Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

PENDEKATAN PERILAKU DAN KOGNITIF SOSIAL

Dosen
Maria Ulfah, M.Psi, Psi

Disusun oleh :
Rizka Aprilitha H [46118010006]
Wiedya Nabilla [46118010026]
Bambang Adi Priyono [46118010038]
Muhammad Daffa F [46118010043]
Muhammad Alif Maulana [46118010054]
Hawa Winati Rachmana [46118010111]

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Keragaman Sosiokultural” dengan
tujuan untuk mamperluas pemahaman literature dan memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Psikologi Pendidikan oleh Ibu Maria Ulfah, M.Psi, Psi

Makalah ini akan membahas tentang budaya dan etnis, pendidikan, dan gender
serta unsur dan aspek apa saja yang berkaitan secara teoritis dan terperinci.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 04 November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1 Pembelajaran ............................................................................................................. 3
2.2 Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran ....................................................... 4
2.3 Perilaku Terapan ....................................................................................................... 6
4.1 Pendekatan Kognitif Sosial untuk Pembelajaran ...................................................... 8
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 11
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 11
3.2 Kritik dan Saran ...................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Garnetta Chan seorang guru yang mengajar grade tiga di McKinley School
di pinggiran kota New Brunswick, New Jersey, di tengah-tengah proyek perumahan
untuk orang miskin dan pabrik yang kumuh (Santrock, 2014). Dia telah mengajar
selama lebih dari 25 tahun. Salah satu tujuan utamanya adalah agar murid-muridnya
menikmati proses belajar. Dia juga berusaha memberi mereka lingkungan yang
aman dan nyaman. Aturan kelas dipampang di kelasnya. Garnetta percaya bahwa
anak-anak di kelasnya merasakan ketidakpastian dalam kehidupannya, sehingga
mereka harus diyakinkan bahwa kelas adalah tempat di mana segala sesuatunya
berjalan konsisten. Dia mengatakan bahwa siswa harus memiliki batasan. Harus ada
konsekuensi atas perilaku mereka sehingga mereka akan mengembangkan rasa
tanggung jawab atas tindakan mereka.
Bersama batasan-batasan ini, Garnetta memberi pujian untuk muridnya. Dia
menenangkan murid yang marah dengan kata-kata lembut dan mencegah
meledaknya kemarahan dengan memeluk mereka. Dia memberikan banyak kualitas
hubungan yang tidak mereka jumpai dalam kehidupan personel mereka. Karenanya
bukan hal yang aneh jika ada murid yang sudah lama lulus, dan sudah pindah, akan
kembali ke kelasnya hanya untuk berbincang-bincang atau mendiskusikan masalah.
Perhatian Garnetta bukan hanya di kelas. Misalnya, suatu hari seorang anak
lelaki tampak di jendela kelas. Dia menempelkan wajahnya di kaca jendela. Dia
dahulunya adalah murid Garnetta tapi agen pelayanan sosial memindahkannya dari
rumah dan menyuruhnya tinggal bersama ayahnya. Ini berarti dia harus pindah ke
sekolah lain. Meskipun Garnetta menentang pemindahan itu, dia tidak mampu
meyakinkan pihak otoritas bahwa anak itu akan lebih baik jika berada di tempatnya.
Garnetta lalu mengajaknya masuk kelas. Anak itu duduk di tempat duduknya yang
dahulu, dan menjumpai kemeja yang ditinggalkannya masih ada. Anak-anak lain
menyambutnya dengan hangat. Anak itu tersenyum senang karena merasa berada
di rumah sendiri. Garnetta mendengar bahwa anak itu tidak masuk sekolah setiap
hari dan sering keluar malam tanpa diawasi. Dia segera menelpon pihak otoritas
dan meminta agar anak itu dikembalikan ke kelasnya. Garnetta bahkan bersedia
menjemput dan mengantarnya sampai sekolah. Meskipun permintaannya tidak
dikabulkan, pada hari itu Garnetta memberi semua bantuan dan perhatian sebisanya
dan berusaha membantu anak itu untuk memahami mengapa dia harus mau masuk
sekolah lain.
Garnetta berharap usahanya itu membuahkan hasil dan anak itu dapat
melanjutkan ke SMA. Dia berusaha menjadi contoh positif bagi murid-muridnya.
Dia ingin agar mereka bisa melihat kebanggan dalam dirinya dan karirnya. Dia

1
mengatakan bahwa ia ingin agar murid-muridnya melihat bahwa mengajar itu sama
hebatnya dengan menjadi dokter atau pengacara (Santrock, 2014).
Pada bab ini akan dibahas lebih lanjut mengenai pendekatan behavioral
(perilaku) dan pendekatan kognitif sosial untuk pembelajaran (learning).

