Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH METODE PENELITIAN KUALITATIF, OBSERVASI DAN

WAWANCARA
DESAIN OBSERVASI DAN WAWANCARA

Dosen
Antonius D. Robinson Manurung. Dr., M.Si

Disusun oleh,
Nadia
Hawa
Wiedya
Rizka

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................

BAB II TEORI..........................................................................................

BAB III PEMBAHASAN.........................................................................

III.1 Variabel Operasional......................................................................

III.2 Observasi..........................................................................................

III.2.1 Definisi Observasi...........................................................................

III.2.2 Langkah-Langkah Observasi...........................................................

III.3 Wawancara.......................................................................................

III.3.1 Definisi Wawancara........................................................................

III.3.2 Langkah-Langkah Wawancara........................................................

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

I.2 Rumusan Masalah


BAB II
TEORI

2.1 Wawancara

2.1.1 Pengertian Wawancara


Wawancara adalah proses yang penting dalam melaksanakan suatu penelitian
khususnya dalam penelitian yang bersifat kualitatif. Umumnya pewawancara
semestinya berusaha mendapatkan kerjasama yang baik dari subjek kajian
(responden). Dukungan dari para responden tergantung dari bagaimana peneliti
melaksanakan tugasnya, karena tujuan wawancara adalah untuk mendapatkan
informasi yang akan dianggap sebagai data dan data-data ini diperlukan untuk
membuat suatu rumusan sebaik mungkin untuk mencapai tujuan penelitian (Mila,
2015)

2.1.2 Pentingnya Wawancara


Sebelum peneliti memilih teknik analisis data yang paling sesuai untuk kajiannya
seorang, peneliti perlu bertanya mengapa teknik itu dalam yang terbaik. Oleh karena
itu dalam suatu penelitian, peneliti perlu menilai hal ini, Mason telah menggariskan
beberapa wawancara dalam penelitian kualitatif yang diperlukan.
A. Memilih teknik wawancara karena peneliti ontologis situasi "menunjukkan
bahwa pengetahuan, pemahaman, interpretasi, pengalaman, dan interaksi orang
adalah sifat-sifat yang bermakna dari realitas sosial yang pertanyaan
penelitiannya dirancang untuk dieksplorasi".
B. Memilih wawancara kualitatif, karena peneliti merasakan "cara-cara di mana
penjelasan dan pandangan sosial, argumen dapat dikonstruksi, menekankan pada
kedalaman, nuansa, kompleksitas dan kebulatan data, daripada jenis survei pola
permukaan yang luas, misalnya, kuesioner mungkin memberikan ".
C. Memilih wawancara kualitatif karena peneliti merasakan bahwa peneliti
bersedia menjadi atau meletakkan dirinya “sebagai aktif dan refleksif dalam
proses pembuatan data, dan berusaha memeriksa ini daripada bercita-cita
menjadi pengumpul data yang netral ".
D. Memilih wawancara kualitatif karena peneliti merasakan data yang tidak bisa
diperolehi dengan kaedah lain kecuali wawancara" sehingga menanyakan orang
lain untuk mereka akun, berbicara dan mendengarkan mereka adalah satu-
satunya cara untuk menghasilkan jenis data yang Anda inginkan ".
E. Diantara kaedah-kaedah lain, kaedah ini yang dapat digunakan untuk
mengungkapkan permasalahan kajian yang diteliti.
F. Memilih wawancara kualitatif karena peneliti dapat berpegang pada prinsip-
prinsip etika penelitian dan politik 'yaitu peneliti percaya bahwa responden yang
diwawancarai diberikan kebebasan dalam situasi wawancara. Peneliti
berpandangan “wawancara kualitatif lebih cenderung menghasilkan representasi
yang lebih adil dan lengkap perspektif orang yang diwawancarai ".

2.1.3 Teknik Melakukan Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan fakta, kepercayaan, keinginan,


keinginan, dan lain sebagainya yang diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian
yang diharapkan oleh peneliti. Pertanyaan yang digunakan untuk merangsang
informasi dibuat sama membuat daftar pertanyaan dengan berbagai pertanyaan.
Perbedaannya pada cara menanyakan daftar pertanyaan tersebut. Teknik wawancara
menghendaki kedua belah pihak yang dapat langsung secara aktif. Disini akan
dibahas hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan teknik wawancara
kualitatif oleh peneliti.

A. Memastikan Tujuan Penelitian


Dalam melakukan penelitian, objektif atau tujuan penelitian harus dipastikan.
Peneliti harus menentukan sejak awal informasi apa yang diperlukan untuk
mencapai tujuan yang diketahui hanya dengan teknik wawancara bukan dengan
teknik yang lainnya.
Dengan memperhatikan waktu, tenaga dan biaya yang tinggi untuk melakukan
teknik ini sehingga informasi yang didapat akurat, wawancara tidak harus
digunakan untuk mendapatkan informasi yang dapat diperoleh dengan
menggunakan kaedah-kaedah penelitian lain.

