Anda di halaman 1dari 15

MODUL INTERVIEW AND COLLECTING DATA

(PRO 232)

MODUL SESI 12
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif

DIEDIT OLEH
Dr. Fajarina, S.I.P., M.Si.

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2021

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0/
15
Metode Wawancara Sebagai Instrumen Utama Teknik Pengumpulan
Data Kualitatif
Wawancara adalah metoda yang digunakan untuk mencari data primer dan merupakan
metoda yang banyak dipakai dalam penelitian interpretif maupun penelitian kritis.
Wawancara dilakukan ketika peneliti ingin menggali lebih dalam mengenai sikap,
keyakinan, perilaku, atau pengalaman dari informan terhadap fenomena sosial. Ciri khas
dari metoda ini adalah adanya pertukaran informasi secara verbal dengan satu orang atau
lebih. Terdapat peran pewawancara yang berusaha untuk menggali informasi dan
memperoleh pemahaman dari informan.
Wawancara tampak sederhana namun sebenarnya begitu rumit. Metoda wawancara
berkembang secara dinamis sepanjang waktu. Kerumitan dari wawancara tidak hanya ada di
aspek teknis namun juga di aspek epistemologis. Wawancara telah berkembang dari sekedar
bentuk komunikasi menjadi semacam alat produksi pengetahuan melalui konstruksi makna
antara pewawancara dan informan. Wawancara bisa dikatakan lebih dari sekedar alat. Jika
wawancara dilihat hanya sebagai alat maka ilustrasinya akan sebagai berikut:
 Informan dihubungi untuk menentukan jadwal, lokasi, dan aturan wawancara
 Pertanyaan didesain untuk memperoleh jawaban yang sudah dapat diduga hingga
protokol wawancara terpenuhi
 Tugas informan adalah menjawab pertanyaan dan mereka menunggu pertanyaan
disampaikan.
 Informan tidak mempunyai wewenang untuk bertanya balik dan jika mereka bertanya
maka itu merupakan bentuk dari klarifikasi.

Saat ini wawancara semakin berkembang yang jauh melebihi dari ilustrasi di atas.
Wawancara kini lebih menekankan pada interaksi dengan informan. Wawancara telah
dievaluasi ulang untuk meninggalkan bentuk penggalian informasi yang monoton menjadi
bentuk interaksi yang lebih refleksif dan lebih baik dari sisi struktur dan dinamika interaksi.
Perbedaan mencolok antara wawancara dengan percakapan biasa adalah adanya pemahaman
mengenai peran pewawancara dan peran informan. Apapun bentuk wawancaranya, peran ini
harus ditegaskan. Wawancara modern tidak lagi hanya berfokus pada tataran elit. Setiap
orang dapat dipandang memiliki pengetahuan sehingga berpotensi sebagai informan atau
responden. Singkatnya, wawancara modern memberikan tempat khusus bagi pendapat
semua orang. Gagasan bahwa setiap orang mampu merefleksikan pengalamannya,
mendeskripsikannya secara individual, dan mengkomunikasikan opini tentang dirinya dan
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 1/
15
dunia sekelilingnya, menciptakan subjektivitas baru yang layak untuk dikomunikasikan.
Konsep ini dinamakan technologies of the self (Foucault, Martin, Gutman, & Hutton, 1988).
Informan dianggap seseorang yang dapat memberikan deskripsi mendetail tentang pikiran,
perasaan, dan kegiatannya dan mungkin lebih baik daripada orang lain.
Perlu dipahami bahwa melalui wawancara, kita dapat belajar tentang tempat-tempat yang
belum kita kunjungi dan tentang kehidupan sosial di mana kita tidak pernah rasakan. Kita
dapat belajar tentang kualitas lingkungan atau apa yang terjadi dalam keluarga atau
bagaimana organisasi menetapkan tujuan mereka. Wawancara dapat menginformasikan
kepada kita tentang sifat kehidupan sosial yang kompleks dan rumit. Kita dapat belajar
tentang orang-orang, nilai-nilai mereka, dan tentang tantangan yang dihadapi seseorang
ketika mereka menjalani hidup. Kita dapat belajar juga, melalui wawancara, tentang
pengalaman mendalam seseorang. Kita dapat mempelajari apa yang dirasakan seseorang dan
bagaimana seseorang menafsirkan persepsi mereka. Kita bisa belajar bagaimana peristiwa
mempengaruhi pikiran dan perasaan mereka. Wawancara membuat praktik pembutaan
narasi semakin berkembang. Penelitian sosial bertujuan untuk menciptakan narasi berupa
dokumentasi dari pengalaman, pengetahuan, dan juga persepsi. Itulah mengapa analisis teks
dan teks itu sendiri menjadi penting dalam penelitian sosial. Wawancara pada intinya
mencari makna (meaning). Makna tidak secara langsung muncul lewat jawaban dari
pertanyaan namun secara strategis dirakit bersama dalam proses wawancara (Holstein &
Gubrium, 1995). Wawancara dapat dilihat sebagai praktik yang melibatkan kerja pembuatan
makna (meaning-making work). Ada perbedaan antara passive subjectivity dengan active
subjectivity. Misalnya pandangan pertama melihat responden sebagai ‘vessel-of-answers’.
Sedangkan pandangan kedua menekankan pada transformasi peran responden ‘from a
repository of information or wellspring of emotions into an animated, productive source of
narrative knowledge’ (Gubrium et al. 2012) Wawancara sebaiknya tidak dimodelkan
sebagai bentuk pertanyaan dan jawaban dimana wawancara hanya berupa aksi tanya dan
jawab. Mishler (1991) menyarankan bahwa sebaiknya wawancara dilihat sebagai
‘interactional accomplishment’ yang melihat kedua aktor wawancara terlibat dalam
perbincangan. Proses ini bersifat kooperatif interaktif bukan bentuk pengendalian dan
pengarahan percakapan. Disarankan ada komunikasi dua arah dan juga kolaborasi dalam
melakukan wawancara:
1. Pelaku wawancara hendaknya aktif dan responsif tidak hanya diam dan pasif
2. Masing-masing aktor dalam wawancara adalah subjek untuk kerja interaksi, aktivitas
yang bertujuan menghasilkan data wawancara.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2/
15
3. Lebih banyak pertanyaan terbuka, interupsi yang minimal, dan mendorong elaborasi dari
pengalaman si informan.
4. Mendorong elaborasi, pewawancara biasanya menggunakan alat naratif seperti
"Lanjutkan," "Lalu apa yang terjadi? Pewawancara mendorong munculnya sebuah cerita
bukan sekedar jawaban singkat.
5. Rekonseptualisasi wawancara penelitian untuk lebih mendorong informan menceritakan
kisah mereka sendiri