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apa itu Pembelajaran?
1.2.2 Bagaimana Pendekatan-pendekatan dalam belajar?
1.2.3 Bagaimana pendekatan kognitif social dalam pembelajaran?

1.3 Tujuan Penulisan


Untuk mendiskusikan dan mengetahui bagaimana pembelajaran, apa yang
disebut belajar dan bukan. Mengetahui pendekatan apa saja yang ada dalam proses
belajar. Mampu menjelaskan pendekatann kognitif social dalam pembelajaran

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembelajaran
Proses belajar atau pembelajaran adalah fokus utama dalam psikologi
pendidikan. Ketika orang ditanya apa fungsi sekolah, pada umumnya biasanya akan
menjawab ‘Membantu murid untuk belajar’ (Santrock, 2014).

2.1.1 Apa yang Disebut Belajar dan yang Bukan


Pembelajaran (learning) dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang relatif
permanen atas perilaku, pengetahuan, dan keterampilan berpikir yang diperoleh
melalui pengalaman (Santrock, 2014).
Cakupan pembelajaran itu luas (Domjan, 2000, 2002 dalam Santrock,
2014). Pembelajaran melibatkan perilaku akademik dan non-akademik.
Pembelajaran berlangsung di sekolah dan dimana saja di seputar dunia anak.

2.1.2 Pendekatan untuk Belajar


Terdapat dua pandangan mengenai pendekatan untuk pembelajaran yaitu
pendekatan kognitif dan behavioral.
a. Pendekatan Behaviorisme
Behaviorisme adalah pandangan yang menyatakan bahwa perilaku
harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan dengan
proses mental.
Perilaku adalah segala sesuatu yang kita lakukan dan dapat dilihat
secara langsung: anak membuat poster, guru tersenyum pada anak, murid
mengganggu murid lan, dsb.
Proses mental didefinisikan oleh psikolog sebagai pikiran, perasaan,
dan motif yang kita alami namun tidak bisa dilihat oleh orang lain: cara
membuat poster, perasaan senang guru terhadap muridnya, dan motivasi anak
untuk mengontrol perilakunya.
Dua pandangan behavioral: pengkondisian klasik dan pengkondisian
operan.
Penekanan pandangan pengkondisian klasik dan operan yaitu
pembelajaran asosiatif (associative learning) yang terdiri dari pembelajaran
bahwa dua kejadian saling terkait (associated) (Pearce, 2001 dalam Santrock,
2014).

b. Pendekatan Kognitif
Psikologi semakin cenderung ke pandangan kognitif selama dekade
terakhir abad ke-20 dan penekanan kognitif ini terus berlanjut sampai
sekarang.

3
Empat pendekatan kognitif utama untuk pembelajaran: kognitif sosial,
pemrosesan informasi kognitif, konstruktivis kognitif, dan konstruktivis
sosial.
Pendekatan kognitif sosial menekankan bagaimana faktor perilaku,
lingkungan, dan orang (kognitif) saling berinteraksi memengaruhi proses
pembelajaran. Pemrosesan informasi menekankan pada bagaimana anak
memproses informasi melalui perhatian, ingatan, pemikiran, dan proses
kognitif lainnya.
Konstruktivis kognitif menekankan konstruksi kognitif terhadap
pengetahuan dan pemahaman. Konstruktivis sosial fokus pada kolaborasi
dengan orang lain untuk menghasilkan pengetahuan dan pemahaman
(Santrock, 2014).

2.2 Pendekatan Behavioral untuk Pembelajaran


Pendekatan behavioral menekankan arti penting dari bagaimana
anak membuat hubungan antara pengalaman dan perilaku.

