Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ajeng Alvia Fauziah

Kelas : B3 – Lanjutan
Mata Kuliah : Praktikum Penanganan Kesulitan Belajar
Dosen Pengampu: Tuti Alawiyah, M.Pd.

PRAKTIKUM DIAGNOSIS KESULITAN BELAJAR


Praktek #6

A. IDENTIFIKASI KASUS
a. Deskripsi Masalah
Terdapat salah satu siswa yang memiliki kendala dalam proses pembelajaran di sekolah,
bahkan tidak dapat memenuhi kriteria siswa yang bisa naik kelas. Meskipun setelah rapat
yang cukup alot antara jajaran guru, dengan berat hati diputuskan bahwa siswa tersebut
(siswa D) harus tinggal kelas. Akibatnya, hal ini berdampak pada psikologis siswa D
sehingga dia ingin berhenti total dari sekolah.

b. Faktor – faktor Penyebab


1. Faktor Internal
Faktor internal berasal dari anak itu sendiri. Ia tidak mempunyai motivasi untuk belajar
(malas belajar dan sekolah), stres, cemas, atau terlalu lelah (biasanya akibat terlalu
banyak les atau kurang waktu bermain/refreshing). Namun, mungkin juga ia memiliki
kondisi atau kebutuhan khusus.
Misalnya, mengalami gangguan konsentrasi, seperti Attention Deficit Hyperactivity
Disorder (ADHD) atau Attention Deficit Disorder (ADD). Atau, anak mengalami
gangguan belajar, seperti kesulitan membaca dan mengeja (disleksia), ketidakmampuan
mengekspresikan

2. Faktor Eksternal
Lalu, ada faktor eksternal atau lingkungan, yang dibagi menjadi 2, yakni sekolah dan
rumah. Bisa jadi, anak memang tidak cocok dengan metode belajar mengajar di

1
sekolah. Beberapa anak perlu mempelajari dan menyerap informasi dengan cara
melakukan/mempraktekkan sesuatu.
Padahal, di sekolah, pelajaran hanya diberikan melalui penjelasan di papan tulis,
mencatat dan membaca buku dari teori. Hal ini akan membuat anak kesulitan
memahami pelajaran yang diberikan. Akibatnya, Ia tidak mampu mengerjakan tugas
dan soal ulangan. Sementara itu, ada anak yang mengandalkan pendengarannya untuk
menyerap informasi. Ia tidak akan mengalami kesulitan memahami pelajaran hanya
dengan mendengarkan penjelasan dari guru.

B. LANGKAH-LANGKAH PENANGAN KASUS


1. Diagnosis
Siswa D adalah salah satu siswa yang kurang beruntung karena terpaksa harus tinggal kelas
atas dasar keputusan dari hasil rapat jajaran gurunya. Keputusan yang dipilih oleh para guru
pastinya karena berbagai faktor yang dipertimbangkan dan hasilnya siswa D memenuhi
kriteria untuk tinggal kelas. Seperti pada umunya siswa tidak naik kelas, biasanya
diakibatkan oleh sedikitnya 3 faktor, yaitu:
a) Tidak memenuhi KKM mata pelajaran, siswa tidak dapat memenuhi kriteria ketuntasan
minimal (KKM) 3 mata pelajaran atau lebih. Guru mata pelajaran sudah memberikan
kesempatan untuk remedial namun masih banyak siswa yang tidak mengindahkannya.
b) Sikap dan tingkah laku, yang tinggal kelas tidak selalu anak yang berkemampuan
kurang dalam dalam belajar. Anak pintar bisa saja gagal untuk naik kelas bila sikap dan
tingkah lakunya kurang baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai kurang pada kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan, estetika dan jasmani,
olahraga dan kesehatan.
c) Prosentase kehadiran tidak mencukupi, sekolah menetapkan prosentase kehadiran untuk
naik kelas. Jika tidak memenuhi target kehadiran tersebut siswa akan tinggal kelas.
Siswa D mungkin termasuk kepada siswa yang memenuhi poin-poin tadi sehingga
termasuk kepada kriteria tinggal kelas. Namun, akibat Keputusan tersebut siswa D
terdampak psikologinya yang mengakibatkan dia malu, tidak mempunyai motivasi lagi
untuk sekolah dan tidak mau bersosialisasi. Hal ini tentu berbahaya bagi kehidupan dan
masa depannya.