Konsep baru dari wawancara dipengaruhi salah satunya oleh epistemologi posmodernisme
(lihat Atkinson & Silverman, 1997; Gubrium, Holstein, Marvasti, & McKinney, 2012;
Silverman, 2015). Dampaknya dari diskusi pengaruh posmodernisme pada wawancara
adalah:
1. Batasan antara peran pewawancara dan responden menjadi kabur. Bentuk hubungan
tradisional antara keduanya dikritik karena mereproduksi bentuk kekuasaan dalam
masyarakat.
2. Bentuk-bentuk komunikasi baru dalam wawancara digunakan. Pewawancara dan
responden berkolaborasi bersama dalam membangun narasi pengetahuan.
3. Responden menjadi lebih peduli tentang isu-isu mengenai representasi ide mereka.
4. Kewenangan peneliti terawasi dalam praktik etika penelitian. Responden tidak lagi
dilihat sebagai nomor tak berwajah yang pendapatnya diproses sepenuhnya dengan
persyaratan peneliti.
5. Hubungan patriarki tradisional dalam wawancara dikritik. Posisi pewawancara dan
responden dinilai sejajar bahkan responden bisa lebih dominan.
6. Media elektronik semakin diterima oleh komunitas akademik. Wawancara dapat
dilakukan melalui e-mail, ruang bincang virtual, dan moda komunikasi elektronik
lainnya.

