadi empat
pilihan jawaban, yakni Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan
Sangat Sesuai (SS). Menurut Arikunto (Mustofa, 2020) terdapat kelemahan dalam lima
pilihan jawaban dkarenakan responden cenderung akan lebih memilih alternatif jawaban
yang berada di tengah karena akan tidak perlu banyak berpikir. Dari beberapa pendapat
diatas maka peneliti dalam penelitian ini meggunakan skala likert dengan empat pilihan
25
Pilihan jawaban item favorable Item unfavorable
(STS)
Sesuai (S) 2 3
1.
1. Pedoman Penelitian
sebelum menyusun setiap butir pertanyaan, penting untuk peneliti membuat kisi-kisi
sebagai pedoman penelitian. Kisi-kisi ini kemudian akan digunakan panduan untuk
peneliti sehingga angket akan disusun lebih terarah dan berjalan sesuai dengan tujuan.
Dibawah ini merupakan kisi-kisi instrumen penelitian yang akan digunakan peneliti :
26
Sering disalahkan oleh orangtua/teman 3
Berpikir optimis 3
Bersikap tenang 3
Bertanggungjawab 3
dengan baik
Mendiri 3
27
a. Validitas
sesuatu yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini uji validitas
akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu berbentuk software atau program
komputer, yaitu SPSS. Kriteria sebuah instrumen dikatakan valid jika nilai
probabilitas (Sig. 2 tailed) hasil korelasi dari masing-masing dengan total skor
lebih kecil daripada (0.05). dan jika nilai probabilitas (Sig. 2 tailed) masing-
masing hasil dari korelasi skor dengan toal skor lebih besar dari (0.05) maka
b. Reliabilitas
suatu alat ukur dapat dipercaya. Sebuah kuesioner akan dikatakan reliabel apabila
jawaban kuesioner tersebut konsisten dari waktu hingga waktu. Untuk megukur
instrumen akan dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha lebih besar daripada
nilai r tabel. Dan apabila nilai Cronbach Alpha lebih kecil dibandingkan r tabel
Teknik pegeumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini antara lain :
a. Angket
Angket atau biasa yang disebut dengan kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan degan bentuk tertulis
28
masing variabel akan dijabarkan oleh peneliti ke dalam beberapa indikator.
Kemudian indikator yang telah ditemukan akan dikembangkan lagi oleh peneliti
sebagai acuan untuk penyususnan setiap item pernyataan pada isntrume penelitian.
Responden akan diberikan angket jenis tertutup, yang dimana setiap respon atas
pertanyaan yang diajukan pada responden harus dipilih sesuai dengan kondisi yang
b. Observasi
Observasi yakni proses yang prosesnya terususun dengan segala proses biologis
dan juga osikologis (sutrisno hadi, 1986). Pada observasi ini tidak terfokus pada
subjek penelitian berupa orang saja, melainkan termasuk juga objek alam yang
V. Analisis Data
pengambilan data dari responden. Dalam penelitian kuantitatif, teknik pengambilan data
menggunakan statistik. Maka dari itu, teknik pegumpulan data dalam penelitian ini
digunakan sebagai cara untuk menganalisa data sampel dan kemudian hasilnya hasilnya
29
DAFTAR RUJUKAN
Mahmud Bonita. 2019. Kekerasan Verbal Pada Anak. Jurnal An Nisa’. Vol. 12, No. 2
Pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol. 4, No. 1
Meidheana marlia, Widia winata. Pengaruh Verbal Abuse Terhadap Kepercayaan Diri Siswa.
Wati Haunika. 2019. Pengaruh Kekerasan Verbal Terhadap Kepercayaan Diri Anak Usia 4-6
Tahun Di Desa Talang Rio Kecamatan Air Rami Kabupaten Mukomuko. Skripsi.
Nurul Fieka. 2019. Pencegahan Kekerasan Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal Info Singkat.
Amri Syaipul. 2018. Pegaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence) Berbasis Ekstrakulikuler
Pramuka Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Negeri 6 Kota Bengkulu.
Kevin Mekhael. 2018. Pengaruh Kekerasan Verbal Orangtua Dalam Keluarga Terhadap
Kepercayaan Diri Anak Usia 6-12 Tahun Di GKII Rhema Makasar. Tesis. Makasar :
Hardianti Novi. 2020. Upaya Guru Dalam Mengatasi Kekerasan Verbal Siswa. Skripsi.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : ALFABETA
30
Nahuda dkk. 2007. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Di Lingkungan Pendidikan. Jakarta :
Titik Lestari. 2016. Verbal Abuse: Dampak Buruk Dan Solusi Penanganan Pada Anak.
Yogyakarta : Psikosain
31