2.2.1 Pengkondisian Klasik


Sebentuk pembelajaran asosiatif dimana stimulus netral menjadi
diasosiasikan dengan stimulus yang bermakna dan menimbulkan kemampuan
untuk mengeluarkan respons yang serupa disebut sebagai pengkondisian
klasik (Santrock, 2014).
Terdapat dua tipe stimuli dan tiga respons: unconditioned stimuls (US),
unconditioned response (UR), conditioned stimulus (CS), dan conditioned
response (CR).
Unconditioned stimulus (US) adalah sebuah stimulus yang secara
otomatis menghasilkan respons tanpa ada pembelajaran terlebih dahulu:
makanan.
Unconditioned response (UR) adalah respons yang tidak dipelajari yang
secara otomatis dihasilkan oleh US: air liur anjing yang merespon makanan.
Conditioned stimulus (CS) adalah stimulus yang sebelumnya netral yang
akhirnya menghasilkan conditioned response setelah diasosiasikan dengan
US: beberapa penglihatan dan suara yang terjadi sebelum anjing menyantap
makanan seperti suara pintu tertutup sebelum makanan ditempatkan di piring
anjing.
Conditioned response (CR) adalah respons yang dipelajari yakni respons
terhadap stimulus yang terkondisikan yang muncul setelah terjadi pasangan
US-CS.

 Generalisasi, Diskriminasi, dan Pelenyapan

4
Generalisasi dalam pengkondisian klasik adalah tendensi dari stimulus
baru yang sama dengan conditioned stimulus yang asli untuk menghasilkan
respons yang sama (Jones, Kemenes, & Benjamin, 2001 dalam Santrock,
2014).
Diskriminasi dalam pengkondisian klasik terjadi ketika organisme
merespons stimuli tertentu tetapi tidak merespons stimuli lainnya (Murphy,
Baker, & Fouquet, 2001 dalam Santrock, 2014).
Pelenyapan (extinction) dalam pengkondisian klasik adalah pelemahan
conditioned response (CR) karena tidak adanya unconditioned stimulus
(US).

 Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi Sistematis (systematic desensitization) adalah sebuah
metode yang didasarkan pada pengkondisian klasik yang dimaksudkan
untuk mengurangi kecemasan dengan cara membuat individu
mengasosiasikan relaksasi dengan visualisasi situasi yang menimbulkan
kecemasan.
Desensitisasi melibatkan counterconditioning (McNeil, 2000 dalam
Santrock, 2014).
Perasaaan rileks yang dibayangkan murid (US) menghasilkan relaksasi
(UR).
Murid kemudian mengasosiasikan isyarat yang menimbulkan kecemasan
(CS) dengan perasaan relaksasi.
Relaksasi tersebut bertentangan dengan kecemasan. Dengan memasangkan
isyarat penghasil kecemasan dengan relaksasi, dan secara bertahap
menyusun hierarki (dari dua minggu sebelum bicara sampai berjalan ke
podium untuk berbicara), semua isyarat yang menimbulkan kecemasan akan
menghasilkan relaksasi (CR).

 Mengevaluasi Pengkondisian Klasik


a. Pengkondisian klasik membantu memahami beberapa aspek
pembelajaran dengan lebih baik.
b. Membantu menjelaskan cara bagaimana stimuli netral menjadi
diasosiasikan dengan respons yang tak dipelajari dan sukarela
(LoLordo, 2000 dalam Santrock, 2014).
c. Sangat membantu untuk memahami kecemasan dan ketakutan murid.

2.2.2 Pengkondisian Operan


Sebentuk pembelajaran dimana konsekuensi-konsekuensi dari
perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan

5
diulangi disebut sebagai pengkondisian operan yang juga disebut dengan
pengkondisian instrumental.
Tokoh utama dari pengkondisian operan adalah B.F. Skinner yang
pandangannya didasarkan pada pandangan E.L. Thorndike.
Hukum efek (law effect) Thorndike mengungkapkan bahwa perilaku
yang diikuti dengan hasil positif akan diperkuat dan bahwa perilaku yang
diikuti hasil negatif akan diperlemah.
Pengkondisian operan skinner menekankan bahwa konsekuensi
perilaku akan menyebabkan perubahan dalam probabilitas perilaku itu akan
terjadi. Konsekuensi berupa imbalan dan hukuman bersifat sementara pada
perilaku individu.
Penguatan (imbalan/ reinforcement) merupakan konsekuensi yang
meningkatkan probabilitas bahwa suatu perilaku akan terjadi. Hukuman
(punishment) merupakan konsekuensi yang menurunkan kemungkinan
terjadinya suatu perilaku.
Penguatan berarti memperkuat. Penguatan positif yaitu frekuensi
respons meningkat karena diikuti dengan stimulus yang mendukung
(rewarding): komentar positif guru meningkatkan perilaku menulis murid.
Penguatan negatif yaitu frekuensi respons meningkat karena diikuti dengan
penghilangan stimulus yang merugikan (tidak menyenangkan) (Frieman,
2002 dalam Santrock, 2014).
Generalisasi dalam pengkondisian operan adalah memberikan
respons yang sama terhadap stimuli yang sama.
Diskriminasi dalam pengkondisian operan berarti pembedaan di
antara stimuli dan kejadian lingkungan. Pelenyapan dalam pengkondisian
operan terjadi ketika respons penguat sebelumnya tidak lagi diperkuat dan
responsnya menurun.

2.3 Perilaku Terapan


2.3.1 Apa itu Analisis Perilaku Terapan?
Analisis penerapan perilaku merupakan penerapan prinsip pengkondisian
operan untuk mengubah perilaku manusia.
Ada tiga penggunaan analisis perilaku yang penting dalam bidang
pendidikan yaitu meningkatkan perilaku yang diinginkan, menggunakan
dorongan (prompt) dan pembentukan (shaping), dan mengurangi perilaku yang
tidak diharapkan (Alberto & Troutman, 1999 dalam Santrock, 2014).

2.3.2 Meningkatkan Perilaku yang Diharapkan


Lima strategi pengkondisian operan dapat dipakai untuk meningkatkan
perilaku anak yang diharapkan:
 Memilih Penguat yang Efektif

6
Penguat yang paling sering dipakai guru adalah aktivitas. Prinsip
Premack ditemukan oleh David Premack menyatakan bahwa aktivitas
berprobabilitas tinggi dapat berfungsi sebagai penguat aktivitas
berprobabilitas rendah.
 Menjadikan Penguat Kontingen dan Tepat Waktu
Penting untuk membuat perilaku itu kontingen pada perilaku anak artinya
anak harus melakukan suatu perilaku agar mendapatkan imbalan.
Penguat akan lebih efektif jika diberikan tepat pada waktunya, sesegera
mungkin setelah murid menjalankan tindakan yang diharapkan.
 Memilih Jadwal Penguatan Terbaik
Penguatan parsial artinya yaitu memperkuat suatu respons hanya pada
waktu tertentu. Skinner menyusun konsep jadwal penguatan yang
merupakan jadwal penguatan parsial yang menentukan kapan suatu
respons akan diperkuat (Santrock, 2014). Empat jadwal penguatan utama
yaitu:

1. Jadwal rasio-tetap, yaitu suatu perilaku diperkuat setelah sejumlah


respons: guru dapat memuji murid hanya setelah muncul empat
respons yang tepat bukan sesudah setiap respons.
2. Jadwal rasio-variabel, yaitu suatu perilaku diperkuat setelah terjadi
sejumlah respons, akan tetapi tidak berdasarkan pada basis yang
dapat diprediksi: pujian guru rata-rata diberikan setelah respons
kelima, tetapi pujian itu diberikan setelah respons benar kedua,
setelah delapan lagi respons yang benar, setelah tujuh lagi respons
yang benar, dan setelah tiga lagi respons yang benar.
3. Jadwal interval-tetap yaitu ditentutkan berdasarkan jumlah waktu
yang berlalu sejak perilaku terakhir diperkuat (respons tepat pertama
setelah beberapa waktu akan diperkuat): seorang guru memberikan
pujian dua menit kemudian setelah anak mengajukan pertanyaan
yang bagus atau memberi soal latihan setiap minggu.
4. Jadwal interval-variabel yaitu suatu respons diperkuat setelah
sejumlah variabel waktu berlalu: guru memuji murid yang
mengajukan pertanyaan yang bagus setelah tiga menit berlalu, lalu
memuji lagi setelah lima menit berlalu, kemudian setelah tujuh menit
berlalu, dan seterusnya.
 Mempertimbangkan Penggunaan Perjanjian (contracting)
Perjanjian (contracting) adalah menempatkan kontingensi penguatan
dalam tulisan.
 Menggunakan Penguatan Negatif secara Efektif
Menggunakan Prompt dan Shaping