Persiapan Melakukan Wawancara


Alasan Menggunakan Wawancara
Menurut Rowley (2009), wawancara digunakan pada riset kualitatif untuk mendapatkan
fakta dan pemahaman akan opini, sikap, pengalaman, proses, perilaku, atau prediksi.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan informasi bagaimana auditor junior dididik dan dibina
sehingga mampu meniti karir mencapai posisi partner, wawancara dapat dilakukan dengan
menanyakan proses sosialiasi dan edukasi di kantor akuntan publik, pola pengembangan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3/
15
karir, dan juga pengalaman dari seorang partner. Wawancara tersebut dapat dilakukan
terhadap beberapa partner secara individu satu per satu maupun sekelompok orang dalam
bentuk grup terfokus. Wawancara dipilih karena beberapa alasan misalnya untuk menggali
informasi yang detail dan kaya serta kontekstual maka wawancara lebih cocok dibandingkan
kuesioner. Wawancara cocok digunakan bagi peneliti yang ingin memahami dan
meneorikan isu sosial. Melalui wawancara dapat diperoleh pemahaman yang mendalam dan
ekstensif tentang fenomena sosial melalui interpretasi tekstual dari data yang diperoleh.
Memilih Pertanyaan Wawancara Pertanyaan dalam wawancara dimaksudkan untuk
menjawab pertanyaan penelitian. Tentunya pertanyaan penelitian tidak langsung ditanyakan
ke responden. Pertanyaan wawancara perlu disusun agar responden mau menceritakan
seputar topik penelitian. Pertanyaan penelitian bisa memengaruhi jenis pertanyaan
wawancara. Selain itu pengalaman praktis, teori, maupun penelitian sebelumnya juga dapat
menjadi inspirasi untuk menyusun pertanyaan wawancara (Rowley, 2009). Penelitian
induktif seringkali menggunakan teori sebagai inspirasi. Misalnya peneliti yang
menggunakan konsep field Bourdieu secara umum dapat membantu memetakan struktur di
lapangan. Dalam konteks audit pemerintahan struktur diduduki oleh politisi, BPK,
pemerintahan dan NGO. Kemudian pertanyaan dapat disusun untuk menanyakan peran dari
masingmasing agen. Dalam kebanyakan riset dengan wawancara semi-terstruktur, peneliti
tidak menyusun pertanyaan yang banyak dan terinci. Misalnya penelitian Fox (2018) dia
menyusun tema pertanyaan yang pendek untuk setiap responden. Berikut ini adalah panduan
singkat untuk mengembangkan pertanyaan wawancara yang diadopsi dan dimodifikasi dari
Harvard Department of Sociology (2017):
1. Pertanyaan harus sederhana dan jangan mengajukan lebih dari satu pertanyaan sekaligus.
2. Pertanyaan terbaik adalah pertanyaan yang mendapatkan jawaban terpanjang dari
responden. Jangan mengajukan pertanyaan yang jawabannya amat singkat tanpa diikuti
pertanyan lanjutan.
3. Jangan ajukan pertanyaan yang mengharuskan responden Anda melakukan analisis
untuk Anda.
4. Jangan meminta bagaimana pendapat orang lain atau kelompok lain di lingkungan
responden. Sebagai contoh pertanyaan “Apa yang dipikirkan orang di sini tentang
isu…..?” Anda jarang mendapatkan sesuatu yang menarik. Coba ajukan pertanyaan yang
sama ke si responden mengenai pendapat dia sendiri.
5. Jangan takut untuk mengajukan pertanyaan yang sederhana. Jika Anda tidak bertanya,
mereka tidak akan memberi tahu.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4/
15
Peneliti pemula seringkali kesulitan dalam menuliskan pertanyaan wawancara. Melanjutkan
panduan singkat pada bagian sebelumnya, bagian ini menjelaskan langkah-langkah dalam
menyusun pertanyaan wawancara.
1. Tuliskan pertanyaan penelitian secara umum. Buat garis besar bidang pengetahuan yang
relevan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini.
2. Kembangkan pertanyaan di bawah topik umum. Pertanyaan disesuaikan dengan jenis
responden tertentu sesuai pengalaman dan keahlian mereka.
3. Sesuaikan bahasa wawancara dengan siapa informan yang dituju.
4. Berhati-hatilah menyusun kata-kata dalam pertanyaan sehingga responden termotivasi
untuk menjawab sepenuhnya dan sejujur mungkin.
5. Tanyakan "bagaimana" daripada "mengapa" untuk mendapatkan cerita tentang proses.
6. Kembangkan probe yang akan menggali tanggapan yang lebih rinci untuk pertanyaan-
pertanyaan kunci. Semakin detail, semakin baik.
7. Mulailah wawancara dengan pertanyaan pemanasan. Sesuatu yang dapat dijawab dengan
mudah dan segera oleh responden. Tidak harus berhubungan langsung dengan apa yang
Anda teliti. Membangun hubungan awal ini akan membuat Anda lebih nyaman dengan
satu sama lain dan dengan demikian akan membuat sisa wawancara mengalir lebih
lancar.
8. Pikirkan tentang alur logis dari wawancara. Topik apa yang harus didahulukan?
Penyesuaian pertanyaan dapat dilakukan setelah beberapa wawancara.
9. Pertanyaan-pertanyaan yang sensitif sebaiknya ditanyakan menjelang akhir wawancara
di saat hubungan kepercayaan sudah terjalin.
10. Pertanyaan terakhir dapa berupa penutup untuk wawancara. Biarkan responden merasa
diberdayakan, didengarkan, atau senang bahwa mereka berbicara dengan Anda.

