SKRIPSI
(12306193116)
SEPTEMBER 2022
BAB I
PENDAHULUAN
Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang
Gunarsa (2004), masa remaja awal terjadi pada usia 10-13 tahun. Pada usia ini anak
sudah dapat berpikir secara kritis mengenai apa yang dilhat dan dialaminya, pengetahuan
yang bertambah luas menimbulkan pemikiran dan angan-angan yang tinggi untuk masa
depan yang masih jauh. Anak pada remaja awal sering kali menolak segala sesuatu yang
dianggap baik oleh orangtua, tidak senang di kritik dan menganggap apa yang
dilakukannya adalah hal yang sudah benar. Meskipun demikian pada fase ini anak tetap
memerlukan dukungan dan sikap hangat dari keluarga untuk menyelaraskan suasana hati
yang tidak menentu di dalam hubungan dengan lingkungan dan teman sebaya. Untuk
Sedangkan menurut Desmita (2009) remaja awal yakni terjadi pada usia 10-14
tahun yang dimana pada fase ini anak berada pada tahap pubertas mengalami perubahan
pada bentuk tubuh pada laki-laki dan perempuan, timbul keinginan untuk bebas dari
bimbingan orangtua, serta keadaan emosional yang tidak stabil. Guru dan orangtua
memiliki peranan yang cukup penting untuk mendampingi anak pada fase ini, seperti
memberikan wadah dan dukungan untuk menyalurkan bakat minat anak, dan juga
memberikan kesempatan kepada anak agar bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
1
Perilaku remaja sering kali berlawanan dengan keinginan orangtua, para orangtua
serta pengarahan. Maka yang dilakukan kebanyakan dari orangtua adalah mengatakan
sesuatu yang sebaiknya tidak boleh diperbuat oleh anak remaja seperti jangan pulang
larut malam, jangan merokok, jangan main saja, jangan ke cafe, dan lain sebagainya.
Namun bagi anak usia remaja mereka tidak ingin diawasi dan diatur oleh orangtua nya,
anak remaja lebih beranggapan bahwa mereka sudah dewasa sehingga merasa bisa
yang bisa di dapat dari dunia luar. Hal seperti ini dapat mengakibatkan berbagai
permasalahan dalam proses penyesuaian dirinya, dikarenakan pada masa remaja anak
mengalami ketegangan batin akibat dari keinginan bebas dari pengawasan orangtua.
(Djaali, 2007)
Pada usia remaja awal rasa percaya diri diperlukan agar anak mampu
mengendalikan perubahan aspek-aspek yang ada pada dirinya, jika anak memiliki rasa
percaya diri yang cukup maka akan membantu mengoptimalkan keberhasilan dalam
upaya memperoleh prestasi di sekolah. Menurut Lauster (2002), rasa percaya diri dan
rasa superioritas merupakan kebutuhan manusia yang paling penting, namun rasa percaya
diri yang berlebihan juga tidak selalu baik, orang yang memiliki rasa percaya diri tinggi
seringkali bersikap tidak berhati-hati sehingga sering menimbulkan konflik dengan orang
lain. Sedangkan orang yang memiliki rasa percaya diri yang rendah akan cenderung
menarik diri dari lingkungannya dan menghindar dari apapun yang sedang di hadapinya.
Jika seseorang tidak mampu menumbuhkan rasa percaya diri pada dirinya maka orang
2
tesebut akan berprilaku keras kepala, tidak jujur, banyak bicara, dan dogmatis untuk
Sedangkan menurut Tri. S (2014) kepercayaan diri merupakan suatu sikap dan
keyakinan atas kemampuan yang dimiliki sehingga individu tidak memiliki ketakutan
ataupun perasaan cemas untuk melakukan sesuatu. Kepercayaan diri dapat terbentuk
karena sikap positif yang berupa dorongan atau penghargaan yang diperoleh dari
lingkungan sekitar secara terus menerus dalam kurun waktu yang lama. Begitupun
sebaliknya, seseorang memiliki rasa percaya diri yang rendah dikarenakan mendapat
respon negatif dari orang-orang tertentu seperti ejekan dan sikap merendahkan.
