Oleh
Nikita Ananta
2111201303131
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas paper ini. Tugas ini telah disusun
dengan semaksimal mungkin dan mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar proses pembuatan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Psikologi Belajar dengan materi Teori-teori Belajar. Selain itu, tugas makalah ini bertujuan
menambah wawasan tentang Teori Belajar dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca untuk dijadikan bahan referensi dalam mempelajari bahasan ini.
Dengan segala keterbatsan yang ada, kami telah berusha dengan segala daya dan upaya
menyelesaikan tugas paper ini sebagaimana pepatah yang mengatakan tiada gading yang tak
retak, bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun
materinya. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB 2 Pembahasan
BAB 3 Penutup
A. Kesimpulan
B. Saran
Daftar Pustaka
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam proses belajar dan mengajar ada berbagai kendala. Kendala tersebut bisa
berupa kondisi pembelajaran yang membosankan, siswa yang kurang memperhatikan dan
tidak mau mendengarkan penjelasan gurunya,serta anak didik yang bandel. Bagi guru semua
peristiwa tersebut adalah peistiwa yang sangat menjengkelkan,sehingga guru menganggap
kelas tersebut menjadi kelas yang bandel,sulit di diurus dan lain sebagainya.
Guru yang demikian tidak bisa dikatakan sebagai guru yang bijak karena hal-hal yang
membosankan pada proses pembelajaran dikelas dipicu oleh guru tersebut yang tidak mampu
mengkondisikan kelas senyaman mungkin bagi siswanya disaat proses belajar dilaksanakan.
Ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi,apakah materi yang telah
diajarkannya telah dipahami siswa atau belum.Ketika proses belajar dan pembelajaran guru
tidak berusaha mengajak siswa untuk berpikir.Komunikasi terjadi hanya pada satu arah,yaitu
dari guru kesiswa.Guru berpikir bahwa materi pelajaran lebih penting daripada
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik.Lalu guru menganggap peserta didik
sebagai tong kosong yang harus diisi dengan sesuatu yang dianggap penting.Hal-hal
demikian adalah kekeliruan guru dalam mengajar.Oleh karena itu makalah yang membahas
mengenai teori belajar ini disusun agar para pendidik mampu mengetahui dan memahami
secara teoritis perubahan perilaku peserta didik dalam proses belajar dan pembelajaran
sehingga proses belajar tersebut bisa berjaalan secara maksimal berdasarkan tujuan awal
pembelajaran itu sendiri. .
B. Rumusan Masalah
1. Apa maksud dari Teori Behavioristik?
2. Apa maksud dari Teori Kognitif?
3. Apa maksud dari Teori Piaget?
4. Apa maksud dari Teori Konstruktivisme?
5. Apa maksud dari Teori Neo behavioristik Gagne?
6. Apa maksud dari Teori Humanistik?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian dari Teori Behavioristik
2. Untuk memahami pengertian dari Teori Kognitif
3. Untuk memahami pengertian dari Teori Piaget
4. Untuk memahami pengertian dari Teori Konstruktivisme
5. Untuk memahami pengertian dari Teori Neo Behavioristik Gagne
6. Untuk memahami pengertian dari Teori Humanistik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Behavioristik
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh
para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah laku.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Behaviorisme merupakan salah aliran psikologi yang memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme
tidak mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi
kebiasaan yang dikuasai individu. Dengan kata lain proses pembelajaran menurut teori
Behaviorisme adalah bahwa proses pembelajaran lebih menekankan pada proses pemberian
stimulus (rangsangan) dan rutinitas respon yang dilakukan oleh siswa. Inti pembelajaran dalam
pandangan behaviorisme terletak pada stimulus respon (S-R).
Evaluasi menekankan pada respon pasif, ketrampilan secara terpisah, dan biasanya
menggunakan paper and pencil test. Evaluasi hasil belajar menuntut jawaban yang benar.
Maksudnya bila siswa menjawab secara “benar” sesuai dengan keinginan guru, hal ini
menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan tugas belajarnya. Evaluasi belajar dipandang
sebagi bagian yang terpisah dari kegiatan pembelajaran, dan biasanya dilakukan setelah selesai
kegiatan pembelajaran. Teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan siswa secara individual
(Degeng, 2006).
5. Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus
dihindari.
a. Edward LeeThorndike
Menurutnya belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apa
yang merangsang terjadinya kegiatan belajar seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang
dapat ditangkap melalui alat indera. Respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, juga dapat berupa pikiran, perasaan, gerakan atau tindakan. teori ini sering disebut teori
koneksionisme.
b. John Watson
Kajian tentang belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti Fisika atau Biologi yang
berorientasi pada pengalaman empirik semata, yaitu sejauh mana dapat diamati dan diukur.
Belajar merupakan proses interaksi antara stimulus dan respon, namun keduanya harus dapat
diamati dan diukur.
c. Edwin Guthrie
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-stimulus
yang disertai suatu gerakan. Hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam proses
belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah laku
seseorang.
Konsep-konsep yang dikemukanan tentang belajar lebih mengungguli konsep para tokoh
sebelumnya. Respon yang diterima seseorang tidak sesederhana konsep yang dikemukakan
tokoh sebelumnya, karena stimulus-stimulus yang diberikan akan saling berinteraksi dan
interaksi antar stimulus itu akan mempengaruhi respon yang dihasilkan. Respon yang diberikan
ini memiliki konsekuensi-konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi inilah yang nantinya
mempengaruhi munculnya perilaku.
B. Teori Kognitif
Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman
yang kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat.Teori kognitivisme ini memiliki perspektif
bahwa para peserta didik memproses informasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir,menyimpan,dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan yang telah ada. Teori ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi pendidikan. Secara umum diartikan
sebagai potensi intelektual yang terdiri dari tahapan: pengetahuan (knowledge), pemahaman
(comprehention), analisa (analysis), sintesa (synthesis), evaluasi (evaluation). Persoalan yang
menyangkut kemampuan untuk mengembangkan kemampuan rasional (masuk akal). Teori
kognitif lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan
aspek rasional yang dimiliki orang lain. Oleh sebab itu, kognitif berbeda dengan teori
behavioristik yang lebih menekankan pada aspek kemampuan perilaku yang didahulukan dengan
cara kemampuan merespon terhadap stimulus yang dating pada dirinya. Secara sederhana,
kemampuan koginitif adalah kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah, dengan demikian dapat di pahami perkembangan
kognitif adalah semua proses psikologi yang berkaitan dengan acara individu mempelajari dan
memikirkan lingkungan sekitarnya.
Karakteristik :
Menekankan pada kebermaknaan dan pengertian sehingga tidak menimbulkan ambiguitas dalam
proses pembelajaran.
Teori ini mengatakan bahwa pengalaman kependidikan harus dibangun di sekitar struktur
kognitif siswa. Struktur kognitif ini bisa dilihat dari usia serta budaya yang dimilik oleh siswa.
Bandura mempercayai bahwa model akan mempunyai pengaruh yang paling efektif apabila
mereka dianggap atau dilihat sebagai orang yang mempunyai kehormatan, kemampuan, status
tinggi, dan juga kekuatan, sehingga dalam banyak hal seorang guru bisa menjadi model yang
paling berpengaruh.
Norman melihat bahwa materi baru akan dipelajari dengan menghubungkannya dengan sesuatu
yang sudah diketahuinya, yang dalam teorinya di sebut learning by analogy. Pengajaran yang
efektif memerlukan guru yang mengetahui struktur kognitif siswa.
C. Teori Piaget
Jean Piaget mengemukakan bahwa proses belajar akan terjadi apabila ada aktivitas individu
berinteraksi dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisiknya. Pertumbuhan dan perkembangan
individu merupakan suatu proses sosial. Individu tidak berinteraksi dengan lingkungan fisiknya
sebagai suatu individu terikat, tetapi sebagai bagian dari kelompok sosial. Akibatnya lingkungan
sosialnya berada di antara individu dengan lingkungan fisiknya. Interaksi Individu dengan orang
lain memainkan peranan penting dalam mengembangkan pandangannya terhadap alam. Melalui
pertukaran ide-ide dengan orang lain, individu yang tadinya memiliki pandangan subyektif
terhadap sesuatu yang diamatinya akan berubah pandangannya menjadi obyektif.
