Anda di halaman 1dari 6

beberapa pendekatan efektif yang dapat dipakai guru untuk mengatasi perilaku

bermasalah.

Review

• Apa intervensi minor dan moderat itu? Siapa lagi yang dapat membantu? Bagaimana cara- nya?

• Apa yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi perkelahian, bullying dan pembangkangan?

• Apa ciri-ciri dari program berbasis kelas dan sekolah untuk mengatasi perilaku bermasalah?

Reflect

• Seberapa khawatirkah Anda terhadap perilaku bermasalah di antara murid-murid yang akan Anda ajar
kelak? Menurut Anda, langkah apa yang dapat Anda lakukan untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi perilaku itu?

Berikut ini beberapa strategi yang baik untuk resolusi konflik di kelas (Johnson & Johnson,
1995):

1. Jangan berusaha mengeliminasi semua konflik. Mengeliminasi semua kekerasan bukan berarti me-
lenyapkan semua konflik. Misalnya, konflik moderat kadang dapat meningkatkan prestasi murid,
memotiviasi mereka untuk belajar, dan meningkatkan kemampuan dalam memecahkan masalah. Yang
penting di sini bukanlah menghilangkan konflik, namun membantu murid untuk belajar cara mengelola
konflik secara lebih efektif.

2. Menciptakan konteks yang mendukung. Program resolusi konflik yang paling efektif bukan sekadar
mengubah murid individual. Tujuannya adalah mengubah lingkungan sekolah menjadi setting pem-
belajaran di mana murid tinggal sesuai dengan standar non-kekerasan. Menciptakan konteks yang
mendukung ini melibatkan murid dalam situasi di mana mereka lebih mungkin untuk bekerja sama
ketimbang bersaing. Dalam konteks kooperatif, konflik cenderung dipecahkan secara konstruktif
ketimbang destruktif. Murid lebih mungkin berkomunikasi secara efektif satu sama lain, saling me-
mercayai, dan mendefinisikan konflik sebagai problem bersama.

3. Menurunkan faktor risiko di sekolah. Faktor yang menempatkan murid dalam risiko berbuat kekeras-
an antara lain kegagalan akademik dan alienasi dari teman kelas. Jadi, aspek sekolah yang dapat
mendukung keberhasilan akademik murid dan rasa memiliki harus dimonitor dan ditingkatkan dalam
rangka mengurangi tindak kekerasan.
4. Mengajari semua murid cara memecahkan konflik secara konstruktif. Dua tipe program resolusi
konflik adalah pendekatan kader dan pendekatan seluruh murid. Dalam pendekatan kader, sejumlah
kecil murid dilatih sebagai mediator untuk seluruh sekolah. Johnson dan Johnson (1995) percaya bahwa
pendekatan ini tidak seefektif pendekatan seluruh murid, di mana setiap murid harus belajar cara
mengelola konflik secara konstruktif dengan menegosiasikan kesepakatan dan menengahi konflik
teman-temannya. Kekurangan dari pendekatan murid secara keseluruhan ini adalah kurangnya waktu
dan komitmen dari staf sekolah. Akan tetapi, semakin banyak murid yang dilatih resolusi konflik,
semakin konstruktif konflik akan dipecahkan.

Salah satu contoh dari pendekatan seluruh murid dikembangkan oleh Johnson dan Johnson (1991).

Program Teaching Students to Be Peacemakers melibatkan baik itu negosiasi dan strategi mediasi. Murid
mempelajari langkah-langkah negosiasi berikut ini: (1) Mendefinisikan apa yang mereka inginkan; (2)
mendeskripsikan perasaan mereka; (3) menjelaskan alasan dari keinginan dan perasaan mereka; (4)
memahami perspektif murid lain untuk melihat konflik dari kedua sudut pandang; (5) membuat
setidaknya tiga kesepakatan opsional yang menguntungkan semua pihak; dan (6) mencapai kesepakatan
tentang tindakan yang terbaik.