Hilangnya atau rendahya rasa percaya diri pada anak dapat disebabkan oleh
beberapa hal, seperti yang dikemukakan oleh Ros (2011) salah satu faktor yang
menyebabkan hilangnya rasa percaya diri pada anak adalah keturunan keluarga. Sebuah
fakta yang ditemukan Prof. Gordon Claridge melalui studinya dalam Ros (2011)
menyebutkan bahwa rasa percaya diri diwariskan oleh keluarga melalui genetik, jika
salah satu atau kedua oangtua tidak memiliki rasa percaya diri maka akan mewariskan
60% hingga 80% keturunan yang kurang memiliki rasa percaya diri.
tigkat kepercayaan diri pada anak remaja reatif rendah yakni 56%. Hal ini diperkuat
dengan hasil penelitian Yuvine dkk yang menunjukkan hasil sebanyak 62,7% anak yang
memiliki rasa percaya diri rendah dan sebanyak 37,3% anak yang memiliki rasa percaya
diri tinggi.
3
Berbeda dengan pernyataan Prof. Gordon Claridge, Titik Lestari (2016)
pada hilangnya rasa percaya diri pada anak, kurangnya pemahaman orangutua terhadap
anak sampai dengan tindakan kekerasan verbal atau yang dapat disebut dengan verbal
abuse. Verbal abuse sering terjadi diantara lingkungan keluarga namun tidak banyak
membandingkan anak, memaki, membentak merupakan bentuk dari verbal abuse yang
akan menyebabkan hilangnya rasa percaya diri pada anak jika dilakukan secara terus
Verbal Abuse atau yang bisa disebut dengan kekerasan verbal merupakan bentuk
kekerasan yang hanya berbentuk perkataan ataupun lisan yang seringkali disepelekan
oleh pihak manapun, padahal dampak dari kekerasan verbal itu sendiri bisa lebih parah
dibandingkah dengan bentuk kekerasan yang lainnya. Umumnya pelaku kekerasan verbal
ini adalah orangtua dan teman sebaya, pelaku kekerasan verbal seringkali tidak
Menurut Nahuda, dkk (2007), kekerasan verbal yang terjadi pada anak banyak
menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi anak tersebut, dampak yang
ditimbulkan dari kekerasan verbal memang tidak dapat terlihat dari fisik, namun
kekerasan verbal akan berdampak pada kondisi psikologis anak. Anak akan selalu
mengingat dan sulit melupakan kejadian negatif yang menimpa dirinya pada masa
lampau dan akan berpengaruh pada tingkah lakunya. Berdasarkan kasusnya, kekerasan
verbal dapat terjadi di mana saja, seperti di lingkungan keluarga, sekolah, organisasi, dan
juga komunitas.
4
Pada era modern ini masih banyak orangtua yang belum sadar akan bahaya dari
kekerasan verbal ini, dan masih banyak orangtua yang melakukan kekerasan verbal pada
anak. Dari data yang diperoleh dari Wahana Visi Indonesia pada tahun 2020 sebanyak
61,5% kasus kekerasan verbal yang terjadi pada anak di Indonesia, terutama pada anak
usia 12-13 tahun. Meskipun di Indonesia telah memiliki sebuah lembaga yang ditugaskan
secara khusus melindungi anak seperti KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia)
kekerasan, namun dari catatan Satgas Perlindungan Anak di Indonesia kasus kekerasan
mendidik dan juga memberikan arahan serta kasih sayang guna menjadikan anak sebagai
orang yang berkompeten saat anak dewasa, para orangtua seharusnya memahami bahawa
setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari tindakan kekerasan, karena anak
kekerasan verbal dapat mempengaruhi kondisi psikologis seorang anak. Penelitian yang
dilakukan oleh Yuvine dkk menunjukkan hasil semakin tinggi perlakuan verbal abuse
maka semakin rendah tingkat kepercyaan diri pada anak, yakni sebanyak 62,7% yang
mengalami penurunan tingkat percaya diri disebabkan oleh verbal abuse dan sisanya
sebanyak 37,3% anak yang tidak mendapat perlakuan verbal abuse mengalami
Didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Novitasari Siregar pada tahun
2020 tentang pengaruh kekerasan verbal terhadap kepercayaan diri remaja, menunjukkan
5
bahwa sebsar 14,5% tindakan kekerasan verbal dapat mempengaruhi kepercayaan diri
Salah satu ciri anak yang mejadi korban kekerasan verbal adalah memiliki tingkat
kepercayaan diri yang rendah, hal ini disebabkan bentuk perlakuan verbal abuse seperti