Lama Wawancara dan Jumlah Informan


Durasi dan jumlah wawancara sangat bergantung pada pertanyaan penelitian serta strategi
penelitian yang sedang dilakukan. Sebagai contoh, sebuah penelitian etnografi yang
berkaitan dengan isu-isu yang sensitif dan personal mungkin memerlukan wawancara yang
lebih lama. Biasanya pertanyaanpertanyaan yang diajukan kurang terstruktur dan jumlah
respondennya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan studi yang menggunakan survei
dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terstruktur. Selain itu, durasi dan jumlah
wawancara juga bergantung pada ketersediaan waktu dan jumlah informan yang bersedia

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5/
15
untuk diwawancarai. Sebisa mungkin mewawancarai sejumlah orang yang cukup dari
berbagai latar belakang, peran, pengalaman dan hal lainnya yang mungkin mempengaruhi
informasi yang disampaikan. Hal ini dilakukan agar penelitian menghasilkan temuan
menarik dan komprehensif. Peneliti juga harus mempertimbangkan ketersediaan waktu dan
kemampuan peneliti untuk melakukan wawancara dan menganalisis data. Perlu diingat
bahwa data yang sudah dikumpulkan harus dianalisis (Rowley, 2009).

Memilih informan
Rowley (2009) menjelaskan kualitas hasil dan temuan-temuan riset akan sangat dipengaruhi
oleh para informan atau responden yang dipilih. Responden dapat dipilih berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan peneliti. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling.
Peneliti dapat memikirkan siapakah responden yang memiliki posisi untuk menjawab
pertanyaan wawancara atau memberi wawasan yang peneliti perlukan. Sebagai contoh,
pertanyaan tentang motivasi penerapan sistem pengendalian managemen akan kurang pas
jika ditanyakan kepada pegawai baru. Jika teknik pemilihan responden berdasarkan syarat
tertentu, peneliti sebaiknya menampilkan informasi demografi dalam laporan riset. Misalnya
informasi jabatan, umur, lama pengalaman kerja, kualifikasi, posisi, dan informasi lain yang
dianggap relevan. Pertimbangan berikutnya adalah akses ke responden. Akses amat
tergantung pada beberapa faktor seperti kemauan dan ketersediaan waktu responden dan
juga kemampuan peneliti untuk menemui responden. Jika peneliti tidak mengenal baik
responden maka pendekatan awal sangatlah penting. Peneliti harus mengirimkan
permohonan sebagai responden. Ini bisa dilakukan dengan banyak cara seperti surat, email,
telepon, atau pesan instan. Peneliti paling tidak perlu menjelaskan beberapa poin berikut:
 Identitas diri peneliti dan alasan melakukan penelitian
 Mendapatkan ketertarikan responden melalui penjelasan singkat tentang penelitian yang
akan dilakukan
 Jelas perihal lama waktu wawancara yang akan dilakukan
 Meminta izin merekam percakapan
 Memastikan kerahasiaan terjamin jika diminta
 Menjelaskan manfaat penelitian
 Memberi detail kontak dan meminta kesediaan waktu mereka
 Melakukan kontak lanjutan jika tidak ada respon

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6/
15
Begitu beberapa responden berhasil diwawancari, teknik snowballing dapat digunakan untuk
mencari responden yang lain. Peneliti dapat meminta kontak atau rekomendasi responden
potensial lainnya. Mencari responden bisa menjadi proses yang sulit dan menyita waktu dari
penelitian.

Pelaksanaan Wawancara
Memastikan Informan Memahami Pertanyaan Wawancara
Peneliti perlu membuat beberapa pertimbangan sebelum menjalankan wawancara. Misalnya
peneliti bisa menghindari untuk menggunakan istilah yang terlalu akademik. Contohnya,
alih-alih menggunakan istilah skeptisme, istilah kehati-hatian bisa dipakai dalam
wawancara. Beberapa pertimbangan lain misalnya adalah memastikan bahwa pertanyaan:
● Tidak mengarahkan atau memiliki asumsi tertentu
● Tidak berisi dua pertanyaan dalam satu pertanyaan
● Tidak sekedar menanyakan jawaban ya atau tidak
● Tidak terlalu ambigu atau terlalu umum
● Tidak berusaha menyerang responden