Murid mempelajari langkah-langkah mediasi berikut ini: (1) Menghentikan permusuhan; (2) memastikan
agar pihak yang bertikai mau dimediasi; (3) memfasilitasi negosiasi antarpihak yang bertikai; dan (4)
merumuskan kesepakatan. Ketika murid telah menyelesaikan training negosiasi dan mediasi, sekolah
atau guru mengimplementasikan program Peacemaker ini dengan memilih dua murid mediator setiap
harinya. Menjadi seorang mediator akan membuat murid belajar cara bernegosiasi dan memecahkan
konflik. Evaluasi terhadap program Peacemaker ini menunjukkan hal positif, di mana partisipan
menunjukkan pendekatan resolusi konflik yang lebih positif ketimbang nonpartisipan (Johnson &
Johnson, 1994).

Crack the Case

Bu Welch adalah guru seni dan bahasa baru di sekolah menengah. Sebelum mengajar di sini, dia sudah
menyusun rencana manajemen kelas yang mencerminkan standar perilaku sekolah Dia berharap murid
menghormati dirinya dan teman-teman sekelasnya. Dia juga berharap agar murid menghargai properti
sekolah dan lingkungan belajarnya. Selain itu, dia juga berharap murid tidak mengganggu orang lain.
Infraksi atau pelanggaran behavioral minor akan diberi peringatan verbal. Pelanggaran yang lebih berat
akan mendapatkan beberapa konsekuensi yang juga lebih berat: pengurungan, dipanggil guru BP, atau
orang tuanya dipanggil. Bu Welch senang dengan rencana manajemennya. Dia mendistribusikannya ke
murid-muridnya pada hari pertama masuk kelas. Dia juga mengirimkannya ke orang tua siswa pada
minggu pertama tahuan ajaran. Darius, seorang murid Bu Welch, adalah murid yang oleh Bu Welch
disebut murid “cerewet” atau banyak omong. Dia adalah murid lelaki yang sangat gaul dan
menghabiskan banyak waktu dengan berbicara dengan teman-temannya ketimbang belajar. Bu Welch
berusaha memindahkannya ke bagian lain dari ruang kelasnya. Dia juga memindahkannya duduk ke
sebelah murid yang jarang diajak bicara olehnya. Tetapi, ini semua tidak mengubah perilakunya. Dia
malah menambah kawan baru dan terus mengobrol, terkadang mengganggu proses belajar. Bu guru ini
mencoba menempatkannya di sebelah murid perempuan. Tetapi akibatnya malah lebih parah.

Darius selain gaul juga cerdas. Meskipun dia baru grade tujuh, dia sudah mempelajari aljabar dengan
murid grade delapan. Ini adalah sesuatu yang tidak lazim di sekolah. Dan, bahkan belum pernah terjadi
sebelumnya. Guru aljabar, Bu Apple, dan Darius menjalin hubungan baik. Darius tak pernah mengganggu
kelas Bu Apple atau mengobrol terus-terusan. Bu Apple heran ketika mendengar bahwa Darius selalu
ngobrol di kelas Bu Welch.

Bu Apple adalah mentor Bu Welch. Dia membantu Bu Welch menulis rencana manajemen kelas- nya
dan bertindak sebagai penasihat ketika Bu Welsch mendapat kesulitan. Pada satu ketika ketika Bu
Welsch mendiskusikan grade delapan, Bu Apple menyebut bahwa inklusi ke kelas aljabar di grade
delapan ini adalah “privilese, bukan hak.” Dia kemudian menjelaskan kepada Bu Welch bahwa dia
berharap murid- muridnya berperilaku tepat di sepanjang waktu.

Pada hari berikutnya Darius banyak sekali berceloteh di kelas Bu Welch. Bu Welch menyuruhnya diam.
Dia lalu diam, tetapi lima menit kemudian mulai lagi mengobrol. Ketika dia mulai bicara lagi, Bu Welch
memanggilnya dan berkata dengan keras, “Cukup Darius. Aku akan mengeluarkanmu dari kelas aljabar.
Kamu tahu kan, ikut kelas aljabar itu adalah privilese buat kamu, bukan hak kamu.”

Darius terkejut. Dia duduk diam sepanjang hari itu tetapi dia tidak berpartisipasi dalam kegiatan belajar.
Dia tidak menjalin kontak mata dengan Bu Welch atau murid lain. Bagi dia, hari ini terasa muram. Dia tak
tahu apa yang harus dikatakan kepada orang tuanya.