ancaman yang terus-menerus dilakukan pelaku terhadap korban akan membuat korban
merasa ketakutan, tidak mampu untuk bertindak, hilangnya rasapercaya diri, bahkan
sampai berdampak pada proses belajar mereka di sekolah. Mereka selalu dihantui dengan
rasa takut, tidak fokus dalam belajar, tidak tenang dalam belajar, sulit bersosialisasi
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 22-23 September 2022 di SMPN 1 Rejotangan
dengan 2 orang siswa kelas 7 yang mengalami verbal abuse, peneliti melakukan proses
konseling dan mendapatkan hasil dari kedua klien mengalami kekerasan verbal dari
orangtua dan teman sebaya seperti dibandingkan, dibentak, dihina, diancam, pemakaian
tingkat percaya diri, yang dapat dilihat dari proses belajar mereka di dalam kelas dan juga
cara berinteraksi dengan lingkungan menunjukkan adanya sikap pasif dan sulit
Dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti seperti pada penjelasan di
atas, di SMPN 1 Rejotangan terdapat beberapa kasus kekerasan verbal yang terjadi
terutama pada siswa kelas 7, dengan latar belakang siswa kelas 7 yang rata-rata masih
berusia 12-13 tahun yang akan megalami berbagai perkembangan emosional pada
6
dirinya, dikhawatirkan kekerasan verbal tersebut akan mengganggu proses perkembangan
emosionalnya, yakni salah satunya adalah kehilangan rasa percaya diri. Anak yang secara
mereka bahwa mereka memang seperti apa yang dikatakan oleh pelaku kekerasan verbal.
Kemudian korban secara perlahan akan menarik diri dari lingkungannya dan kehilangan
Anak memiliki hak dan kewajiban yang tercantum dalam Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 mengenai Perlindungan Anak Pasal 13 dan 69 yang menyatakan bahwa
“pada perlindungan hukum bagi anak terhadap kekerasan”. Pada pasal 78 dan 80 juga
mengatakan “terdapat sanksi hukum untuk para pelaku tindak kekerasan pada anak,
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa verbal abuse yang diberikan
orangtua dengan sengaja maupun tidak kepada anak dapat berdampak pada hilangnya
rasa percaya diri. Berdasarkan hal tersebut yang melatar belakangi peneliti untuk
melakukan penelitian ini adalah untuk megetahui pengaruh dari dampak kekerasan verbal
terhadap tingkat kepercayaan diri. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti tertarik untuk
kemungkinan yang akan timbul berkaitan dengan verbal abuse yang dapat
mempengaruhi tingkat kepercayaan diri pada remaja. Verbal abuse merupakan salah satu
bentuk kekerasan yang sering di seplekan karena dampak yang ditimbulkan tidak terlihat
7
secara langsung, pada kenyataannya verbal abuse memiliki dampak yang lebih parah
dari pada kekerasan yang lain, karena dampak verbal abuse sangat berpengaruh pada
kondisi psikologis.
memiliki kedudukan paling tinggi di dalam rumah tangga. Orangtua yang menganggap
anak remaja masih memerlukan pengarahan serta pengawasan membuat para orangtua
tidak menyadari telah melakukan kekerasan verbal terhdap anak seperti memberi
menghina, dan membandingan. Jika hal tersebut terus terjadi dalam jangka waktu yang
lama maka akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri pada anak, seperti menarik diri
dari lingkungan, tidak berani maju di depan kelas, kesulitan bergul dengan teman sebaya,
dilakukan lebih terarah dan tidak meyimpang dari variabel penelitian yang telah
ditentukan. Diharapkan dari adanya batasan penelitian ini dapat membantu menjawab
penelitian yang akan diteliti lebih efektif dan efisien. Adapun batasan masalah yang
ditetetapkan dalam penelitian ini peneliti memfokuskan pada kajian yakni verbal abuse
merupakan kekerasan yang dilakukan dalam bentuk lisan atau perkataan yang meliputi
kemampuan yang dimiliki sehingga tidak memiliki perasaan cemas untuk melakukan
sesuatu. Oleh karena itu peneliti memberi batasan yang berkaitan dengan pengaruh verbal
8
abuse terhadap tingkat kepercayaan diri siswa usia 12-13 tahun di SMP Negeri 1
Rejotangan.