B. Tentukan Subjek Kajian Subjek yang akan diteliti perlu diketahui. Subjek yang
dipilih seharusnya tidak terlalu banyak kesalahan karena terkait dengan waktu
dan tenaga untuk melakukan teknik ini. Wawancara hanya digunakan untuk
populasi yang kecil, biasanya untuk penelitian yang bersifat studi kasus
C. Menjalin Hubungan Yang Baik
Pada tahap awal sebelum bertemu dengan subjek adalah membuat janji untuk
bertemu dan membahas hal apa saja yang menjadi tujuan peneliti dan kerja sama
yang diharapkan bisa membantu mempercepat proses membentuk hubungan
baik. Hubungan baik juga bisa terjalin diantara peneliti dengan subjek, ketika
peneliti sangat mengenal sosiobudaya subjek, seperti latar belakang
sosiobudaya, keturunan, tempat tinggal, bahasa, logat, pakaian dan cara
berkomunikasi sering mempengaruhi keberhasilan peneliti untuk mendapatkan
informasi yang tepat. Hubungan yang erat dan baik juga bisa terjalin dan
dipercepat dengan menghubungi pihak yang terkait seperti pemerintahan dan
lain sebagainya yang dapat menjembatani peneliti dengan subjek. Peneliti juga
tidak seharusnya berhubungan langsung dengan subjek sekiranya pengaruh
pihak yang terkait tersebut sangat menonjol di lingkungan subjek. tetua adat,
pejabat

D. Mendapatkan Informasi/ Data yang Tepat


Informasi dalam penelitian kualitatif seharusnyamemang diperoleh dari subjek.
Informasi yang tepat diperoleh atas kerjasama yang diberikan oleh subjek.
Pewawancara seharusnya berusaha untuk mendapatkan kerjasama dari subjek
sebelum pertanyaan ditanyakan. Pertanyaan hendaknya dikemukakan dengan
jelas. Pertanyaan seharusnya mudah dipahami oleh subjek, mempertanyakan
pertanyaan yang jelaskan dengan menggunakan bahasa, suara dan gerak badan
yang sesuai dan dengan sopan santun serta situasi wawancara yang tenang jauh
dari atau gangguan. Ketrampilan komunikasi sangat penting dan seharusnya ada
pada peneliti. Kejujuran jawaban yang didapat perlu dipastikan. Jawaban dari
subjek, gerak badan, gerak mata, subjek subjek dapat menentukan untuk
menentukan bahwa jawaban yang diberikan tepat. Peneliti yang melakukan
wawanvara semestinya berusaha untuk mensintesiskan jawaban yang diberikan
untuk memastikan ketepatan dan keselarasan jawaban tersebut.
E. Teknik Merekam Informasi
Jawaban yang diberikan oleh subjek harus menggunakan dengan tepat. Peneliti
yang melakukan wawancara harus merekam setiap jawaban dari subjek. Peneliti
juga semestinya menghindari pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan kepada
biasnya jawaban yang diberikan oleh subjek sehingga jauh dari tujuan kajian
yang diinginkan. Jawaban tepatlah ditulis atau satu satu persatu. Proses
perekaman yang jelas mudah dekat, dianalisis dan ditafsirkan. Peneliti tidak
seharusnya kembali meminta penjelasan terhadap jawaban yang diberikan oleh
subjek setelah pergi meninggalkan subjek hanya karena proses merekam tidak
jelas.

2.1.4 Langkah-langkah Wawancara

Secara umum (Taylor dan Bogdan, dalam Mita 2015) telah mengikuti langkah-
langkah yang perlu dijadikan fokus oleh peneliti dalam menjalankan wawancara.
Langkah ini penting oleh karena peneliti dapat melihat dan responden secara
objektif terhadap masalah-masalah subjektif dari sudut pandang atau perspektif,
antara lain:

i. Mewujudkan hubungan yang erat dan hubungan yang baik dengan subjek
penelitian.
ii. Berempati terhadap subjek penelitian lainnya.
iii. Senantiasa ketertarikan terhadap pandangan dan pengalaman peneliti subjek
dengan menjadi pendengar yang menunjukkan aktif.
iv. Dapat mewujudkan situasi yang nyaman dan subjek penelitian kenyamanan
sepanjang waktu perbincangan.
v. Meyakinkan subjek kajian tentang kerahasiaan wawancara.
2.1.5 Manfaat Teknik wawancara

Teknik wawancara sangat praktis untuk digunakan, karena teknik ini memiliki
manfaat kepada peneliti maupun subjek, antara lain:

i. Memperoleh informasi yang tepat sasaran dari populasi yang kecil.