Piaget mengemukakan bahwa, perkembangan kognitif memiliki peran yang sangat penting
dalam proses belajar. Perkembangan kognitif pada dasarnya merupakan proses mental. Proses
mental tersebut pada hakekatnya merupakan perkembangan kemampuan penalaran logis
(development of ability to respon logically). Bagi Piaget, berfikir dalam proses mental tersebut
jauh lebih penting dari sekedar mengerti. Semakin bertambah umur seseorang, maka semakin
kompleks susunan sel syarafnya dan semakin meningkat pula kemampuan kognitifnya.
Proses perkembangan mental bersifat universal dalam tahapan yang umumnya sama, namun
dengan berbagai cara ditemukan adanya perbedaan penampilan kognitif pada tiap kelompok
manusia. Sistem persekolahan dan keadaan sosial ekonomi dapat mempengaruhi terjadinya
perbedaan penampilan dan perkembangan kognitif pada individu, demikian pula dengan budaya,
sisitem nilai dan harapan masyarakat masing-masing.
Menurut Piaget, pengetahuan dibentuk oleh individu melalui interaksi secara terus menerus
dengan lingkungan. Ada empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget, yaitu :
a) Tahap sensorimotor (usia 0-2 tahun). Individu memahami sesuatu atau tentang dunia dengan
mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman sensoris, (seperti melihat, dan mendengar) dan
dengan tindakan-tindakan motorik fisik.
b) Tahap pra-operasional (usia 2-7 tahun). Individu mulai melukiskan dunia melalui tingkah laku
dan kata-kata. Tetapi belum mampu untuk melakukan operasi, yaitu melakukan tindakan mental
yang diinternalisasikan atau melakukan tindakan mental terhadap apa yang dilakukan
sebelumnya secara fisik. .
c) Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun). Individu mulai berpikir secara logis tentang
kejadian-kejadian yang bersifat konkret. Individu sudah dapat membedakan benda yang sama
dalam kondisi yang berbeda.
d) Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Sementara Salvin menjelaskan bahwa pada
operasional formal terjadi pada usia 11 sampai dewasa awal. .
Yang menjadi titik pusat dari teori belajar kognitif Piaget ialah individu mampu mengalami
kemajuan tingkat perkembangan kognitif atau pengetahuan ke tingkat yang lebih tinggi.
Dalam proses pembelajaran, perlakuan terhadap individu harus didasarkan pada perkembangan
kognitifnya. Atau dengan kata lain, dalam proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tingkat
perkembangan individu. Belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik.
B.Perkembangan Intelektual
Setiap organisme, baik manusia maupun hewan, pasti mengalami peristiwa perkembangan
selama hidupnya. Perkembangan ini meliputi seluruh bagian dengan keadaan yang dimiliki oleh
organisme tersebut, baik yang bersifat konkret maupun yang bersifat abstrak. Jadi, arti peristiwa
perkembangan itu khususnya perkembangan manusia juga meliputi aspek psikologis, seperti
perkembangan intelektual yang mereka miliki.
Intelektual merupakan suatu yang dimiliki oleh masing-masing individu untuk mengembangkan
dan mempertahankan hidupnya, serta berusaha untuk menghambakan dirinya kepada sang
pencipta..
Intelektual adalah kombinasi sifat-sifat manusia yang terlihat dalam kemampuan memahami
hubungan yang lebih kompleks, semua proses berpikir abstrak, menyesuaikan diri dalam
pemecahan masalah dan kemampuan memperoleh kemampuan baru.
• William Sterm (dalam Sunarto, 1994)
• (Gunarsa, 1991)
Intelektual adalah kecakapan untuk berpikir , mengamati atau mengerti serta kecakapan untuk
mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya.
2. Menyeluruh
Dari berbagai definisi di atas dapat di simpulkan bahwa, intelektual adalah kemampuan untuk
memperoleh berbagai informasi, berpikir abstrak, menalar, serta bertindak secara efisien dan
efektif. Selain itu, intelektual merupakan kemampuan yang dibawa individu sejak lahir,
intelektual tersebut akan berkembang bila lingkungan memungkinkan dan kesempatan tersedia
sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru.
