Anda di halaman 1dari 5

UAS PSIKOLOGI PEMBELAJARAN PAI

(Permasalahan Psikologi Siswa dalam Pembelajaran Sekaligus


Cara Penanganannya)

NAMA : MHD SHODIQ


NIM : 22190115164
KELAS : PAI 2 C Pasca Sarjana

1. Masalah: Siswa sulit menerima pelajaran yang diajarkan guru padahal tidak
termasuk siswa yang berkebutuhan khusus.
Penanganan:
Secara garis besar, kesulitan belajar disebabkan karena dua hal yaitu
karena gangguan fisik seperti gangguan pendengaran, gangguan penglihatan dan
gangguan bicara, sedangkan gangguan psikologi seringkali tidak nampak seperti
gangguan fungsi minimal otak atau DMP (disfungsi minimal otak).
Kesulitan belajar dapat dikatakan sebagai gangguan psikologi seorang
siswa karena dalam hal ini siswa yang memiliki fisik yang sempurna tetapi sulit
menerima atau menangkap pelajaan dengan baik. Kesulitan belajar sebagai sebuah
gangguan belajar yang di alami siswa dapat di antisipasi tetapi antisipasi tersebut
tidak bisa dipisahkan dari faktor-faktor penyebab gangguan tersebut. Sebelum
merencanakan strategi yang tepat terlebih dahulu untuk mendiagnosa tentang
kesulitan belajar siswa. Diagnosis sendiri merupakan penentuan jenis masalah
atau kelainan dengan meneliti latar belakang penyebab atau gejala-gejala yang
tampak pada peserta didik. Setelah mengidentifikasi tersebut telah menghasilkan
hasil positif yang menunjukan siswa tersebut mengalami gangguan kesulitan
belajar maka guru harus memberikan treatment kepada siswa tersebut tanpa
mengganggu atau merugikan siswa lainnya. Setelah melakukan tretmen guru
selanjutnya mengevaluasi hasil dari treatment tersebut apakah berhasil atau tidak.
Adapun cara lain dalam mengatasi kesulitan belajar ini diantaranya adalah:
a. Menentukan kapasistas akhir kemampuan anak.
b. Menentukan taraf kemampuan anak saat itu.
c. Menentukan jarak anatar kemampuan yang dimiliki saat ini dengam tuntutan
seolah atau kurikulum.
d. Menentukan gejala dari kegagalan anak dalam belajar.
Sedangkan menurut idrus yang dikutip oleh Ayu Putri Utami dalam
memecahkan masalah kesulitan belajar ini, ada beberapa cara yaitu:
a. Mengenali peserta didik yang mengalami kesulitan belajar.
b. Memahami tentang kesulitan peserta didik.
c. Menetapkan latar belakang atau alasan kesulitan belajar siswa didik .
d. Merancang strategi pembelajaran yang tepat di gunakan untuk system
pembelajaran.
e. Mengguanakn bantuan dalam melaksanakan kegiatan.
Dengan adanya pencegahan dini terhadap kesulitan belajr siswa maka
dapat mengurangi dampak buruk yang dihasilkan oleh kesulitan belajar pada
siswa.1

2. Masalah: Siswa sulit mengendalikan emosi seperti sering membuat kekacauan di


kelas, melanggar peraturan sekolah, sukar menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi, sedih berlarut-larut, bersikap tidak toleran, berbicara kasar, senang
menertawakan kesalahan orang lain, merusak fasilitas sekolah, tidak
mendengarkan nasehat guru bahkan terlihat menentang, mudah terpancing
amarah, mengalami percekcokan dengan temannya, bahkan terjadi perkelahian.
Penanganan:
Dalam masalah ini, adapun pendekatan yang digunakan adalah model
konseling Behavioral dengan menggunakan teknik shaping agar konseling dapat
membentuk tingkah laku baru yang sebelumnya belum pernah ditampilkan
dengan memberikan reinforcement secara sistematik dan langsung setiap kali
tingkah laku ditampilkan, tingkah laku diubah secara bertahap dengan
memperkuat unsur-unsur kecil tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-
berrturut sampai mendekati tingkah laku akhir. Seperti yang sering berbicara
kasar, sering membuat keributan, mudah marah, berkelahi dan merusak fasilitas