Berdasarkan uaraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dari
1. Bagaimana tingkat verbal abuse yang dialami oleh siswa usia 12-13 tahun
di SMPN 1 Rejotangan?
2. Bagaimana tingkat kepercayaan diri pada siswa usia 12-13 tahun di SMPN
1 Rejotangan?
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah :
1. Untuk mengetahui tingkat verbal abuse yang dialami oleh siswa usia 12-
2. Untuk megetahui tingkat kepercayaan diri pada siswa usia 12-13 tahun di
SMPN 1 Rejotangan.
9
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi, menambah wawasan
bimbingan dan konseling islam, serta dapat dijadikan referensi dan bahan rujukan
orangtua dan guru untuk dapat memahami dampak kekerasan verbal dan pengaruhnya
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
I. Hipotesis Penelitian
dan rumusan masalah di atas maka dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut :
a. Ha : ada hubungan antara verbal abuse dengan tingkat kepercayaan diri siswa usia
b. Ho : tidak ada hubungan antara verbal abuse dengan tingkat kepercayaan diri siswa
1. Verbal abuse
Verbal abuse atau disebut juga emotional child merupakan tindakan lisan
atau perilaku yang menimbulkan dampak yang merugikan. Kekerasan verbal yaitu
Verbal abuse sering disepelekan karena dampaknya tidak telihat secara fisik,
padahal justru verbal abuse memiliki dampak yang lebih parah dari kekerasan
lainnya karena meimbulkan luka pada jiwa seorang anak yang tidak nampak.
Perkatan yang menghina dan merendahkan akan diserap dalam ingatan anak yang
berdampak pada kondisi psikologis anak serta hilangnya rasa percaya diri (Titik
Lestari, 2016)
11
2. Kepercayaan diri
diri dapat tumbuh dari proses interaksi yang sehat di lingkungan sosial individu
tersebut dan berlangsung secara berkesinambungan. Rasa percaya diri tidak akan
muncul begitu saja pada diri individu, terdapat proses tertentu didalamnya
sehingga terjadi pembentukan rasa percaya diri itu (Wenny Hulukati, 2016).
1. Verbal Abuse
bahwa perlakuan abuse atau yang biasa disebut dengan kekerasan adalah
suatu hal yang lumrah ketika seorang anak dianggap telah melakukan
kekerasan dalam bentuk lisan atau perkataan yang banyak diterima oleh
sehingga rumah dan sekolah bukan lagi tempat yang nyaman dan aman
12
bagi seorang anak yang mengalami verbal abuse. Verbal abuse merupakan
tersirat maupun tersurat, dampak yang ditimbulkan dari verbal abuse bisa
negatif khususnya pada mental seorang anak, salah satu ciri seorang anak
terus menerus di lontarkan oleh pelaku verbal abuse kepada korban seperti
bahwa mereka memang seperti apa yang dikatakan oleh pelaku kemudian
korban akan secara perlahan menarik diri dari lingkungan dan kemudian
Abuse merupakan kerasan yang dilakukan dengan tutur kata seperti fitnah
berkata kasar dan mempermalukan didepan umum dengan kata kata kasar.
anak menjadi rendah diri. Hal ini tentunya akan berpengaruh pada aspek
13
B. Faktor-faktor Penyebab Verbal Abuse
anak dibagi menjadi 2 yakni faktor internal dan faktor eksternal (Titik
Lestari, 2016) :
1. Faktor Internal
a. Pengetahuan Orangtua
b. Pengalaman Orangtua
kecilnya.