Menurut August Comte ada tiga tahapan perkembangan intelektual, yang merupakan
perkembangan dari tahapan sebelumnya:
• Tahap Teologis
Tingkat pemikiran manusia adalah seluruh benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan
oleh kekuatan yang bebeda diatas manusia.
• Tahap Metafisis
Tahap manusia menganggap bahwa di dalam setiap kejadian ada inti tertentu atau kekuatan yang
ada akhirnya akan bisa diungkap. Oleh sebab itu adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita yang
berhubungan dengan suatu realitas serta tidak ada usaha sebagai penentu hukum alam yang
sama.
• Tahap Positif
Menurut Andi Mappiare (1982), hal- hal yang mempengaruhi perkembangan intelektual antara
lain :
• Jenius
Suatu kemampuan yang sangat luar biasa, dalam ukuran atau tingkatan di atas 140. Kemampuan
ini bisa dimiliki oleh siapa saja yang mau berusaha untuk meningkatkan kecerdasan dan
memanfaatkan potensi dasarnya dengan baik.
• Normal
Merupakan suatu kemampuan yang biasa saja, tetapi kecerdasan ini mampu untuk melakukan
semua aktivitas yang dibutuhkan dan diinginkan dirinya. Mempunyai tingkat ukuran yang rata-
rata 100 sampai dengan 110. Kecerdasan ini bisa pada anak yang cerdas atau disebut kecerdasan
yang rata-rata.
• Rendah
Kemampuan ini dibawah rata-rata, bukan berarti kemampuan ini tidak dapat menyelesaikan
kebutuhan dan keinginan atas dirinya, hanya saja mengalami keterhambatan dalam
melaksanakan tugas-tugas untuk dirinya maupun orang lain, tingkat ukuran diantara 70 sampai
90. Pada umumnya ia mampu melaksanakan berbagai tugas hanya lambat dan cepat lelah serta
jenuh.
• Keterbelakangan
Anak yang mempunyai kemampuan yang sangat rendah dan sangat sulit untuk melakukan tugas
atas dirinya, setiap tugas memerlukan bantuan orang lain, dengan bantuan akan memberikan
kemampuan meningkat. Di antara keterbelakangan ada yang disebut dengan :
1. Idiot IQ (0-29) yaitu keterbelakangan yang sangat rendah sekali. Tidak dapat berbicara hanya
dapat mengucapkan beberapa kata saja, tidak dapat mengurus dirinya seperti mandi, makan dan
rata-rata kemampuan ini berada di tempat tidur, kemampuannya seperti anak bayi. Kemampuan
ini tidak tahan terhadap penyakit.
2. Imbecile IQ (30-40) yaitu lebih meningkat dari idiot, jika dilatih dalam berbahasa ia mampu,
tetapi sangat sukar sekali, dalam berbahasa kadang dapat dimengerti dan kadang tidak dapat.
Dapat mengurus dirinya dengan latihan dan pengawasan yang benar. Biasanya anak yang umur 7
tahun kemampuan kecerdasannya sama dengan anak yang berumur 3 tahun.
Kemampuan seseorang anak akan terlihat saat anak melakukan aktivitas. Kegiatan atau aktivitas
yang dilakukan akan menunjukkan bahwa anak memang mampu dalam bidang tertentu dan tidak
mampu pada bidang yang lain, sehingga anak dalam perkembangan intelektualnya disesuaikan
dengan kemampuan dasar yang dimiliki anak dan bagaimana lingkungan yang mempengaruhi
intelektualnya.
Adapun karakteristik setiap tahapan perkembangan intelektual tersebut adalah sebagai berikut :
• Individu baru mampu melihat dan meresapi pengalaman, tetapi belum mampu untuk
mengkategorikan pengalaman.
Tahap operasional konkret ditandai dengan karakteristik menonjol bahwa segala sesuatu
dipahami sebagaimana yang tampak saja atau sebagaimana kenyataan yang mereka alami. Jadi,
cara berpikir individu belum menangkap yang abstrak meskipun cara berpikirnya sudah tampak
sistematis dan logis.