2
2. Prognosis
Situasi siswa D saat ini dapat dibilang cukup berbahaya, jika terus dibiarkan maka bukan
tidak mungkin siswa D semakin terganggu secara psikis dan menjadi siswa yang tidak
matang secara mental sehingga berpengaruh negatif pada kehidupan dan masa depannya.
Dengan situasi ini, maka diperlukan langkah-langkah konseling untuk membantu siswa D
memperbaiki situasi sulit ini. Dalam hal ini, perlu ditekankan kepada siswa D akan
pentingnya proses menuntut ilmu yang harus dirinya jalani termasuk dengan resikonya
seperti yang dia sedang rasakan saat ini. Namun, di sisi lain sangat penting juga bagi kita
sebagai Konselor untuk bisa melakukan mediasi kepada pihak sekolah dalam hal
kemungkinan berpindah jurusan, fasilitas bantuan untuk pindah sekolah atau bahkan
percobaan treatment berupa home schooling untuk membantu siswa D memperbaiki
kesehatan psikologinya
Berdasarkan permasalahan yang dialami siswa D, maka pendekatan yang perlu dilakukan
kepada siswa D adalah dengan Layanan Responsif yang di kolaburasikan dengan Konseling
menggunakan Teknik Self Management, yaitu suatu proses dimana konseli mengarahkan
perubahan tingkah laku mereka sediri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi
strategi. Self management membuat orang mampu mengarahkan tindakanya ke arah yang
positif.

3. Penanganan (Treatment)
Dalam konseling memuat beberapa teknik diantaranya teknik Self Management
(pengelolaan diri) yaitu suatu proses dimana konseli mengarahkan perubahan tingkah laku
mereka sediri, dengan menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi. Self Management
membuat orang mampu mengarahkan tindakanya ke arah yang positif. Teknik Self
Management ini termasuk dalam pendekatan behavior. Konseling behavioral yakni setiap
tingkah laku dapat dipelajari. Self Management dapat efektif mengubah ide pikiran dan
perasaan buruk di dalam hati menjadi kualitas yang dapat diterima dari perilaku mental.
Dalam pelaksanaan teknik Self Management tanggung jawab keberhasilan konseling berada
di tangan konseli. Konselor berperan sebagai pencetus gagasan, fasilitator yang membantu
merancang program serta motivator bagi konseli.

3
Teknik Self Management ini bertujuan agar individu secara teliti dapat menempatkan diri
dalam situasi-situasi yang dapat menghambat tingkah laku yang hendak di hilangkan dan
belajar untuk mencegah timbulnya perilaku atau masalah yang tidak dikehendaki. Individu
dapat mengelola pikiran, perasaan, dan tindakanya sehingga mendorong pada hal-hal yang
baik.
Kemudian, dalam hal strategi Layanan Responsif, ini merupakan pemberian bantuan
kepada konseli/peserta didik yang menghadapi kebutuhan maupun masalah dan
memerlukan pertolongan dengan segera, Karena jika tidak segera dibantu dapat
menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tugas perkembangan diri konseli
sebagai pelajar. Adapun strategi Layanan Responsif untuk kasus siswa D ini diantaranya
kenseling individual, kolaborasi dengan guru mata pelajaran, kolaborasi dengan orang tua,
kolaborasi dengan pihak sekolah, bimbingan teman sebaya, dan kunjungan rumah.

4. Langkah-langkah Treatment

Langkah 1 Pada tahap pertemuan pertama ini konselor/peneliti berfokus pada


menumbuhkan rasa antusias mengikuti berjalannya konseling dengan
menumbuhkan rasa percaya terhadap konselor/peneliti, agar dapat konsisten
dalam mengikuti konseling serta berjalannya proses konseling dengan lancar
sehingga dapat tercapainya tujuan konseling dalam rangka mereduksi faktor-
faktor yang menjadi akar masalah konseli mengalami kesulitan belajar.
Langkah 2 Pada tahap pertemuan kedua ini, di tahap inti konseling konselor/peneliti
berfokus pada menggali informasi permasalahan konseli.
Ditahap ini terdapat faktor siswa D terdampak psikologinya yang
mengakibatkan dia tidak ingin bersekolah lagi.
Langkah 3 Pada tahap pertemuan ketiga ini, ditahap inti konseling konselor/peneliti
memasuki tahap tretment Self Management dan pendekatan Layanan
Responsif untuk mereduksi faktor-faktor yang menyebabkan konseli
mengalami kesulitan belajar.
Yaitu konseli memonitor diri/observasi diri pada diri konseli. Disini
dimaksudkan Konselor membantu mengarahkan konseli dengan sengaja

