(PRO 232)
MODUL SESI 12
Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Kualitatif
DIEDIT OLEH
Dr. Fajarina, S.I.P., M.Si.
Saat ini wawancara semakin berkembang yang jauh melebihi dari ilustrasi di atas.
Wawancara kini lebih menekankan pada interaksi dengan informan. Wawancara telah
dievaluasi ulang untuk meninggalkan bentuk penggalian informasi yang monoton menjadi
bentuk interaksi yang lebih refleksif dan lebih baik dari sisi struktur dan dinamika interaksi.
Perbedaan mencolok antara wawancara dengan percakapan biasa adalah adanya pemahaman
mengenai peran pewawancara dan peran informan. Apapun bentuk wawancaranya, peran ini
harus ditegaskan. Wawancara modern tidak lagi hanya berfokus pada tataran elit. Setiap
orang dapat dipandang memiliki pengetahuan sehingga berpotensi sebagai informan atau
responden. Singkatnya, wawancara modern memberikan tempat khusus bagi pendapat
semua orang. Gagasan bahwa setiap orang mampu merefleksikan pengalamannya,
mendeskripsikannya secara individual, dan mengkomunikasikan opini tentang dirinya dan
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 1/
15
dunia sekelilingnya, menciptakan subjektivitas baru yang layak untuk dikomunikasikan.
Konsep ini dinamakan technologies of the self (Foucault, Martin, Gutman, & Hutton, 1988).
Informan dianggap seseorang yang dapat memberikan deskripsi mendetail tentang pikiran,
perasaan, dan kegiatannya dan mungkin lebih baik daripada orang lain.
Perlu dipahami bahwa melalui wawancara, kita dapat belajar tentang tempat-tempat yang
belum kita kunjungi dan tentang kehidupan sosial di mana kita tidak pernah rasakan. Kita
dapat belajar tentang kualitas lingkungan atau apa yang terjadi dalam keluarga atau
bagaimana organisasi menetapkan tujuan mereka. Wawancara dapat menginformasikan
kepada kita tentang sifat kehidupan sosial yang kompleks dan rumit. Kita dapat belajar
tentang orang-orang, nilai-nilai mereka, dan tentang tantangan yang dihadapi seseorang
ketika mereka menjalani hidup. Kita dapat belajar juga, melalui wawancara, tentang
pengalaman mendalam seseorang. Kita dapat mempelajari apa yang dirasakan seseorang dan
bagaimana seseorang menafsirkan persepsi mereka. Kita bisa belajar bagaimana peristiwa
mempengaruhi pikiran dan perasaan mereka. Wawancara membuat praktik pembutaan
narasi semakin berkembang. Penelitian sosial bertujuan untuk menciptakan narasi berupa
dokumentasi dari pengalaman, pengetahuan, dan juga persepsi. Itulah mengapa analisis teks
dan teks itu sendiri menjadi penting dalam penelitian sosial. Wawancara pada intinya
mencari makna (meaning). Makna tidak secara langsung muncul lewat jawaban dari
pertanyaan namun secara strategis dirakit bersama dalam proses wawancara (Holstein &
Gubrium, 1995). Wawancara dapat dilihat sebagai praktik yang melibatkan kerja pembuatan
makna (meaning-making work). Ada perbedaan antara passive subjectivity dengan active
subjectivity. Misalnya pandangan pertama melihat responden sebagai ‘vessel-of-answers’.
Sedangkan pandangan kedua menekankan pada transformasi peran responden ‘from a
repository of information or wellspring of emotions into an animated, productive source of
narrative knowledge’ (Gubrium et al. 2012) Wawancara sebaiknya tidak dimodelkan
sebagai bentuk pertanyaan dan jawaban dimana wawancara hanya berupa aksi tanya dan
jawab. Mishler (1991) menyarankan bahwa sebaiknya wawancara dilihat sebagai
‘interactional accomplishment’ yang melihat kedua aktor wawancara terlibat dalam
perbincangan. Proses ini bersifat kooperatif interaktif bukan bentuk pengendalian dan
pengarahan percakapan. Disarankan ada komunikasi dua arah dan juga kolaborasi dalam
melakukan wawancara:
1. Pelaku wawancara hendaknya aktif dan responsif tidak hanya diam dan pasif
2. Masing-masing aktor dalam wawancara adalah subjek untuk kerja interaksi, aktivitas
yang bertujuan menghasilkan data wawancara.