Dalam memahami konsep, individu sangat terikat kepada proses mengalami sendiri. Artinya,
mudah memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati atau melakukan sesuatu
yang berkaitan dengan konsep tersebut.
a. Kedewasaan
Perkembangan sistem saraf sentral yaitu otak, koordinasi motorik dan manifestasi
fisik lainnya menpengaruhi perkembangan kognitif. Kedewasaan atau maturasi merupakan faktor
penting dalam perkembangan intektual. (Matt Jarvis, 2011:141).
b. Penalaran Moral
Interaksi dengan lingkungan fisik digunakan anak untuk mengabstrakkan berbagai sifat fisik
benda-benda. Bila seorang anak menjatuhkan sebuah benda dan menemukan bahwa benda itu
pecah atau bila ia menempatkan benda itu dalam air, kemudian ia melihat bahwa benda itu
terapung ia sudah terlibat dalam proses abstraksi sederhana atau abstraksi empiris.
c. Pengalaman Logika-Matematika
Pengalaman yang dibangun oleh anak, yaitu ia membangun atau menkonstruks hubungan-
hubungan antara objek-objek. Sebagai contoh misalnya, anak yang sedang menghitung beberapa
kelereng yang dimilikinya dan ia menemukan “sepuluh” kelereng. Konsep “sepuluh” bukannya
sifat kelereng-kelereng itu, melainkan suatu kontruksi lain yang serupa, yang disebut
pengalaman logika-matematika. ( Matt Jarvis, 2011:141).
d. Transmisi Sosial
Dalam tansmisi sosial, pengetahuan itu datang dari orang lain, seperti pengaruh bahasa, instruksi
formal dan membaca, begitu pula interaksi dengan teman-teman dan orang-orang dewasa
termasuk faktor transmisi sosial dan memegang peranan dalam perkembangan. (Matt Jarvis,
2011:142).
e. Pengaturan Sendiri
Pengaturan sendiri atau ekuilibrasi adalah kemampuan untuk mencapai kembali keseimbangan
(equilibrium) selama periode ketidakseimbangan (disequlibrium). Ekuilibrasi merupakan suatu
proses untuk mencapai tingkat-tingkat berfungsi kognitif yang lebih tinggi melalui asimilasi dan
akomodasi tingkat demi tingkat. ( Matt Jarvis, 2011:143). Jika pengaturan sendiri sudah dimiliki
anak, ia mampu menjelaskan hal-hal yang dirasakan anak dari lingkungannya, kondisi ini
dinamakan equilibrium. Namun ketika anak menghadapi situasi baru yang tidak bisa dijelaskan
dengan pengaturan
diri yang sudah ada, anak mengalami sensasi disequlibrium yang tidak menyenangkan. Secara
naluriah, kita disarankan untuk memperoleh pemahaman tentang dunia dan menghindari
disequlibrium. (Matt Jarvis, 2011:142).
1. Motivasi
4. Kecerdasan Visual
5. Lingkungan
6. Kecerdasan Berkomunikasi .
7. Makanan Bergizi
8. Membaca
9. Kemampuan Bersosialisasi.
Menurut Piaget (Setiono, 1983), pada tahap operasi konkrit anak dapat berpikir
sistematis, tetapi terbatas pada obyek yang merupakan aktivitas konkrit. Selain itu, pada tahap ini
anak senang sekali memanipulasi benda-benda konkrit untuk membuat model, membuat alat
mekanis dan lain-lain (Ruseffendi, 1991). Teori belajar yang mendukung pembelajaran
kontekstual adalah teori belajar dari Dienes, dan teori belajar konstruktivisme dari Piaget.
Perkembangan pemikiran Piaget banyak dipengaruhi oleh Samuel Cornut sebagai bapak
pelindungnya, seorang ahli dari Swiss. Cornut mengamati bahwa Piaget selama masa remaja
sudah terlalu memusatkan pikirannya pada biologi, menurutnya ini dapat membuat pikiran Piaget
menjadi sempit. Oleh karena itu Cornut ingin mempengaruhi
D. Teori Konstruktivisme
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk membanguin
pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki
pengetahuan jika pengetahuan itu dibangu atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat.