ii. Subjek lebih suka diwawancarai menulis jawaban pada kuesioner.
iii. Teknik ini lebih tepat digunakan terhadap subjek yang tidak mengembalikan
daftar pertanyaan, terutama daftar pertanyaan atau kuesioner yang dikirim
melalui pos atau surat elektronik.
iv. Aspek penting dalam wawancara adalah menyelidiki pertanyaan, menyesuaikan
pertanyaan, tergantung dari jawaban dari subjek peneliti pada masa itu.
v. Dapat diketahui langsung jenis subjek yang diwawancarai dan subjek reaksi
terhadap pertanyaan yang dikemukakan.
vi. Suasana pada saat wawancara, khususnya ketika subjek menjawab pertanyaan
dapat diamati
vii. Peneliti juga dapat melihat apakah subjek memahami pertanyaan yang
dikemukakan.
viii. Hubungan yang baik dapat mengurangi kecurigaan subjek terhadap informasi
yang akan diberikan kepada peneliti, dengan hubungan yang baik ini pula
dapat mendorong subjek memberikan jawaban yang tepat dan yakin.
ix. Peneliti pada saat wawancara memperhatikan secara langsung adanya keragu-
raguan subjek peneliti dalam menjawab. Karena peneliti dapat melihat
jawaban yang diberikan apakah sesuai dengan gerak tubuh pada saat dapat
wawancara.
x. Peneliti dapat memperoleh keterangan lebih lanjut dan mendalam terhadap
jawaban dari subjek yang tidak menyimpang jauh dari tujuan penelitian.
Dengan kata lain, teknik wawancara dapat menghasilkan informasi yang lebih tepat
dibandingkan dengan informasi yang didapat dari data lainnya. Kebenaran dan
keakuratan informasi yang didapat juga peneliti kerana yang valid dapat meminta
keterangan lebih lanjut seandainya merasa ragu terhadap jawaban yang diberikan.

2.2 Observasi

2.2.1 Pengertian Observasi


Observasi merupakan metode pengumpulan data melalui mengamati perilaku
dalam situasi tertentu kemudian mencatat peristiwa yang diamati dengan sistematis
dan memaknai peristiwa yang diamati. Observasi dapat menjadi metode
pengumpulan data yang dapat dipertangggungjawabkan tingkat validitas dan
reliabilitasnya asalkan dilakukan oleh observer yang telah melewati latihan-latihan
khusus (Prasetyaningrum, 2016)

2.2.2 Tujuan Observasi


Observasi bertujuan untuk mengetahui tingkah laku secara mendalam dan
mendeskripsikannya secara individual. Lebih jauh (Patton, dalam Prasetyaningrum,
2016) menyatakan bahwa data hasil observasi menjadi data yang penting karena:
1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik tentang konteks yang diteliti
atau yang terjadi.
2. Peneliti lebih bersikap terbuka, berorientasi pada penemuan daripada pembuktian,
dan mendekati masalah secara induktif. Pengaruh konseptualisasi (yang ada
sebelumnya) tentang topik yang diamati berkurang pada saat seseorang berada
dalam situasi lapangan yang nyata.
3. Peneliti dapat melihat hal-hal yang oleh partisipan kurang disadari atau partisipan
kurang mampu merefleksikan pemikiran tentang pengalaman itu.
4. Memperoleh data tentang hal-hal yang tidak diungkapkan secara terbuka dengan
wawancara.
5. Mengatasi persepsi selektif yang biasanya dimunculkan individu pada saat
wawancara.
6. Memungkinkan peneliti merefleksi dan bersikap introspektif terhadap penelitian
yang dilakukan. Impresi dan perasaan pengamat menjadi bagian untuk memahami
fenomena. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan observasi adalah untuk
memperoleh data ilmiah yang akan digunakan untuk penelitian maupun untuk
tujuan assesmen (pembahasan lebih lanjut pada penggunaan observasi dalam
psikologi)

2.2.3 Kelebihan dan Kelemahan Observasi


Sama halnya dengan metode wawancara, observasi sebagai metode ilmiah
memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Kartono (1996) mengatakan beberapa kelebihan observasi meliputi :
1. Merupakan alat yang murah, mudah, dan langsung untuk mengadakan penelitian
terhadap macam-macam gejala. Tidak tergantung pada self report dari observee.
2. Pada observee yang sibuk, tidak punya cukup waktu untuk mengisi kusioner,
namun biasanya bersedia diobservasi.
3. Banyak peristiwa psikis yang tidak dapat diperoleh datanya dengan kuesioner
atau wawancara, namun dapat diobservasi.
4. Dapat mengadakan pengamatan secara serentak dengan menggunakan observer
lebih dari seorang, yang terampil dalam pemakaian alat pencatatan.
5. Memberi hasil yang akurat dan digunakan sebagai acuan (Zechmeister, 2001).
Adapun beberapa kelemahan dari metode observasi adalah (Kartono, 1996):
1. Membutuhkan waktu yang lama mengingat peristiwa tidak selalu dapat
diramalkan.
2. Banyak peristiwa yang tidak dapat dilakukan dengan observasi langsung, seperti
kehidupan pribadi yang sangat rahasia.
3. Jika mengetahui diamati, subjek kadang dengan maksud tertentu sengaja
menimbulkan kesan baik atau sebaliknya.
4. Umumnya orang yang diamati merasa terganggu atau tidak nyaman, sehingga
akan melakukan pekerjaan dengan tidak semestinya.
5. Pekerjaan yang sedang diamati mungkin tidak mewakili suatu tingkat kesulitan
pekerjaan tertentu atau kegiatan-kegiatan khusus yang tidak selalu dilakukan atau
volume-volume kegiatan tertentu (gangguan sesaatseperti keadaan cuaca).
6. Observer yang dikenal dan disegani bisa mempengaruhi perilaku subjek sehingga
situasinya menjadi dibuat-buat dan kaku.
7. Menghasilkan data yang banyak dan kadang tidak sistematis sehingga
menyulitkan observer untuk melakukan analisisnya.
Dalam observasi, pengamat atau observer menjadi penentu kekuatan atau
kelemahan observasi itu sendiri, karena observer harus mencerna informasi yang
didapat dari observasi dan kemudian membuat inferensi (kesimpulan) terhadap
konstruk-konstruk yang ada.