Selain itu perlu memperhatikan urutan pertanyaan. Pertanyaan wawancara yang baik akan
mengarahkan pada kesimpulan secara alami. Tidak terburu-buru menanyakan pertanyaan
utama namun berusaha menggali isuisu di sekitar topik. Alangkah baiknya melakukan
percobaan wawancara untuk memastikan pertanyaan wawancara sudah baik. Percobaan bisa
dilakukan kepada teman tapi ada baiknya ada pihak yang berasal dari kelompok responden
sasaran (Rowley, 2009). Memastikan Wawancara Berjalan Baik Dalam Rowley (2009)
dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan maka kedua pihak akan berperan aktif
untuk menyukseskan wawancara. Pengalaman dan latar belakang dari kedua pihak akan
memengaruhi bagaimana interpretasi pertanyaan wawancara. Sisi baiknya adalah bisa terjadi
proses diskusi untuk saling memahami pendapat. Namun bisa juga si responden merasa
bosan dengan topik perbincangan atau merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang
mereka rasa si pewawancara lebih paham.
Proses refleksi perlu dilakukan dan melakukan penyesuaian pertanyaan seiring fase
wawancara. Beberapa tips sederhana diantaranya:
 Mengenalkan diri sebelum wawancara dimulai
 Menjelaskan secara singkat dan sederhana penelitian yang sedang dilakukan
 Menjelaskan alasan wawancara, dan kenapa penting bagi responden.
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 7/
15
 Sebutkan estimasi waktu wawancara
 Pastikan menjelaskan aspek etika dari wawancara
 Pastikan wawancara berjalan sesuai waktu yang direncanakan dengan memperhatikan
pertanyaan yang perlu dijawab

Terkadang wawancara langsung tidak memungkinkan. Salah satu solusi ketika wawancara
langsung sulit dilaksanakan adalah penggunaan telepon, panggilan video, atau bahkan
wawancara lewat email dapat digunakan.

Membuat Informan Terlibat dalam Wawancara


Peneliti perlu memastikan bahwa apa yang akan ditanyakan relevan dengan pekerjaan atau
kehidupan si responden. Untuk wawancara semi-terstruktur, peneliti perlu memberi ruang
bagi responden untuk beropini dan menceritakan pengalaman mereka. Namun hindari
percakapan yang keluar dari topik atau membahas isu sensitif. Pertanyaan terusan dapat
membantu untuk memastikan wawancara berjalan. Teknik yang dapat digunakan misalnya
mengulangi pertanyaan, diam sejenak menunggu respon, atau menggunakan kata tanya
eksporatif. Cara lain yang mungkin jarang digunakan adalah dengan memberi semacam
tugas ke responden. Tugas ini dapat membantu responden untuk terlibat dalam wawancara.
Bagi peneliti tugas semacam ini dapat membantu untuk membuat responden fokus pada
wawancara. Contoh sederhana dari tugas ini misalnya menggunakan kartu yang bertuliskan
topik diskusi dalam wawancara. Peneliti bisa meminta responden untuk bercerita lebih
dalam lewat kartu yang ditunjukan. Cara ini juga membantu menghindari kebosanan pada
diri responden (Rowley, 2009).