4
mengobservasi diri tingkah lakunya, baik dari segi intensitas dan durasi yang
sering di lakukan selama ini dengan cara mencatat dengan teliti.
Didapatkan bahwa perubahan sikap konseli diakibatkan karena kecewa kepada
dirinya sendiri dan kepada keputusan bahwa dia tidak bisa naik kelas. Konseli
merasa malu dan tidak mempunyai motivasi untuk melanjutkan jenjang
Pendidikan dengan bersekolah.
Langkah 4 Pada tahap pertemuan keempat ini, ditahap inti konseling konselor/peneliti
melanjutkan tahap tretment Self Management dan pendekatan Layanan
Responsif pertemuan sebelumnya yaitu evaluasi diri, pemberian penguatan
dan membantu memediasi masalah kepada pihak sekolah dengan segera.
Pada tretment evaluasi diri ini konselor/peneliti membantu mengarahkan
konseli untuk mencatat target atau capaian tingkahlaku yang akan dicapai guna
sebagai perbandingan dari hasil catatan tingkah laku selama ini yang dibuat
konseli.
Perbandingan ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas dan evisiensi
program. Antara lain mencoba menjadi seorang yang lebih rasional, menerima
kenyataan, beradaptasi, menghilangkan semua sikap negatifnya sebagai pelajar
dan meyakinkan dirinya bisa lebih berprestasi serta lebih baik walaupun harus
ulang kelas, pindah sekolah ataupun dengan home schooling.
Selain itu, meminta bantuan kepada pihak sekolah untuk bisa memberikan
fasilitas kepada siswa D agar dalam keperluan pindah sekolah dapat lebih
mudah dan siswa D masih berkesempatan untuk memperbaiki jenjang
pendidikannya.

5. Tindak Lanjut (Follow-Up)


Pada konseling ini peneliti melihat atau mengevaluasi hasil pelaksanaan program kegiatan
yang sudah dirumuskan dan dilaksanakan. Konseli kesuluruhan berhasil melaksanakan
program dan merasakan dampak positif dari pelaksanaan atau perumusan program tretment
teknik self management yang dikolaburasikan dengan Layanan Responsif. Program yang telah
di rencanakan melalui bantuan konselor dalam konseling yakni konseli mau mulai menerima
bahwa dirinya harus ulang kelas.
Selain itu, konseli lebih termotivasi untuk tetap melanjutkan jenjang Pendidikan dan akan
berusaha sebaik mungkin untuk merubah hal-hal negative menjadi positif dengan kehidupan
dan masa depannya.

5
C. KESIMPULAN
Berdasarkan tahapan konseling yang telah dipaparkan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
teknik self management yang juga dikolaburasikan dengan Layanan Responsif ini dapat
digunakan untuk mereduksi faktor-faktor penyebab kegagalan naik kelas yang terjadi kepada
siswa D. Hal ini dapat dilihat melalui perubahan yang terjadi pada konseli seiring dengan
treatment yang dilakukan saat sesi konseling. Dalam pelaksanaan tindakan untuk menurunkan
tingkat kesulitan belajar akan lebih optimal lagi apa bila didukung oleh teman sebaya, orang
tua, dan guru pembimbing berperan aktif dan efektif dalam mereduksi faktor-faktor penyebab
tersebut, namun demikian hal tersebut masih terbatas belum dapat terlaksana karena
terbatasnya waktu dan keadaan.

Kasus #5
Setelah rapat yang cukup alot antara kepala sekolah, wali kelas dan guru bidang studi,
akhirnya dengan berat hati memutuskan kalau siswa D harus tinggal kelas. Kondisi ini
berdampak terhadap psikologis siswa D sehingga dia ingin berhenti sekolah. Kepala Sekolah
meminta guru BK untuk menangani siswa tersebut.

Anda mungkin juga menyukai