2.2.4 Penggunaan Observasi dalam Psikologi


Penggunaan observasi sendiri dalam bidang psikologi sebagai metode untuk
pengumpulan data. Berikut ini akan dijelaskan mengenai penggunaan observasi
dalam lingkup psikologi.
A. Observasi dalam Psikodiagnostik
Psikodiagnostik berkaitan dengan proses penyelidikan untuk mengidentifikasi
dan memahami variabel psikologis dan penegakan diagnosis (Rathus & Nevid,
1991). Dalamperkembangannya, kebutuhan untuk melakukan diagnosis secara
psikologis tidak hanya terdapat di lapangan klinis saja. Secara singkat,
kedudukan metode observasi dalam psikodiagnostik dapat dikatakan pada
umumnya sebagai pelengkap bagi metode- metode yang lain (Rathus & Nevid,
1991). Meskipun demikian, metode ini bisa menjadi metode yang menonjol
sehingga bersifat menentukan. Dalam pelaksanaannya, dapat digunakan dengan
proses pengukuran dan penggunaan berbagai teknik untuk mampu memahami
dan mendiagnosis variabel psikologis (Davison & Neale, 1994).
B. Observasi dalam Psikologi Klinis
Observasi dalam psikologi klinis bertujuan untuk mendapatkan data tentang
permasalahan klinis. Cohen dan Swerdlik (2010) menyatakan bahwa observasi
digunakan untuk asesmen awal dan mendesain intervensi klinis yang diterapkan
pada setting rumah sakit, penjara, sekolah, dan lain-lain. Metode observasi
dalam psikologi klinis digunakan dengan metode lain seperti wawancara dan tes
untuk menentukan intervensi yang cocok pada subjek (Davison & Neale, 1994).
Beberapa manfaat dari observasi yaitu untuk mengidentifikasi symptom dari
suatu gangguan, mengidentifikasi tingkat gangguan, sebagai pendukung dalam
proses konseling atau terapi, maupun pendukung dalam proses psikotes.
C. Observasi dalam Psikologi Perkembangan
Metode observasi dalam psikologi perkembangan digunakan untuk
mengidentifikasi gejala atau symptom yang muncul dari gangguan atau
permasalahan perkembangan, khususnya pada anak. Metode ini diperlukan
karena memungkinkan mengukur perilaku-perilaku anak yang tidak dapat
diukur dengan alat ukur psikologis lain. Setelah didapatkan mengenai
permasalahan yang muncul pada perkembangan anak, selanjutnya observasi
juga digunakan untuk mengidentifikasi level atau derajat gangguan
perkembangan, mengidentifikasi tingkat perkembangan anak. Selain itu juga
digunakan untuk monitoring dan evaluasi proses terapi atau intervensi pada anak
(Santrock, 1995).
Dengan observasi, dapat dilihat seberapa besar efektifitas terapi yang telah
diberikan. Orang tua juga dapat melihat perkembangan hasil terapi sehingga bisa
juga digunakan sebagai acuan untuk membuat perubahan yang lebih positif bagi
perkembangan anaknya.
D. Observasi dalam Psikologi Pendidikan
Pada ruang lingkup psikologi pendidikan, observasi bermanfaat untuk
mengidentifikasi kesulitan belajar, monitoring dan evaluasi pelaksanaan
intervensi kesulitan belajar. Di samping itu observasi dapat dilakukan dalam
penentuan perencanaan pembelajaran, pengelolaan kelas, penilaian dan evaluasi
pembelajaran bahkan menjadi bagian dari metode riset dalam dunia pendidikan
yang dilakukan para ahli pendidikan untuk mengamati perilaku alamiah siswa-
siswa di kelas, di sekolah, di lapangan, museum, di lingkungan dan di tempat-
tempat lainnya (Santrock, 2010). Observasi juga dapat diterapkan di sekolah
inklusi dan program akselerasi, dimana digunakan untuk monitoring dan
evaluasi proses belajar dan hasilnya. Apabila ditemukan permasalahan, maka
observasi juga bermanfaat untuk secara tepat menentukan intervensi yang sesuai
dengan permasalahan yang ada. Selain itu digunakan untuk mengidentifikasi
bakat dan minat peserta didik, sehingga dapat membantu mengembangkan
kreativitasnya. Salah satu contohnya adalah penggunaan observasi untuk
mengamati perilaku interaksi sosial anak autis dengan peer groupnya dalam
situasi yang alami (Cohen & Swerdlik, 2010).
E. Observasi dalam Psikologi Industri dan Organisasi
Penerapan observasi dalam psikologi industri dan organisasi biasanya digunakan
untuk seleksi dan asesmen kepribadian. Selain itu dapat juga digunakan dalam
proses analisis jabatan dan pemantauan perilaku dalam proses training. Cohen &
Swerdlik (2010) menambahkan di dalam setting industri, observasi digunakan
sebagai alat untuk mengidentifikasi seseorang yang menunjukkan kemampuan
yang memenuhi kriteria jabatan.
F. Observasi dalam Psikologi Sosial
Observasi dalam psikologi sosial digunakan untuk kepentingan penelitian.
Menurut Taylor, Peplau, dan Sears, (2006), observasi dalam penelitian psikologi
sosial seringkali dalam bentuk observasi langsung. Bakeman (2000)
menyampaikan bahwa metode observasi berguna untuk penelitian dengan topik
sosial, yang melibatkan interaksi antara 2 atau lebih partisipan, dan penelitian
dengan hipotesa yang lebih menekankan pada proses daripada hasil. Bakeman
(2000) juga menyampaikan bahwa observasi dalam psikologi sosial dapat
digunakan untuk berbagai desain, baik eksperimen maupun penelitian
korelasional. Contoh penggunaan observasi dalam penelitian eksperimen,
misalnya dalam masalah konformitas, kepatuhan, dan perilaku agresif. Dari
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa observasi dapat digunakan dalam
berbagai setting karena alasan kemudahan, kedalaman informasi yang didapat
dari pengamatan sampai pada alasan ekonomis, sehingga pada kenyataannya
observasi seringkali digunakan di luar tujuan penelitian.