1
Ayu Putri Utami, “Kesulitan Belajar: Gangguan Psikologi pada Siswa dalam Menerima
Pelajaran”, ScienceEdu, Vol.II, No.2, 2019, h.94.
sekolah diminta untuk meninggalkan sedikit demi sedikit kebiasaannya yang
demikian. Agar subjek kasus dapat membentuk tingkah laku barunya yang lebih
baik dimulai dari tidak membiasakan diri untuk berbicara kasar lagi dan
mengganggu teman di kelas yang sedang belajar hingga mengendalikan
kemarahannya saat terjadi suatu permasalahan agar tidak sampai terjadi suatu
perkelahian lagi.
Dalam treatment akan diambil tindakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Pertemuan Pertama, membangun hubungan baik (Rapport) dengan subjek
kasus dengan cara memulai percakapan dan menampilkan diri sebagai orang
yang dapat memahami dan menerima permasalahan yang sedang dihadapi
subjek kasus dan mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh
subjek kasus.
b. Pertemuan kedua, peneliti langsung mengarahkan subjek kasus bahwa
perilakunya selama ini yang cenderung agresif, melanggar peraturan sekolah,
sering membuat keributan dikelas, senang menertawakan kesalahan orang lain,
merusak fasilitas sekolah, mudah terpancing amarah, sering terlibat perkelahian
fisik baik dengan teman sekelas maupun berbeda kelas. dapat berakibat
merusak pribadinya dan menganggu orang lain disekitarnya. Selanjutnya
peneliti mengajak subjek kasus agar sedikit demi sedikit menghilangkan
kebiasaan buruknya tersebut. Agar subjek kasus dapat membentuk tingkah laku
barunya yang lebih baik dimulai dari tidak membiasakan diri untuk berbicara
kasar lagi dan mengganggu teman di kelas yang sedang belajar hingga
mengendalikan kemarahannya saat terjadi suatu permasalahan agar tidak
sampai terjadi suatu perkelahian lagi.
c. Pada pertemuan ketiga subjek kasus secara umum diiharapkan sudah
menunjukan perubahan yang berarti. Hal ini terlihat seperti dari tingkah
lakunya dalam kehidupan sehari-hari, lebih berkonsentrasi saat belajar, tidak
lagi membuat keributan di kelas, tidak mengganggu teman di kelas serta tidak
terlibat perkelahian lagi. Setelah terdapat perubahan, subjek kasus meyakinkan
dirinya bahwa subjek kasus pasti bisa mengurangi kebiasaan buruknya itu dan
mulai berperilaku lebih baik seperti yang telah dilaksanakan pada pertemuan
ini.
d. Kemudian pada pertemuan keempat yang terakhir subjek kasus diberikan
bimbingan dengan memberikan penjelasan dan pengertian kepada subjek kasus
mengenai cara-cara dan manfaat yang didapat saat berhenti melakukan perilaku
yang merugikan dirinya dan orang di sekitarnya. Pada pertemuan ini subjek
kasus sudah menunjukan sikap sebagai berikut:
1) Subjek kasus tidak melakukan perbuatan yang melanggar terkait
permasalahan emosi di kelas seperti berbicara kasar, membuat keributan di
kelas, dan berkelahi dengan teman.
2) Subjek kasus mengatasi permasalahannya sendiri dalam pergaulan dengan
baik, tidak dengan emosi yang meluap-luap lagi dan tidak lagi menghindar
atau membiarkan permasalahanya. Pada pertemuan ini peneliti dan subjek
kasus mengakhiri pertemuan karena sudah ada perubahan yang positif dan
sekaligus menghentikan proses konseling, dan pada akhir pertemuan
subjek kasus dengan penuh ketulusan mengucapkan terimakasih kepada
peneliti, karena bisa membimbing dirinya dengan penuh keikhlasan.2