2. Faktor Eksternal
14
a. Faktor Ekonomi
hidup yang mereka tidak mampu menangani hal ini secara baik
b. Faktor Lingkungan
ada pada dirinya dan tidak untuk dihakimi. Wujud penerimaan terhadap
anak yakni berupa apresiasi pujian ketika berhasil melakukan suatu hal
15
Banyak dari pelaku verbal abuse tidak meyadari bahwa mereka
kekerasan fisik, namun dampak dari verbal abuse itu sendiri seringkali
psikologis dan fisik dari seorang anak, bahkan yang membuat dampak
verbal abuse lebih parah dan sulit untuk ditangani adalah seorang korban
dirinya sendiri, tak jarang sebagian dari mereka kemudian menarik diri
kemungkinan jika korban telah menginjak usia dewasa mereka tidak akan
pelaku dari verbal abuse karena faktor pengalaman masalalu mereka yang
terekam di alam bawah sadar dan terbawa sampai mereka dewasa. Korabn
memarahi anak akan membuat anak merasa bahwa semua adalah karena
melakukan suatu hal yang baru. Verbal abuse juga dapat meimbulkan
16
terganggunya perkembangan sosial emosional seorang anak . dampak lain
1. Depresi
2. Trauma
3. Anak akan menjadi pasif dan sulit untuk berkembang karena selalu
rendahnya konsep diri, bertingkah agresif, dan juga hilangnya rasa percaya
diri. Tak hanya itu, kekerasan verbal juga akan menimbulkan dampak
17
jangka panjang yang lebih berbahaya dan tidak dapat disepelekan seperti
2. Kepercayaan Diri
(Depdikbud, 2008). Percaya diri merupakan salah satu aspek dalam diri
tidak terpengaruh oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendaknya,
Risnawati, 2010).
2018, percaya diri adalah suatu sikap atau keyakinan terhadap kemampuan
18
bertanggung jawab atas tindakannya. . perbuatan, sopan dalam
kepercayaan diri adalah keyakinan yang ada pada diri individu untuk
terhadap oranglain.
(2) Optimisme, yaitu sikap positif seseorang yang selalu berpendapat baik
sedang melihat masalah atau segala sesuatu yang lain; (4) sesuatu menurut
akibat; dan (6) Rasional, yaitu analisis terhadap suatu masalah, hal,
19
peristiwa dengan menggunakan pemikiran yang diterima akal dan sesuai
dengan kenyataan.
2018, seseorang yang percaya diri tentu memiliki ciri-ciri, yaitu (1)
lagi jika tidak tercapai; (3) Jangan menyalahkan orang lain atas kekalahan
20
Dari beberapa pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan
anak yang memiliki kepercayaan diri memiliki ciri ciri seperti berani
Setiap anak yang lahir di tanah ini bertanggung jawab kepada Khilafah, yang
Menurut Islam, anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya.
Nanti di akhirat, orang tua diminta bertanggung jawab dalam mendidik dan merawat
anaknya sehingga orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan yang baik
kepada anaknya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Hakim dan Bayhaqi:
Rasulullah bersabda: “Tidak ada yang lebih utama dari pemberian orang tua kepada anak-
Orang tua sebagai wali amanat dari Allah wajib memelihara anaknya yang masih
kecil dan yang sudah tua, tetapi belum tamiz, tanpa membedakan jenis kelamin anak,
melakukan segala sesuatu yang diperlukan anak dan yang dapat menunjang tumbuh
kembangnya. dan pengembangan, melindunginya. dari sesuatu yang dapat merugikan dan
sehingga ia dapat mandiri dalam hidup dan memikul beban tanggung jawab. Inilah
21
Dalam Islam, orang tua dilarang melakukan perbuatan yang dapat merugikan dan
membahayakan jiwa anak baik fisik maupun psikis, sekalipun ditujukan untuk
menyelesaikan masalah, karena kekerasan bukanlah solusi terbaik dari masalah tersebut.