Evaluasi pembelajaran. Dalam treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk
mengetahui kualitas siswa dalam memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal dari
disiplin filsafat, khususnya filsafat ilmu. Pada tataran filsafat, teori ini membahas mengenai
bagaimana proses terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan
pengetahuan terjadi sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam
perkembangan kemudian, teori ini mendapat pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi
kognitif Piaget yang berhubungan dengan mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya
pengetahuan. Menurut kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi
pengetahuan. Proses tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:
-Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka lihat, dengar,
rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia punyai.
-Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur hidup.
-Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada pengembangan
berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar bukanlah hasil
dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan yang menuntun
penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
-Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan yang
merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik untuk
belajar
-Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan siswa.
Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu,
bukan suatu proses mekanis untuk mengumpulkan fakta. Dalam konteks yang demikian, belajar
yang bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian dan selalu terjadi
pembaharuan terhadap pengertian yang tidak lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut teori
konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi
pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam,
maupun realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial.
Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman,
pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh dalam proses
konstruksi makna.Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori
belajar konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam
batas tertentu aliran ini dapat disebut juga neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui bahwa stressing
point teori ini bukan terletak pada berberapa konsep psikologi kognitif yang diadopsinya
(pengalaman, asimilasi, dan internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi
pengetahuan yang dimaksudkan dalam pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas
yang dilakukan setiap orang ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian,
konstruksi atau pemaknaan terhadap realitas adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti
ini, sebetulnya substansi konstrukvisme terletak pada pengakuan akan hekekat manusia sebagai
homo creator yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.Adapun prinsip-prinsip teori belajar
konstruktivistik adalah sebagai berikut :
2.Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan keaktifan murid
sendiri untuk menalar
3.Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep
ilmiah
4.Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan lancar.
yang terjadi dalam benak seseorang, di dalam otaknya. Belajar disebut suatu
proses yang rumit dan kompleks. Belajar terjadi ketika seseorang merespon dan
sedemikian hingga modifikasi yang sama tidak akan terjadi lagi pada situasi baru.
Pengamat akan mengetahui tentang terjadinya proses belajar pada orang yang
yang terjadi, dihasilkan dari pertumbuhan struktur dan diri manusia itu. Dengan
datangnya dari luar, sedangkan kematangan datangnya memang dari dalam diri orang itu.
Perubahan tingkah laku yang tetap sebagai hasil belajar harus terjadi
adalah respons atas stimulus itu, dan garis di antaranya adalah hubungan di antara
stimulus dan respon yang terjadi dalam diri seseorang yang tidak dapat kita amati,
yang bertalian dengan sistem alat saraf di mana terjadi transformasi perangsang
yang diterima melalui alat dria. Stimulus ini merupakan input yang berada di luar
individu dan respon adalah outputnya, yang juga berada di luar individu sebagai
adalah faktor eksternal bagi siswa. Pada situasi belajar, tingkatan belajar yang
intelektual dan melibatkan penggunaan persyaratan belajar. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa inti dari belajar bagi Gagne adalah perkembangan kemampuan untuk
perubahan sikap peserta didik. Gagne menyamakan perubahan sikap itu sendiri dengan belajar.
Buku utamanya “The Condition of Learning” menguraikan delapan tingkah laku belajar yang
dapat dibedakan sesuai dengan persyaratan belajar yang dihubungkan satu dengan lainya.
yang terlibat dalam kemampuan baru tersebut. Sebagai contoh: seseorang yang
sebelumnya dari kemampuan yang lebih sederhana. Jadi suatu pengetahuan yang
rendah. Gagne menanamkan gerak maju dari belajar itu dengan istilah tingkatan
d. Sikap (Attitudes)
pengolahan yang esensial bagi belajar dan harus dilaksanakan secara berurutan.
Pada fase ini akan menjadikan siswa peka/sadar akan adanya stimulus
yang muncul dari situasi belajar. Siswa dapat melihat stimulus-stimulus tersebut
dan sifat-sifatnya.