Transkripsi Hasil Wawancara


Wawancara yang dilakukan misal dalam bahasa Indonesia maka proses transkripsi
disarankan dilakukan dalam bahasa yang sama. Tujuannya untuk memastikan bahwa semua
transkripsi nada suara, ekspresi dan makna implisit akan ditangkap dan dipahami oleh
peneliti. Peneliti juga dapat menggunakan catatan lapangan untuk mendokumentasikan
semua kegiatan selama dan setelah wawancara. Tujuan catatan lapangan adalah untuk
mendukung transkripsi data dari wawancara dan untuk mempelajari hubungan sosial tertentu
dalam organisasi (Schutt, 2011).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8/
15
Analisis Data Kualitatif
Pendahuluan
Sanapiah Faisal (2010) menjelaskan perbedaan dan persamaan antara penelitian kuantitatid
dan kualitatif, ia memulai penjelasan tentang “tabel”. “Tabel” merupakan gambaran tentang
para responden setelah melewati penelitian dengan menggunakan salah satu teknik
penggalian data, sebut saja teknik angket. Setelah angket terkumpul, biasanya dilanjutkan
dengan proses editing, koding, dan tabulasi. Hasil tabulasi tersebut bisa disajikan dalam
bentuk “tabel”. Gambaran dalam “tabel” tersebut merupakan cerminan dari keadaan nyata
yang tersebar di tengah masyarakat. Ia merupakan hasil ringkasan kenyataan para responden
yang tersebar di masyarakat. Ringkasan berupa tabel itu, selanjutnya perlu ditafsirkan,
dimaknakan dan disimpulkan berdasarkan perhitungan tertentu dan menggunakan angka-
angka yang ada dalam tabel tersebut. Proses dari kenyataan lapangan ke “tabel”, dan
berdasarkan “tabel” kemudian ditafsirkan, dimaknakan, kemudian disimpulkan juga
berlangsung dalam penelitian kualitatif. Bedanya, dalam penelitian kualitatif “tabel” tersebut
dianggap tercantum dalam kenyataan sehari-hari di masyarakat, bukan tercantum di atas
kertas (seperti dalam penlitian kuantitatif). Kejadian, tindakan, peristiwa, keadaan yang
tersebar di masyarakat merupakan tabel-tabel konkret yang menunggu untuk ditafsirkan dan
bagaimana makna di balik tabel itu diburu dan dikejar dalam tradisi penelitian kualitatif.
Proses kerja dalam penelitian kuantitatif dimulai dari perumusan masalah, kemudian
perumusan hipotesis, penyusunan instrumen pengumpulan data, selanjutnya kegiatan
pengumpulan data, baru dilakukan analisis data, dan akhirnya penulisan laporan penelitian.
Proses kerja itu tidak boleh tertukar, harus berurutan secara linier. Dalam penelitian
kualitatif, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi dikembangkan atas dasar “kejadian”
yang diperoleh ketika kegiatan lapangan berlangsung. Karenanya, antara kegiatan
pengumpulan data dan analisis data tidak mungkin dipisahkan satu sama lain. Keduanya
berlangsung secara simultan, prosesnya berbentuk siklus dan interaktif, bukan linier. Miles
dan Huberman (1992:20) menggambarkan proses analisis data penelitian kualitatif sebagai
berikut.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9/
15
Gambar 1 Proses Analisis Data Penelitian Kualitatif Gambar tersebut memperlihatkan sifat
interaktif pengumpulan data dengan analisis data, pengumpulan data merupakan bagian
integral dari kegiatan analisis data. Reduksi data adalah upaya menyimpulkan data,
kemudian memilah-milah data dalam satuan konsep tertentu, kategori tertentu, dan tema
tertentu. Hasil reduksi data diolah sedemikian rupa supaya terlihat sosoknya secara lebih
utuh. Ia boleh berbentuk sketsa, sinopsis, matriks, dan bentuk lainnya; itu sangat diperlukan
untuk memudahkan pemaparan dan penegasan kesimpulan. Prosesnya, tidak sekali jadi,
melainkan berinteraksi secara bolak balik. Seberapa kali bolak balik terjadi dalam
penelitian? Tentu, sangat tergantung pada kompleksitas permasalahan yang hendak dijawab
dan ketajaman daya lacak si peneliti dalam melakukan komparasi ketika proses
pengumpulan data. Bagaimana proses analisis data itu dapat dioperasikan? Modul ini akan
berupaya menjawab dan menguraikan bagian-bagian (1) memahami pengertian analisis data,
(2) analisis ketika pengumpulan data; (3) reduksi data; (4) penyajian data; (5) penarikan
kesimpulan dan verifikasi.