Secara psikologis, kekerasan sebagai hukuman dan perilaku yang tidak pantas
(kekerasan) dari pihak orang tua hanya akan menyebabkan anak merasa bersalah dan
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan jiwanya. Anak yang hidup dalam
suasana keluarga yang penuh dengan tindak kekerasan (tidak harmonis) akan mengalami
gangguan jiwa.
dapat merugikan dan membahayakan orang lain dalam keadaan apapun, bahkan dalam
keadaan perang. Jalur kekerasan seminimal mungkin harus dihindari, meskipun dalam
beberapa kasus kekerasan tidak dapat dihindari, tetapi itupun dilakukan atas dasar
pertimbangan etika moral dan dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh syariat.
badan memang merupakan sesuatu yang sangat dianjurkan untuk dihindari, namun dalam
batas-batas tertentu menjadi suatu keharusan atau sesuatu yang harus diberikan kepada
anak jika memang anak tersebut telah melewati batas. batas-batas yang digariskan oleh
agama. , dan fokusnya hanya terbatas pada hukuman untuk menjaga anak.
Di sinilah terjadi konflik besar antara hukum Islam dan UU Perlindungan Anak,
yang sering dianggap sekuler oleh banyak orang dalam perlakuannya terhadap kekerasan
dalam pemidanaan pengasuhan anak. Meskipun secara umum masih mungkin untuk
terukur, tidak melampaui kerangka yang telah ditetapkan dan memiliki tujuan dan sasaran
22
yang jelas, dan bentuk kekerasan sebagai penganiayaan, yang cenderung tidak terbatas.
dan lebih dari sekedar ledakan emosi terhadap anak-anak, atau bahkan dengan niat yang
Menurut Erich Fromm dalam buku Abu Hurara tentang kekerasan terhadap anak
dijelaskan bahwa kekerasan tidak lepas dari keadaan dan kondisi lingkungan orang tua
pada masa kanak-kanak, seperti pendidikan, teladan yang buruk, dan kondisi sosial yang
“Dan jangan melakukan kejahatan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
menyakiti di muka bumi ini. Musibah adalah segala sesuatu yang dapat merugikan orang
lain, oleh karena itu Allah membenci orang yang menimbulkan kerugian. Perbuatan
perusakan ini sendiri dapat terjadi pada siapa saja dan apa saja dan dalam bentuk apapun
seperti pembunuhan, penganiayaan dan perbuatan keji lainnya yang secara tegas dilarang
Selain itu, ada juga teori kekuasaan yang dirumuskan oleh Max Weber.
Dalam sosiologi, kekuasaan sering diartikan sebagai otoritas dan pengaruh, yang
dengan kekuasaan atau wewenang berhak menentukan kebijakan atau sanksi atas
23
pelanggaran yang terjadi terhadap apa yang telah ditentukan terhadap orang atau
Jika dipikir-pikir pendapat Weber, maka orang tua dalam keluarga yang sama
memiliki otoritas dan bertanggung jawab atas perkembangan dan pertumbuhan anak, baik
jasmani maupun rohani. Dengan kekuasaan dan wewenang tersebut, orang tua berhak
berbuat apa saja terhadap anaknya (asalkan tidak melampaui syari) dalam rangka
menunaikan tugas dan kewajiban orang tua. Namun sangat disayangkan jika dengan dalih
untuk memenuhi kewajiban tersebut, banyak orang tua yang justru bersikap sewenang-
V. Penelitian Terdahulu
penulis dan dilakukan oleh peneliti lain yang profilnya sama, namun berbeda
1. Majalah yang ditulis oleh Bonita Mahmud, Pelecehan verbal terhadap anak. Hasil
verbal mengalami gangguan emosional, anak kurang memiliki harga diri yang
baik, yang dapat membuat anak menjadi lebih agresif. Oleh karena itu, kerjasama
yang baik antara keluarga, sekolah dan masyarakat diperlukan untuk memastikan
2. Disertasi yang ditulis oleh Haunika Vati, “Pengaruh kekerasan verbal terhadap
rasa percaya diri anak usia 4-6 tahun di Desa Thalang Rio, Kecamatan Air Rami,
24
mempengaruhi kepercayaan diri anak usia 4-6 tahun di Desa Thalang Rio
yang diterima anak dari orang tua, maka semakin rendah tingkat kepercayaan diri
3. Disertasi yang ditulis oleh Ayu Silvia, “Dampak kekerasan verbal orang tua
bahwa setelah verbal abuse berdampak pada keadaan emosional anak, anak
menjadi lebih pemaaf dalam hal mengabaikan, mengabaikan teguran orang tua.