Ketika Darius bercerita kepada ibunya bahwa dia dikeluarkan dari kelas aljabar karena sering ribut di
kelas seni, ibunya segera menemui Bu Welch. Dia mencoba menjelaskan kepada Bu Welch bahwa
mengeluarkan Darius dari kelas aljabar berarti sama saja dengan menghilangkan kebebasannya untuk
mendapatkan pendidikan yang menjadi hak bagi semua warga negara. Bu Welch memahami argumen
itu dan mengatakan dia bisa saja mengubah keputusannya.

Reach Your Learning Goals

Jelaskan mengapa manajemen kelas itu menantang dan diperlukan.

• Banyak kesamaan dalam isu manajemen untuk sekolah dasar dan sekolah menengah. Akan tetapi, ada
juga beberapa perbedaan terutama dalam pengelolaan kelas: guru SD sering menghadapi sekitar 20
sampai 25 murid yang sama sehari penuh, sedangkan guru sekolah menengah menghadapi 100 sampai
150 murid dalam waktu sekitar 50 menit sehari. Kejemuan dan berinteraksi dengan orang yang sama
sepanjang hari di sekolah dasar dapat menimbulkan masalah. Guru sekolah menengah harus berpindah
pelajaran dengan cepat. Mereka juga mungkin menghadapi lebih banyak masalah dan murid mereka
juga mungkin punya masalah yang lebih parah dan sulit diubah. Problem ini dapat lebih berat
ketimbang problem murid SD. Murid sekolah menengah mungkin menuntut penjelasan yang lebih
mendalam dan logis dari aturan dan disiplin.

• Doyle mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas kelas dan potensi
problem: multi-dimensionalitas; (2) aktivitas simultan yang sedang berjalan; (3) kejadian yang terjadi
dengan cepat; (4) kejadian yang sering tidak terduga; (5) kurangnya privasi; dan (6) sejarah kelas.

• Strategi yang baik untuk memulai kegiatan belajar mengajar adalah: (1) membangun ekspektasi untuk
perilaku dan menghilangkan ketidakpastian; (2) memastikan murid merasakan pengalaman kesuksesan;
(3) selalu siap dan dapat dijangkau; dan (4) selalu bertugas. Fokus dalam psikologi pendidikan dahulu
adalah disiplin. Dewasa ini fokusnya pada pengembangan dan pemeliharaan lingkungan kelas yang
positif yang mendukung pembelajaran. Ini melibatkan strategi manajemen proaktif bukan fokus pada
penerapan disiplin secara ketat. Secara historis, kelas yang dikelola dengan baik disebut sebagai “mesin
berpelumas baik,” tetapi sekarang kelas yang efektif dianggap seperti “saran aktivitas”. Tujuan dan
strategi antara lain: (1) membantu murid lebih banyak menghabiskan waktu untuk belajar dan
mengurangi waktu untuk aktivitas yang tidak berorientasi tujuan (menjaga aktivitas tetap lancar,
meminimalkan waktu transisi, dan mengajak murid bertanggung jawab); dan (2) mencegah munculnya
problem.

Deskripsikan desain positif lingkungan fisik sekolah.


• Prinsip dasar desain lingkungan fisik kelas yang efektif adalah: (1) mengurangi kepadatan di area
yang menjadi tempat lalu-lalang; (2) memastikan Anda bisa melihat semua murid dengan mudah; (3)
materi yang sering dipakai dan perlengkapan murid harus mudah di- akses; dan (4) memastikan agar
semua murid dapat melihat presentasi kelas.

• Gaya penataan kelas antara lain gaya auditorium, tatap muka, offset, dan klaster (cluster). Adalah
penting untuk mempersonalisasikan kelas dan menjadi desainer environmental yang mampu memahami
apa aktivitas murid, menyusun rencana tata ruang, melibatkan murid dalam pendesainan,dan menguji
cobakan tata letak dan mau bersikap fleksibel dalam mendesain ulang.

Diskusikan bagaimana menciptakan lingkungan kelas yang positif.