2.2.5 Jenis-Jenis Observasi


Pengamatan yang dilakukan oleh seorang obsever terhadap perilaku ataupun
peristiwa harus dapat dilakukan secara sistematis dan dapat dianalisis untuk
mengungkap makna sebenarnya di balik perilaku/ peristiwa tersebut. untuk itu
observer harus mampu memilih cara melakukan observasi tersebut. Ketepatan
memilih cara melakukan observasi akan sangat menentukan kedalaman makna
peristiwa yang diamati.

Berikut ini akan dijelaskan mengenai beberapa jenis dari observasi:

A. Observasi Systematic vs Unsystematic


Observasi systematic biasanya disebut juga observasi terstruktur yaitu
observasi dimana terdapat kerangka yang memuat faktor-faktor dan ciri-ciri
khusus dari setiap faktor yang diamati. Disebut sistematik di sini karena lebih
menekankan pada segi frekuensi dan interval waktu tertentu (misalnya setiap
10 menit). Dalam observasi sistematik isi dan luasnya observasi lebih terbatas
yang disesuaikan dengan tujuan observasi biasanya telah dirumuskan pada
awal penyusunan rancangan observasi,respon dan peristiwa yang diamati dapat
dicatat secara lebih teliti, dan mungkin dikuantifikasikan.
Sebaliknya observasi unsystematic atau yang disebut juga dengan unstructured
adalah observasi yang dilakukan tanpa adanya persiapan yang sistematis atau
terencana tentang apa yang akan diobservasi, karena observer tidak tahu secara
pasti apa yang akan diamati. Dalam melakukan pengamatan observer tidak
menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu
pengamatan (Sugiyono, 2010). Dalam observasi ini, observer membuat
rancangan observasi namun tidak digunakan secara baku seperti dalam
observasisistematik, artinya observer dapat mengubah objek observasi
berdasarkan situasi lapangan (Poerwandari, 2001).
B.Observasi Eksperimental vs Natural Observasi eksperimental adalah observasi
yang dilakukan dengan cara mengendalikan unsur-unsur penting ke dalam
situasi sedemikian rupa sehingga situasi tersebut dapat diatur sesuai dengan
tujuan riset dan dapat dikendalikan untuk mengurangi atau menghindari bahaya
timbulnya faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi situasi. Ciri- ciri
observasi eksperimen adalah :
a. Observee dihadapkan pada situasi perangsang yang dibuat seragam atau
berbeda
b. Situasi dibuat sedemikian rupa untuk memunculkan variasi perilaku c.
Situasi dibuat sedemikian rupa sehingga observee tidak mengetahui maksud
observasi. Kelebihan dari observasi dalam situasi eksperimen adalah observer
menjadi tahu bahwa perilaku yang muncul benar-benar disebabkan oleh faktor
yang telah dikendalikan sebelumnya. Sementara observasi natural adalah
observasi yang dilakukan pada lingkungan alamiah subjek, tanpa adanya upaya
untuk melakukan kontrol atau direncanakan manipulasi terhadap perilaku
subjek misalnya mengamati perilaku alamiah siswa pada waktu istirahat
(Cohen & Swerdlik, 2010; Santrock, 2010). Tujuan utama dari observasi
natural ini adalah untuk menjelaskan perilaku apa adanya dan untuk
mengetahui hubungan antar variabel yang ada (Borden & Abbott, 1995).
Kelebihan dari observasi natural ini adalah observer mendapatkan data yang
representatif dari perilaku yang terjadi secara alamiah, sehingga validitas
eksternalnya baik, karena perilaku yang dimunculkan subyek tidak dibuat-buat
atau terjadi secara alamiah. Namun kelemahannya adalah kurang dapat
menjelaskan tentang hubungan sebab akibat dari perilaku yang muncul bahkan
bersifat spekulatif dari observer hal ini disebabkan karena munculnya perilaku
tidak karena manipulasi atau kontrol yang dilakukan peneliti (Zechmeister,
Eugene, & Shaughnessy, 2001).
C. Observasi Partisipan vs Non Partisipan Observasi partisipan merupakan
observasi dimana peneliti terlibat aktif dengan kegiatan yang sedang diamati
dan mencatat perilaku yang muncul pada saat itu (Borden & Abbott, 1995).
Observer yang menggunakan metode partisipan ini ikut ambil bagian dalam