Selain itu, ia menjadi agresif, yaitu anak memberontak terhadap orang tuanya,
membalas serangan orang tuanya, menanggapi hinaan dan makian orang tuanya.
disusun berdasarkan hasil dari pembulatan teori serta konsep yang telah dijelaskan dalam
tinjauan toeritis. Di dalam kerangka teoritik ini ditunjukkan bagaimana alur penelitian
yang digunakan peneliti untuk menyusun alternatif jawaban di dalam rumusan masalah
yang telah disusun seacara komperhensif sehingga terdapat keterkaitan antara variabel
yang satu dengan yang lainnya yang sedang di teliti. Adapun pengaruh verbal abuse
1. Menghina anak
2. Menyumpahi anak
3. Mengabaikan anak
4. Menyalahkan
25 anak
5. Merendahkan kemampuan anak
6. Memanggil anak dengan panggilan buruk
Tidak melakukan kekerasan verbal Melakukan kekerasan verbal
METODE PENELITIAN
I. Rancangan Penelitian
26
Dilihat dari permasalahan yang ada, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif adalah penelitian yang hasilnya disajikan dalam bentuk deskripsi
merupakan salah satu kegiatan yang sifatnya sistematis, terencana, terstruktur sejak awal,
dimulai dengan penyusunan rencana penelitian, pengambilan sampel data, sumber data
dan metodologi.
data, interpretasi data, dan munculnya hasil akhir. Oleh karena itu, data yang terkumpul
harus diolah secara statistik sehingga dapat diinterpretasikan dengan benar. Penelitian ini
sikap, perilaku, dan pendapat yang dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner atau
penelitian ini adalah penelitian korelasional. Menurut Cresswell (2008), studi korelasi
adalah studi yang bertujuan untuk menentukan hubungan dan tingkat antara dua variabel
atau lebih berdasarkan koefisien korelasi. Peneliti menggunakan metode ini untuk
mengetahui apakah kekerasan verbal mempengaruhi tingkat kepercayaan diri siswa SMP
Negeri 1 Rejotangan.
1. Populasi
27
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah siswa SMP Negeri 1
Rejotangan.
2. Sampel
Dalam penelitian ini, sampel yang digunakan adalah siswa kelas 7 perempuan di
skala. Skala pegukuran yakni suatu kesepakatan yang akan digunakan sebagai acuan
dalam mementukan panjang atau pendeknya sebuah interval dalam suatu alat ukur.
Menurut Sugiyono, 2018 (dalam Mustofa, 2020) Skala Likert digunakan dalam penelitian
ini yang dimana digunakan untuk megukur pendapat, sikap, serta persepsi mengenai
suatu fenomena.
Skala Likert terdiri atas beberapa pertanyaan yang akan diajukan kepada
responden. Jawaban dari responden dituliskan dari tingkat yang sangat sesuai hingga
tidak sesuai dengan dirinya. Menurut Sugiyono, 2018 (dalam Mustofa, 2020) di dalam
skala ini terdapat dua jenis item, yakni item favourable dan unfavourable. Di dalam setiap
butir pertanyaan mempunyai 5 jawaban seperti Sangat Tidak Seuai (STS), Tidak Sesuai
(TS), Ragu-Ragu (R), Sesuai (S), Sangat Sesuai (SS), kemudian di dalam penelitian ini
pilihan jawaban pada setiap butir pertanyaan mengalami sebuah modifikasi mejadi empat
pilihan jawaban, yakni Sangat Tidak Sesuai (STS), Tidak Sesuai (TS), Sesuai (S), dan
Sangat Sesuai (SS). Menurut Arikunto (Mustofa, 2020) terdapat kelemahan dalam lima
pilihan jawaban dkarenakan responden cenderung akan lebih memilih alternatif jawaban
yang berada di tengah karena akan tidak perlu banyak berpikir. Dari beberapa pendapat
28
diatas maka peneliti dalam penelitian ini meggunakan skala likert dengan empat pilihan
(STS)
Sesuai (S) 2 3
1.
1. Pedoman Penelitian
sebelum menyusun setiap butir pertanyaan, penting untuk peneliti membuat kisi-kisi
sebagai pedoman penelitian. Kisi-kisi ini kemudian akan digunakan panduan untuk
peneliti sehingga angket akan disusun lebih terarah dan berjalan sesuai dengan tujuan.