Pada fase ini membawa siswa tahu tujuan belajar. Misalnya siswa
baru, atau belajar memecahkan suatu masalah. Orientasi tujuan yang sudah
terbentuk pada tahap ini membuat siswa bisa memilih hasil apa yang sesuai pada
mengukur apa yang telah dimilikinya itu. Hal ini perlu dilakukan di dalam proses
belajar mengajar agar supaya guru dapat mengetahui apa yang telah dimiliki dan
Dalam fase ini kemampuan baru yang telah diperoleh dipertahankan atau
mengindikasikan bahwa terdapat dua tipe memori, yaitu memori jangka pendek
(short term memory) dan memori jangka panjang (long term memory).
dimiliki dan disimpan dalam memori. Proses memanggil kembali informasi ini
adalah sangat tidak teliti (imprecise), tidak teratur (disorganized), dan malahan
Transfer dapat bersifat horizontal, yakni apa yang dipelajari itu dapat
merefleksikan apa yang sudah ia pelajari. Tingkah laku baru yang ditampilkan
sebagai hasil belajar ini, penting bagi siswa karena akan memberikan kepuasan,
dan selanjutnya akan mendorongnya untuk belajar lebih lanjut. Fase ini
Belajar tidak dengan sendirinya berhasil baik. Oleh sebab itu pelajar
tanda bahwa jawabannya benar. Di sini pun tak perlu selalu dikatakan bahwa
kepada hasil belajar yang diperoleh dan disusun secara hierarkis dan sistematik
dimana tipe belajar yang satu menjadi landasan bagi tipe belajar yang berikutnya.
Signal learning ini mirip dengan conditioning menurut Pavlov dan timbul
setelah sejumlah pengalaman tertentu. Respon yang timbul bersifat umum, kabur,
emosional dan timbulnya refleks dan tak dapat dikuasai. Contohnya: melihat ular
Dalam pola belajar ini, dibentuk hubungan antara suatu perangsang dan
suatu reaksi, berdasarkan efek yang mengikuti pemberian reaksi tertentu. Pola ini
sebab yang satu terjadi setelah yang satu lagi, berdasarkan continuity
(pembiasaan).
verbal. Contohnya: jika anak diperlihatkan suatu bangun geometris, maka dia
akan bisa mengatakan ”persegi” atau ”jajar genjang” karena dia sudah mengenal
bentuk bentuk geometris.
antara objek-objek yang terdapat dalam lingkungan fisik yang real.iswa dapat mengenal berbagai
merk mobil berdasarkan ciri-cirinya sehingga
untuk membedakan apa yang masuk dan apa yang tidak masuk dalam konsep itu.
Misalnya, orang yang tidak mempunyai persepsi yang jelas tentang variasi dalam
dalam pemecahan suatu problem. Problem yang dihadapi akan dapat dipecahkan
terbentuk suatu kaidah yang lebih tinggi, yang oleh Gagne disebut ”higher- order
rule” dan kerap dilahirkan sebagai hasil berpikir, bila orang menghadapi suatu
Teori humanistik adalah sebuah teori belajar yang mengutamakan pada proses belajar
bukan pada hasil belajar. Teori ini mengemban konsep untuk memanusiakan manusia sehingga
manusia (siswa) mampu memahami diri dan lingkungannya.
Teori Humanistik ini bermula pada ilmu psikologi yang amat mirip dengan teori kepribadian.
Sehingga dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka teori ini diterapkan
dalam dunia pendidikan khususnya dalam pembelajaran formal maupun non formal dan
cenderung mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dalam dunia pendidikan. Teori ini memberikan
suatu pencerahan khususnya dalam bidang pendidikan bahwa setiap pendidikan haruslah
berparadigma Humanistik yakni, praktik pendidikan yang memandang manusia sebagai satu
kesatuan yang integralistik, harus ditegakkan, dan pandangan dasar demikian diharapkan dapat
mewarnai segenap komponen sistematik kependidikan dimanapun serta apapun jenisnya.
2.Belajar terasa sangat bermanfaat jika memiliki relevansi dengan maksud tertentu.
Konsep dasar yang harus dijadikan acuan pada teori belajar ini adalah manusia memegang
peranan penting pada kesuksesan dirinya sendiri.