3. Masalah: Siswa kurang percaya diri ketika berbicara di depan kelas seperti
merasa gugup, malu, bingung, dan terkadang tidak berani saat guru menyuruh
siswa untuk maju ke depan kelas seperti menjawab pertanyaan guru, atau
menyampaikan sebuah pendapat saat pembelajaran berlangsung.
Penanganan:
Kecemasan merupakan sebuah problem psikologis yang ditunjukkan
dengan sikap khawatir terhadap suatu hal yang dipersepsikan kurang baik oleh
individu. kecemasan berbicara di depan kelas sebagai ketakutan atau kecemasan
yang dihubungkan dengan situasi berbicara yang nyata atau dibayangkan.
Factor yang mempengaruhi kecemasan berbicara di depan kelas yaitu :
a. Peserta didik selalu berpikir negative akan kemampuan sendiri.
b. Kurangnya tingkat kerpercayaan diri peserta didik.
2
Fajriana Luthfia, “Studi Kasus tentang Peserta Didik yang Sulit Mengendalikan Emosi
pada Kelas VIII SMP Negeri 14 Pontianak”, Program Studi Pendidikan Bimbingan dan Konseling
FKIP Untan Pontianak, h.5-6.
c. Peserta didik takut di tertawakan oleh teman-teman nya.
d. Peserta didik mempersiapkan diri untuk berbicara di depan kelas, misalnya
presentasi, bertanya kepada guru dan teman.
Maka hal tersebut dapat diatasi dengan memberikan peserta didik cara-
cara untuk melatih berbicara, cara-cara tersebut sebagai berikut :
a. Melatih diri untuk berbicara di depan cermin.
b. Mempelajari bahan belajar yang akan di sajikan.
c. Melatih peserta didik agar banyak bertanya tentang pelajaran.
d. Melatih daya ingat dengan usaha focus pada bahan yang akan disajikan.3
Cara lainnya guru BK menangani anak yang kurang percaya diri yaitu
dengan memanggil peserta didik ke ruang guru BK mengajak peserta didik
menceritakan apa saja hal-hal yang dialaminya dan selain itu, guru BK mencari
cara bersama peserta didik agar dia merasa nyaman untuk terbuka dengan orang
lain. Jika hal ini kurang objektif guru BK kemudian melakukan pemanggilan
orang tua peserta ddik yang kurang percaya diri.4
Dalam referensi lainnya masalah ini dapat diatasi dengan layanan
informasi. Layanan informasi berbantuan audiovisual untuk meningkatkan
percaya diri siswa, penyelenggara layanan (guru bimbingan dan konseling) secara
aktif menyajikan bahan materi, memberikan contoh, memberi motivasi peserta
untuk aktif mengikuti dan menjalani materi dan kegiatan layanan dengan baik.
Layanan informasi berbantuan Audiovisual dapat diartikan sebagai suatu media
dalam layanan bimbingan konseling dengan menggunakan video/film untuk
menyampaikan informasi atau pesan-pesan tertentu yang dianggap penting dan
bermanfaat untuk siswa, kemudian menggunakan model dalam video/film
tersebut untuk siswa untuk belajar secara langsung guna memperoleh
pengetahuaan dan pemahaman baru, sehingga siswa dapat mengubah pemikiran
tentang materi percaya diri siswa yang disampaikan akan lebih sesuai.5
3
Khairunisa, “Kecemasan Berbicara di Depan Kelas pada Peserta Didik Sekolah Dasar”,
Jurnal Tunas Bangsa, Vol.6, No.2, 2019, h.219.
4
Yossi Erma Yolanda, dkk, “Studi Tentang Anak yang Kurang Percaya Diri pada Peserta
Didik di SMA Negeri 05 Pontianak”, Program Studi Bimbingan dan Konseling FKIP Untan
Pontianak, h.7.
5
Rina Aristiani, “Meningkatkan Percaya Diri Siswa melalui Layanan Informasi
Berbantuan Audiovisual”, Jurnal Konseling GUSJIGANG, Vol.2, No.2, 2016, h.188.

Anda mungkin juga menyukai