Konsep baru dari wawancara dipengaruhi salah satunya oleh epistemologi posmodernisme
(lihat Atkinson & Silverman, 1997; Gubrium, Holstein, Marvasti, & McKinney, 2012;
Silverman, 2015). Dampaknya dari diskusi pengaruh posmodernisme pada wawancara
adalah:
1. Batasan antara peran pewawancara dan responden menjadi kabur. Bentuk hubungan
tradisional antara keduanya dikritik karena mereproduksi bentuk kekuasaan dalam
masyarakat.
2. Bentuk-bentuk komunikasi baru dalam wawancara digunakan. Pewawancara dan
responden berkolaborasi bersama dalam membangun narasi pengetahuan.
3. Responden menjadi lebih peduli tentang isu-isu mengenai representasi ide mereka.
4. Kewenangan peneliti terawasi dalam praktik etika penelitian. Responden tidak lagi
dilihat sebagai nomor tak berwajah yang pendapatnya diproses sepenuhnya dengan
persyaratan peneliti.
5. Hubungan patriarki tradisional dalam wawancara dikritik. Posisi pewawancara dan
responden dinilai sejajar bahkan responden bisa lebih dominan.
6. Media elektronik semakin diterima oleh komunitas akademik. Wawancara dapat
dilakukan melalui e-mail, ruang bincang virtual, dan moda komunikasi elektronik
lainnya.
Memilih informan
Rowley (2009) menjelaskan kualitas hasil dan temuan-temuan riset akan sangat dipengaruhi
oleh para informan atau responden yang dipilih. Responden dapat dipilih berdasarkan
kriteria yang telah ditentukan peneliti. Teknik yang digunakan adalah purposive sampling.
Peneliti dapat memikirkan siapakah responden yang memiliki posisi untuk menjawab
pertanyaan wawancara atau memberi wawasan yang peneliti perlukan. Sebagai contoh,
pertanyaan tentang motivasi penerapan sistem pengendalian managemen akan kurang pas
jika ditanyakan kepada pegawai baru. Jika teknik pemilihan responden berdasarkan syarat
tertentu, peneliti sebaiknya menampilkan informasi demografi dalam laporan riset. Misalnya
informasi jabatan, umur, lama pengalaman kerja, kualifikasi, posisi, dan informasi lain yang
dianggap relevan. Pertimbangan berikutnya adalah akses ke responden. Akses amat
tergantung pada beberapa faktor seperti kemauan dan ketersediaan waktu responden dan
juga kemampuan peneliti untuk menemui responden. Jika peneliti tidak mengenal baik
responden maka pendekatan awal sangatlah penting. Peneliti harus mengirimkan
permohonan sebagai responden. Ini bisa dilakukan dengan banyak cara seperti surat, email,
telepon, atau pesan instan. Peneliti paling tidak perlu menjelaskan beberapa poin berikut:
Identitas diri peneliti dan alasan melakukan penelitian
Mendapatkan ketertarikan responden melalui penjelasan singkat tentang penelitian yang
akan dilakukan
Jelas perihal lama waktu wawancara yang akan dilakukan
Meminta izin merekam percakapan
Memastikan kerahasiaan terjamin jika diminta
Menjelaskan manfaat penelitian
Memberi detail kontak dan meminta kesediaan waktu mereka
Melakukan kontak lanjutan jika tidak ada respon
Pelaksanaan Wawancara
Memastikan Informan Memahami Pertanyaan Wawancara
Peneliti perlu membuat beberapa pertimbangan sebelum menjalankan wawancara. Misalnya
peneliti bisa menghindari untuk menggunakan istilah yang terlalu akademik. Contohnya,
alih-alih menggunakan istilah skeptisme, istilah kehati-hatian bisa dipakai dalam
wawancara. Beberapa pertimbangan lain misalnya adalah memastikan bahwa pertanyaan:
● Tidak mengarahkan atau memiliki asumsi tertentu
● Tidak berisi dua pertanyaan dalam satu pertanyaan
● Tidak sekedar menanyakan jawaban ya atau tidak
● Tidak terlalu ambigu atau terlalu umum
● Tidak berusaha menyerang responden
Selain itu perlu memperhatikan urutan pertanyaan. Pertanyaan wawancara yang baik akan