Dibawah ini merupakan kisi-kisi instrumen penelitian yang akan digunakan peneliti :
29
Dihina dan disumpahi oleh orangtua/teman 3
Berpikir optimis 3
Bersikap tenang 3
Bertanggungjawab 3
dengan baik
Mendiri 3
30
2. Validitas dan Reliabilitas
a. Validitas
sesuatu yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2016). Pada penelitian ini uji validitas
akan dilakukan dengan menggunakan alat bantu berbentuk software atau program
komputer, yaitu SPSS. Kriteria sebuah instrumen dikatakan valid jika nilai
probabilitas (Sig. 2 tailed) hasil korelasi dari masing-masing dengan total skor
lebih kecil daripada (0.05). dan jika nilai probabilitas (Sig. 2 tailed) masing-
masing hasil dari korelasi skor dengan toal skor lebih besar dari (0.05) maka
b. Reliabilitas
suatu alat ukur dapat dipercaya. Sebuah kuesioner akan dikatakan reliabel apabila
jawaban kuesioner tersebut konsisten dari waktu hingga waktu. Untuk megukur
instrumen akan dikatakan reliabel jika nilai Cronbach Alpha lebih besar daripada
nilai r tabel. Dan apabila nilai Cronbach Alpha lebih kecil dibandingkan r tabel
Teknik pegeumpulan data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini antara lain :
a. Angket
31
Angket atau biasa yang disebut dengan kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan memberikan sejumlah pertanyaan degan bentuk tertulis
Kemudian indikator yang telah ditemukan akan dikembangkan lagi oleh peneliti
sebagai acuan untuk penyususnan setiap item pernyataan pada isntrume penelitian.
Responden akan diberikan angket jenis tertutup, yang dimana setiap respon atas
pertanyaan yang diajukan pada responden harus dipilih sesuai dengan kondisi yang
b. Observasi
Observasi yakni proses yang prosesnya terususun dengan segala proses biologis
dan juga osikologis (sutrisno hadi, 1986). Pada observasi ini tidak terfokus pada
subjek penelitian berupa orang saja, melainkan termasuk juga objek alam yang
V. Analisis Data
pengambilan data dari responden. Dalam penelitian kuantitatif, teknik pengambilan data
menggunakan statistik. Maka dari itu, teknik pegumpulan data dalam penelitian ini
digunakan sebagai cara untuk menganalisa data sampel dan kemudian hasilnya hasilnya
32
DAFTAR RUJUKAN
Mahmud Bonita. 2019. Kekerasan Verbal Pada Anak. Jurnal An Nisa’. Vol. 12, No. 2
Pada Anak Usia Dini. Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol. 4, No. 1
Meidheana marlia, Widia winata. Pengaruh Verbal Abuse Terhadap Kepercayaan Diri Siswa.
Wati Haunika. 2019. Pengaruh Kekerasan Verbal Terhadap Kepercayaan Diri Anak Usia 4-6
Tahun Di Desa Talang Rio Kecamatan Air Rami Kabupaten Mukomuko. Skripsi.
Nurul Fieka. 2019. Pencegahan Kekerasan Melalui Pendidikan Karakter. Jurnal Info Singkat.
Amri Syaipul. 2018. Pegaruh Kepercayaan Diri (Self Confidence) Berbasis Ekstrakulikuler
Pramuka Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa SMA Negeri 6 Kota Bengkulu.
Kevin Mekhael. 2018. Pengaruh Kekerasan Verbal Orangtua Dalam Keluarga Terhadap
Kepercayaan Diri Anak Usia 6-12 Tahun Di GKII Rhema Makasar. Tesis. Makasar :
33
Hardianti Novi. 2020. Upaya Guru Dalam Mengatasi Kekerasan Verbal Siswa. Skripsi.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : ALFABETA
Nahuda dkk. 2007. Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak Di Lingkungan Pendidikan. Jakarta :
Titik Lestari. 2016. Verbal Abuse: Dampak Buruk Dan Solusi Penanganan Pada Anak.
Yogyakarta : Psikosain
34
35