7
Prompt (dorongan) adalah stimulus tambahan atau isyarat tambahan
yang diberikan sebelum respons dan meningkatkan kemungkinan
respons itu akan terjadi.
Shaping adalah mengajari perilaku baru dengan memperkuat perilaku
yang mirip dengan perilaku sasaran.

2.3.1 Mengurangi Perilaku yang Tidak Diharapkan

1. Menggunakan penguatan diferensial


2. Menghentikan penguatan (pelenyepan)
3. Menghilangkan stimuli yang diinginkan
Time-out yaitu menjauhkan individu dari penguatan positif: menyetrap
siswa.
Response cost yaitu menjauhkan penguatan positif dari individu: setelah
individu berperilaku salah, guru menyuruh individu tidak boleh istirahat
saat jam istirahat tiba.
4. Memberikan stimuli yang tidak disukai (hukuman)

2.3.3 Mengevaluasi Pengkondisian Operan dan Analisis Perilaku Terapan


Konsekuensi penguatan dan hukuman adalah bagian dari kehidupan
guru dan murid. Mempelajari bagaimana konsekuensi ini memengaruhi
murid akan bisa menambah kemampuan seorang guru. Jika dipakai secara
efektif, teknik behavioral dapat membantu guru dalam mengelola kelas.
Memperkuat perilaku tertentu dapat memperbaiki perilaku murid jika
digunakan bersama dengan time-out dapat menambah perilaku yang
diinginkan dalam diri beberapa murid bandel (Charles, 2002; Kaufman,
dkk, 2002 dalam Santrock, 2014).
Kritik terhadap pengkondisian operan dan analisis perilaku terapan
mengatakan bahwa seluruh pendekatan itu terlalu banyak menekankan pada
kontrol eksternal atas perilaku murid.
Strategi yang lebih baik adalah membantu murid belajar mengontrol
perilaku mereka sendiri dan menjadi termotivasi secara internal. Beberapa
kritikus mengatakan bahwa bukan ganjaran dan hukuman yang akan
mengubah perilaku, namun keyakinan atau ekspektasi bahwa perbuatan
tertentu akan diberi ganjaran atau hukuman (Schunk, 2000 dalam Santrock,
2014). Teori-teori behavioral tidak memberi cukup perhatian pada proses
kognitif dalam belajar.

4.1 Pendekatan Kognitif Sosial untuk Pembelajaran


Pikiran murid memengaruhi perilaku dan pembelajaran mereka.

8
4.1.1 Teori Kognitif Sosial Bandura
 Teori Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga
faktor perilaku memainkan peran penting dalam pembelajaran.
 Bandura mengembangkan model determinisme resiprokal yang terdiri dari
tiga faktor utama: perilaku, person/kognitif, dan lingkungan.
 Faktor lingkungan memengaruhi perilaku, perilaku memengaruhi
lingkungan, faktor person (orang/kognitif) memengaruhi perilaku, dan
sebagainya.
 Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi, pemikiran, dan
kecerdasan.
 Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura yaitu self-efficacy
merupakan keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan
menghasilkan hasil positif.