konteks yang diamati kemudian mencatat apa yang dilihatnya, catatan yang
dibuatnya berupa catatan selama periode tertentu misalnya seminggu, sebulan
atau lebih untuk mencari pola-pola dalam observasi tersebut (Santrock, 2010).
Contohnya untuk mengetahui penyebab rendahnya motivasi belajar siswa
tertentu, guru menyusun rancangan untuk mengobservasi murid dari waktu ke
waktu dan mencatat perilaku murid dan hal-hal yang terjadi di dalam kelas.
Data yang diperoleh dari observasi semacam ini lebih lengkap, tajam dan
memilikimakna dari setiap perilaku yang tampak (Sugiyono, 2010). Willig
(2001) menjelaskan bahwa pengamat ikut terlibat dalam sejumlah aktifitas
meliputi partisipasi, dokumentasi, wawancara informal dan refleksi, karenanya
pengamat harus mampu menyeimbangkan antara keterlibatannya dengan
observasi. Dengan kata lain pengamat harus mampu memahami apa yang
sedang terjadi serta mampu membuat refleksi terhadap fenomena yang
diamatinya. Susan Stainback (dalam Sugiyono, 2010) menegaskan dalam
observasi partisipan, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang,
mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpartisipasi dalam aktivitas
mereka. Observasi partisipan pada umumnya digunakan untuk penelitian yang
bersifat eksploratif yaitu bertujuan untuk menyelidiki perilaku individu dalam
situasi sosial seperti cara hidup, hubungan sosial dalam pabrik-penjara dll., atau
pada setting natural seperti sekolah, rumah sakit (Willig, 2001). Marsh (dalam
Willig, 2001) menegaskan pentingnya keterlibatan emosional (emotional
involvement) dalam observasi partisipan adalah agar observer mampu
merasakan fenomena yang diamatinya, tidak sebatas tertarik terhadap objek
amatan tapi juga mampu berbagi dalam ketertarikan dan emosi sehingga
atmosfir ini membuat pengamat merasakan suasana yang sesungguhnya.
Contohnya untuk mengetahui bagaimana suasana emosi para penggemar
sepakbola, observer sebaiknya ikut menjadi bagian dari penonton, sehingga
mampu merasakan suasana yang sesungguhnya. Dalam melakukan observasi
ini observer harus memperhatikan beberapa hal: 1. Menentukan materi
observasi, agar tidak terlalu melebar maka harus disesuaikan dengan tujuan
observasi. 2. Waktu dan bentuk pencatatan : observer harus segera melakukan
pencatatan setelah peristiwa terjadi dengan kata kunci, kronologis dan dalam
bentuk catatan yang sistematis. 3. Menjaga hubungan dengan observee.
Observer harus menggunakan pendekatan yang baik dan menjaga situasi tetap
wajar agar tidak menimbulkan kecurigaan terhadap objek obervasi. Willig
(2001) menjelaskan bahwa dalam observasi partisipan observer harus mencatat
kejadian secara detil. Observasi jenis ini menuntut perhatian penuh observer,
tidak hanya sebatas menunggu. Penting juga mencatat observasi sesegara
mungkin setelah peristiwa terjadi selain untuk mencegah lupa juga karena kita
mungkin melihat sesuatu secara berbeda setelah periode refleksi. Hal yang
dicatat dalam observasi partisipan adalah pada hasil amatan saat itu, seperti
catatan yang meliputi deskripsi yang konkrit tentang kejadian, peristiwa dan
orang-orang yang terlibat, sejumlah dan atau ringkasan perkataan orang
(substantive notes) yang ditulis dalam bentuk sedetil mungkin. Catatan lainnya
berupa proses observasi itu sendiri seperti catatan akan refleksi peran pengamat
dalam penelitian, hubungannya dengan partisipan lain, dan masalah-masalah
yang ditemui di lapangan seperti beberapa kesulitan yang berhubungan dengan
negosiasi peran (disebut sebagai catatan metodologi/ methodological notes).
Catatan paling penting adalah catatan analisis (analytical notes) berupa catatan
tentang tema-tema penting, hubungan, pola-pola, dll. Catatan semacam ini
merupakan catatan awal analisis data dan membangun teori.
Pada observasi partisipan ini tingkat partisipasi observer dapat dikategorikan