Untuk mencapai kesuksesannya, seorang individu harus memiliki motivasi yang kuat sehingga
tidak pernah menyerah untuk terus belajar dengan tetap memperhatikan pada beberapa aspek
penting, yaitu kognitif dan afektif. Adapun motivasi bisa berasal dari dalam maupun luar
individu.
Selain motivasi, seseorang juga harus memahami bagaimana cara belajar teori humanistik.
Perpaduan antara keduanya diharapkan bisa menghasilkan kesuksesan.
1. Guru dapat memberikan reward kepada peserta didik yang telah berhasil melakukan suatu hal,
agar peserta didik tersebut semakin semangat dalam pembelajaran.
2. Peserta didik perlu di hindarkan dari tekanan pada lingkungan sehingga mereka merasa aman
untuk belajar lebih mudah dan bermakna.
3. Beri kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan kemampuanya agar peserta
didik mendapatkan pengalaman belajar.
4. Pendidik harus menfasilitasi peserta didiknya dengan memberikan sumber belajar yang
mendukung.
Sebagian besar tindakan manusia mewakili upaya untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan
bersifat hierarkis (tingkatan). Dalam pembelajaran tugas utama guru yaitu bertindak supaya
fasilitator yang membangun suasana kelas menjadi lebih efektif.
1.Mampu mengubah sikap atau perilaku individu, dari yang awalnya tidak baik karena belum
mengetahui menjadi baik.
3. Mampu menjadikan individu sebagai insan yang mudah menghargai perbedaan, kebebasan
berpendapat, dan kebebasan dalam menyatakan ide/gagasan.
Pada prinsipnya, tujuan teori belajar humanistik adalah memanusikan manusia, sehingga seorang
individu bisa lebih mudah dalam memahami diri dan lingkungannya untuk mencapai aktualisasi
diri.Jika merujuk pada tujuan ini, seorang pendidik harus mampu mengarahkan (menjadi
fasilitator) tanpa ikut campur terlalu mendalam pada proses pengendalian diri peserta didik,
sehingga diharapkan bisa tercapai tujuan pembelajaran.
Suatu teori belajar dikatakan humanistik jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Menekankan pada aktualisasi diri individu (manusia sebagai sosok individu yang bisa
mengeksplorasi dirinya).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori belajar adalah suatu teori yang di dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian
kegiatan belajar mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran
yang akan dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas. Namun teori belajar ini tidak-lah semudah
yang dikira, dalam prosesnya teori belajar ini membutuhkan berbagai sumber sarana yang dapat
menunjang, seperti : lingkungan siswa, kondisi psikologi siswa, perbedaan tingkat kecerdasan
siswa. Semua unsure ini dapat dijadikan bahan acuan untuk menciptakan suatu model teori
belajar yang dianggap cocok, tidak perlu terpaku dengan kurikulum yang ada asalkan tujuan dari
teori belajar ini sama dengan tujuan Pendidikan. Makalah ini sudah cukup banyak membahas
tetang teori-teori pembelajaran. Teori-teori pembelajaran tersebut menjelaskan apa itu belajar
dan bagaimana mana belajar itu terjadi. Teori Behavioristik, Kognitif, Piaget, Konstruktivisme,
Neo Behavioristik,dan Humaristik yang memiliki masing-masing ciri,prinsip,dan konsepnya.
B. Saran
semakin hari semakin maju dan kompleks. Dunia pendidikan juga dituntut untuk peka
terhadap perubahan dan perkembangan sekecil apa pun dalam dunia ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dalam konteks ini peran guru tidaklah kecil. Guru sebagai ujung
tombak pelaksana pendidikan terdepan dituntut untuk terus mengembangkan pengetahuan,
kemampuan serta keterampilannya. Oleh karena itu disaran kepada semua yang berhubungan
dengan dunia pendidikan dan khususnya guru dapat membaca dan memahami Teori-teori
pembelajaran.
Daftar Pustaka
https://www.kompasiana.com/vivifariska/5f9f7720725d2422b57b1fb3/teori-belajar-humanisme-
dan-contoh-penerapanya?page=2
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/12354/5/BAB%20II.pdf
https://www.google.co.id/amp/s/www.quipper.com/id/blog/info-guru/teori-belajar-humanistik/
amp/