4.1.2 Pembelajaran Observasional


Pembelajaran observasional juga dinamakan imitasi atau modelling
yaitu pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru
perilaku orang lain.
Studi Boneka Bobo Klasik menghasilkan poin penting pertama bahwa
pembelajaran observasional terjadi sama ekstensifnya baik itu ketika
perilaku agresif diperkuat maupun tidak diperkuat. Kedua, ketika murid
tidak melakukan respons bukan berarti mereka tidak mempelajarinya.
Bandura percaya bahwa ketika anak mengamati perilaku tetapi tidak
memberikan respons yang dapat diamati, anak itu mungkin masih
mendapatkan respons model dalam bentuk kognitif.
 Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura
1. Atensi (perhatian), sebelum murid meniru tindakan model, mereka harus
memerhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan si model.
2. Retensi, untuk mereproduksi tindakan model, murid harus mengodekan
informasi dan menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga
informasi itu bisa diambil kembali.
3. Produksi, anak mungkin memerhatikan model dan mengingat apa yang
mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dalam kemampuan geraknya
mereka tidak bisa mereproduksi perilaku model.
4. Motivasi, seringkali anak memerhatikan apa yang dikatakan atau
dilakukan model, menyimpan informasi dalam memori, dan memiliki
kemampuan gerak untuk meniru tindakan model, namun tidak
termotivasi untuk melakukannya.

4.1.3 Pendekatan Perilaku Kognitif dan Regulasi Diri

9
 Pendekatan perilaku kognitif mengubah perilaku dengan menyuruh orang
untuk memonitor, mengelola, dan mengatur perilaku mereka sendiri, bukan
dipengaruhi melalui faktor eksternal.
 Metode instruksi diri (self-instructional method) adalah sebuah teknik
perilaku kognitif yang dimaksudkan guna mengajari individu untuk
memodifikasi perilaku mereka sendiri. Metode ini membantu orang
mengubah apa yang anggapan mereka tentang diri mereka sendiri.
 Pembelajaran regulasi diri, memunculkan dan memonitor sendiri pikiran,
perasaan, dan perilaku untuk mencapai suatu tujuan.

4.1.4 Mengevaluasi Pendekatan Kognitif Sosial


 Penekanan pendekatan perilaku kognitif pada pembelajaran instruksi diri,
pembicaraan diri, dan regulasi diri menimbulkan pergeseran penting dari
pembelajaran yang dikontrol orang lain ke kemauan untuk
bertanggungjawab atas pembelajaran yang dilakukan seseorang.
 Kritik dari beberapa developmentaslis yaitu bahwa pendekatan ini
dipandang bersifat non-developmental yaitu tidak menyebutkan urutan
perubahan pembelajaran berdasarkan usia.
 Masih terlalu fokus pada perilaku dan faktor eksternal dan kurang
menjelaskan dengan detail bagaimana proses kognitif seperti pikiran,
memori, pemecahan masalah, dsb.
 Pakar humanis mengkritik bahwa tidak memberi cukup perhatian pada rasa
penghargaan diri dan hubungan yang penuh perhatian dan supportif.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai pengaruh yang relatif permanen


pada perilaku, pengetahuan, dan ketrampilan berpikir yang terjadi melalui
serangkaian pengalaman yang dialami. Dalam pengkondisian klasik, organisme
belajar untuk menghubungkan atau mengaitkan rangsangan.

Pengkondisian operan (Instrumental) adalah suatu bentuk pembelajaran


dimana konsekuensi berupa hukuman dan imbalan dari perilaku menghasilkan
perubahan dalam probabilitas bahwa perilaku itu akan terjadi.

Analisis Perilaku Terapan melibatkan penerapan prinsip-prinsip


pengkondisian operan untuk mengubah perilaku siswa. Penggunaan analisis
perilaku terapan sangat berguna dalam bidang pendidikan dalam rangka
meningkatkan perilaku yang diinginkan dan mengurangi perilaku yang tidak
diinginkan.

Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, seperti
perilaku, memainkan peran penting dalam belajar. Metode instruksional diri adalah
teknik perilaku kognitif yang bertujuan untuk mengajarkan individu untuk
memodifikasi perilaku mereka sendiri

3.2 Kritik dan Saran


Jika terdapat kesalahan dalam penulisan atau pegetikan makalah ini, kami
selaku penulis menerima kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar
penulis dapat melakukan perbaikan dikemudian hari. Dan semoga pnulisan
makalah ini dapat memberikan manfaat dan dapat menambah wawasan bagi kita
semua.

11
DAFTAR PUSTAKA

Santrock, J.W. (2014). Psikologi Pendidikan, Educational psychology (Edisi 5).


Jakarta: Salemba Humanika

12

Anda mungkin juga menyukai