menjadi sebagai berikut: 1. Partisipasi pasif (passive participation): observer
datang ke tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam
kegiatan tersebut. 2. Partisipasi moderat (moderat participation): observer
hanya terlibat dalam beberapa kegiatan orang yang diamatinya. 3. Partisipasi
aktif (active participation): observer mengikuti apa yang dilakukan oleh nara
sumber tapi belum sepenuhnya lengkap. 4. Partisipasi lengkap (compllete
participation): observer terlibat sepenuhnya dalam kegiatan nara sumber,
bahkan observer tidak terlihat melakukan penelitian. Keterlibatan peneliti
merupakan keterlibatan yang tertinggi dalam aktivitas kehidupan observee.
Sementara observasi non partisipan adalah metode observasi dimana observer
tidak ambil bagian dalam kehidupan observe. Zechmeister, dkk. (2001)
mengartikan observasi non partisipan dengan istilah observasi tidak langsung
dimana observer tidak ikut terlibat aktif dalam situasi yang diamati.
D. Observasi Unobtrusive vs Obtrusive Observasi unobtrusive biasa disebut
sebagai unobtrusive measures - unobtrusive methods - non reactive methods,
merupakan observasi yang tidak mengubah perilaku natural subjek. Observer
dalam observasi semacam ini tidak hadir dalam situasi, dan observee pun tidak
hadir pada saat observer mengamati (karena sudah dalam rekaman). Kelebihan
dari observasi model ini adalah observee tidak reaktif karena observasi
dilakukan secara tidak langsung, sehingga mustahil observee bereaksi atau
mengubah perilaku mereka pada saat observer mengamati. Dapat dilakukan
dengan alat ataupun menyembunyikan identitas sebagai observer. Termasuk
unobtrusive methods adalah tulisan dan rekaman audio visual, materi budaya
(objek fisik), jejak-jejak perilaku, arsip pekerjaan, pakaian atau benda lain di
museum, isi dari buku-buku di perpustakaan, observasisederhana, hardware
techniques; kamera, video dll., rekaman politik dan demografi (Borden &
Abbott, 2005).
E. E. Observasi Formal dan Informal Ciri dari observasi formal mempunyai sifat
terstruktur yang tinggi, terkontrol dan biasanya digunakan untuk penelitian
ilmiah. Dalam observasi formal, definisi observasi ditetapkan secara hati-hati,
data disusun sedemikain rupa, observer dilatih secara khusus, dan reliabilitas
antar rater pun sangat dijaga. Pencatatan, analisis, dan interpretasi dilakukan
dengan menggunakan prosedur yang lebih baik. Sementara observasi informal
mempunyai sifat yang lebih longgar dalam hal kontrol, elaborasi, sifat
terstruktur, dan biasanya untuk perencanaan pengajaran dan pelaksanaan
program harian. Lebih mudah dan lebih berpeluang untuk digunakan pada
berbagai keadaan. Observasi informal sering disebut juga naturalistic
observation. Dari ulasan tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
observasi dapat digolongkan sebagai berikut: 1. Menurut peranan observer :
ada observasi partisipan yaitu observasi dimana observer ikut aktif di dalam
kegiatan observee dan observasi non partisipan dimana observer tidak ikut aktif
di dalam kegiatan observee (hanya mengamati dari jauh). 2. Menurut
situasinya, terbagi dalam : a. Free situation: observasi yang dilakukan dalam
situasi bebas, observasi dilakukan tanpa adanya hal-hal atau faktor yang
membatasi. b. Manipulated situation: observasi yang dilakukan pada situasi
yang dimanipulasi sedemikian rupa. Observer dapat mengendalikan dan
mengontrol situasi. c. Partially controlled situation: observasi yang dilakukan
pada dua situasi yaitu keadaan free situation dan situasi manipulatif. 3.
Menurut sifatnya : a. Observasi sistematis yaitu observasi yang dilakukan
menurut struktur yang berisikan faktor-faktor yang telah diatur berdasarkan
kategori, masalah yang hendak diobservasi. b. Observasi non sistematis:
observasi yang dilakukan tanpa struktur atau rencana terlebih dahulu, dengan
demikian observer dapat menangkap apa saja yang dapat ditangkap.