Memahami Pengertian Analisis Data


Noeng Muhadjir (1998:104) mengemukakan pengertian analisis data sebagai “upaya
mencari dan menata secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk
meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya sebagai
temuan bagi orang lain. Sedangkan untuk meningkatkan pemahaman tersebut analisis perlu
dilanjutkan dengan berupaya mencari makna.” Dari pengertian itu, tersirat beberapa hal
yang perlu digarisbawahi, yaitu (a) upaya mencari data adalah proses lapangan dengan
berbagai persiapan pralapangan tentunya, (b) menata secara sistematis hasil temuan di
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 10 /
15
lapangan, (c) menyajikan temuan lapangan, (d) mencari makna, pencarian makna secara
terus menerus sampai tidak ada lagi makna lain yang memalingkannya, di sini perlunya
peningkatan pemahaman bagi peneliti terhadap kejadian atau kasus yang terjadi. Pengertian
seperti itu, tampaknya searah dengan pendapat Bogdan, yaitu: “Data analysis is the process
of systematically searching and arranging the interview transcripts, field-notes, and other
materials that you accumulate to increase your own understanding of them and to enable you
to present what you have discovered to others” (Sugiono,2007:427). Yang perlu
digarisbawahi dari analisis data menurut Bogdan, selain yang dikemukakan Noeng Muhadjir
ialah field notes atau catatan lapangan, masalah ini akan diuraikan dalam penjelsan khusus.
Bogdan, sebetulnya, membedakan analisis selama di lapangan dan analisis pascalapangan.
Analisis selama di lapangan disebutkan oleh Bogdan antara lain: (1) mempersempit fokus
studi (harus diingat mempersempit fokus studi yang berarti holistik yang fenomenologik;
tidak sama dengan menspesifikasi objek studi yang berpikir secara parsial ala positivistik),
(2) menetapkan tipe studi, apakah penelitian sejarah, telaah taksonomi, genetik, dan lain-
lain, (3) mengembangkan secara terus-menerus pertanyaan analitik. Selama di lapangan
peneliti bertanya, mencari jawab, dan menganalisisnya, selanjutnya mengembangkan
pertanyaan baru untuk memperoleh jawaban, begitu dilakukan terus menerus, maka
penelitian itu dapat mengarah kepada grounded theory, (4) menulis komentar yang
dilakukan oleh peneliti sendiri, (5) upaya penjajagan ide dan tema penelitian pada subjek
responden sebagai analisis penjajagan (langkah ini tentu saja harus dilakukan pada tahap-
tahap awal penelitian), (6) membaca kembali kepustakaan yang relevan selama di lapangan
(cara ini membantu untuk mengembangkan ide penulisan, tetapi ada bahayanya; peneliti
dapat terpengaruh pada ide, konsep, atau model yang dipakai penulis buku), (7)
menggunakan metafora dan analogi konsep-konsep. Sedangkan analisis pascalapangan
adalah mengambil istirahat beberapa lama; dan siap kembali bekerja dengan pikiran yang
segar (Muhadjir,1998:104-105). Jika dicermati pengertian analisis data tersebut, maka dapat
dipahami bahwa kegiatan analisis data kualitatif menyatu dengan aktivitas pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan hasil penelitian.

Analisis Ketika Pengumpulan Data


Pengumpulan data di lapangan tentu berkaitan dengan teknik penggalian data, dan ia
berkaitan pula dengan sumber dan jenis data, setidaknya sumber data dalam penelitian
kualitatif berupa: (1) kata-kata dan (2) tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen atau sumber data tertulis, foto, dan statistik. Kata-kata dan tindakan orang-orang

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 /
15
yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat
melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tapes, pengambilan foto, atau
film. Sedangkan sumber data tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas
sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi
(Moleong,2000:112- 113). Oleh karena itu, catatan lapangan tampaknya sangat perlu untuk
digunakan dalam pengumpulan data selama di lapangan, ia merupakan instrumen utama
yang melekat pada beragam teknik pengumpulan data kualitatif. Bentuk catatan lapangan
ini: (1) catatan fakta: data kualitatif hasil pengamatan dan wawancara dalam bentuk uraian
rinci maupun kutipan langsung, (2) catatan teori: hasil analisis peneliti di lapangan untuk
menyimpulkan struktur masyarakat yang ditelitinya, serta merumuskan hubungan antara
topik-topik (variabel) penting penelitiannya secara induktif sesuai fakta-fakta di lapangan,
(3) catatan metodologis: pengalaman peneliti ketika berupaya menerapkan metode kualitatif
di lapangan. Isi masing-masing catatan ada dua; pertama catatan deskriptif: berisi bagian
utama, kedua catatan reflektif/memo: berisi kritik terhadap catatan deskriptif. Selain itu,
analisis data kualitatif dapat berupa pemeriksaan keabsahan data berdasar kriteria tertentu
yaitu atas dasar keterpercayaan (kridebilitas), keteralihan, kebergantungan, dan kepastian
(penemuan betul-betul berasal dari data, tidak menonjolkan pengetahuan peneliti dalam
konseptualisasi), hal ini disebutkan beberapa teknik pemeriksaan keabsahan data oleh
Moleong (2000:175-188): (1) perpanjangan keikutsertaan di lapangan penelitian, (2)
ketekunan pengamatan, (3) triangulasi (dengan sumber: membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang
berbeda; dengan metode: pengecekan derajat keterpercayaan penemuan dan kepercayaan
teknik pengumpulan data; dengan penyidik: membandingkan hasil analis yang satu dengan
analis yang lain; dengan teori , (4) pemeriksaan sejawat melalui diskusi, (5) analisis kasus
negatif, (6) kecukupan referensial, (7) pengecekan anggota (baik secara formal maupun
informal berkenaan pengecekan kategori analitis, penafsiran, dan kesimpulan, (8) uraian
rinci (terutama dalam membangun keteralihan; yaitu uraian seteliti dan secermat mungkin
yang menggambarkan konteks tempat penelitian yang menjadi fokus pengamatan), (9)
auditing (dilakukan berdasarkan kriteria kepastian data mentah, data yang sudah direduksi,
hasil sintesis, catatan proses, bahan catatan pribadi atau refleksi, motivasi, harapan, dan
ramalan).

