Anda di halaman 1dari 2

Metode Pengumpulan Data Kualitatif (Wawancara Mendalam)

Elfrida Simarmata
200521100045

Menurut Nazir (1999) wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara
dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide
(panduan wawancara). Dengan demikian dapat disimpulkan wawancara merupakan proses
komunikasi atau interaksi antara peneliti dengan informan atau subjek penelitian untuk
mengumpulkan informasi atau data penelitian. Pada hakikatnya wawancara merupakan kegiatan
untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang sebuah isu atau tema yang diangkat
dalam penelitian. Untuk memperoleh data yang kredibel maka wawancara harus dilakukan
dengan knowledgeable respondent yang mampu menceritakan dengan akurat fenomena yang
diteliti.
Dalam metode pengumpulan data kualitatif wawancara terdapat dua jenis wawancara,
yaitu wawancara mendalam (in-depth interview) dan wawancara terarah (guided interview). Di
dalam wawancara mendalam, peneliti menggali informasi secara mendalam dengan cara terlibat
langsung dengan kehidupan informan dan bertanya jawab secara bebas tanpa pedoman
pertanyaan yang disiapkan sebelumnya sehingga suasananya hidup, dan dilakukan berkalikali.
Sementara dalam wawancara terarah, peneliti menanyakan kepada informan hal-hal yang telah
disiapkan sebelumnya. Berbeda dengan wawancara mendalam, wawancara terarah memiliki
kelemahan, yakni suasana tidak hidup, karena peneliti terikat dengan pertanyaan yang telah
disiapkan sebelumnya. Sering terjadi pewawancara atau peneliti lebih memperhatikan daftar
pertanyaan yang diajukan daripada bertatap muka dengan informan, sehingga suasana terasa
kaku.
Menurut (Moleong, 2005: 186) wawancara mendalam merupakan proses menggali
informasi secara mendalam, terbuka, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan
diarahkan pada pusat penelitian. Dalam hal ini metode wawancara mendalam yang dilakukan
dengan adanya daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada umumnya
pertanyaan dalam wawancara mendalam disampaikan secara spontanitas. Hubungan antara
pewawancara atau peneliti dengan informan bersifat non formal karena hubungannya dibangun
dalam suasana biasa, sehingga pembicaraan berlangsung sebagaimana percakapan sehari-hari.
Wawancara ini dilakukan secara berulang-ulang pada informan yang sama, dengan pertanyaan
berbentuk open-ended, yaitu pertanyaan tentang fakta dari peristiwa atau aktivitas, dan opini.
Tujuan utama wawancara mendalam adalah untuk dapat menyajikan kontruksi saat sekarang
dalam suatu konteks mengenai para pribadi, pristiwa, aktivitas, perasaan, motivasi, tanggapan
atau persepsi, tingkat dan bentuk keterlibatan dan sebagaimnya. Sebelum dilakukan wawancara-
mendalam, peneliti perlu membuat pedoman (guide) wawancara. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah pewawancara dalam menggali pertanyaan serta menghindari agar pertanyaan
tersebut tidak keluar dari tujuan penelitian. Namun pedoman (guide) wawancara tersebut tidak
bersifat baku tetapi dapat dikembangkan dengan kondisi pada saat wawancara berlangsung dan
tetap pada koridor tujuan diadakannya penelitian tersebut.
Dalam melakukan wawancara mendalam, sering ditemukan jawaban informan tidak jelas
atau kurang memuaskan saat dilapangan. Jika hal tersebut terjadi, maka peneliti bisa mengajukan
pertanyaan lagi secara lebih spesifik. Selain kurang jelas, ditemui juga informan menjawab
“tidak tahu”. Jika terjadi jawaban “tidak tahu”, maka peneliti harus berhati-hati dan tidak lekas-
lekas pindah ke pertanyaan lain. Karena, makna “tidak tahu” mengandung beberapa arti,