BAB III
PEMBAHASAN

III.1 Variabel Operasional


III.2 Observasi
III.2.1 Definisi Observasi
Observasi merupakan istilah yang tidak asing didengar, hal ini disebabkan karena
setiap orang melakukan pengamatan atas tindakan orang lain. Baik disadari atau
tidak, observasi dilakukan setiap orang pada saat berinteraksi dengan
lingkungannya.
Metode observasi merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang mengharuskan
peneliti turun ke lapangan untuk mengamati hal-hal yang berkaitan dengan
penggalian data perilaku subjek secara luas, menangkap berbagai macam interaksi,
dan secara terbuka mengeksplorasi topik-topik yang akan diteliti.
Sebagai salah satu metode pengumpulan data, observasi digunakan
pada penelitian kualitatif dan kuantitatif. Penggunaan observasi sendiri dalam
bidang psikologi sebagai metode untuk pengumpulan data.
III.2.2 Langkah-Langkah Observasi
Observasi memiliki 3 tahapan utama yaitu tahap persiapan, tahap pengumpulan data
dan tahap interpretasi hasil. Tahap pertama yaitu persiapan, ada beberapa hal yang
harus dilakukan pada tahap persiapan yaitu: menentukan tujuan, menentukan
sasaran, menentukan ruang lingkup, menentukan tempat dan waktu, mempersiapkan
perlengkapan yang dibutuhkan, dan informed consent.
Tahap kedua adalah pengumpulan data. Pada tahap ini observer mulai
mengaplikasikan hal-hal yang telah dirancangnya pada tahap persiapan yaitu mulai
mengadakan observasi langsung di tempat yang telah ditentukan, mengadakan
pencatatan data-data penting yang ditemukan selama observasi berlangsung sampai
pada batas waktu yang telah ditentukan oleh observer atau sampai observer merasa
bahwa data yang dikumpulkannya telah cukup memadai untuk diolah.
Tahap ketiga adalah tahap analisis data dan penyusunan hasil observasi. Pada tahap
ini, observer melakukan analisis secara mendalam terhadap data-data hasil observasi
yang masih berupa data mentah dalam catatan lapangan. Tujuan analisis data ini
adalah memberikan pemaknaan terhadap perilaku yang diamati dan menemukan
jawaban dari permasalahan yang ada, setelah itu menguraikan hasil temuan
lapangan dalam laporan hasil observasi.
Dari penjelasan diatas maka didapatkan langkah-langkah dalam melakukan
observasi, yaitu:
1) Membuat rancangan observasi (5W1H)
Rancangan observasi ini perlu disusun dengan tepat agar pelaksanaan observasi
benar-benar dapat memperoleh data yang dibutuhkan, dan memperoleh data yang
akurat dan juga sistematis.
Dimulai dengan menentukan apa WHAT yang akan diobservasi. Lalu dari apa yang
akan diobservasi akan mempengaruhi bagaimana HOW data observasi akan dicatat.
Tahap selanjutnya adalah menentukan kapan WHEN dan juga dimana WHERE
observasi dilaksanakan. Hal lain yang perlu untuk dipersiapkan adalah WHO siapa
yang menjadi observer dan observee.
2) Mengumpulkan data
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan apa yang telah observer tetapkan dalam
rancangan observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.
3) Menuliskan data hasil observasi
Saat melakukan observasi, observer dituntut untuk sesegara
mungkin melakukan pencatatan terhadap hasil amatannya, hal ini dilakukan agar
data hasil observasi terjaga.
4) Melakukan analisa data hasil observasi
Hasil data yang telah dituliskan, kemudian diolah berdasarkan
hasil observasi yang diarahkan pada tiga aspek yaitu motivasi, emosi dan kognitif.
5) Membuat kesimpulan hasil observasi (interpretasi data)
Kesimpulan yang dimuat harus berdasarkan serangkaian
kesimpulan analisa data.
III.3 Wawancara
III.3.1 Definisi Wawancara
III.3.2 Langkah-Langkah Wawancara
DAFTAR PUSTAKA

Ni’matuzahroh & Prasetyaningrum, Susanti. (2016). Observasi Dalam


Psikologi. Penerbit Universitas Muhammadiyah Malang.

Rosaliza, M. (2015). Jurnal Ilmu Budaya. Wawancara, Sebuah Interaksi


Komunikasi dalan Penelitian Kualitatif Vol 11, No.2. Riau: Universitas Riau

Anda mungkin juga menyukai