Reduksi Data

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 /
15
Reduksi data adalah proses pemilihan, pemustan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan
sebelum data benar-benar terkumpul sebagaimana terlihat dari kerangka konseptual
penelitian, permasalahan studi, dan pendekatan pengumpulan data yang dipilih peneliti.
Reduksi data meliputi: (1) meringkas data, (2) mengkode, (3) menelusur tema, (4) membuat
gugus-gugus. Caranya: seleksi ketat atas data, ringkasan atau uraian singkat, dan
menggolongkannya ke dalam pola yang lebih luas. Meringkas hasil pengumpulan data ke
dalam konsep, kategori, dan tema-tema, itulah kegiatan reduksi data, pengumpulan data dan
reduksi data saling berinteraksi dengan melalui konklusi dan penyajian data, ia tidak bersifat
sekali jadi, tetapi secara bolak balik, perkembangannya bersifat sekuensial dan interaktif,
bahkan melingkar. Kompleksitas permasalahan bergantung pada ketajaman pisau analisis.
Glasser dan Strauss memunculkan konsep komparasi secara konstan yang mereka maknakan
sebagai suatu prosedur komparasi untuk mencermati padu tidaknya data dengan konsep-
konsep yang dikembangkan untuk merepresentasikannya, padu tidaknya data dengan
kategori-kategori yang dikembangkan, padu atau tidaknya generalisasi atau teori dengan
data yang tersedia, serta padu dan tidaknya keseluruhan temuan penelitian itu sendiri dengan
kenyataan lapangan yang tersedia. Dengan demikian, komparasi secara konstan tersebut
lebih ditempatkan sebagai prosedur mencermati hasil reduksi data atau pengolahan data
guna memantapkan keterandalan bangunan konsep, kategori, generalisasi atau teori beserta
keseluruhan temuan penelitian itu sendiri sehingga benar-benar padu dengan data maupun
dengan kenyataan lapangan. Selanjutnya Strauss dan Corbin menempatkan konsep
komparasi konstan itu sebagai suatu “senjata” yang perlu diterapkan dalam proses
pengumpulan data dan analisis data. Berarti juga perlu diterapkan dalam proses
pengumpulan data itu sendiri. Karena dalam praktik penelitian kualitatif, kegiatan
pengumpulan dan analisis data dapat dikatakan bersenyawa, berlangsung serempak,
merupakan suatu kesatuan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Karenanya, pemikiran dan
senjata komparasi secara konstan perlu melekat dalam diri peneliti kualitatif selaku
instrument utama suatu penelitian, dan digunakan secara nyata dalam sepanjang proses
pengumpulan dan analisis data.

Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi
kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 13 /
15
penyajian data kualitatif dapat berupa teks naratif berbentuk catatan lapangan, matriks,
grafik, jaringan, dan bagan. Bentuk-bentuk ini menggabungkan informasi yang tersusun
dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga memudahkan untuk melihat apa
yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis
kembali.

Penarikan Kesimpulan
Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus selama berada di
lapangan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai mencari arti benda-
benda, mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori), penjelasan-penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan-
kesimpulan ini ditangani secara longgar, tetap terbuka, dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah
disediakan. Mula-mula belum jelas, namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan
mengakar dengan kokoh. Kesimpulan-kesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian
berlangsung, dengan cara: (1) memikir ulang selama penulisan, (2) tinjauan ulang catatan
lapangan, (3) tinjauan kembali dan tukar pikiran antarteman sejawat untuk mengembangkan
kesepakatan intersubjektif, (4) upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu
temuan dalam seperangkat data yang lain.

Daftar Pustaka
Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar Deskripsi dan Analisa Kebudayaan
Banjar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Faisal, Sanapiah. 2010. Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif. Dalam
Burhan Bungin (editor). Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (64-79). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

Miles, Mattew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Qualitative Data Analysis: A


Sourcebook of New Method. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi. Analisis Data Kualitatif:
Buku Sumber tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-
PRESS).

Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif Pendekatan Positivistik,


Rasionalistik, Phenomenologik, dan Realisme Metaphisik Telaah Studi Teks dan Penelitian
Agama Sugiono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 /
15

Anda mungkin juga menyukai