• Gunakan manajemen kelas otoritatif, bukan gaya otoriter atau permisif. Gaya otoritatif adalah
melakukan percakapan dengan murid, memerhatikan murid dan membatasi perilaku murid jika
dibutuhkan. Pengajaran yang otoritatif berhubungan dengan perilaku murid yang kompeten. Karya
Kounin mengungkapkan karakteristik lain yang berhubungan dengan manajemen kelas yang efektif:
withitness, mengatasi situasi yang tumpang-tindih, menjaga kelancaran dan kontinuitas pelajaran, dan
melibatkan murid dalam berbagai aktivitas yang menantang.
• Bedakan antara aturan dan prosedur dan pertimbangkan kemungkinan yang tepat untuk melibatkan
murid dalam diskusi dan pembuatan aturan. Aturan kelas harus: (1) masuk akal dan perlu; (2) jelas dan
dapat dipahami; (3) konsisten dengan tujuan instruksional dan pembelajaran; dan (4) kompatibel
dengan aturan sekolah.

• Agar murid mau bekerja sama maka diperlukan: (1) pengembangan hubungan positif dengan murid;
(2) mengajak murid berbagi dan mengemban tanggung jawab (melibatkan murid dalam perencanaan
dan implementasi inisiatif sekolah dan kelas, mendorong murid untuk menilai perilaku mereka sendiri,
jangan menerima alasan-alasan, dan bersabar sampai strategi pemberian tanggung jawab ini bisa
bekerja); dan (3) memberi imbalan pada perilaku yang tepat (memilih penguat yang efektif,
menggunakan prompts dan shaping secara efektif, dan menggunakan hadiah yang mengandung
informasi penguasaan keahlian).

Sebutkan beberapa pendekatan komunikasi yang baik bagi murid maupun guru.
• Anda dan murid Anda akan mendapat banyak manfaat jika Anda punya keahlian berbicara yang
efektif dan Anda membantu murid Anda dalam mengembangkan keahlian berbicara mereka. Berbicara
efektif di depan kelas dan murid harus menggunakan pesan yang jelas, menggunakan pesan “saya”,
bersikap asertif, dan menghindari rintangan komunikasi verbal. Baik guru maupun murid harus
mengetahui cara berbicara dan berpidato secara efektif.

• Jadilah pendengar aktif. Mendengar aktif adalah ketika seseorang memberi perhatian penuh pada
pembicara, fokus pada isi intelektual dan emosional dari pesan. Beberapa strategi mendengarkan aktif
antara lain: (1) memberi perhatian pada orang yang berbicara, seperti mempertahankan kontak mata;
(2) parafrasa; (3) mensintesiskan tema dan pola; dan (4)memberi tanggapan secara kompeten.

• Sejumlah pakar komunikasi percaya bahwa mayoritas komunikasi adalah komunikasi non-verbal. Sulit
untuk menutupi komunikasi nonverbal, sehingga lebih baik kita menyadari bahwa komunikasi nonverbal
biasanya merefleksikan perasaan orang. Komunikasi nonverbal menggunakan ekspresi muka, mata,
sentuhan, ruang, dan diam.

Rumuskan beberapa pendekatan efektif yang dapat dipakai guru untuk


mengatasi perilaku bermasalah

• Intervensi dapat dibagi menjadi intervensi minor atau moderat. Intervensi minor menggunakan isyarat
nonverbal, mempertahankan laju aktivitas, mendekati murid, mengarahkan perilaku, memberi
instruksi yang diperlukan, menyuruh murid menghentikan suatu perilaku, dan memberi pilihan kepada
murid. Intervensi moderat antara lain dengan mencabut privilese atau melarang murid melakukan
aktivitas yang disenanginya, membuat perjanjian behavioral, mengisolasi atau mengeluarkan murid dari
kelas, dan memberi hukuman. Strategi manajemen yang baik adalah menggunakan sumber daya
pendukung. Sumber daya ini antara lain teman sebaya sebagai mediator, orang tua, kepala sekolah atau
konselor, dan mencari mentor untuk murid.

• Kekerasan di sekolah kini makin memprihatinkan. Anda harus bersiap menghadapi tindakan agresif
murid sehingga nanti Anda bisa menghadapinya dengan tenang. Hindarilah berbantahan atau
konfrontasi emosional. Kami telah mendeskripsikan beberapa pedoman untuk mengatasi perkelahian,
bullying, dan pembangkangan atau permusuhan terhadap guru. Program efektif untuk mengelola
perilaku di kelas antara lain program pengayaan kompetensi sosial, manajemen tiga C, dan mendukung
pengelolaan kelas berorientasi murid (Classroom Organization and Management Program [COMP]).

Anda mungkin juga menyukai