diantaranya yaitu: 1) informan memang tidak mengerti pertanyaan peneliti, sehingga untuk
menghindari jawaban “tidak mengerti", dia menjawab “tidak tahu”. 2) informan sebenarnya
sedang berpikir memberikan jawaban, tetapi karena suasana tidak nyaman dia menjawab “tidak
tahu”. 3) pertanyaannya bersifat personal yang mengganggu privasi informan, sehingga jawaban
“tidak tahu‟ dianggap lebih aman 4) informan memang betul-betul tidak tahu jawaban atas
pertanyaan yang diajukan. Oleh karena itu, jawaban “tidak tahu" merupakan jawaban sebagai
data penelitian yang benar dan sungguh yang perlu dipertimbangkan oleh peneliti.
Dengan adanya jawaban informan yang tidak jelas ataupun kurang memuaskan bahkan
informan menjawab tidak tahu. Oleh karena itu, peneliti harus intropeksi diri karena dalam hal
ini peneliti lah yang memiliki kesalahan atau kekurang. Untuk mengatasinya agar wawancara
efektif, maka terdapat berapa tahapan yang harus dilakukan peneliti, yaitu; 1). mengenalkan diri,
2). menjelaskan maksud kedatangan, 3). menjelaskan materi wawancara, dan 4). mengajukan
pertanyaan (Yunus, 2010: 358). Selain itu, agar informan dapat menyampaikan informasi yang
komprehensif sebagaimana diharapkan peneliti, maka yang perlu dilakukan peneliti diantaranya
yaitu; 1). Peneliti menciptakan suasana wawancara yang kondusif dan tidak tegang, 2). mencari
waktu dan tempat yang telah disepakati dengan informan, 3). memulai pertanyaan dari hal-hal
sederhana hingga ke yang serius, 4). bersikap hormat dan ramah terhadap informan, 5). tidak
menyangkal informasi yang diberikan informan, 6). tidak menanyakan hal-hal yang bersifat
pribadi yang tidak ada hubungannya dengan masalah penelitian, 7). tidak bersifat menggurui
terhadap informan, 8). tidak menanyakan hal-hal yang membuat informan tersinggung atau
marah dan 9). sebaiknya dilakukan secara sendiri, 10) ucapkan terima kasih setelah wawancara
selesai dan minta disediakan waktu lagi jika ada informasi yang belum lengkap.
Adapun yang menjadi manfaat dilakukannya wawancara mendalam diantaranya yaitu, 1)
topik/pembahasan masalah yang ditanyakan bisa bersifat kompleks atau sangat sensitif. 2) dapat
menggali informasi yang lengkap dan mendalam mengenai sikap, pengetahuan, pandangan
responden mengenai masalah. 3) responden tersebar, maksudnya adalah siapa saja bisa
mendapatkan kesempatan untuk diwawancarai namun harus berdasarkan tujuan dan maksud
diadakan penelitian tersebut. 4) responden dengan leluasa dapat menjawab pertanyaan yang
diajukan tanpa adanya tekanan dari orang lain atau rasa malu dalam mengeluarkan pendapatnya.
5) alur pertanyaan dalam wawancara dapat menggunakan pedoman (guide) atau tanpa
menggunakan pedoman. Selain itu, wawancara mendalam juga memiliki kelemahan yaitu adanya
keterikatan emosi antara pewawancara dan orang yang diwawancarai atau informan, untuk itu
diperlukan kerjasam yang baik antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai.
Agar proses pembuatan report serta analisa wawancara-mendalam berjalan dengan baik,
diperlukan alat dokumentasi untuk menunjang pelaksanaan wawancara-mendalam tersebut.
Adapaun yang menjadi alat dokumentasinya yaitu 1) recoder (alat perekam suara), hal ini
bertujuan untuk memudahkan pewawancara mengingat kembali mengenai wawancara yang telah
dilakukan. Sehingga dapat membantu dalam pembuatan report dan analisanya. 2) Kamera,
diperlukan untuk kepentingan arsip dan juga untuk mencegah terjadinya pelaksanaan wawancara
dengan responden yang sama agar informasi yang diberikan tidak bias. 3) Catatan lapangan, hal
ini dilakukan sebagai informasi tambahan (faktor pendukung) dalam melakukan analisa.

Anda mungkin juga menyukai