mengarahkan pada kesimpulan secara alami. Tidak terburu-buru menanyakan pertanyaan
utama namun berusaha menggali isuisu di sekitar topik. Alangkah baiknya melakukan
percobaan wawancara untuk memastikan pertanyaan wawancara sudah baik. Percobaan bisa
dilakukan kepada teman tapi ada baiknya ada pihak yang berasal dari kelompok responden
sasaran (Rowley, 2009). Memastikan Wawancara Berjalan Baik Dalam Rowley (2009)
dijelaskan bahwa wawancara adalah percakapan maka kedua pihak akan berperan aktif
untuk menyukseskan wawancara. Pengalaman dan latar belakang dari kedua pihak akan
memengaruhi bagaimana interpretasi pertanyaan wawancara. Sisi baiknya adalah bisa terjadi
proses diskusi untuk saling memahami pendapat. Namun bisa juga si responden merasa
bosan dengan topik perbincangan atau merasa tidak nyaman dengan pertanyaan yang
mereka rasa si pewawancara lebih paham.
Proses refleksi perlu dilakukan dan melakukan penyesuaian pertanyaan seiring fase
wawancara. Beberapa tips sederhana diantaranya:
Mengenalkan diri sebelum wawancara dimulai
Menjelaskan secara singkat dan sederhana penelitian yang sedang dilakukan
Menjelaskan alasan wawancara, dan kenapa penting bagi responden.
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 7/
15
Sebutkan estimasi waktu wawancara
Pastikan menjelaskan aspek etika dari wawancara
Pastikan wawancara berjalan sesuai waktu yang direncanakan dengan memperhatikan
pertanyaan yang perlu dijawab
Terkadang wawancara langsung tidak memungkinkan. Salah satu solusi ketika wawancara
langsung sulit dilaksanakan adalah penggunaan telepon, panggilan video, atau bahkan
wawancara lewat email dapat digunakan.
Reduksi Data
Penyajian Data
Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi
kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk
Universitas Esa Unggul
http://esaunggul.ac.id 13 /
15
penyajian data kualitatif dapat berupa teks naratif berbentuk catatan lapangan, matriks,
grafik, jaringan, dan bagan. Bentuk-bentuk ini menggabungkan informasi yang tersusun
dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga memudahkan untuk melihat apa
yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis
kembali.
Penarikan Kesimpulan
Upaya penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus-menerus selama berada di
lapangan. Dari permulaan pengumpulan data, peneliti kualitatif mulai mencari arti benda-
benda, mencatat keteraturan pola-pola (dalam catatan teori), penjelasan-penjelasan,
konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat, dan proposisi. Kesimpulan-
kesimpulan ini ditangani secara longgar, tetap terbuka, dan skeptis, tetapi kesimpulan sudah
disediakan. Mula-mula belum jelas, namun kemudian meningkat menjadi lebih rinci dan
mengakar dengan kokoh. Kesimpulan-kesimpulan itu juga diverifikasi selama penelitian
berlangsung, dengan cara: (1) memikir ulang selama penulisan, (2) tinjauan ulang catatan
lapangan, (3) tinjauan kembali dan tukar pikiran antarteman sejawat untuk mengembangkan
kesepakatan intersubjektif, (4) upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu
temuan dalam seperangkat data yang lain.
Daftar Pustaka
Daud, Alfani. 1997. Islam dan Masyarakat Banjar Deskripsi dan Analisa Kebudayaan
Banjar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Faisal, Sanapiah. 2010. Pengumpulan dan Analisis Data dalam Penelitian Kualitatif. Dalam
Burhan Bungin (editor). Analisis Data Penelitian Kualitatif Pemahaman Filosofis dan
Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi (64-79). Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.